I Want You Back




Cast : Kim Jongin
          Han Ji Eun

Genre : Romance

Rating : PG – 15

Length : > 2000 words





Aku selalu mengharapkan hal yang sama, aku ingin kau kembali.

– Kim Jongin –








Ia bersumpah ia masih Kim Jongin yang menjunjung harga dirinya setinggi langit. Ia juga masih sadar betul bagaimana status popularitasnya di mata orang banyak: ia fotografer muda yang mulai diperhitungkan, ia tampan, keren, dan kini bisa dikatakan mapan. Dengan segala hal yang ia miliki saat ini, tentu banyak gadis berdatangan untuk mendekatinya. Siapa yang tak ingin bersamanya?.



Tak seperti kebanyakan pria yang selalu mempersolek dirinya. Jongin tak butuh kemeja licin hasil kerja binatu profesional, ia juga tak butuh sepatu mengkilat yang berulang kali disemir atau celana hitam panjang yang terlihat rapi begitu terjuntai ke bawah. Ia hanya perlu kaos longgar berwarna cokelat pudar kesayangannya, sepatu tali yang berulang kali diinjak di bagian belakangnya, serta celana jeans yang tak ia cuci selama sebulan. Hanya itu saja dan semua gadis akan menempel seperti kutub magnet yang menemukan pasangannya. Ia tak perlu melakukan banyak hal agar para gadis menyadari keberadaannya.



Jongin tentu sadar bagaimana para gadis begitu menggilai dirinya.  Ia tahu, ia bisa mendapatkan gadis manapun hanya dengan keluar dari mobil sedannya. Tapi nyatanya tak semudah itu, tak sesederhana itu. Ia tak bisa bersama dengan siapapun yang ingin bersamanya. Ia hanya ingin bersamanya. Bersama mantan pacarnya. Han Ji Eun.



Memang kedengaran gila, tapi itulah yang ia rasakan selama ini. Padahal ia dan Ji Eun sudah berpisah sejak tiga bulan yang lalu. Tapi bayangan gadis itu seolah tak mau menyingkir dari ingatannya. Seolah kata berpisah tak pernah dilontarkan gadis itu pada saat makan siang tiga bulan yang lalu. Seolah mereka masih bersama. Yah..mungkin hanya Jongin yang berpikir begitu.



Karena saat ia bertemu dengan Ji Eun dua minggu yang lalu –secara tak sengaja– di sebuah kafe, gadis itu terlihat sedang bersama seorang pria. Ia memutuskan untuk tak menghampiri Ji Eun dan memilih untuk mengawasi dari tempat duduknya.



Dadanya terasa bergejolak begitu pria di depan Ji Eun menyeka sisa makanan di sudut bibir gadis itu. Jika saat itu ia gelap mata, mungkin ia sudah menarik tangan pemuda itu dan memukul wajahnya sampai tak berbentuk. Tak ada yang boleh menyentuhnya Ji Eun-nya seperti itu. Tak hanya itu saja, ia pun harus bersabar begitu Ji Eun terlihat tertawa senang bersama pria itu.




Semuanya sangat buruk, bahkan sangat-amat-buruk. Siang itu benar-benar menguras emosi dan menguji kesabarannya. Dan ia pikir, itu adalah kali terakhir ia bertemu dengan Ji Eun bersama pria itu. Namun takdir berkata lain. Ia, Ji Eun, dan pria itu kembali dipertemukan.




Tentu Jongin tidak pernah mengira akan bertemu dengan Ji Eun di festival kebudayaan di sepanjang jalan Gwanghamun. Ia datang ke sana dengan harapan bisa mendapat banyak gambar bagus untuk dimasukkan ke dalam galerinya. Namun saat ia sibuk mengambil gambar rombongan marching band dari pasukan militer yang bergerak teratur memenuhi jalan, matanya menangkap sosok Ji Eun di seberang jalan yang juga menyaksikan festival bersama ribuan orang lainnya.




Darahnya berdesir kencang, sesaat ia lupa pada kamera dan tujuan utamanya datang ke tempat itu. Ia terus memandangi Ji Eun, melepas rasa rindu yang selama ini hanya ia bendung dalam hati. Tak peduli jika ia kehilangan gambar bagus untuk koleksinya. Ia tak peduli, ia hanya terus mengamati gadis yang tengah tersenyum sambil merapatkan kedua tangannya. Ekspresi paling dikenalnya saat gadis itu merasa takjub: matanya menyipit dan senyumnya tersungging indah. Namun segala getaran itu berubah menjadi gejolak panas yang menekan dadanya. Pria itu lagi.



Ia tak mengerti kenapa pria itu selalu ada saat ia bertemu dengan Ji Eun. Walau sesungguhnya bukan sesuatu yang salah jika pria itu pacar baru Ji Eun. Tapi ia tak bisa menerimanya. Tidak.



Jongin kehilangan rasa sabarnya. Iapun meninggalkan tempatnya. Menerobos keramaian, mencoba menjauh dari sosok Ji Eun. Berupaya membuang ide gila yang mulai berkeliaran di benaknya. Ia mendatangi stand minuman dan membeli sekaleng minuman soda. 



Ia meneguk cairan itu dengan rakus, lalu meloloskan sebuah erangan setelahnya. Matanya menatap tajam kaleng dalam genggamannya. “ Sial!” umpatnya.




Ia meninggalkan minumannya di stand tadi, kemudian berlari seperti orang gila. Ia menerobos keramaian, memaksakan diri untuk terlepas dari himpitan ribuan orang yang memenuhi tempat tersebut. Napasnya berembus lega begitu dirinya sampai di pinggir jalan. Setelah menoleh ke kanan dan ke kiri, ia mengayunkan kakinya menyeberangi jalan tersebut. Tindakannya benar-benar anarki karena sempat menabrak salah satu peserta festival.



Gigi-giginya bergemeretak, otot-ototnya semakin menegang begitu posisinya dan Ji Eun kian dekat. Ia bisa merasakan tiap detik yang terlewat, melintas bagai kilas lambat yang membuatnya semakin berdebar. 




Ia pun kian dekat dan akhirnya berhenti tepat di antara Ji Eun dan pria berkemeja licin yang tengah menatapnya dengan kesal. Ia tak peduli, ia memalingkan pandangannya pada Ji Eun yang kelihatan terkejut.



“ Apa yang kau lakukan?” pekik Ji Eun begitu ia mencengkram tangannya.


“ Apa lagi? Tentu membawamu pergi.” balas Jongin santai.




Ia langsung berbalik dan menarik Ji Eun dari keramaian. Namun belum sempat melangkah terlalu jauh, pria berkemeja licin itu menjegatnya. Pria itu menatapnya dengan mata melotot dan menantang.



“ Siapa kau ini? Lepaskan dia!” pria itu mencoba melepaskan cengkraman Jongin dari lengan Ji Eun.



“ Menyingkir! Aku memiliki urusan penting dengannya!” gertak Jongin dengan nada mengancam andalannya.



Berbekal mata tajam yang kerap menguarkan aura kebengisan, Jongin berhasil menyentak pria itu mundur selangkah. Cukup berhasil menjebol keberanian pria berwajah imut yang terlihat gugup bukan kepalang.



“ Tapi kau tidak boleh membawanya pergi!”



Jongin memutar bola matanya. Ia kembali menjejakkan kakinya. “ Diam dan menyingkirlah! Atau kau ingin kubuat berhenti bicara untuk selamanya?” Desis Jongin tajam sebelum benar-benar melangkah.



Meski tahu harus melepaskan diri begitu Jongin menariknya, Ji Eun membiarkan pria itu membawanya menjauh dari keramaian hingga berhenti di tepi jalan yang cukup sepi. Ia tak ingin berontak dan menyita perhatian dari banyak orang.



Ia menyentak tangan Jongin, menarik paksa tangannya. Ia tidak habis pikir. Sudah tiga bulan mereka berpisah dan ia masih tak mengerti kenapa pria itu melakukan hal seperti tadi. Bukankah Jongin sudah setuju untuk berpisah? Bukankah pria itu tampak tak menyesal hari itu?.




Tentu ia merasa begitu kesal pada Jongin. Tiga bulan yang lalu, tepatnya pada saat makan siang bersama orangtuanya. Tadinya acara itu diadakan karena orangtuanya ingin bertemu dengan Jongin, namun karena kecerobohan pria itu, acarapun berujung kacau. Orangtuanya kecewa, sudah pasti.



Dan sialnya Jongin tidak bisa dihubungi saat itu. Rasanya benar-benar kesal. Pria itu melewati acara makan siang begitu saja, tanpa pesan atau pemberitahuan senelumnya. Dan yang lebih sialnya adalah Jongin melewatkan acara itu karena menemani Shin Young –mantan pacarnya– yang sedang terpuruk di kamar apartemennya. Konyol bukan? Pria itu menghilang hanya untuk mantan pacarnya. Bukan hanya merasa kecewa, Ji Eun pun merasa terkhianati.



“ Tak bisakah kau memahami sedikit? Aku benar-benar lupa!”



Itulah yang Jongin katakan padanya. Pria itu lupa. Bayangkan bagaimana kesalnya Ji Eun saat itu.



“ Ckk..kau bukan seorang pelupa. Kau melupakannya karena kau pikir menemani Shin Young jauh lebih penting daripada acara itu.”




Ia masih ingat bagaimana Jongin mengembuskan napasnya dengan kasar. Sangat kentara jika pria itu merasa tak senang karena terus disudutkan. Ji Eun pun tak akan melakukannya jika saja alasan Jongin lebih masuk akal, tapi tak ada yang masuk akal pada saat itu. Selama ini ia selalu memahami Jongin serta kekacauan yang pria itu miliki. Ia tak pernah menuntut Jongin untuk berpakaian rapi atau menyisir rambutnya. Tapi kenapa untuk memenuhi janji pada orangtuanya saja tak bisa Jongin lakukan?.



Semuanya masih dapat Ji Eun ingat dengan baik, bahkan terlalu baik sampai ia merasa sekujur tubuhnya menegang. Tidak bisa ia elakkan jika ia masih memiliki perasaan pada Jongin, masih, bahkan sama. Tapi harusnya ia mengubur rasa itu dalam-dalam. Ia tak bisa bersama Jongin yang hanya peduli pada dirinya sendiri.




“ Siapa pria itu?” tanya Jongin memecah keheningan.



Ji Eun memalingkan wajahnya begitu Jongin menatapnya kian dalam. Mengabaikan desakan yang dipancarkan mata hitam Jongin.



“ Rekan kerjaku. Kau membuat kekacauan hanya untuk menanyakan hal itu?” Ji Eun mendecak sinis.



Jongin mendenguskan napasnya keras-keras. Ia berusaha mengendalikan emosinya yang dari tadi terus bergejolak. “ Ada hubungan apa kau dengannya?” tanyanya dengan wajah tanpa ekspresi.



“ Kau tidak dengar ucapanku tadi? Dia rekan kerjaku.”



Ji Eun memalingkan wajahnya, ia menatap Jongin penuh amarah. “ Sepertinya kau tak perlu menanyakan hal itu, Kim Jongin-ssi.” Tekannya sebelum memutar langkah.



GRAABB



Jongin kembali menahan lengan Ji Eun. Memaksa gadis itu menatapnya dengan dengusan-dengusan kecil yang tak terelakkan. Pandangan mereka bertemu. Dan untuk pertama kalinya setelah tiga bulan berlalu, akhirnya mereka kembali berpandangan. Menatap satu sama lain dalam kebisuan, menyelami isi hati yang terpancar dalam sorot mata yang tak tersuarakan.





Namun beberapa detik kemudian Ji Eun tersadar, ia langsung menarik lengannya. Tapi Jongin lebih kuat, pria itu kukuh mempertahankan Ji Eun. Ia pernah melepaskan gadis itu sebelumnya, dan kali ini ia berjanji tidak akan melakukannya lagi.



Sorot mata Jongin semakin menajam, semakin intens begitu pria itu menariknya kian dekat. Memaksa getaran dalam tubuhnya merangkak naik hingga ke wajahnya. Ji Eun memang terus membenci Jongin selama tiga bulan terakhir, tapi reaksi tubuhnya terhadap pria itu tak pernah berubah. Masih bergetar saat mata hitam pekat itu menyorotnya begitu dalam dengan cara yang sama. Bahkan sensasi hangat menjalar hingga ke ujung jemarinya. Bahkan tubuhnya tak pernah melupakan Jongin. Sial.



“ Jangan menyebutku dengan panggilan seperti itu.” desis Jongin lebih tenang.



Berbeda dengan beberapa menit yang lalu, Jongin terkesan lebih tenang saat ini. Cengkramannya bahkan mengendur. Pancaran amarah yang tadi menyalak kuat, kini terlihat samar-samar.



“ Jangan memperlakukanku seperti orang asing.”



Jongin dapat merasakan desiran lembut itu lagi. Desiran yang selalu ia rasakan tiap kali bersama Ji Eun. Rasanya benar-benar tolol karena pernah membiarkan gadis itu pergi. Penyesalan yang ia rasakan selama tiga bulan terakhir, semakin memperparah gemuruh dalam dadanya. Bukan salah gadis itu, ini semua salahnya. Perpisahan ini…semuanya karena dirinya.




Ia hanya berharap Ji Eun mau mendengarkannya kali ini. Ia menyesal dan ia ingin Ji Eun mengetahuinya. Ini memang bukan gayanya, tapi inilah yang sangat ia inginkan. Ia bahkan rela berlutut jika memang gadis itu menyuruhnya begitu.



“ Lepaskan aku Jongin.” Tegas Ji Eun. Gadis itu meronta kecil, memohon agar Jongin membiarkannya pergi.



“ Demi Tuhan Jongin!”



“ Aku menyesal.”




Ji Eun membatu. Tubuhnya membeku begitu suara lemah itu mengalun payah di telinganya. Ia tidak salah dengarkan?. Jongin yang begitu menjunjung tinggi harga dirinya, Jongin yang selalu keras kepala baru saja memelas padanya?.



“ Aku tahu ini terlambat! Aku tahu ini terlalu berlebihan—“



Jongin berhenti sejenak. Memantapkan hatinya yang ragu, mengumpulkan segala keberanian yang ia bendung selama tiga bulan terakhir. Ia sadar ia tak butuh harga dirinya yang setinggi langit itu. Ia hanya membutuhkn Ji Eun dan ia akan melakukan apapun untuk mendapatkannya.



 “ –tapi aku ingin kau kembali padaku. Mungkin kau tak bisa mempercayainya, tapi selama tiga bulan ini aku selalu mengharapkan hal yang sama. Aku mengharapkanmu kembali.”



Cairan panas mulai menumpuk di pelupuk mata Ji Eun. Mendesak pertahanan terakhir yang ia miliki. Jujur saja hatinya begitu tersentuh, ia bahkan bisa merasakan apa yang Jongin rasakan. Karena ia pun merasakan hal yang sama. Selama tiga bulan terakhir ini ia juga menyimpan harapan yang sama.



“ Aku tahu ini tak mudah, tapi..tidak bisakah kau memberiku kesempatan?”



Jongin semakin cemas karena Ji Eun tak kunjung menjawabnya. Ia mengulum bibirnya sambil menyusun logikanya yang mulai kacau.



“ Aku akan berlutut kalau kau tak percaya.” Ia melepaskan Ji Eun. Kemudian mundur beberapa langkah, berancang-ancang untuk melaksanakan ucapannya.




Tapi ekspresi wajah Ji Eun membuatnya kian cemas. Seumur hidup ia tak pernah merasa setakut ini. Ia adalah seorang pria tampan yang tak perlu takut dengan penolakan, tapi detik ini ia sangat takut. Seolah hal-hal hebat yang melekat pada dirinya sama sekali tak berguna.



“ Apa yang harus kulakukan? Aku akan menjadi pria yang lebih rapi. Aku akan merapikan rumahku setiap hari, aku akan membersihkan kamarku yang—“



“ Cukup!”


Jongin menarik tali tas kameranya yang merosot. Menahannya agar terus tersampir pada bahu gagahnya. Namun satu hal yang tak bisa ia tahan meski ia telah mencobanya berulang kali, ia tak bisa menarik rasa kecewa yang mulai menjalar hingga ke ulu hatinya.



“ Aku akan membuang baju-bajuku yang sudah longgar, celanaku yang sudah robek, akupun akan mencuci sepatuku. Aku akan melakukan semuanya Ji Eun. Aku akan mengubah semuanya.”



“ Bukan itu Jongin! Aku tak peduli dengan semua itu! Aku mencintaimu dengan semua barang-barang brengsek itu!”



Kali ini Jongin merasa benar-benar kehabisan akal. Ia tak tahu lagi apa yang harus ia katakan. Semua kata seakan tertelan kembali dan tertahan di tenggorokan.



“ Peluk aku.” ucap Ji Eun setengah yakin.



Jonginpun tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ia terus memandangi Ji Eun dan menyadari bahwa gadis itu tak main-main. Ia mendekat, perlahan merengkuh gadis itu.



Napasnya berembus pelan-pelan begitu kepala Ji Eun bersandar pada dadanya. Ia bisa merasakan deru napas gadis itu di kulitnya, rasanya hangat. Ia merunduk, membenamkan kepalanya pada helaian rambut hitam Ji Eun. Menarik napas panjang-panjang, menghirup aroma tubuh yang telah lama ia rindukan



“ Jadi…kau akan kembali padaku?”



Alisnya mengerut saat merasakan gelengan kepala Ji Eun di dadanya. “ Lalu apa yang kau inginkan?” tanyanya dengan sisa-sisa harapan yang tak berani ia lambungkan.



“ Aku tak menginginkan banyak hal.” Ji Eun mendongakkan kepalanya, menatap Jongin yang begitu mengharapkan jawaban baik darinya.



“ Aku hanya ingin kau memenuhi semua janjimu. Apapun yang akan kau katakan, kau janjikan, kuharap kau bisa memenuhinya. Hanya itu. Kau sanggup?” sorot mata Ji Eun bertaut dengan keteguhan yang terpancar dari mata Jongin.



“ Ya. Apapun kulakukan agar kau kembali. Kau mau kembali bersamaku, kan?”



Jongin tersenyum senang hingga matanya nyaris hilang begitu Ji Eun mengangguk yakin. Tanpa tedeng aling-aling ia langsung mengecup Ji Eun. Tindakannya benar-benar membuat gadis itu terkejut –Ji Eun sempat tersentak pelan begitu bibir tebal Jongin merekat di atas bibirnya.  



“ Keputusan yang tepat Nona Han. Aku bisa menjaminnya” Ucap Jongin masih dengan mata bulan sabitnya. Ia pun kembali mengecup, ah tidak, kali ini mencium gadis itu dengan dalam. Mencurahkan hasrat yang selama ini tertahan, meluapkan segala rasa yang tak bisa ia curahkan. Dan pada hari ini semua meledak begitu saja. Menguar tanpa batas, seolah tak ada hari esok, seolah tak ada manusia lain selain mereka berdua.



Dan Jongin bersumpah akan melakukan apapun untuk gadis dalam dekapannya. Tak peduli ia harus membuang semua baju, celana dan sepatu bututnya, ia akan melakukan semuanya. Karena ia ingin terus bersama Ji Eun. Sekarang, besok, dan seterusnya.  







END

Ha to the lo!!!!! Hei…semua!!!! oke…it’s the other short fict from me..

Ini ff aku tulis pas lagi menahan lapar dan haus, jadi kebayang kan gimana bingungnya aku ngerangkai adegan terakhirnya. Yah..jadinya berakhir cukup datar, maklum lagi puasa. Lagian kan itu PG-nya 15 jadi segitu aja.  Gak juga sih, aku cuma belum begitu familiar sama pasangan ini. soalnya aku juga belum pernah nulis ff kai sebelumnya, jadi feelnya masih belum dapet. Nanti deh aku taaruf dulu ama bocah pesek itu biar lebih dapet feelnya. 

Oh ya..ini termasuk fluff ga sih?? Krna sbnrnya aku jrg bgt bca ff dgn genre fluff, aku jdi bingung ngebedain fluff atau bukan. Ya udhlah fluff atau bukan yang penting ini ttp ff kan?? Kekekekekkk..


Well.. itu aja. Makasih yang udh baca… dah…



Ting!!!

GSB

Comments

Post a Comment

Popular Posts