Mine
Main Cast : Kim Seok
Jin, Song Hwa Jin
Genre : Romance
Length : Oneshot
(1646 words)
Author : Salsa
Anak umur 4 tahun saja menginginkanmu.
Apalagi yang lain? Lebih baik tidak usah!
Author POV
Jin meletakkan seluruh paper bag dalam genggamannya di meja
makan. Pria itu mengerang sambil meregangkan otot. Oh.. ayolah, belanja bulanan
adalah yang terburuk. Ia selalu berjalan kesana kemari mengikuti Hwa Jin naik
turun eskalator sambil membawa semua belanjaan. Sementara gadis itu malah
menyempatkan waktu untuk bergosip dengan setiap penjual yang kedainya ia
datangi.
Jin menghempaskan badan ke sofa sambil membuka kancing
paling atas kemejanya. Ia memejamkan mata, mengistirahatkan raganya yang
benar-benar letih.
"Seokjinnie..... bawa semua belanjaannya ke
dapur!"
"ah? apa? KAU GILA YA? Tanganku hampir putusā
"jadi kau menyuruhku membawanya? kau ingin tanganku
sakit, ya? Suamiku ternyata........."
"ara...ara...ara...kubawa" sela Jin kesal, senada
dengan tubuhnya yang terpaksa bangkit dari sofa. Dengan susah payah ia kembali
memeluk seluruh paper bag di meja dan membawanya ke dapur.
"Nah.. ini baru Kim Seok Jin suamiku" ucap Hwa Jin
sambil bertepuk tangan.
"terserah" balas Jin ketus.
"oh.. tunggu Jin! Sekarang coba lihat ke depan! mungkin
Ari sudah datang" Pria itu menghentikan langkahnya dan berbalik lagi
menatap sang istri. "Ari? Ari siapa?"
"oh.. apa aku belum bilang? Keponakanku datang dari
Daegu. Dia masih 5 tahun dan karena urusan pekerjaan, samcheonku menitipkannya
pada kita"
āTungguā¦ keponakan? sejak kapan kau punya keponakan?ā Jin
mengangkat sebelah alisnya heran.
āYa Tuhan! Apa katamu? Benar-benar suami yang tidak peka! Coba sebutkan nama semua paman dan bibikuā Hwa Jin menodongkan buah pisang yang baru ia ambil dari paper bag sambil memicingkan mata. Jin refleks mundur selangkah melihat ekspresi itu. Gugup. Sepertinya aku salah bicara lagi.
āa..apa? nama?ā
āJANGAN BILANG KAU TIDAK HAPAL. KITA SUDAH MENIKAH 3 BULANā
āmemangnya kau hapal semua nama bibi dan pamanku huh?ā
āTENTU SAJA! Keluargamu sudah menjadi keluargaku juga.
Padahal aku cuma punya 2 paman saja, sementara kau punya 6 paman dan 2 bibi,
tapi aku hapal semua namanya. Bahkan nama keponakanmu juga kuhapal semua. Aku
juga membuat kliping tentang keluargamuā Hwa Jin berteriak emosional di depan
pria itu. Lantas berjalan melewatinya dan masuk ke kamar dengan cepat. Lalu tak
lama ia keluar lagi dan melemparkan buku diary berukuran sedang yang langsung
ditangkap oleh Jin.
āLIHAT ITU! Aku melakukan itu agar bisa lebih dekat dengan
keluargamu. Aku ingin bisa berbincang dengan mereka semua. Bahkan aku juga
menghapalkan apa yang mereka suka agar aku bisa diterima dengan baik di antara
keluargamuā Jin menggigit bibirnya saat membuka halaman demi halaman dan
menemukan foto seluruh anggota keluarganya satu persatu diiringi dengan
berbagai keterangan yang sangat detail, seperti makanan favorit dan hobi.
Ia menatap Hwa Jin yang terlihat sangat kecewa hingga nyaris
menangis dengan resah.
āmaafkan akuā¦ā
āaku mencintaimu dan keluargamu sebesar itu. Pertanyaan
āsejak kapan kau punya keponakanā terdengar sangat konyol dan tidak sopan. Kau
tahu? Kalau kau tak peduli pada keluargaku, berarti kau juga tak peduli padakuā
Hwa Jin melipat tangannya di dada sambil memalingkan muka. Jin menutup buku
diary itu dan melangkah mendekati Hwa Jin. Ia memeluk sang istri dari belakang
dan meminta maaf berulang kali.
ādiam! Aku masih sangat kecewa. Aku tak mau memaafkanmu
sekarangā
ātapi aku hanya bercandaā
ātidak! kau tidak bercanda! Kau memang tidak tahu siapa nama
pamankuā
āiya iya kau benar. Makanya aku minta maaf, aku akan
berusaha lebih keras untuk menghapal semua nama anggota keluargamu. Bahkan
kalau kau mau, aku bisa menghapal nama kakeknya kakekmu atau kakeknya kakek
kakekā¦ā¦.ā
āberhentilah menjanjikan ini itu. Hapalkan saja nama
keluargaku yang ada. Jangan menjaga jarak terus! Kau harus mengenal keluargaku
jugaā gadis dalam pelukannya itu membalik badan dan menatap Jin lekat.
āoke.. oke.. beri aku waktu satu minggu. Aku akan membuat
kliping yang sama dengan punyamuā Hwa Jin menghela napas. Mendengar nada
sungguh-sungguh yang digunakan Jin, senyum tipis mulai muncul di wajahnya.
ātapi tolong bantu aku ya,ā
Kali ini, Jin yang melamar Hwa Jin sambil bilang ākarena nama kita memiliki akhiran yang sama,
sudah pasti kita berjodohā itu tersenyum manis hingga membuat senyum tipis
sang istri menjadi lebih lebar. Senyum pria ini memang menular. Dan setelah tiga
bulan tinggal bersama pun, Hwa Jin tetap tak punya imun dan terus-terusan tertular.
Gadis itu mengangguk.
Mereka memang sering sekali bertengkar sejak menikah, tapi
semuanya selalu berakhir seperti ini. Siapapun yang salah akan meminta maaf tanpa
takut kehilangan harga diri.
Jin yang masih memeluk Hwa Jin erat-erat itu memberi sedikit
jarak di antara wajah mereka dan mengangkat dagu Hwa Jin. Matanya memejam
seiring dengan wajah mereka yang semakin dekat saatā¦.
Tin... Tin...
Suara klakson membuat mereka berdua terkejut dan memisahkan
diri.
"ah.. itu! itu mobilnya! Seokjin buka! buka! buka"
"aku lagi?" desis Jin takjub. ātanganku sakit
sekali. Aku tak bisa membuka pintuā keluhnya dengan ekspresi terlelah yang bisa ia tunjukkan.
Dan sejujurnya, pria itu memang tidak sedang melebih-lebihkan. Mereka
menghabiskan waktu sekitar 4 jam di pusat perbelanjaan dengan paper bag yang
begitu banyak. Dan semua paper bag itu dibawa oleh Jin seorang.
"cepat buka sekarang! Kau bilang ingin lebih dekat
dengan pamanku! Buka pintunya dan bicaralah dengan samcheon" gadis itu
mendorong punggung sang suami hingga ke depan pintu. Jin tak bisa melakukan
apa-apa selain berjalan gontai dengan dorongan Hwa Jin yang terus-menerus
bicara dan menasehatinya untuk lebih dekat dengan keluarganya. Kini mereka
sudah berada persis di depan pintu.
āIya iya aku mengerti! Berhenti mendorongku!ā
ābuka pintunya dan berbincang dengan pamanku! Ara?ā
āiya iya bawel! Pergi sanaā Hwa Jin mendengus namun tetap
berbalik dan kembali ke dapur. Dia harus memasukkan semua bahan makanan yang
baru mereka beli itu ke kulkas.
Jin mengatur ekspresi sambil bilang āselamat siangā selama
beberapa saat di depan pintu. Ia menoleh ke arah kaca dan tersenyum seindah
mungkin. Lalu setelahnya baru menarik napas panjang dan membuka pintunya dengan
jantung yang bergemuruh. Namunā¦..
āAneh. Tidak ada siapa-siapa. Kemana mobilnya?ā
Saat Jin tengah melongok-longok ke depan, tiba-tiba saja
kemejanya ditarik-tarik dari bawah. Membuat si pria dewasa yang sudah menikah
itu berteriak terkejut.
"YAA! SIAPA KA......." Mulutnya langsung terkatup.
Jin seketika membeku saat melihat seorang anak perempuan kecil berkuncir kuda
tengah tersenyum lebar persis di hadapannya.
"Kau Ari, ya?" pria itu mengubah nada bicaranya
menjadi ramah. Sang gadis kecil mengangguk.
"kau tak mungkin datang kesini sendiri kan? apa appa
dan eommamu sudah pergi?"
"Ne.. mereka buru-buru, jadi tidak bisa menemui eonniā
sesaat Jin menghela napas lega. Ia benar-benar beruntung. Sejujurnya, dari
lubuk hati yang terdalam, namja itu belum siap jika harus bertemu dengan
anggota keluarga Hwa Jin sekarang. Apalagi jika disuruh berbincang, tak
terbayang betapa canggungnya mereka nanti. Perlu diketahui Jin itu bukanlah
pengarah suasana yang baik seperti sang istri.
āKau siapa? Kenapa ada di rumah eonni?" pertanyaan itu
membuat Jin tersadar dan langsung tersenyum. Bahkan anggota keluarga Hwa Jin
pun tak mengenalnya.
"Aku Kim Seokjin. Suami sah eonnimu" gadis itu
menggerakkan mulutnya membentuk huruf 'O' sambil mengangguk-angguk. ākau cukup
tampanā
āhahahaā¦. Kalau itu aku sudah tahu. Ayo kita masuk!"
ajak Jin. Dan saat mereka baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba saja Hwa
Jin datang sambil berteriak heboh dan memeluk keponakannya itu, "Anyyeong Song
Ari! apa kabar? Aigoo..... keponakanku semakin cantik saja, kau benar-benar
persis seperti eonnimu ya?"
"eonni..... kau punya kue? aku mau makan kue. Kata
eomma, eonni akan membuatkanku kue"
"huh? kata siapa? aku tidak bi......"
"Ya! Buatkan saja! Jangan buat keponakanmu kecewa.
Katanya mau cepat punya anak, anggap saja ini latihan" bisik Jin. Gadis
itu meringis sambil mengusap tengkuknya. "o..oke, akan kubuatkan kue dan
susu. Sambil menunggu, bermainlah dengan Jin oppa" Ari mengangguk,
sementara Hwa Jin berbalik ke dapur sembari berpikir keras. Jin masih bisa
mendengar gumaman ābagaimana ini?ā dari mulut sang istri yang langsung
membuatnya terkekeh.
"Jin oppa"
"ne? Ari mau main apa?" Jin berlutut, membuat tingginya sejajar dengan keponakan istrinya itu.
"ne? Ari mau main apa?" Jin berlutut, membuat tingginya sejajar dengan keponakan istrinya itu.
"aku tak mau main. Aku sudah besar"
"eh? begitu ya? lalu sekarang mau apa?ā
"aku tak punya ide. Oppa kan sudah dewasa, berpikirlah
dengan cepat! Aku ini paling tidak suka merasa bosan" Jin tersenyum geli
mendengar ucapan anak ini. "ah... Kau persis sekali dengan
eonnimu ya.... sepertinya orang-orang dari gen keluarga kalian memang senang
sekali menyuruh-nyuruh akuā
āoppa jangan bicara terus! Ayo berpikirā
āara.. ara.. bagaimana kalau lomba membuat tertawa? Jadi kita
berdua saling membuat ekspresi aneh dan jika ada salah satu dari kita yang
tertawa, dia akan kalah dan mendapat hukuman. Setuju?" Ari mengeluarkan
ekspresi menimbang, sebelum akhirnya menarik napas dan mendecak ākubilang aku
sudah besar oppa. Aku tak mau memainkan permainan anak-anakā
āheiā¦ tapi itu bukan permainan anak-anak. Orang-orang besar
juga melakukannya. Aku dan eonnimu juga sering melakukannyaā
āJinjja?ā
āne..ā
ābaiklah kalau begituā hanya seperti itu, Ari akhirnya
mengikuti permainan Jin.
"baiklah ayo kita mulai sekarang.... satu.... dua....
tiā¦." Bahkan Jin belum selesai
berhitung, tapi Ari sudah tertawa-tawa keras. "omo..omo... kita baru mulai.
Ahahaha.... jadi aku menang,, Ari~ya?"
"aigoo oppa! wajahmu.......ahahahaha." gadis itu
kembali tertawa. Melihat cara Ari tertawa, Jin pun ikut tertawa. Anak ini
benar-benar menggemaskan. Hanya karena berhasil membuat keponakan Hwa Jin
tertawa, Jin sudah merasa kemampuan bersosialisasi dengan keluaraga sang istri
meningkat pesat. Rasa percaya dirinya pun muncul. Namja itu terus membuat
ekspresi lucu di depan muka Ari hingga membuat gadis itu terpingkal-pingkal.
"EONNI" tiba-tiba saja Ari yang sedang
mengendalikan tawanya berteriak memanggil sang eonni.
"ada apa?" tanya Hwa Jin sambil melongokkan
kepalanya dari balik pintu dapur. Wajahnya terlihat kusut karena memikirkan
cara membuat kue.
"suamimu benar-benar lucu. Bolehkah dia jadi suamiku
saja?"
"APA?" Teriak Jin dan Hwa Jin serempak. Hwa Jin
melotot ke arah Jin seolah sedang menanyakan apa maksudnya itu. Jin mengangkat
bahunya sambil menggeleng-geleng.
ākau kan masih kecil sayangā Hwa Jin lalu menoleh lagi pada Ari
sambil tersenyum meringis. Jika dia bukan keponakannya, Hwa Jin bersumpah akan
menendang anak ini keluar.
ātapi dia lucu. Aku sukaā
āAku tahu suamiku memang lucu, tapi tetap saja tak boleh.
Dia punyakuā Hwa Jin tak bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan nada
mengomel itu. Ia menoleh pada Jin dan memicingkan mata setajam mungkin. Ia tak
mungkin menyalahkan Ari. Pasti pria ini yang sudah macam-macam dan menebar
pesona berlebihan.
āApa? Aku hanya sedang mencoba lebih dekat dengan
keluargamuā Jin segera membela diri.
āTIDAK. KUPERINGATKAN KAU JANGAN DEKATI KELUARGAKU!ā
āMWOYA? Bukannya kau yang bilang akuā¦..ā
āIKUTI SAJA AKU!ā
END
Comments
Post a Comment