Our Marriage






Cast : Han Jihyun
          Oh Sehun

Genre : Romance, married life, fluff

Rating : PG – 17

Length : >2000 words






Ia pikir pernikahannya akan menjadi hal besar yang membuat semua orang berdecak kagum kemudian menatapnya dengan rasa iri. Layaknya kisah milik Kate Middleton dan Pangeran William yang begitu dipuja banyak orang. Ia pikir setiap kali membuka matanya di pagi hari, ia akan menemukan Sehun tengah memandanginya seolah ia wanita paling cantik yang pernah Tuhan ciptakan. Ia pikir tiap akhir bulan Sehun akan mengajaknya makan malam di restoran bintang lima seperti yang ia bayangkan selama ini. 




Tapi tidak.




Pernikahannya bukan hal besar yang membuat semua orang berdecak kagum, justru sebaliknya. Ikatan ini, status ini, situasi ini membawa banyak masalah untuknya. Sebenarnya itu semua hanya masalah sepele yang bisa diselesaikan dengan diskusi singkat. Tapi tentu ia masih ingat bagaimana cara berdiskusi dengan orang seperti Sehun. Pria itu selalu merasa benar dan tak ingin dibantah. Kedua hal itu membuat Jihyun sakit kepala dan menyingkirkan pilihan berdiskusi dalam  solusi penyelesaian masalahnya. Sehun tidak bisa berdiskusi, Sehun hanya perlu diteriaki sambil ditatap garang. Pria itu perlu melihat emosinya meledak sebelum diam dan menerima semua gagasannya.




Itulah mengapa masalah kecil sekalipun tak bisa teratasi dengan mudah. Seperti halnya saat kunci mobil Sehun hilang entah kemana. Hanya karena benda kecil itu, rumahnya terasa seperti arena tempur, dimana tensinya begitu tegang dan menyeramkan.




“ Aku tidak akan bertanya kalau ingat dimana meletakkannya.”




Begitulah jawaban Sehun begitu ia menanyakan tempat terakhir pria itu meletakkan kunci mobil sialannya. Yah…memang selalu begitu. Seolah insiden menghilangnya kunci sialan itu adalah ulah Jihyun.




Tapi…tak ada seorangpun yang patut disalahkan kecuali Sehun sendiri. Pria itu memang ceroboh. Ia sering kali meletakkan barang miliknya di sembarang tempat dan menjadi kacau di keesokan harinya. Sehun memang seperti itu. Sifat ceroboh itu sudah Jihyun ketahui sejak mereka berkencan dulu. Sehun suka melupakan tempat terakhir ia meletakkan barangnya dan kemudian membawa petaka untuk semua orang di sekitarnya.




Itu jauh dari kata mengagumkan, bukan? Kisahnya dan Sehun hanya membuat siapapun yang mendengarnya sakit kepala. Dan seharusnya ia tak pernah berani membandingkan kisah kacau miliknya dengan milik Kate Middleton dan Pangeran William. Apa ia gila? Apa ia sedang mencoba mengukur jarak antara langit dan bumi?





“ Kau tahu? Bulan depan nanti kita bisa berangkat ke Santorini.” Ucap Sehun memecah kebisuan.





Jihyun yang duduk di sebelah Sehun, langsung mengubah posisi duduknya. Matanya langsung menatap Sehun dengan penuh selidik. Butuh waktu lama untuk benar-benar meyakini ucapan Sehun.





Berbeda dengan Jihyun yang kelihatan waspada dan penuh dengan keraguan yang terlihat jelas di wajahnya, Sehun malah terlihat santai menyantap mie instannya. Matanya bahkan masih berfokus pada pertandingan bola yang disiarkan di televisi.




Tanpa memalingkan wajahnya dari Sehun, Jihyun menyuapkan lilitan mie di sumpitnya ke dalam mulut. Sehun…apa kali ini ia sungguhan? Ia sedang tidak memainkan lelucon kau-percaya-dengan-ucapan-bodohku, kan? Pikir Jihyun dalam hati.




“ Sungguh? Ini bukan lelecon bulan April, kan?”




Sehun hampir tersedak begitu mendengar pertanyaan Jihyun. Ia buru-buru mengambil segelas air di meja dekat kakinya kemudian meneguknya perlahan.




Ia kemudian menyeka bibirnya dengan punggung tangan, lalu meletakkan mangkuknya yang sudah kosong. Ia beralih menatap Jihyun, memandang gadis itu dengan penuh penekanan.




“ Apa terdengar seperti lelucon bulan April? Hanya sekedar informasi, tapi kita telah memasuki bulan September. Bagaimana bisa seorang guru melupakan hal seperti itu?” Sehun tak melepaskan tautan matanya. Ia menghakimi Jihyun dengan tatapannya yang menjengkelkan sambil mendesah berlebihan. Jihyun itu seorang guru, bagaimana bisa ia lupa kalau sekarang bulan September? Pikir Sehun mengejek.





Jihyun balas memandang Sehun dengan lebih serius. Ia meletakkan mangkuknya ke atas meja, bersebelahan dengan mangkuk Sehun. Dengan gerakan cepat, tangannya menyambar gelas panjang di atas meja kemudian meneguk isinya hingga tiris.




Tatapannya kembali pada Sehun yang menatapnya semakin dalam, serius, dan tegas. “ Jadi kau berhasil mendapatkan cutimu? Jadi kita benar-benar akan berangkat? Ke Santorini? Kau serius?” setelah yakin jika Sehun tak main-main dengan ucapannya. Jihyun meracau histeris, terlalu antusias dengan rencana-rencana yang mulai terangkai dalam pikirannya.




Santorini? Akhirnya mereka bisa menikmati liburan yang sempat tertunda tiga bulan itu. Akhirnya..Tapi..Tunggu! Bagaimana bisa Sehun mendapatkan waktu libur padahal Ia dan timnya tengah sibuk menyiapkan pertunjukan mereka di Shanghai bulan depan nanti?.




Astaga!



Air wajah Jihyun berubah. Semuanya berubah hanya dalam hitungan detik. Kini antusiasmenya menguap perlahan.





“ Jongin akan mengurus semuanya untukku. Tenang saja..urusan pekerjaan telah kuselesaikan. Kau tidak perlu cemas. Tiga minggu ini aku hanya perlu mengajar empat kelas sekaligus dan selebihnya itu urusan Jongin.” Papar Sehun berusaha meredam kecemasan yang terlihat jelas pada ekspresi wajah Jihyun.





Tapi penjelasan Sehun tak serta merta membuat semuanya membaik. Seolah kecemasan itu bisa berakhir begitu saja. Tidak semudah itu. Jihyun malah bertambah cemas. Ia malah merasa tidak senang dengan gagasan liburan yang Sehun ungkapkan. Ia tidak mungkin memaksakan perjalanan ke Santorini yang begitu ia idamkan sementara ia tahu hal apa saja yang telah Sehun lakukan.




Pria itu mengorbankan sebagian mimpi besarnya hanya untuk mewujudkan impian miliknya yang bisa diwujudkan kapan saja. Pertunjukan di Shanghai adalah panggung besar yang telah diimpikan Sehun dan timnya, termasuk Jongin –salah satu sahabat baik Sehun. Dalam pertunjukan besar itu akan ada banyak penari hebat dari berbagai negara dan media yang datang untuk melihat. Singkatnya panggung itu akan menjadi kesempatan besar untuk membuka peluang kesuksesan yang lebih besar. Baik untuk Sehun, Jongin, tim tarinya serta sekolah tari tempatnya mengajar.





Pertunjukan di Shanghai itu tentang panggung besar, alunan musik yang berdentam memenuhi seluruh ruangan serta gairah untuk menciptakan gerakan indah yang membuat siapapun berdecak kagum. Semuanya telah Sehun rangkai selama empat bulan belakangan ini. Ia dan timnya telah berlatih keras untuk penampilan mereka di Shanghai nanti.





Jihyun memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang kemudian membuangnya dengan cepat. Hal itu menarik perhatian Sehun yang sedang menumpukan tangannya pada sandaran sofa di belakang kepala Jihyun.





“ Mungkin kita tunda saja liburannya. Aku tak bisa pergi jika keadaannya seperti ini.” tutur Jihyun dengan gelombang kecemasan yang kian besar.





Jihyun kelihatan amat kacau dan sedikit pening dengan semua ini. Sementara itu Sehun tetap diam dan menancapkan pandangannya pada Jihyun. Ia juga sedang berpikir. Membuat alisnya bertaut dan keningnya berkerut dalam.




“ Kau dan Jongin memimpikan panggung itu. Kalian semua telah berlatih keras untuk itu. Ayolah Sehun… Tampil bulan depan atau tidak sama sekali.” Mata Jihyun menatap Sehun dengan sejuta kecemasan. Dan setelah itu ketegangan semakin terasa.





Jihyun tidak menolak. Ia tidak menolak gagasan Sehun. Ia hanya tidak ingin Sehun mengorbankan mimpi yang telah ia bangun sejak lama hanya untuk liburan yang bisa mereka lakukan lain kali. Ia merasa ini sangat tidak adil untuk Sehun.





Sehun masih tak berbicara. Masih terdiam dalam serangkaian hal yang terus melayang di dalam kepalanya. Pria berambut kecokelatan yang kini terlihat kusut tak tertata itu membiarkan detik demi detik menguap begitu saja. Jihyun memang benar. Tampil bulan depan atau tidak sama sekali. Tapi ia sadar jika ada hal yang lebih penting daripada tampil di Shanghai.





Jihyun telah menjadi bagian dari hidupnya, bahkan dirinya. Dan itu membuatnya berpikir. Selain tari dan panggung pentas, Jihyun pun berhak mendapatkan perhatiannya. Meski Jihyun selalu memahami kesibukannya, aktivitasnya yang seperti berjalan di atas roda putar. Begitu cepat dan tak berkesudahan. Tapi ia merasa jika mereka terlalu kacau belakangan ini. Ia jarang berada di rumah dan sekalinya berada di rumah, ia hanya akan memunculkan pertengkaran kecil yang sebenarnya bermula dari sikap cerobohnya. Yah…ia ceroboh. Sehun tahu itu. Tapi tentu ia tidak akan mengakuinya. Ia seorang pria yang menjunjung tinggi harga dirinya.





Dan karena semua kekacauan itu, pernikahan yang baru berlangsung enam bulan itu terkesan sangat menyedihkan. Seolah mereka telah menikah puluhan tahun yang lalu dan mulai merasa bosan terhadap satu sama lain. Tapi tidak begitu. Sehun tidak merasa bosan atau apapun. Ia hanya terlalu lelah. Terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Dan satu-satunya cara untuk memperbaiki semua itu adalah dengan rehat sejenak. Ia perlu menepi sebentar dari semua kesibukan yang membuat jiwa raganya lelah. Maka dari itu gagasan untuk berliburpun muncul.





Sehun masih menatap Jihyun yang kini memalingkan wajahnya ke arah televisi. Jelas sekali jika gadis itu merasa serba salah dengan situasi ini. Ia sangat tahu jika Jihyun adalah orang yang akan sangat sedih jika impiannya kandas begitu saja. Ia tahu Jihyun sangat mendukung karirnya.





Ia merapatkan tubuhnya pada Jihyun. Menatap gadis itu sejenak sebelum menyandarkan kepalanya ke bahu mungil milik Jihyun. Iapun tenggelam dalam aroma tubuh Jihyun yang menguar dari lekukan lehernya yang jenjang. Untuk beberapa saat Sehun membiarkan matanya terpejam sementara aroma itu terus menguar dan mengendurkan urat saraf di kepalanya yang sempat menegang. Secara spontan kedua tangannya langsung memeluk pinggang gadis itu dengan longgar.





“ Pertunjukan di Shanghai memang salah satu mimpi besarku, tapi membuatmu bahagia adalah impian terbesar dalam hidupku.” Sehun memulai uraiannya. Melontarkan deretan kata yang sedikit teredam karena mulutnya berada terlalu dekat dengan kulit leher Jihyun.





Jihyun menunduk, menatap Sehun dengan seksama. Embusan napas Sehun menerpa kulitnya dengan lembut begitu pria itu menghela napasnya dengan panjang. Ia menahan napas begitu desiran lembut itu mengguncang seluruh saraf dalam tubuhnya.



 
“ Setelah menikah aku tidak punya banyak waktu untuk dihabiskan bersamamu.”




“ Kau bekerja dan akupun begitu. Aku memahaminya. Sejak awal kau sudah mengatakan semua itu padaku.” Sahut Jihyun dalam nada stabil.





Sehun mendongak, bertemu pandang dengan Jihyun. “ Aku tahu. Tapi aku benar-benar menginginkannya. Hanya berdua denganmu, tanpa interupsi dari apapun dan siapapun. Kurasa kita perlu berlibur, menghabiskan waktu bersama dan memahami satu sama lain dengan lebih baik. Belakangan ini kita terlalu sibuk.” Sehun masih menatap Jihyun. Kali ini ingin menegaskan pemilik mata indah itu untuk percaya padanya. Berlibur sebentar bukan masalah.




“ Terkadang aku lupa kalau sudah menikah jika saja tak melihatmu berkeliaran di rumah ini. Aku terlalu kacau, jadi aku menginginkan liburan ini. Kalau kau tidak bisa menerimanya karena pentas di Shanghai, anggap saja kau sedang menemaniku berlibur. Aku benar-benar membutuhkan penyegaran Oh Jihyun.” Setelah itu Sehun tersenyum. Benar-benar tersenyum dengan senyuman yang sudah jarang ia perlihatkan di hari-harinya yang sibuk.





Sehun memang benar. Mereka terlalu sibuk. Mereka memang butuh liburan ini.





Jihyun balas tersenyum kemudian mengulurkan tangannya untuk mengusap wajah Sehun. “ Yah..setelah kupikir-pikir, kita memang membutuhkannya. Hanya kita berdua tanpa panggilan kerja yang menyebalkan.”





Sehun kembali tersenyum dan kali ini disertai dengan kekehan jahil. “ Hanya kau dan aku dalam ruangan gelap yang terkunci. Apa yang kau pikirkan?”




“ Mati lampu? Atau…kita sedang diculik?”




Kali ini Sehun benar-benar tak bisa menahan suara tawanya. Ya ampun… Oh Jihyun-nya. Beginikah efek mengajar anak umur lima tahunan selama dua tahun penuh? Jihyunnya menjadi sangat polos dan menggemaskan? Sehun menggeleng, kemudian mendecak tertarik.





Selagi Sehun tertawa dan beranjak dari posisinya, Jihyun mengerutkan dahinya. Termenung dengan segala gagasan yang berkeliaran dalam kepalanya. Namun sebelum ia bisa merangkai gagasannya, wajah Sehun sudah berada di hadapannya sambil menyeringai kecil.





“ Kau dan aku di dalam ruangan gelap yang terkunci. Kita hanya akan bersenang-senang, kau siap?”





Dan sebelum Jihyun mampu menjawab. Sehun telah membungkam mulutnya. Pria itu menciumnya. Melumat bibirnya hingga Jihyun sangat yakin jika ia akan berakhir di sebuah ruangan gelap yang terkunci persis seperti yang dikatakan Sehun. Tak lama setelah itu, Jihyun merasakan tubuhnya terangkat, melayang dan dengan cepat ia melingkarkan kedua kakinya pada pinggang Sehun.




“ Malam ini aku akan membuang kuncinya ke sembarang tempat.” Ujar Sehun tak begitu jelas.





Jihyun tak bisa fokus. Kepalanya benar-benar pusing, tapi ia masih bisa menangkap ucapan Sehun barusan. Ia menjauhkan wajahnya, membuat Sehun melenguh kecewa. Tangannya menahan dada Sehun yang berniat kembali mendesaknya. “ Jangan pernah melakukannya! Aku sudah tidak memiliki cadangannya.”





“ Kalau begitu jangan tinggalkan ranjang, sebelum aku izinkan.”





Jihyun mendengus. Ya ampun…Sehun mulai lagi.




“ Setuju denganku atau kita akan terkunci selamanya di dalam kamar?”




“ Terserah! Tapi jangan pernah membuang kunc–“





Sebelum Jihyun berhasil menyelasaikan ucapannya, Sehun kembali merekatkan bibirnya dengan tidak sabar.




“ Kita hanya akan bersenang-senang, ok?” gumam Sehun di sela-sela ciumannya yang menuntut.




Yah..seperti biasa.




Dan memang seperti itu. Kisahnya dan Sehun tidak terlalu mencolok atau terdengar sangat sempurna seperti yang biasa tertuang dalam novel romantis. Kisahnya juga tak mampu membuat siapapun berdecak kagum. Jihyun sadar jika sesungguhnya ia tak perlu membuat siapapun kagum. Ini bukan tentang seberapa banyak orang yang akan berdiri sambil menepukkan tangan mereka setelah mendengar kisahnya. Ini bukan tentang seberapa banyak mata yang akan cemburu pada pernikahannya. Tapi ini hanya tentang dirinya dan Sehun yang terus mencoba untuk memahami satu sama lain. Memahami segala situasi yang melekat dalam diri masing-masing.




Tak peduli semua ini terkesan sangat kacau dan berantakan. Tak peduli jika kisah mereka akan membuat siapapun yang mendengarnya sakit jiwa, tapi perlahan ia bisa menerimanya. Karena memang beginiliah mereka. Tak sempurna tapi tetap istimewa meski tak mampu membuat siapapun kagum bukan main.





END



Oke….beri jalan saudara-saudara!!!! GSB datang!!!! hohoho!!!! Apa kabar semuanya?? Ada apa nih??? Rame bener…


Sebelum cuap-cuap gaje aku mau ngucapin



“HAPPY BIRTHDAY TO OUR LOVELY BLOG!!!”
Gak nyangka yah udah ultah lagi aja…ultah ke berapa?? Ketiga?? What the….oke..ternyata GIGSent udah gede aja… seneng bgt karena bisa bertahan smpe tiga tahun ini, seneng juga bisa berpartisipasi dalam birthday project (iyalah…kalo gak berpartisipasi, bisa dilempar ke laut lepas ama kim dhira&salsa), dan seneng juga bisa bikin cuap-cuap ini…


Di hari yg berbahagia ini aku mau ngucapin makasih buat semua readers yang ngikutin GIGSent dari dulu ampe sekarang, terus juga mau minta maaf kalo masih banyak kekurangan dan pastinya ada beberapa ff yg belum dilanjut. Sorry…aku sebenernya pengen nyelesain semuanya, tapi liat nanti dulu yah..kalo ada waktu, ide dan mood aku bakal lanjut… oke deh…itu aja..aku udh bingung mau ngomong apa lagi. yang pasti thanks buat semuanya dan gak lupa



HAPPY 3rd ANNIVERSARY GIGSent fanfiction!!!!




Cheers,

GSB


Comments

  1. Selamat ultah yaa.. maaf baru komen skrng karena baru buka blog skrng.. tetap semangat karena ditunggu story" lainnya.. hwaiting

    ReplyDelete
    Replies
    1. ahh...ya makasih udh diucapin!! oke deh ttp semangat! bnrn ya...ditungguin cerita kita yang lain!!*pasang muka galak* skali lg makasih...

      Delete

Post a Comment

Popular Posts