Who Says I Can't?
Main Cast = Jeon
Jungkook, Kim Taehyung
Genre = School life,
friendship
Length = Oneshot
Author = Salsa
Aku benar-benar kagum oleh pelajar di tingkat senior.
Maksudku kelas 12. Mereka belajar dengan sangat giat saat jam pelajaran, lalu
mengikuti kelas tambahan dan bahkan banyak dari mereka yang juga mengikuti
bimbingan lain di luar sekolah. Benar-benar hebat. Tapi sebenarnya aku lebih
kagum lagi pada mereka yang paling dibenci guru, yang suka membuat ulah di
dalam kelas, yang suka berceletuk asal
dan membuat seisi kelas tertawa. Orang-orang seperti ini sebenarnya adalah yang
paling dibutuhkan. Coba bayangkan jika mereka tak ada sama sekali. Kelasmu akan
hening. Benar-benar sepi dari hiburan. Semua orang akan merasa stress karena
terus-menerus belajar hingga akhirnya tertekan. Mungkin juga sampai gila.
Tapi bukannya diberi pujian dan terimakasih, si āpenghidup
kelasā ini malah diperlakukan semena-mena. Mereka selalu dijadikan tumbal.
Guru-guru membenci mereka, teman-teman di kelas pun sering ikut-ikutan
membenci. Mereka dianggap sebagai biang masalah. Padahal, sebenarnya mereka
melakukan itu hanya untuk membuat teman-temannya tidak stress dan terhibur.
Mereka melakukannya dengan tulus tanpa meminta bayaran. Pengorbanan yang luar
biasa seperti ini memang tak ada artinya.
Pada saat kalian lulus, mereka inilah yang akan paling
dirindukan, paling diingat. Kalau sudah begitu, mengenang jasa-jasa mereka saja
sama sekali tak ada gunanya. Maka dari itu, kalian yang masih bersekolah,
berterimakasih lah selagi bisa.
Sebenarnya, kenapa aku membicarakan ini? Yahā¦ jawabannya
memang sudah jelas. Yaitu, karena aku termasuk di dalamnya. Aku sudah 5 kali
berturut-turut mendapat nilai 3 saat ulangan harian. Sudah sering diusir dari
kelas karena mengobrol atau tertidur. Ini benar-benar tidak adil. Mereka semua
pilih kasih. Saat bukan aku yang membuat ulah, mereka cuma akan ditegur. Tapi
jika Jeon Jungkook yang berulah, guru-guru pasti selalu kompak memberikan
hukuman yang berat. Inilah sebabnya aku semakin malas, ya karena double
standard itu berlaku. Kalau sampai kapanpun aku tetap tak akan mendapat
perlakuan yang adil, maka untuk apa berubah?
**********
āJeon Jungkookā refleks aku mendongak, meninggalkan tulisan
graffiti yang sedang kukerjakan. Kim sonsengnim mengacungkan penggaris kayunya
ke papan, ke salah satu soal lebih tepatnya.
Aku menghela napas. Apa lagi ini? Padahal sejak tadi aku
hanya diam, tapi kenapa tetap saja aku yang menjadi korban?
ājawab pertanyaan ini!ā
ābapak yang membuat soal, kenapa harus aku yang jawab?ā
ujarku enteng, lalu kembali fokus pada buku tulis untuk melanjutkan graffiti.
Pensilku sudah semakin pendek, bahkan lebih pendek dari jari kelingkingku
sendiri. Padahal aku tak pernah menggunakannya untuk hal lain selain menggambar
graffiti. Benar-benar menyusahkan.
āJeon Jungkookā
āada apa lagi pak? Anda tahu kemampuan saya! Saya tidak
bisaā
ātak bisa? Bagaimana mungkin tidak bisa? Dari tadi kan kau
sibuk mencatatā nada Kim sonsengnim mulai tinggi. Ia memukulkan penggaris
kayunya di meja paling depan. Sukses membuat semua murid berjengit, kecuali
aku.
āsaya Jeon Jungkook. Anak murid bapak yang selalu mendapat
nilai 3. Kenapa bapak senang sekali menyuruh saya ke depan dan membuat saya
malu? Semua murid disini juga sudah tahu saya bodoh. Bapak tak perlu
memperjelasnya setiap hariā aku melepaskan pensil yang sudah kecil ini dan
duduk menyandar memperhatikan guru matematikaku itu.
ākenapa kau semakin berani saja! Setiap omongan guru
dilawan. Dasar tidak sopanā
ājadi bapak ingin saya melakukan apa sekarang? Bapak mau
mengusir saya lagi?ā
ābahkan kau bertanya seperti itu? sebenarnya apa yang ada di
otakmu huh Jeon Jungkook?ā
ākalau soal itu lebih baik bapak tanyakan pada guru Biologiā
tanpa diperintah, aku berdiri dan berjalan santai ke luar kelas. Aku sudah
muak. Saking muaknya, aku bahkan tak mendengar apa lagi yang Kim sonsengnim
katakan, alih-alih mendengar, melihat wajahnya saja aku sudah tak mau.
Sepertinya dia punya masalah pribadi denganku. Heol.
**********
Jadi aku berdiri di depan kelas. Menghirup udara segar
sambil memperhatikan siswi kelas 2 yang sedang praktek olahraga. Benar-benar
menghibur. Sepertinya anak perempuan itu memang tidak diciptakan untuk sepak
bola. Lihat saja mereka! Maksudku sekumpulan siswi kelas 2 itu. Mereka bermain
seperti anak ayam yang sedang berebut beras. Aku menyelipkan kedua tanganku di
saku sambil tersenyum geli memperhatikan mereka semua.
āEhemā¦.ā Refleks aku menoleh.
āYoo Jin sonsengnimā lantas segera menegakkan badan dan
membungkuk sopan padanya.
Yoo Jin sonsengnim adalah wali kelas sekaligus guru bahasa
Inggrisku. Satu-satunya guru yang benar-benar kuhormati. Tentu saja, dia sangat
baik dan yang terpenting tak pernah membeda-bedakan muridnya. Dia juga punya
selera humor yang bagus dan menanggapi leluconku dengan santai. Lagipula nilai
bahasa Inggrisku selalu di atas standar. Jadi bisa dibilang aku sama sekali tak
punya alasan untuk tidak menghormatinya.
āada apa lagi, Jeon Jungkook?ā
āakuā¦ bosan di dalamā
ākalau terus-terusan bosan saat pelajaran Matematika, kau akan
ketinggalan semakin banyak materiā aku tak tahu harus menanggapi seperti apa.
Jadi aku hanya menunduk dan menahan napas. Dari jauh, suara para siswi kelas 2
yang berteriak karena berhasil memasukkan bola ke gawang terdengar.
āapa yang membuatmu bosan?ā aku menggeleng, lalu menaikkan
bahu.
āapa mungkin karena kau duduk di belakang? Sepertinya ibu
harus memindahkanmu ke depanā
āaku yakin bukan karena ituā
ābagaimana kalau kita coba dulu?ā
**********
Keesokan harinya, saat aku berjalan masuk ke kelas, seorang
perempuan yang tak pernah sekalipun mengajakku bicara tiba-tiba saja bicara
padaku.
ākau mau kemana?ā ia bertanya dengan nada datar, tanpa
ekspresi, sambil tetap fokus membaca buku sejarah. Tapi tetap saja ini
merupakan keajaiban. Kukira dia bisu.
ākau bicara padaku?ā tanyaku setelah sebelumnya menoleh ke
belakang.
āYoo Jin sonsengnim menyuruh Fei pindah ke belakang. Mulai
hari ini kau duduk bersamakuā
āah.. keurae?ā untuk sesaat aku cuma diam di samping
mejanya. Pikiranku melayang. Ya Tuhan! Yang benar saja! Dengan Nari?
Tckā¦ sungguh! Sebenarnya aku sama sekali tidak keberatan
jika disuruh pindah ke meja lain bahkan ke meja guru sekalipun, tapi tidak jika
harus duduk dengan gadis ini. Dari semua anak di kelas, Nari lah yang paling
terlihat sangat terganggu dengan kehadiranku. Ia bahkan tak pernah tertawa
mendengar celetukanku. Ia selalu terlihat serius dan sepertinya tak bisa diajak
bercanda. Mana bisa aku duduk di sebelah perempuan sekaku ini?
āmaksudmu aku?ā oke ini basa-basi. Tapi aku masih berharap
dia salah orang.
Mendengar pertanyaan bodoh itu, Nari menghela napas, lalu
menutup bukunya sambil menoleh padaku.
ānamamu Jeon Jungkook kan? Kalau benar seharusnya tak usah
bertanya omong kosong begitu! Menyusahkanā baru kali ini aku melihat ada orang
yang mengomel dengan wajah datar seperti itu. Dia alien ya?
**********
Pelajaran-pelajaran eksak bergantian mengisi hari ini. Hari
rabu. Suasana yang baru tak lantas membuatku berubah begitu saja. Aku masih
sibuk menggambar di buku catatan sambil bersenandung pelan. Nari terus
melirikku sambil mendengus, namun aku tak menghiraukannya. Malah sengaja
menggoyang-goyangkan kaki dan membuatnya semakin panas.
āheh! Tulis soal di papanā lagi-lagi alien perempuan ini
bicara. Aku sudah mengabaikannya sejak tadi. Apa dia tidak melihat graffitiku
belum selesai?
āHEH! Kau dengar aku kan?ā
āaku akan mencatatnya jika aku mau! Diamlahā
**********
āaku tahu kau tidak tuli, tapi aku baru tahu ternyata kau
sebodoh iniā Nari bergumam pelan saat aku sudah nyaris berdiri. Bel pulang sudah
berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Hampir sebagian dari penghuni kelas pun
sudah menghilang dari kursinya.
āSejak dulu aku memang sebodoh ini. Yang tidak kumengerti
adalah kenapa kau peduli sekali? apa urusannya denganmu?ā
āYoo Jin sonsengnim menyuruhku membantumu. Tapi sepertinya
sekeras apapun aku berusaha, kau tak mungkin tertolongā Nari memasukkan buku
tulisnya ke tas sambil berdiri, lalu meletakkan tas punggung hitamnya itu di
atas meja. Matanya tajam menyorotku.
āUjian akhir tinggal 2 bulan lagi. Dan dengan kemampuanmu
yang seperti itu kau tak mungkin lulusā
ātentu saja aku pasti lulus! Orang jenius sepertimu pasti
tak pernah mendengar nilai bantuan ya?ā
āyang ada bukan nilai bantuan, tapi nilai kasihan. Lagipula
untuk mendapat nlai ini, semua guru harus rapat dan menentukan bersama. Selain
Yoo Jin sonsengnim, apa menurutmu ada yang kasihan pada murid bodoh yang suka
bicara konyol di tengah pelajaranā
ākonyol? Apa kau tak lihat semuanya tertawa huh?ā
āmereka tertawa karena kasihan. Kau belum mengerti juga ya?ā
āapa?ā aku bergumam tak percaya. Baguslah gadis ini jarang
bicara. Ucapannya sangat berbisa.
āaku baru satu hari duduk bersamamu, tapi aku sudah
menyerah. Aku tak bisa membantumu. Aku tak bisa membantu seorang pengecut. Yang
terus-terusan bilang ātidak bisaā sebelum mengangkat pensil. Yang tetap
menggunakan pensil seukuran jari kelingking untuk hal yang tidak berguna. Kau
itu takut perubahan. Dan orang yang takut perubahan adalah orang yang gagalā
Nari benar-benar mengingatkanku pada tayangan motivasi dini hari. Bedanya, ia
mengucapkannya dengan datar, tanpa memedulikan perasaan pendengarnya. Jika ia
menggantikan posisi motivator di TV itu, sudah pasti semua orang akan mematikan
TV-nya. Orang-orang seperti ini adalah tipe orang yang membuatmu sadar tapi
juga merasa tak berdaya di saat yang bersamaan. Sama sekali tak membantu. Ia
hanya membuatku semakin kecil.
Setelah mengucapkan kata-kata berbisa itu, Nari memakai
tasnya dan berjalan melewatiku begitu saja. Aku terdiam menatap tembok.
Perkataan ākau tak akan lulusā terngiang-ngiang di kepalaku. Sial.
Disaat seperti itu, tiba-tiba saja seseorang menyentuh
pundakku dari belakang.
āAPA?ā
āAku tak sengaja mendengar obrolanmu dan Nariā
āohā¦ bagus sekali. LALU SEKARANG APA? MAU BILANG AKU BODOH?
TAK MUNGKIN LULUS? PENGECUT? TAK TERTOLONG?ā
āah? Ani!ā
ātidak apa-apa. Sebutkan saja! Sebutkan saja semuanya! Orang
sepertiku memang tak punya hati. Bicaralah sepuasmu. Aku terima. Semuanya
benarā
āaniā¦ aniā¦ aku ingin membantumuā cihā¦ apa katanya? Aku
tertawa sinis.
ākau tak dengar ucapan Nari? Aku ini TAK TER-TO-LONGā aku
mengeja setiap suku kata di kalimat terakhirku penuh penekanan.
āTidak! perkataannya itu tidak benarā
āNari itu anak paling pintar di kelas, dia tak mungkin
salah. Lagipula kau? Kau bahkan tak masuk 10 besarā
ābiarkan aku membuktikannya dulu. Minggu depan ada ulangan
harian matematika kan? Bagaimana jika aku berhasil membuat nilaimu naik, kau
izinkan aku membantumu?ā
āapa? Kau ini sebenarnya kenapa?ā
āberarti kau setuju?ā
āterserah.ā¦ ini sudah lewat waktu pulangkuā aku mengibaskan
tangan dan melangkah keluar kelas.
ākalau begitu periksa e-mailmu setiap malam! Jawab
pertanyaannya dan kirimkan lagi padakuā Taehyung berteriak dari jauh. Aku
memutar mata.
Mulai malam itu, mau tak mau aku meluangkan waktu bermain
game online-ku untuk membuka e-mail dan menjawab pertanyaannya. Kadang aku cuma
bisa memperhatikan layar komputer tanpa tahu harus apa. Kadang menjawab satu
dua soal, kadang menjawab semua dan salah semua. Pada pagi harinya, Taehyung
akan memberikan kertas berisi score yang kudapat beserta pembahasan soal
semalam. Begitu setiap hari hingga di hari terakhir sebelum ulangan harianā¦ā¦,
ia memberikan sepuluh soal beseta pembahasannya langsung.
āpelajari itu baik-baik! Sepertinya soal besok tak akan jauh
dari iniā
ādari mana kau tahu?ā
āmau bagaimana lagi? Jenis-jenis soal untuk materi logaritma
memang selalu seperti itu. Ohā¦ dan aku tidak mengirimmu e-mail malam ini. Jadi
pelajari saja soal itu baik-baik. Kalau masih belum puas, kau bisa mengerjakan
soal di buku paket jugaā
āini saja sudah cukup! Sudah lebih dari puas, oke?ā Taehyung
melirikku dengan ekspresi tak peduli, lalu kembali ke kursinya.
Singkat cerita, apa yang dikatakan Taehyung mengejutkannya
benar. Okeā¦ soalnya memang tidak persis sama. Tapi setidaknya ada 6 soal yang
angkanya tak jauh berbeda. Seharusnya aku benar-benar mempelajari soal itu
dengan serius. Aku menyesal cuma membacanya sekali, itu pun sambil mendengarkan
lagu dan main video game.
Pada akhirnya, aku mendapat nilai 4.2. Tidak buruk. Karena
nyatanya aku meningkat 1 poin dari ulangan yang kemarin. Dan sebagai
konsekuensinya, mau tak mau aku pun menerima bantuan pria itu. Dia bergerak
cepat. Nilai ulanganku baru dibagikan saat pelajaran terakhir, dan sekarangā¦.
Saat pulang sekolah, ia sudah menagih janjiku. Janji? Heiā¦ bisakah itu disebut
janji? Aku bahkan tidak pernah berkata āiyaā.
āHeh!ā Taehyung menahan lenganku.
āmwo?ā
ākau mau kemana?ā
āpulang! Kau tak dengar barusan ada bel?ā
ānanti jam 7 malam datang lagi kesini!ā
āapa? Kau gila ya? Kau pikir aku mau daā¦..ā
ākau mau lulus kan?ā setelah mengancamku begitu, seperti tak
kenal dosa, ia malah melewatiku dengan santai dan meninggalkan kelas. Aku
mendengus. Bisa-bisanya dia memperlakukanku seperti ini. Kau pikir aku akan
datang huh, Kim Taehyung?
*********
Dan aku pun datang. Kata-kata ākau mau lulus kan?ā ternyata
berdampak sebesar ini bagiku. Aku tak bisa berhenti memikirkannya. Pikiran dan
perasaanku terganjal, membuat segala aktivitas yang biasanya menyenangkan
menjadi mengkhawatirkan. Aku terus-terusan kalah saat bermain game dan gambar-gambarku
terlihat seperti dibuat oleh anak umur 5 tahun. Sepertinya aku memang tak punya
pilihan lain.
BRAAKK!!!
Dua buah buku berukuran jumbo dengan jumlah halaman melebihi
200 lembar dijatuhkan ke atas meja.
āapa-apaan ini!ā aku yang sedang merebahkan kepala di meja itu
langsung berjengit. Taehyung tertawa melihatku mengelus-elus telinga.
ākumpulan soal dan pembahasanā
āorang bodoh mana yang mau mengerjakan soal sebanyak ini?ā
mataku membulat. Sejenak lupa akan telingaku yang masih pengang.
āKau!ā
āmwoya? Kata siapa aku mau mengerjakannya?ā
āini untuk ujian kelulusan dan yang ini untuk masuk
universitasā
āA..apa? Kalau begitu aku tak butuh yang ini. Aku hanya mau
lulusā aku menjauhkan buku bertuliskan āpenyaringan masuk universitasā.
ākau tak mau melanjutkan kuliah?ā
āapa gunanya? Setelah lulus aku akan langsung bekerja.
Kuliah itu cuma untuk anak pintarā
ākuliah itu untuk siapa saja yang mau belajarā
ābenar! Dan aku bukan orang yang mau belajarā aku bisa
mendengar Taehyung menghela napas.
āterserah kau saja! Tapi kau harus tetap membawa buku ini.
Siapa tahu ada yang berubah pikiranā Taehyung mengangkat bahunya. Dia meragukan
keyakinanku?
āaku ini anak yang berkomitmen tinggi, jadiā¦.ā
ājadi sekarang lebih baik kita mulai belajar supaya bisa
pulang sebelum jam 10. Oke?ā
**********
Mulai hari itu, aku dan Taehyung belajar di sekolah mulai
jam 7 malam. Pada minggu-minggu awal, aku sama sekali tak merasakan dampaknya.
Nilai-nilai ulanganku masih berkisar antara 2-4. Guru-guru pun masih hobi
memarahi dan mengusirku pada saat jam pelajaran. Walau sekarang aku sudah duduk
dengan Nari, tapi setelah dia bilang āaku tak bisa membantumuā, maka sejak itu
pun ia tak pernah menatap apalagi bicara padaku. Ternyata kata āmembantuā di
kalimatnya memiliki persamaan arti dengan āberinteraksiā. Yah.. terserah. Aku
juga tak begitu peduli. Duduk dengannya sama saja seperti duduk dengan tembok.
Setelah minggu ketiga terlewati, sedikit demi sedikit
semuanya mulai berubah. Bukan soal Nari, tapi nilaiku. Perlahan tapi pasti
nilaiku menanjak. Dari empat ke lima, lalu ke enam dan seterusnya. Metode
belajar malam dan mengerjakan soal ternyata sangat ampuh. Kami pun lebih akrab.
āsebenarnya kenapa kau ingin membantuku? Karena kasihan?ā aku
tersenyum miris sambil mendribble bola basket persis di hadapannya. Pukul
setengah sembilan malam, kami berdua mulai jenuh belajar dan memutuskan untuk
mencari udara segar di lapangan. Aku berputar-putar mendribble bola sementara
Taehyung duduk bersila di pinggir lapangan.
ākau mengingatkanku pada teman SMP-kuā
āoh.. dia sangat tampan berartiā
ādia tidak lulusā ucapan Taehyung membuat bola yang kulempar
meleset jauh dari ring. Apa-apaan itu?! Dia menyamakan aku dengan anak yang
tidak lulus? Dasar! Sebenarnya pria ini sedang mendoakan atau bagaimana?
Taehyung menghela napas panjang dan menundukkan kepala.
āpadahal kami sangat dekat. Dia juga sebenarnya tidak bodoh,
hanya sifat malasnya saja yang susah dikendalikan. Kami bermain setiap hari
saat pulang sekolah. Setiap mengingatnya, aku jadi merasa bersalah. Aku bisa
lulus pun karena keberuntunganā Taehyung menghela napas lagi, kali ini lebih
berat. Bola basketku menggelinding jauh ke sisi lapangan yang lain. āSekarang aku
tak tahu apa yang terjadi padanya. Apa dia tetap sekolah di SMP itu atau pindah
ke SMP lain. Aku ke Seoul untuk SMA dan semenjak itu aku tak pernah mendengar
kabarnya lagiā
ājadi kau ingin menghilangkan rasa bersalahmu dengan cara
ini?ā
āaku menolongmu karena aku tak ingin temanku ada yang tidak
lulus lagiā
āteman? Sejak kapan kita berteman?ā
āaku menganggap kalian semua temanku. Kau tak perlu
menganggapku sebagai teman juga, sejujurnya aku tak begitu peduli. Yang
kuinginkan hanyalah angkatan kita lulus 100%. Tak ada yang tertinggalā
āmulia sekaliā ujarku dengan nada mencibir. Tapi tidak!
sejujurnya aku benar-benar tersentuh dengan niatnya yang tulus. Maksudku, dia
bukan Nari yang selalu mendapat peringkat 1. Dia cuma Kim Taehyung yang tak
pernah masuk 10 besar. Tapi walaupun begitu dia peduli pada sekitar, dia peduli
pada teman-temannya. Dan yang terpenting, dia ingin aku lulus. Ketika kau
mengira semua orang tak peduli, lalu tiba-tiba saja kau menemukan satu orang
yang peduli, yang berbaik hati mengulurkan tangan. Demi Tuhan, Kim Taehyung
adalah keajaiban.
**********
Semua itu berlalu dengan cepat. Ya.. 2 bulan memang bukan
waktu yang lama. Taehyung benar-benar tahan banting mengajariku. Dengan sabar
dia mengulang-ulang cara yang sama sampai aku mengerti. Sampai akhirnya
sekarang, Jeon Jungkook yang tak bisa apa-apa sudah bisa menguasai banyak
materi di pelajaran inti. Nilaiku meningkat dan terus meningkat. Sampai angka 8
menjadi nilai paling kecil yang kudapat sekarang.
Perlahan namun pasti, si āpenghidup kelasā ini mulai
berubah. Jika ada waktu luang, aku akan membuka buku kumpulan soal dari
Taehyung dan mengerjakannya. Semua orang terkejut dengan perubahanku yang
tiba-tiba ini. Bahkan Nari mulai menatapku walau masih tak mau bicara.
Guru-guru pun tak punya alasan lagi untuk memarahi apalagi mengusirku. Ini
hebat. Semuanya sempurna. Kalau tahu rasanya begini, harusnya dari dulu saja
aku belajar. Walau waktuku untuk membuat graffiti dan bermain game habis karena
belajar, tapi demi Tuhan aku tak menyesal. Bukankah untuk meraih sesuatu itu
memang harus ada yang dikorbankan? Dan jika kau sedang mengorbankankan sesuatu,
sudah pasti muncul rasa lelah. Jika sekarang kau tak merasa lelah, coba
tanyakan pada dirimu sendiri, jangan-jangan tak ada yang sedang kau perjuangkan
ya? Hidup itu cuma sekali. Perjuangkanlah sesuatu! Kata Taehyung, saat sedang
berjuang begini, nikmati saja semua rasa itu dan jangan mengeluh. Aku merasa
seperti seorang prajurit.
**********
Aku ingin lulus. Dulu tujuanku hanya itu. Tapi karena
Taehyung yang sering sekali membicarakan tentang perguruan tinggi negri, sepertinya
ada yang mulai berubah pikiran. Bagaimana tidak? Dia tak bosan-bosannya mengiming-imingiku
dengan biaya murah dan pekerjaan yang menjanjikan. Awalnya aku kekeh untuk
tidak tergiur. Tapi setelah pembicaraan mengenai jurusan ādesign grafisā tempo
hari, pertahananku pun mulai goyah.
Dia bilang aku bisa membuat logo dan menjadikan graffiti
yang menghiasi dinding kamarku itu menjadi uang. Dan akhirnya, buku kumpulan
soal untuk menembus universitas pun entah bagaimana mulai terbuka.
**********
āJeon Jungkookā aku mendongak. Sejenak menghentikan kegiatan
menulisku dan segera berdiri.
āye sonsengnimā
āaku tak menyangka akan mengatakan ini padamu. Tapi selamat,
nilai fisikamu adalah yang tertinggiā Setelah Lee sonsengnim mengucapkan itu,
seisi kelas bertepuk tangan sambil melontarkan pujian. Sementara aku menerima
kertas ulanganku tak percaya. Aku melirik Taehyung dengan mata terbelalak dan senyum
lebar, pria itu tersenyum padaku sembari bertepuk tangan seperti yang lain.
āDan Nari! Kau yang kedua. Selisihnya sangat tipisā Nari
menerima kertas itu dengan wajah datar. Ia cuma meliriknya sekilas lalu
meletakkan kertas itu di meja dan tidak menyentuhnya lagi. Aku tahu dia sudah
biasa mendapat nilai tinggi, tapi apa ia tak bisa menghargai nilai itu sedikit?
Mau sepintar apapun, tetap saja pasti
ada usaha yang dikeluarkan kan? Sesuatu memang akan terasa lebih manis jika kau
sudah merasakan yang pahit. Kalau terus-menerus memakan cokelat, lama-lama
kenikmatannya akan hilang. Lihatlah, Jeon Jungkook bahkan sudah bisa membuat
perumpamaan.
āsejak kalian duduk bersama, bapak perhatikan nilai Jungkook
membaik. Kerja bagus, Nari!ā APA? Mulai lagi dengan double standard itu? kenapa
malah Nari yang dipuji? Seharusnya dia bilang āKerja bagus, Jungkookā Heiā¦ aku
juga ingin tahu rasanya mendapat pujian dari guru. Lagipula gadis ini sama
sekali tak membantu. Taehyung yang melakukan semuanya.
ādia tidak mengajariku sonsengnim. Bukan Nari tapi Taeā¦.ā
āsekarang semuanya buka bab satu. Kita akan mengulang dari
awalā guruku sendiri bahkan mengabaikanku. Aku menoleh pada Taehyung sambil
menghela napas. Pria itu menggelengkan kepalanya seolah berkata ākau tak perlu
melakukan ituā.
**********
Setelah berhari-hari bertahan di tengah-tengah
ketidakadilan. Waktu yang paling ditakuti tapi juga ditunggu-tunggu pun tiba.
Ujian kelulusan. Perjuangan selama 3 tahun dicurahkan disini. Ini adalah hari
penentuan. Semua orang berlatih keras sebelum ujian. Mereka membulak-balik buku
soal dengan panik di selasar kelas. Sedangkan aku cuma membawa pensil dan kartu
ujian. Kata Taehyung, jangan belajar di saat-saat genting. Itu malah akan
membuatmu stress dan tidak fokus. Belajarlah dengan santai pada malam hari.
Ya.. aku berlatih soal semalam. Tidak banyak. Toh aku sudah belajar keras dari
2 bulan yang lalu. Dan sejujurnya, entah bagaimana aku bahkan tak merasa ketakutan.
Jeon Jungkook yang nilainya selalu 3 bisa mengalahkan Nari hanya dalam 2 bulan.
Seharusnya dengan fakta itu aku memang tak perlu takut lagi. Sekarang aku
mengerti. Menjadi āpintarā bukan hanya ākeajaibanā melainkan hasil manis dari
sebuah usaha.
Ya.. dan seperti yang kubilang sebelumnya, tak ada yang
perlu ditakuti dari ujian akhir. Karena semuanya sesuai dengan keinginan
Taehyung. Yaitu 100% lulus. Yang menjadi halangan sebenarnya adalah Ujian
universitas. Taehyung benar-benar terkejut saat aku datang dan mengikuti ujian.
Aku memang tak pernah bilang padanya bahwa aku sudah berubah pikiran.
Diam-diam, aku menyelesaikan semua soal di buku yang diberikan Taehyung itu
sendirian. Kami mengikuti ujian di kelas yang berbeda dan setelah itu kami tak
pernah bertemu lagi.
**********
Saat hari pengumuman tiba, semua peserta ramai-ramai
memadati lapangan. Mencari nama mereka dan universitas mana yang didapat.
Bersama anak-anak lain yang penasaran, aku ikut berdesak-desakan menjangkau
papan. Terdorong ke kanan dan kiri hingga akhirnya berhasil berada di deretan
awal. Mataku fokus mengikuti pergerakkan jari telunjukku yang bergerak ke atas
ke bawah di antara ratusan nama. Memindai semua tulisan kecil yang berbaris
rapi itu dengan teliti, Hinggaā¦ā¦
āYA TUHAN LIHAT ITU! J-E-O-N J-U-N-G-K-O-O-K! JEON JUNGKOOK!
AYO LIHAT! ITU NAMAKUā aku berteriak sambil menarik bahu kedua orang di kanan
kiriku dan memeluk mereka berdua di masing-masing tangan. Dua orang itu
terbatuk-batuk dan mengumpat. Namun aku tetap tak mau melepaskan mereka. Aku
menunjuk-nunjuk namaku di papan sambil berteriak histeris menyuruh semua orang
melihatnya.Padahal hampir 99,89% dari orang-orang ini sama sekali tak kukenal.
**********
āTaehyung tidak
diterima. Mungkin dia akan mendaftar di Universitas Yayasanā
Aku terdiam di meja belajar. Menatap 2 buku kumpulan soal
yang sudah lusuh karena terlalu sering kubuka. Inilah saksi betapa kerasnya
Jeon Jungkook belajar selama 2 bulan ini. Satu demi satu, berita mengenai teman
sekelasku yang diterima di berbagai universitas memenuhi inbox akun e-mail ku.
Nari diterima di jurusan manajemen komunikasi di Universitas yang sama
denganku. Kudengar persaingan di jurusan itu sangat ketat, tapi ayolahā¦ aku
bisa membayangkan wajahnya yang datar saat melihat nama āCho Nariā dan kata
āditerimaā berdampingan di papan pengumuman. Gadis alien ituā¦ā¦. cihā¦ tapi,
sepertinya aku tak akan melupakannya. Bagaimanapun, dia sudah membuatku
tersadar dan was was karena takut tidak lulus. Terimakasih.
Di antara semua e-mail itu, aku mencari satu dari Taehyung.
Tapi nihil. Ia tak membalas e-mailku. Ya.. sebelumnya aku memang mengirimkan
e-mail pada Taehyung. Menanyakan bagaiamana keputusan pria itu sekarang. Tapi
ini sudah 2 minggu dan ia tak membalasnya juga.
Lagi-lagi aku terdiam. Tanganku bergerak membolak-balik buku
dari Taehyung dengan perasaan terganjal. Aku sudah merasakan betapa puasnya
diterima di perguruan tinggi favorit. Tapi setelah melihat coretan-coretan
motivasi dan juga graffiti yang memenuhi bagian-bagian kosong di buku ini,
sepertinya aku menyadari sesuatu.
***********
Pagi itu, aku memulai kehidupan baru sebagai mahasiswa. Aku
berjalan memasuki ruang kelas baruku dan duduk di salah satu kursi. Dosennya
belum datang, padahal mata kuliahnya sudah lewat 13 menit. Aku meletakkan tas
di atas meja dan tersenyum sambil melirik pria di sebelah kananku.
āJungkookā orang di sebelahku itu menoleh dengan mata
terbelalak. Kim Taehyung.
āhaiā
āapanya yang hai? Kau kenapa duduk disini? Kau gila ya?ā
ātentu saja aku kuliah. Apa lagi?ā
ādasar bodohā Taehyung mendesis tertahan sembari menatapku
tak percaya.
ābodoh katamu? Aku ini diterima di universitas negri! Kau
yang bodoh! Begitu saja tidak bisa. Payahā dengan kepalan tangan, aku memukul kepalanya
sambil tertawa. Dan di detik selanjutnya, pria yang kupukul itu pun ikut
tertawa.
āsebenarnya kau tak harus melakukan iniā
ātapi aku ingin. Lagipula aku melakukan ini bukan untuk
balas budi. Ini pilihan hidupkuā Taehyung menarik napas ringan dan mengangguk
mengerti.
ādan aku belum mengucapkan ini padamu!ā
āapa?ā
āterimakasihā
āuntuk?ā
ājika tidak ada kau, aku mungkin akan tetap menjadi Jeon
Jungkook yang tak tertolong dan tertinggal di SMAā Taehyung tersenyum dengan
ekspresi āitu bukan apa-apaā seperti yang selalu ia tunjukkan.
āayo belajar keras seperti kemarin dan lulus dengan cepatā
END
Happy anniv GIGSent^^ Jungkook!!!!!!!!!!!!!
beneran deh aku ga bisa ngebayangin romance buat dia. Waeeee???? Aku juga g
tahu, yang pasti GA BISA! DANā¦ā¦. KENAPA PAKE V? KENAPA GA PAKE ANAK LAIN ATO OC
AJA SEKALIAN? Kenapa yah? Karena aku suka vkook mungkin? Sorry ya bocah alien
oon kalian aku bikin jadi waras. ARMY AKU MINTA MAAF YANG SEBESAR-BESARNYA
KARENA UDAH BUAT TAEHYUNG KALIAN JADI KELIATAN NORMAL GINI, BENERAN AKU GA
MAKSUDT_T. Ini cuma cerita. V tetep idiot abnormal and super dumb okā¤!
Comments
Post a Comment