Let Love Lead (Prolog)
Cast = Park
Yu Jin
Park Jin Ah
Park Hyo Jin
and many more^^
Genre = Romance
Length = Series
Author = Salsa
**********
āJadi berapa umurmu?ā tanya Jin Ah.
ā31 tahun.ā
āA-apa?ā
āKenapa? Menurutmu aku terlalu tua untuk ikut acara
perjodohan seperti ini?ā Pria berkacamata yang memiliki beberapa kerutan di
dahi itu tertawa hambar.
āT-tidakā¦ maksudkuā¦. umurmu padahal sudah matang,
penampilanmu juga lumayan dan pekerjaanmu pun bagus. Aku tak mengerti kenapa
kau belum menikah.ā
āYah, tentu saja karena belum menemukan calon yang tepat. Kalau sudah
menikah, aku tak mungkin berada di sini, kan?ā
āBenar juga.. hahahaā¦ lalu yang lain bagaimana?ā
āApa tidak sebaiknya kau perkenalkan dirimu dan kedua
saudaramu dulu? Kami sudah tahu nama kalian. Bagaimana dengan umur dan pekerjaan?ā
ucap pria lain yang duduk tepat di hadapanku. Penampilannya tidak serapi pria
berkacamata berumur 31 tahun yang tadi. Dia memakai jaket kulit dan sejak tadi
aku terus memergokinya sedang menatap Hyo Jin yang sibuk menyedot frappe-nya seperti anak kecil. Aku
mengerti benar saat dia bilang āperkenalkan dirimu dan kedua saudaramu duluā
pasti yang ia maksud adalah āHyo Jinā. Dia pasti ingin mengenal Hyo Jin yang
sejak tadi terus diam, seakan-akan terpisah dari kami dan tenggelam dalam dunia
imajinernya sendiri.
āNamaku Jin Ah, 23 tahun. Lalu ini kakakku Yu Jin," kata Jin Ah. Aku tersenyum seraya menganggukkan kepala begitu namaku disebut. "26 tahun.
Dan itu Hyo Jin, 21 tahun.ā
āOh.. 21 tahun. Kau masih sangat muda, ya. Masih kuliah?ā Nada bicara pria berjaket kulit itu tiba-tiba saja berubah lembut. Hyo Jin
menggigit sedotan frappe-nya dan
menatap pria itu datar.
Kami semua menoleh padanya menanti jawaban. Hyo Jin
menjauhkan sedotan berwarna hitam kaku itu dari mulutnya dan merengut.
āHeh, jawab!ā bisikku sambil menyikutnya.
āOnnie, frappe-ku
habis. Pesankan satu lagi untukku,ā pinta gadis itu santai. Oh, tentu saja! Apa yang
bisa diharapkan dari Park Hyo Jin? Dia memang selalu bertingkah semaunya.
Bahkan di saat-saat seperti ini, wataknya yang serampangan itu tetap saja
dikeluarkan tanpa malu-malu. Semua pria yang menatapnya penasaran pun serempak
menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Termasuk pria jaket kulit itu.
Sepertinya dia sudah menyerah. Wajar saja, memangnya siapa yang bisa bertahan
menghadapi Hyo Jin selain aku dan Jin Ah?
āNg, benar! Dia masih kuliah.ā Akhirnya Jin Ah lagi yang menjawab.
āKau sudah bekerja Jin Ah-ssi?ā tanya pria lain.
āAku baru saja lulus kuliah. Sekarang sedang mencari
pekerjaan.ā
āOh, kau butuh pekerjaan di bidang apa?ā
āEkonomi akuntansi.ā
āAh, sayang sekali perusahaanku sedang tidak membutuhkan bagian itu.ā
āTidak apa-apa. Sebenarnya aku sudah mengirimkan lamaranku
pada beberapa perusahaan, dan ada yang sudah menelepon juga, jadiā¦..ā
āKalau pekerjaan yang nanti kau dapat ternyata tidak sesuai
keinginanmu, atau gajinya kurang memuaskan. Kau bisa meneleponku,ā ucap si dahi berkerut. Jin Ah mengangguk sambil berkata āterima kasihā dengan pelan.
Tiba-tiba saja perbincangan yang canggung antara Jin Ah dan
para pria di hadapan kami terhenti. Tatapan semua penghuni meja beralih padaku.
Seketika itu juga aliran darahku berhenti. Sebenarnya, aku ini adalah perempuan bergolongan darah A
yang sangat penakut. Yang menjunjung tinggi semboyan āberpikir sebelum
bertindakā. Bahkan saking tingginya, aku justru lebih sering berpikir daripada
bertindak. Hingga kesempatan-kesempatan yang datang pun terlewat begitu saja.
Lalu pada akhirnya aku cuma bisa menghela napas sambil menyalahkan golongan
darahku sendiri.
Kembali ke cerita. Kenapa mereka semua menoleh padaku? Aku
benar-benar ketakutan saat menjadi pusat perhatian. Aku selalu merasa ada yang
salah dengan penampilanku. Apa ada sesuatu di wajahku? Rambutku
berantakan? Bajuku terbalik? Ya ampun, seseorang bicaralah! Ada apa?
āNoona, ponselmu berbunyi.ā
āApa? Oh..ā Ternyata itu sebabnya. Bagaimana mungkin aku tak
dengar? Aku langsung merogoh saku blazerku dan mengangkat panggilannya dengan
panik. Aku tak tahu kenapa aku harus mengangkatnya dengan panik. Bahkan
aku juga tidak melihat siapa yang telepon karena sangat panik. Aish, ini pasti karena golongan
darahku.
āHalo?ā
[Halo, Nona Park Yu Jin?]
āYa, aku Park Yu Jinā
[Selamat design anda terpilih.]
āDesign apa?ā Saat aku menanyakan itu, tiba-tiba saja Hyo
Jin yang hanya mau membuka mulut saat
minta dipesankan tambahan frappe berteriak. Membuat seisi meja terkejut.
Dalam sekejap, ponselku sudah berpindah ke tangannya.
āAstagaaaaa~ Aku menang, ya? Jadi aku benar-benar akan
mendapat satu juta won?ā tanyanya menggebu. Semua orang di meja berukuran
sedang ini menatapnya penasaran. Hyo Jin yang terlihat sangat seru dengan lawan
bicaranya di telepon itu sama sekali tak merasa terganggu, apalagi panik
sepertiku. Volume suaranya pun semakin kencang. Sebenarnya ada apa sih?
Saat ia menutup teleponnya, barulah sekumpulan orang
penasaran di meja ini bertanya. Semua pertanyaan yang ingin kuajukan sudah
terwakili oleh mereka semua. Jadi aku hanya mendengarkan pertanyaan mereka
sembari mengambil ponselku yang Hyo Jin geletakkan begitu saja di pinggir meja.
āOnnieā¦ aku akan kaya raya.ā Padahal aku adalah satu-satunya
orang yang tidak bertanya, tapi ia malah menatapku dengan mata berbinar dan
mengabaikan pertanyaan yang lain. Aku jadi kasihan dengan pria-pria ini. Mau
dilihat dari segi mana pun adik bungsuku ini memang memiliki wajah dan bentuk
badan yang paling menarik, jadi wajar jika mereka berlomba-lomba mendapat
perhatiannya. Tapi sepertinya usaha mereka siang ini akan sia-sia. Jika Hyo Jin
tak mau ya itu artinya dia tidak mau.
āAku mengerti kau itu habis memenangkan suatu perlombaan
design. Yang tak kumengerti adalah kenapa mereka malah meneleponku? Dan
tunggu, sejak kapan kau belajar design?ā
āAku tidak belajar design. Itu buatanmu, bukan aku.ā
āDesign-ku?ā
āYa. Kau tahu restoran daging yang baru buka di Gwangmun?ā Aku mengangguk pelan sembari menerka-nerka ke mana dia akan membawaku.
āMereka mengadakan perlombaan design. Mereka butuh logo
untuk restoran itu. Jadi yahā¦. karena kulihat hadiahnya lumayanā¦ā¦ dan berhubung
kakakku pintar mendesignā¦ā¦.ā Hyo Jin mengangkat bahunya, mencukupkan kalimatnya
sampai di situ.
āCihā¦. Walaupun hadiahnya lumayan dan kakakmu pintar
mendesign. Tetap saja kau harus minta izin padaku dulu, kan?ā Aku berujar sinis sembari
mengetuk meja dengan jari telunjuk. Padahal suara ketukannya tidak keras, tapi
saat telunjukku menyentuh meja semua cangkir di meja ini bergetar.
āMemangnya logo mana yang kau pakai?ā Setenang mungkin aku
meraih cangkir kopiku dan menyesapnya pelan. Berusaha terlihat anggun di
hadapan para pria yang sepertinya sudah menyerah mencari sisi feminim dari tiga
kakak beradik ini.
āItu lohā¦. Gambar koki berwajah sapi yang memakai serbet dan
sepatu boots.ā
BRUSSSHHH~~~~
Seketika cairan kopi yang nyaris masuk tenggorokanku menyembur
keluar. Aku meletakkan cangkirnya dengan keras hingga meja ini kembali
bergetar. Setengah dari kopiku pun terciprat membasahi meja. Tapi untuk kali
ini aku tidak peduli pada pandangan para pria itu.
āKau gila, ya? Kenapa memakai design orang sembarangan
begitu?ā
āAh~ biasanya kan juga begitu.ā
āBiasanya?ā
āAku sudah sering mengirimkan design-mu ke
perlombaan-perlombaan, tapi tidak ada yang menang. Ini pertama kalinya design-mu
memenangkan sesuatu. Berterimakasihlah padaku! Onnie kan penakut! Kalau tidak
ada aku, design-mu hanya akan menumpuk seperti baju yang tidak disetrika Jin Ah Onnie dari minggu kemarin.ā Apa-apaan gadis ini? Kenapa perumpamaannya buruk
sekali? Aku bisa mendengar suara Jin Ah yang mendesis di sebelahku. Sementara
para pria menoleh serempak padanya seolah sedang menyalahkan.
āKau itu!!!!ā Aku benar-benar kehilangan kata.
āApa sih masalahnya? Kenapa kau tidak senang? Walaupun
hadiah itu sepenuhnya adalah hakku, tapi aku tidak akan menjadi adik
durhaka yang melupakan kedua kakaknya. Aku akan membelikan donat dan baju.
Tenang saja.ā
āITU PROYEK KANTORKU!ā Aku memekik tak tahan. Persetan
dengan para pria yang melotot kaget. Gadis penakut yang tadi gemetar karena
menjadi pusat perhatian ini kini malah berteriak seperti manusia goa.
āOnnie... Jangan berteriak, dong! Lihat kerutan di sudut matamu
itu! Besok kubelikan krim wajah, ya?ā
āYAH PARK HYO JIN!ā
āHyo Jin, berhentilah bermain-main! Kasihan Yu Jin Onnie!ā
āCihā¦ kenapa kakak-kakakku ini selalu berpikiran sempit?ā Hyo
Jin menarik napas panjang seolah dialah pihak yang dirugikan. Lalu menatapku
santai, āYu Jin Onnie-ku sayang, kau kan bisa buat yang baru. Membuat gambar aneh seperti
itu saja pasti bukan hal sulit, kan? Kau selalu menulis Park Yu Jin adalah graphic designer yang
berbakat dan profesionalā di belakang pintu kamar dan lemari. Inilah
waktunya kau membuktikan bualanmu itu.ā
BUALAN KATANYA?
Untuk mengontrol emosiku yang meluap-luap, aku tak langsung
membalas ucapan tak berpendidikannya dan menghitung satu sampai tiga dalam
hati. Katanya berhitung dalam hati bisa meredakan emosi.
āAdikku sayang, masalahnya adalahā¦ā¦ kantorku dan mitranya
ini sudah deal, dan uangnya sudah
ditransfer ke rekeningku tadi pagi.ā
āBerapa?ā
ā800 ribu won.ā
āKalau begitu batalkan saja yang itu. Kita kan akan mendapat
yang satu juta.ā
āEnak saja kau bicara! Yang ini tak bisa dibatalkan.ā
āKenapa tak bisa?ā
āKalau kubatalkan, aku bisa dipecat dari kantorku. Kalau aku
dipecat, memangnya kau mau makan apa, huh?ā Hyo Jin memutar matanya, sementara
Jin Ah mengelus-elus pundakku memberi kekuatan. Keluarga kami memang sangat
kacau.
Kami bertiga sudah tinggal tanpa orangtua semenjak Hyo Jin
masih berumur 2 tahun. Saat itu, kami yang sedang berwisata dengan mobil
mengalami kecelakaan. Aku yang masih berumur 7 tahun, Jin Ah, serta Hyo Jin
yang duduk di pangkuanku terlempar dari mobil, sementara orangtua kami terjebak
di dalam. Kemudian, mobil yang lepas kendali itu menabrak bebatuan Inwangsan
yang curam lalu terbakar begitu saja.
Kami hidup tunggang langgang di panti asuhan selama dua
bulan sebelum akhirnya dijemput oleh bibi yang tinggal di Amerika. Dengan berbagai
pertimbangan, bibiku yang super sibuk memutuskan untuk membelikan kami rumah
lengkap dengan pengasuhnya. Lantas kembali ke Amerika. Setiap bulan, transferan
uang dari Amerika selalu cukup untuk kebutuhan sehari-hari kami. Biasanya uang
itu akan habis di akhir bulan untuk membeli susu formula Hyo Jin, atau iuran sekolahku dan Jin Ah.
Kehidupan kami yang sebenarnya tidak bisa dikatakan
menyedihkan itu berlanjut hingga aku berumur 20 tahun dan mendapat pekerjaan.
Bibi berhenti mengirimiku uang dan semua kebutuhan menjadi tanggunganku. Ini
bukan permintaan siapa-siapa. Aku yang saat itu merasa sudah mampu dan juga
bibi yang memiliki masalah sendiri berbicara lewat telepon dan sepakat untuk memberhentikan
transferan uang yang berlangsung selama 13 tahun. Kami benar-benar beruntung.
āPokoknya kau harus mengurusnya. Jangan biarkan restoran
daging itu memakai logonya!ā
āLalu satu jutanya bagaimana?ā
āTidak ada satu juta. Kupatahkan lehermu jika mereka memakai
logoku.ā Tanganku bergerak lihai mengambil sedotan di gelas jus entah-milik-siapa dan menekuknya dengan
ekspresi mengancam. Hyo Jin mendengus.
Saat itu, mendadak aku teringat kalau kita tidak sedang
bertiga saja, melainkan ada beberapa pria lain yang ikut duduk di meja ini.
Pelan-pelan aku meletakkan kembali sedotan di gelas milik salah satu pria tadi.
Aku tak berani menatap mata mereka secara langsung. Mereka pasti sudah punya
penilaian buruk untuk keluarga kecil kami karena kejadian barusan. Aku cuma
bisa menoleh pada Jin Ah yang sudah putus asa. Setelah aku mengancam akan
mematahkan leher Hyo Jin, semua orang di meja ini tak ada lagi yang mau membuka
mulut. Semuanya mulai terlihat resah dan pura-pura menyibukkan diri. Jujur saja
mereka semua terlihat konyol.
Setelahnya, karena suasana yang terlanjur kaku ini tak bisa
diapa-apakan lagi, satu per satu para pria itu pamit dengan beragam alasan.
***********
Begitu aku berhasil membuka kunci rumah, Jin Ah yang
biasanya selalu berjalan dengan anggun dan tertinggal di belakang kini
menerobos jalanku dan masuk ke dalam kamarnya tanpa berkata-kata. Sedikit
banyak aku merasa bersalah padanya. Acara perjodohan atau kencan buta atau
apalah tadi merupakan idenya.
Adikku yang satu itu, Jin Ah, memang memiliki impian unik.
Menikah muda. Apa menikah muda bisa dikatakan impian unik? Aku sendiri juga
tak yakin. Tapi setidaknya Hyo Jin dan aku sepakat menyebutnya berlebihan
untuk yang satu ini. Bukankah jodoh sudah ditetapkan Tuhan? Apa dia ingin
segera menikah karena takut jodohnya direbut orang lain? Hah, baiklah, sebaiknya aku
tak perlu berbohong sambil bersembunyi di belakang nama Jin Ah begini, karena
sejujurnya akulah yang berpikir seperti itu. 26 Tahun memang belum bisa
dikatakan āterlalu tua untuk menikahā. Masalahnya, di umurku yang sangat matang
ini, belum memiliki kekasih merupakan hal yang gawat. Tunggu! Sepertinya aku
bahkan tidak memiliki āseseorangā yang kusuka. Ya Tuhan!
Jin Ah mengatakan ingin menikah muda sejak 3 tahun lalu.
Saat itu, setelah pulang kuliah tiba-tiba saja Jin Ah datang menghampiriku dan
berkata ātolong jangan kaget jika aku membawa pria ke rumah dan meminta restu
untuk menikahā dengan ekspresi yang sangat serius. Lantas masuk ke dalam
kamarnya begitu saja, meninggalkanku yang syok berat. Aku benar-benar penasaran
apa yang dikatakan teman atau dosennya sampai-sampai ia berpikir seperti itu,
padahal setahuku dia juga belum memiliki kekasih.
Setelah kejadian itu, Jin Ah terus membicarakan mengenai
impiannya ini pada kami saat di meja makan-satu-satunya tempat di mana kami
bertiga bisa berkumpul dan berbincang walau hanya beberapa menit. Jin Ah
mengatakan bahwa menikah muda dan memiliki anak yang jarak usianya tidak
terlalu jauh adalah hal yang baik. Ia ingin jalan-jalan di mall dan bertemu
orang asing yang bilang āapa kalian berdua adik-kakak?ā. Tapi masa iya tujuan utama dari keinginan menikah mudanya itu adalah agar dikira
ākakak-adikā dengan anaknya? Konyol sekali.
Kemudian beberapa bulan yang lalu Jin Ah yang belum juga
mendapat calon itu mendaftarkan kami bertiga ke acara perjodohan di internet.
Tentu setelah sebelumnya meminta izin padaku dan Hyo Jin. Aku langsung
menyetujuinya karena alasan āgawatā yang sudah kusebutkan, sementara Hyo Jin
setuju untuk bermain-main saja. Kami menunggu giliran untuk kencan buta ini
selama hampir dua bulan, dan ternyata semuanya berujung pahit seperti ini.
āHeh! Ini gara-garamu! Minta maaf padanya.ā Hyo Jin yang baru
berjalan melewatiku itu tak sedikit pun menoleh dan melangkah lurus ke
kamarnya.
Untuk kali ini, aku tak tinggal diam. Dengan keahlian
berjalan cepatku, aku berhasil menangkap gagang pintu kamarnya yang hampir
tertutup.
āMau apa lagi?ā
āKau minta maaf padanya,ā
āUntuk apa? Aku malah ingin memarahinya gara-gara mengajakku
ke acara bodoh seperti itu.ā
āWalaupun menurutmu itu bodoh, tetap saja acara tadi sangat
berarti untuk Jin Ah.ā
āTidak apa-apa. Aku baik-baik saja, kok.ā Tiba-tiba saja suara Jin Ah yang sendu terdengar dari belakang. Aku langsung berbalik.
Walaupun ia bilang āaku baik-baik sajaā tapi wajahnya itu seperti mengatakan
āhatiku hancur berkeping-keping, nanti malam aku akan bunuh diri sajaā. Hyo Jin
menyandarkan punggungnya di sisi pintu sambil bersedekap.
āAku juga berpikir begitu. Tapi Yu Jin Onnie tetap mengira
kau sedang depresi. Memangnya apa yang perlu disesali? Pria-pria tadi sama
sekali tak masuk standar pria lumayan.ā Seketika wajah Jin Ah kian muram. Hyo
Jin yang tidak peka tentu saja tidak bisa memahami ekspresi itu.
āKau benar,ā ucap Jin Ah ketus sebelum berbalik lagi ke kamarnya.
Aku yang tak mau ambil pusing pun ikut masuk ke dalam kamar. Begitu pula Hyo
Jin. Kami bertiga membanting pintu kamar masing-masing dengan kompak.
**********
Pukul 8 malam, aku yang kelelahan karena berjalan kaki dari
halte langsung menghempaskan diri di sofa. Saat aku sedang terengah-engah
menarik napas, tiba-tiba saja pintu masuk kembali terbuka. Aku langsung
menegakkan badan. Hyo Jin masuk sambil menenteng 3 paper bag di masing-masing
tangan.
āHei Onnieā¦. Tumben sekali masih duduk-duduk di sofa!
Biasanya jam segini sudah tidur.ā Walaupun ia terlihat santai saat
mengucapkannya, nada bicaranya tetap saja terdengar panik. Aku menyipitkan
mata.
āDari mana kau mendapatā¦..ā
āAku habis belanja, nih. Lelah sekali. Besok saja mengobrolnya, ya.ā Hyo Jin langsung mengambil ancang-ancang untuk berlari.
Namun kalah cepat dengan kegesitan kaki dan tanganku. Aku berdiri dan menangkap
tangannya. Hyo Jin meringis.
āDari mana kau mendapat uang untuk membeli SEMUA ITU HUH?ā Nada suaraku meninggi secara alami di akhir kalimat.
āOnnie, aku beli high heels untukmu loh.ā
āBenarkaā¦ā¦ YAAA! JANGAN MENGALIHKAN PERTANYAAN!ā Dia
benar-benar tahu kelemahanku. Sial! Hampir saja aku masuk ke dalam jebakan
rubah ini.
āCih, kenapa masih bertanya? Tanpa kuberi tahu kau pasti sudah tahu, kan?ā
āDASAR RUBAH BETINA! INI SAMA SAJA SEPERTI KAU MENJUAL
PEKERJAANKU HANYA UNTUK SATU JUTA! DASAR MATA DUITAN!ā Teriakanku berhasil
membuat Jin Ah yang sudah memakai piama keluar lagi dari kamarnya.
āAda apa ini?ā
āHyo Jin, bukankah kita sudah membicarakan hal ini kemarin?ā Aku mengusap wajahku dan berusaha membicarakan hal ini baik-baik.
āAda apa, sih?ā Jin Ah berteriak mengulangi pertanyaannya. CIH,ā¦
DIAMLAH!
āOnnie, ini bukan salahku sepenuhnya! Saat aku baru masuk,
tiba-tiba saja aku diberi amplop dan disodorkan dokumen untuk ditandatangani.
Memangnya aku bisa apa jika dihadapkan dengan situasi seperti itu?ā
āYA DITOLAK LAH! DASAR BODOH!ā
āONNIE CUKUP! TADI KAU MEMANGGILKU RUBAH BETINA, SEKARANG
BODOH! MENURUTMU KAU SUDAH SANGAT SEMPURNA, YA?ā
āPark Hyo Jin, aku tak tahu bagaimana caranya bicara denganmu.
Tapi kau harus tahu jika aku bisa dipecat gara-gara ini. Tolong jangan
seenaknya begitu.ā Walaupun masih bicara dengan ketus, aku menurunkan nada
bicaraku dan menarik napas berulang-ulang. Mata Hyo Jin berkaca-kaca, tak
terima disalahkan. Lalu aku harus menyalahkan siapa? Diriku sendiri? Yeah, sepertinya begitu! Harusnya aku tak menaruh design penting di komputer rumah.
āJadi Onnie mau aku melakukan apa sekarang? Aku minta maaf
padamu.ā Hyo Jin menundukkan kepalanya dan terisak meminta maaf. Jin Ah yang
berdiri di tengah-tengah kami mengusap punggungku selama beberapa saat sebelum
akhirnya mengusap punggung Hyo Jin. Mungkin ia sendiri juga bingung harus
menenangkan siapa. Dalam kasus ini, aku adalah korban yang tegar sementara
pelakunya justru menangis tersedu-sedu.
āMaaf? Seandainya maafmu itu bisa memperbaiki ini.ā Aku menggeleng frustasi dan berlalu meninggalkan ruang tengah.
Dan setelah itu, aku malah bisa-bisanya merasa bersalah pada Hyo
Jin dan tidak tidur semalaman. Apa
aku menyakiti perasaannya? Apa dia masih menangis sekarang? Apa high heels yang
ia beli untukku branded dan mahal? Mungkin karena sudah lama
ditinggal orangtua, masing-masing dari kami sudah seperti memainkan peran
keluarga inti. Dan aku lah yang bertindak sebagai ayah. Malam ini aku terlihat
seperti seorang ayah yang mengomel karena anak gadisnya pulang malam lalu pada
akhirnya merasa tidak enak sendiri sampai tak bisa tidur. Marah karena sayang itu
berbeda, pasti rasa bersalah seperti ini akan selalu menyertai. Menyusahkan.
**********
Suara melengking atasanku masih terngiang di telinga,
padahal ini sudah dua jam sejak aku meninggalkan ruangannya. Walaupun atasanku
bilang akan mengurusnya, tapi gajiku tetap akan dipotong 50% selama delapan bulan ke
depan untuk melunasi biaya ganti rugi yang luar biasa. Ini benar-benar gila!
Penghasilanku hanya 2 juta won per bulan dan sekarang akan dipotong 50% selama 8
bulan. Ini sama sekali tak sebanding dengan uang yang didapat Hyo Jin. Bahkan
uang 800 ribu yang sudah masuk rekeningku itu pun harus dikembalikan. Hanya
dengan membayangkan bagaimana caranya membiayai tiga orang wanita ditambah dengan
kebutuhan lain seperti air, listrik dan telepon membuat kepalaku hampir pecah. Bagaimana
ini? Uangnya tak akan cukup. Apa selama 8 bulan itu lebih baik aku bekerja
sambilan juga? Cih, tunggu dulu! Kenapa semuanya harus aku? Lalu apa yang akan
dilakukan dua orang pengangguran itu?
Walaupun Jin Ah sudah mengirimkan lamaran kerja ke mana-mana,
ia yang bergerak terlalu anggun itu sering membuat orang yang mewawancarainya menggeleng-geleng.
Dengan kata lain, ia selalu gagal dalam
wawancara.
Kalau sudah begini, rasanya aku ingin ikut masuk ke dalam
ruang wawancara itu dan mempromosikannya. Walaupun Jin Ah terlihat tak bisa
menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, tapi percayalah ia bisa. Bahkan
pekerjaannya pun rapi seperti buatan mesin. Dia ini sudah seperti sosok ibu di
keluarga kami. Dia yang memasak, mencuci, dan menyetrika. Walaupun semuanya
tidak pernah kelihatan benar di awal, tapi entah bagaimana hasilnya selalu
menakjubkan. Masakannya selalu berhasil memuaskan lidah dan baju-baju kami
juga terlihat bersih hingga layak dipajang di etalase mall Dubai.
Saat sedang memikirkan itu, tiba-tiba saja suara āsruuuppā
dari Americano-ku terdengar. Ternyata cairan di dalamnya sudah tinggal secenti lagi dari dasar gelas. Kenapa cepat sekali? Apa aku meminumnya terlalu cepat? Atau ukuran cup-nya semakin kecil? Aku menghela napas dan menyandarkan badan. Saat itu lah atasan yang tadi mengomeliku datang, aku yang duduk persis di depan kasir otomatis
berdiri dan menyapanya hormat.
āAhhh~ Yu Jin.ā
āSelamat siang.ā
āSepertinya aku tidak jadi memotong gajimu.ā
āB-benarkah?ā
āAku sudah meneleponnya dan dia tidak ingin uang ganti rugi.ā
āAstaga~ benar-benar seorang malaikat.ā
āHahaha. Aku tidak yakin di zaman seperti ini masih ada
malaikat.ā Aku yang terlalu senang hanya bisa tersenyum simpul mendengar
ucapannya. Kalau bukan malaikat, maka siapa? Dia menyelamatkan hidupku yang
nyaris suram selama 8 bulan. Diaā¦.
āDia ingin kau membuat design baru dan bekerja di sana
sebagai ganti rugi.ā
āHah?ā
āMereka sudah membuat banner. Logo itu pun sudah dicetak
di mana-mana, di kaos-kaos pelayan, topi, papan nama restoran dan semuanya. Lalu
tiba-tiba aku meneleponnya dan bilang logo itu akan dipakai restoran lain. Dia
rugi banyak sekali.ā
āMaksud Bapak, saya akan bekerja di sana? Selamanya?ā
āKalau sudah rugi sebanyak itu, coba kau pikirkan sendiri
saja berapa lamanya,ā
āTapi aku dibayar, kan?ā
āTentu saja.ā
āLalu apa poinnya?
Aku tetap akan dibayar? Ganti rugi macam apa ini?ā
āHei, kau ini benar-benar beruntung, tapi masih saja
mengeluh. Aku hanya mengikuti apa keinginannya, saat aku menawarkan uang ganti
rugi, ia malah menanyakan siapa designer logo itu dan memintamu membuat logo
baru dan bekerja di sana.ā
āPasti ada yang tidak beres.ā
āSetidaknya kau tidak perlu pusing memikirkan gaji kecil
selama 8 bulan, kan? Lagi pula ini bagus! Perusahaan kita juga jadi terbebas dari
biaya ganti rugi.ā
āIni sama saja seperti Bapak mengorbankan saya, ya? Seperti
dijadikan tumbal.ā
āHahaha. Tumbal, ya? Boleh juga. Yang memiliki andil paling
besar dalam kegagalan proyek ini memang pantas dijadikan tumbal.ā Aku mendengus.
Mendengar pria tua ini bicara dengan santai dan tertawa riang malah membuatku
semakin kesal. Mau diucapkan dengan cara apa pun, tetap saja isinya adalah
sindiran.
āJadi aku akan bekerja di restoran daging itu mulai kapan?ā
āItu bukan restoran daging.ā
āLalu?ā
āIni adalah perusahaan besar yang awalnya fokus di bidang mebel. Brand JāS sangat terkenal hingga akhirnya membuka cabang di seluruh
Asia dan merambah bisnis lain seperti fashion, percetakan dan kuliner.ā
"Apa maksud Bapak?"
"Kau akan bekerja di sana?"
"Di mana?"
"J'S."
"DI MANA???" Yu Jin berteriak. āJ'S? AKU AKAN BEKERJA UNTUK JāS?ā
TBC
Halo halo^^
aku bawa series baru.
Nah lo ko cewe semua?
Mana cowonya? Tenangā¦. Ini baru prolog, baru pengenalanā¦ cerita sebenernya baru
akan mulai pas Yu Jin kerja di JāS. Kalo kalian bingung siapa sebenernya peran
utamanya? Peran utamanya itu adalah Yu Jin, tapi nanti supaya ga terlalu
monoton, bakalan aku selingin sama storyline Jin Ah dan Hyo Jin + pasangan
mereka masing-masing. Mungkin udah ada satu pemeran cowonya yang ketebak ya,
yepā¦ satu anak lama (kl kalian udah sering baca cerita-cerita aku kalian pasti
tau siapa. Hint : Tunangan akuh) sementara dua orang lagi adalah anak baru
alias belom pernah jadi cast di GIGS. Penarasan? *hening*
Part 1-nya coming
soon^^
Aaaaaa hyo jin masih seperti anak kecil yaa,. :D
ReplyDeletetapi dia bisa menarik semua laki",. :D keren,. >.<