Little Secret - 1st Fact
Cast : Jung Cheonsa
Kris Wu
Kim Seok Jin
Han Ji Eun
Kim Jongin
Park Chanyeol
Genre : Friendship, Fantasy, Family,
Romance
Previous Fact : Teaser
Saat bel sekolah berbunyi, seluruh murid terlihat
bersemangat memberesi buku-buku dan segala alat tulisnya. Mereka terlihat dua
kali lipat lebih bersemangat dibandingkan dengan beberapa jam lalu, dimana
mereka harus mencurahkan perhatiannya pada seorang pengajar yang tak bosan
mengoceh panjang lebar.
Tak peduli jika di depan sana Kim seosangnim sudah hampir
meledak karena kewalahan mengendalikan suasana kelas yang menjadi sangat kacau.
Para murid cenderung sibuk bicara sendiri, membahas rencana yang akan mereka
lakukan setelah pulang dari sekolah. Begitu juga dengan dua orang gadis remaja
yang sedang asyik membicarakan rencana kegiatan mereka setelah pulang sekolah. Mereka
berencana untuk berkunjung ke toko es krim yang biasa mereka lewati saat
perjalanan pulang ke rumah.
ā Benar! Aku akan memesan yang ukuran besar!ā balas salah
seorang dari dua gadis itu. Keduanya sama-sama antusias, bahkan cenderung heboh
dan membuat rasa pening di kepala Kim seosangnim semakin bertambah.
ā Apa kita perlu mengajak Jongin?ā
Si gadis yang memiliki keinginan untuk membeli es krim
ukuran besar langsung mengubah ekspresi wajahnya manakala nama itu terucap dari
mulut sang teman. Sekejap semangatnya terbang bersama sepoian angin dari dua
kipas angin yang menempel di langit-langit kelas. Ckkā¦kenapa mesti menyebut
nama anak menyebalkan itu?
ā Terserah. Aku tidak peduli.ā Sang teman hanya terkekeh
jahil begitu mendapati wajah masamnya.
Ia hanya memutar bola matanya, ia benar-benar tidak berminat
untuk membahas hal ini lebih lama lagi. Mereka sama-sama tahu kalau nama Jongin
sudah masuk dalam pembicaraan mereka, itu tandanya mereka harus mengakhiri
pembicaraan. Singkatnya ia tidak suka nama itu menjadi topik perbincangannya.
Yahā¦ada sensasi aneh manakala nama itu terdengar dan bayangan lelaki muda itu
tergambar jelas seolah ia benar-benar berdiri di hadapannya. Saat itu terjadi,
rasanya sangat mengerikan. Ia akan merasa sekujur tubuhnya menegang dan
getaran-getar kecil seolah berjalan bersama dengan darahnya yang mengalir. Itu
gila bukan? Seharusnya ia membenci Jongin.
Tak lama seorang lelaki muda yang duduk di barisan paling
depan dekat pintu berdiri, ia memimpin seluruh teman sekelasnya untuk memberi
salam serta membungkukkan badan. Kim seosangnim hanya mengangguk dan
memperlihatkan wajah seriusnya. Wanita itu terlihat tengah menimbang sesuatu
dalam pikirannya.
ā Jangan lupa untuk mengumpulkan daftar nama peserta lomba
pekan olahraga untuk bulan depan, mengerti?ā semua murid mengiyakan dengan
serempak.
Wanita langsing itu mengalihkan pandangannya pada lelaki
muda yang berdiri tegak di meja depan dekat pintu. ā Kim Seokjin, tolong
persiapkan teman-temanmu.ā Pesannya penuh wibawa pada remaja lelaki bernama Kim
Seokjin yang mengangguk sopan. Seperti biasa Kim Seokjin si ketua kelas
kebanggaan penghuni kelas 12-2 memang selalu bisa diandalkan. Yahā¦ia memang
layak menjadi ketua kelas, karena selain memiliki jiwa kepemimpinan, ia juga
bertanggung jawab.
Setelah Kim seosangnim keluar, murid-murid mengekor keluar
kelas. Sambil berbincang dengan orang di sebelahnya mereka melewati pintu
kelas.
ā Cheonsa!ā seorang pria muda dengan seragam yang sudah berantakan
berjalan cepat untuk menghampiri gadis yang baru saja keluar dari kelasnya.
Ia terlihat terengah begitu dua orang gadis itu berhenti dan
menoleh ke arahnya. Salah satu di antaranya terlihat melengkungkan alisnya
sementara yang satunya sedang mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
Jongin, pria muda yang terkesan berantakan itu bernama Kim
Jongin. Saat SMP dulu ia pernah satu kelas dan menjadi teman sebangku gadis
yang bernama Cheonsa. Yahā¦sebenarnya hubungan mereka sudah dekat dari dulu,
Jongin dan Cheonsa bersepupu.
ā Hari ini ada pertemuan dengan tim basket, jadi kau pulang
sendiri saja, ok?ā jelasnya singkat dan terburu-buru.
Sementara Jongin menarik tali tas yang menyampir di bahu
kanannya, menahan agar tasnya tidak tergelincir ke bawah, Cheonsa hanya
menggembungkan pipinya sambil mengangguk tak peduli. Gadis itu jauh lebih
tertarik mengamati ekspresi wajah orang di sebelahnya yang terlihat tak
bersahabat. Yahā¦temannya itu memang selalu bertingkah begitu jika sudah
berhadapan dengan Jongin.
ā Ohā¦ begitu! Ya sudahā¦lagipula aku juga akan pulang bersama
Ji Eun.ā Cheonsa masih menatap Ji Eun yang tengah melipat kedua tangannya.
Gadis itu masih membuang pandangannya dari pria muda di depan.
Tingkah Ji Eun memang benar-benar menyebalkan dan itu
benar-benar menarik perhatian Jongin yang terlihat sangat terganggu. Cihhhā¦mau
sampai kapan gadis itu memperlakukan dirinya seperti ada dan tiada? Gadis aneh.
ā Oke.. hati-hati di jalan kalau begitu!ā Cheonsa hanya
mengangkat bahunya dan membalikkan
badannya, berlalu dari sana tanpa peduli jika di belakang sana Jongin masih
beradu pandang dengan Ji Eun.
ā Masih marah padaku?ā tembak Jongin tanpa basa-basi. Ia
sudah tak butuh bertele-tele karena ia memang tak bisa melakukannya.
Sementara Jongin masih bersabar menghadapinya, Ji Eun sudah
terlihat enggan untuk menatap orang di depannya. Tentu ia masih ingat kejadian
setahun yang lalu, kejadian yang membuat nama Han Ji Eun terkenal, semua orang
mengenalnya. Bahkan banyak kakak kelas yang membicarakan dirinya. Dan itu semua
terjadi karena ulah si hitam menyebalkan, Kim Jongin. Sulit untuk melupakan
kejadian itu. Sebelumnya ia hanya gadis biasa yang tak banyak dikenal orang,
tapi dalam satu waktu namanya langsung menjadi pembicaraan seluruh warga
sekolah. Berita tentangnya terus tersebar, sangat cepat, bagai virus yang
terbawa angin.
ā Menurutmu?ā Ji Eun langsung membalikkan badan, ia
meninggalkan Jongin begitu saja. Seperti biasa ia memang selalu menunjukkan
sikap yang sama setiap kali berhadapan dengan Jongin, menurutnya tak ada kata
damai antara dirinya dan Jongin. Tak ada dan tak akan pernah ada.
****
Cheonsa hanya melenguh pelan begitu rasa bosan menekan
jiwanya yang lelah. Ia mengedarkan pandangannya ke arah lapangan dimana semua temannya
terlihat asyik bermain basket. Di lapangan sebelah kanan terlihat gerombolan
siswi berpakaian olahraga yang tengah memperebutkan bola oranye, sementara di
sisi kiri sana terlihat permainan apik dari anak laki-laki yang terlihat
sepuluh kali lebih mahir dari para murid perempuan. Semua orang terlihat
bahagia dengan permainannya, sementara ia duduk seorang diri di pinggir
lapangan seperti orang menyedihkan.
Jika saja tamu bulanannya tidak datang, ia pasti sudah turun
ke lapangan. Bergabung dengan teman-temannya meski ia tidak bisa bermain
basket. Tapi berhubung perutnya sangat sakit, ia harus mengurungkan niatnya
untuk bermain. Tubuhnya terasa lemas dan ia pikir ia tidak akan sanggup jika
ikut bermain.
Matanya masih mengarah ke lapangan, mengamati permainan baik
dari kubu para gadis atau kubu pria. Alisnya melengkung, dahinya berkerut begitu
menyadari Seok Jin tengah berjalan ke arahnya. Ia melirik ke belakang,
memastikan jika orang itu memang ingin menghampirinya.
Benar saja, pemuda itu berhenti di depannya. Dia terlihat
tampan sekaligus keren dengan tubuh berkeringat dan napas yang terengah.
Ternyata memang benar kata orang-orang, pria akan terlihat jauh lebih keren
ketika sedang berkeringat.
ā Kau sakit?ā suaranya terdengar pas dan membuatnya nyaris
meloncat girang di tempat. Cheonsa hanya bisa menahan dirinya manakala perasaan
dan hormonnya bekerja berlebihan. Ckk..apa yang akan Seok Jin pikirkan jika ia
bertingkah aneh begini?
ā Annieā¦.aku hanya sakit perut, biasa masalah perempuan,ā
Jelasnya sedikit kikuk. Embusan napasnya menjadi bukti betapa ia sangat
berjuang keras untuk mengendalikan dirinya. Ia kembali menatap Seok Jin yang
sedang mengangguk singkat.
ā Mau ku antar ke unit kesehatan?ā lagi-lagi pria
muda itu menebar pesonananya, membuat orang salah paham dengan kebaikannya.
Ayolahā¦Cheonsa tahu benar kalau Seok Jin memang ramah, ia seorang ketua kelas
yang bertanggung jawab. Ia juga bersikap baik pada yang lain, jadi tak ada
alasan untuk merasa lebih atau istimewa, karena apa yang dilakukan Seok Jin
padanya adalah bagian dari tugasnya.
ā Gwenchana! Aku hanya sakit perut biasa.ā Cheonsa terkekeh
pelan, berusaha untuk bersikap biasa. Namun detik selanjutnya ia tak lagi
merasa biasa begitu Seok Jin menyimpulkan senyum menawannya. Ia bisa bertaruh
jika rombongan Hyemi yang melihatnya, mereka pasti akan berteriak histeris.
Yahā¦Hyemi dan teman-temannya terkenal sebagai kumpulan gadis heboh yang senang
bergosip, dan bisa dibilang bagian dari penggemar Kim Seok Jin.
ā Baiklahā¦. Kalau begitu aku kembali ke sana.ā Seok Jin
melangkah mundur kemudian membalikkan badannya secara perlahan. Pria muda itu
kembali bergabung dengan teman-temannya.
Ia kembali sendiri, menikmati embusan angin siang yang
membelai dahi berkeringatnya. Kalau begini lebih baik ia berdiam di kelas,
setidaknya ia tidak perlu kepanasan seperti saat ini. Tubuhnya lengket dengan
keringat padahal yang ia lakukan hanya duduk diam. Jadi bayangkan selengket apa
tubuh teman-temannya setelah bermain nanti. Pasti benar-benar lengket, sampai
rasanya ingin mandi.
Tubuhnya berjengit pelan ketika suara deheman terdengar
tiba-tiba. Matanya langsung terarah kepada sepasang kaki yang dibiarkan merentang
lurus oleh pemiliknya. Sejak kapan anak itu duduk di situ? Ia menilik sosok itu
secara perlahan hingga matanya menemukan wajah dari sosok yang tengah duduk tak
jauh dari tempatnya. Sosok itu adalah salah satu teman sekelasnya. Kris Wu.
Anak lelaki itu tinggi, mungkin merupakan anak paling tinggi
di kelas. Ia pendiam bahkan terlalu pendiam hingga Cheonsa pernah menyangkanya
bisu. Tapi ternyata tidak, Kris bisa bicara, hanya saja jarang sekali. Karena
tidak banyak bicara, ia tidak tahu banyak hal mengenai Kris.
Walau pendiam, tingkat kepopuleran Kris tidak kalah dengan
Seok Jin. Nyatanya pria pendiam itu banyak disukai para gadis di sekolahnya, ia
juga merupakan salah satu anggota tim basket sekolah yang membuatnya semakin
terkenal. Danā¦ya harus diakui kalau pria itu memiliki wajah yang tampan, dalam
artian yang sebenarnya.
Cheonsa masih mengarahkan pandangannya pada Kris. Gadis itu
masih menatap sepatu basket milik Kris kemudian beranjak naik meniti jenjangnya
kaki pria itu. Pandangannya terus bergerak naik ke atas hingga ia nyaris
melompat kaget begitu mendapati mata Kris yang tengah menatapnya. Ia mendecak
pelan, memaki kebodohannya dan segera memalingkan wajahnya. Ia kembali menatap
ke depan dengan cemas. Sementara Cheonsa masih berusaha mengabaikan rasa
malunya, Kris justru bersikap biasa dan kembali meneguk air segar dari
botolnya.
Yahā¦walau Kris dan Seok Jin sama-sama anak populer, tapi
mereka berdua jauh berbeda. Bagai hitam dan putih. Jika Seok Jin terlihat
bersinar dengan kebaikannya, Kris justru terkesan misterius dalam diamnya. Jujur
saja Cheonsa hanya pernah bicara satu kali dengan Kris, itupun karena alasan
yang sangat mendesak.
Boleh aku meminjam
pulpenmu?
Ia masih ingat hari itu. Hari dimana ia meminjam pulpen pada
Kris Wu. Saat itu semua anak terlihat tenang mengerjakan ulangannya, namun di
sisi lain ia, Jung Cheonsa terlihat cemas begitu pulpennya mulai meredup. Ia
lupa membawa pulpen lainnya, dan pada saat itu ia tak memiliki pilihan lain selain
menoleh ke belakang dan meminjam pulpen pada orang di belakang.
Sebenarnya jika hari itu Ji Eun datang ke sekolah, mungkin ia tak perlu menoleh ke belakang.
Namun apa daya? Ia harus segera mendapat pulpen dan mengerjakan ulangannya.
Begitu ia menoleh, ia baru ingat kalau Kris duduk di belakangnya saat itu. Dengan
perasaan tak yakin ia pun memaksakan diri untuk bicara. Ia mengatupkan bibirnya
kuat-kuat manakala Kris mengangkat kepalanya dan menatapnya tanpa suara.
Setelahnya Kris mengulurkan sebuah pulpen berwarna biru dari tasnya, kemudian
tanpa mengeluarkan suara ia kembali mengerjakan soal ulangannya.
Yahā¦hanya begitu saja pengalamannya berbicara dengan Kris.
Walau sebenarnya itu tidak bisa disebut berbicara, karena hanya dirinya yang
bicara, sementara Kris tidak bersuara sama sekali. Meski begitu ia tak terlalu
peduli, karena setidaknya Kris masih mendengarnya.
****
Ruangan Laboratorium menjadi lebih berantakan dan kacau dari
sebelumnya. Begitu penghuni kelas 12-2 tumpah ruah di dalamnya, keheningan
ruangan itu tak lagi bertahan. Semuanya terlihat sibuk, entah sibuk bekerja
atau hanya sibuk bicara dengan temannya. Tadi sebelum memasuki laboratorium,
Park seosangnim telah memberi pengarahan mengenai tugas yang akan dikerjakan di
ruangan itu. Pria tua berkepala botak di bagian belakang itu kemudian menyuruh
semua murid untuk pergi ke Laboratorium, ia juga berpesan untuk tidak ribut
ketika sampai di sana. Namun tetap saja, detik ini ruang Laboratorium tak ada
bedanya dengan pasar. Benar-benar berisik.
Setiap anak telah dikelompokkan dengan rekannya. Satu
kelompok terdiri dari dua orang yang diharapkan bisa bekerja sama dengan baik.
Tapi tampaknya Cheonsa harus berbesar hati jika tugasnya kali ini ia
dipasangkan dengan Kris, si pendiam yang bahkan tak kunjung mengajaknya bicara
sampai detik ini.
Ia menghela napasnya kemudian menggigit bibir bawahnya,
baiklahā¦ lebih baik ia mengerjakan apapun yang bisa ia kerjakan. Ia
meninggalkan Kris yang masih sibuk membedah tubuh katak yang telah tergeletak
di atas meja. Sebenarnya tugas yang diberikan Park seosangnim kali ini adalah
meniliti organ-organ dalam pada katak dan juga sel-sel dalam tumbuhan bawang.
Jadi jika Kris tidak membutuhkan bantuannya, ia bisa mengerjakan tugas yang
satunya.
Ia berjalan menuju sebuah meja di dekat rak-rak besar berisi
berbagai macam alat yang biasa digunakan untuk penelitian, ada juga beberapa
tabung berisi cairan kimia seperti benedict, biuret, alkohol, dan
lainnya. Sambil menenteng kertas laporannya, ia mengambil salah satu mikroskop
yang berdiri gagah di atas meja. Ia kemudian mendekap alat itu dan berpindah ke
sebuah tempat dimana sumber cahaya bisa ditemukan. Setelah cukup yakin dengan
tempatnya, ia pun meletakkan miroskopnya di sebuah meja panjang yang menghadap
langsung ke jendela. Beberapa orang temannya juga terlihat sibuk di tempat itu.
ā Nahā¦ini terlihat jelas.ā Cheonsa mengalihkan matanya pada
dua orang di sebelahnya. Kedua orang itu melihat pantulan objek secara
bergantian dari mikroskop mereka. Mereka yang ia maksud adalah Seok Jin dan
Shin Ho.
ā Boleh aku melihatnya juga?ā tanyanya tak yakin.
Kedua orang itu berhenti dan langsung menatapnya, namun tak
lama setelahnya mereka mengangguk. Cheonsa mendekatkan mata kanannya pada lensa
sambil menyipit sesekali. Benarā¦gambar bagian selnya terlihat sangat jelas.
ā Ini benar-benar jelas!ā gumamnya mengomentari.
Ia menegakkan tubuhnya kembali dan menatap dua orang yang
tengah sibuk mendiskusikan sesuatu di lembar kerjanya. Salah seorang diantaranya
menatapnya lalu melirik ke mikroskopnya yang terlihat kesepian.
ā Bagaimana dengan punyamu?ā tanya Seok Jin.
Cheonsa ikut menoleh ke arah mikroskopnya, ekspresinya
terlihat muram begitu teringat dengan tugasnya.ā Belumā¦aku bahkan belum membuat
preparatnya.ā Ia meringis pelan.
ā Kami membuat tiga preparat tadi, kau mau satu?ā tawar Shin
Ho yang sedang menulis sesuatu di kertasnya. Cheonsa melirik dua kaca tipis
dengan irisan bawang yang tak kalah tipis tergeletak di samping tempat pensil
milik Shin Ho.
ā Gomapta.ā Ia
menerima pemberian Shin Ho dan lantas kembali ke tempatnya.
Ia langsung meletakkan preparat itu di bawah lensa, matanya
langsung menyipit untuk menyesuaikan penglihatan. Gambar abstrak dari irisan
bawang itu terlihat, membuatnya berulang kali membenarkan posisi cermin yang
memantulkan cahaya matahari ke lensa. Ia menjauhkan tubuhnya dan sesekali
terlihat menggeser mikroskop itu. Kenapa sulit sekali menemukan tempat yang
tepat?
Ia kembali menundukkan tubuhnya, membiarkan matanya menyorot
gambar melalui lensa. Tangan kanannya mencengkram lengan mikroskop sementara
tangan kirinya bergerak mengubah posisi preparat. Ia sudah melakukan segalanya
dengan sabar, namun hasilnya tak sebaik milik Seok Jin dan Shin Ho. Gambar yang
ia lihat di mikroskopnya tidak begitu jelas, jadi sulit untuk digambar di
lembar laporannya.
Ia memundurkan tubuhnya untuk yang kesekian kali.
Pinggangnya dibiarkan bersandar pada pinggiran meja kerja di belakangnya. Ia
menghela napas pelan, dalam diamnya ia sedang memikirkan cara lain untuk
memperbaiki hasil kerjanya. Di saat ia masih berpikir, Kris datang melewatinya.
Pria itu langsung berhenti tepat di depan mikroskop. Melihat itu, Cheonsa
segera menegakkan tubuhnya, ia sedikit mendekat.
ā Gambarnya tidak terlihat jelas padahal aku sudah mengatur
posisinya berulang kali. Apa kita harus mengganti preparatnya?ā jelas Cheonsa
begitu Kris mendekatkan matanya ke lensa. Pria itu menegakkan tubuhnya dan
membiarkan pandangannya mengarah lurus pada cahaya matahari yang terpancar dari
kaca jendela. Pria itu terdiam cukup lama sebelum akhirnya memindahkan
mikroskop ke tempat yang ia anggap tepat. Wajahnya terlihat serius begitu
matanya kembali meneliti gambar objek di bawah lensa. Tangannya juga tak kalah
sibuk memutar sekrup di samping badan mikroskop.
Ia berhenti begitu gambar objek terlihat sempurna. Tangannya
bergerak menyeret lembar laporan yang berada tak jauh dari mikroskop. Begitu ia
ingin melihat gambarnya, kali ini untuk menggambar bagian-bagian sel bawang tersebut,
Cheonsa merapat ke arahnya. ā Apa sudah bagus? Aku boleh melihatnya sebentar,
kan?ā gadis itu langsung menyerobot tempatnya dan terlihat serius mengamati
objek yang terlihat di lensa mikroskop.
****
Cheonsa baru saja kembali dari toilet. Ia melirik ke sana
kemari begitu menyadari banyak murid yang berkeliaran di luar kelas. Mereka
semua bebas berkeliaran karena sekarang ini para guru tengah mengadakan rapat
dadakan. Walau guru-guru kelihatan tidak rela meninggalkan kelas, tapi
nampaknya berbeda dengan para murid yang kegirangan. Mereka seperti penghuni
kebun binatang yang baru dilepas kembali ke alam liar.
Benar-benar seperti bukan sebuah sekolah. Tempat ini
benar-benar berisik dan gaduh. Sejak tadi ada saja yang berlarian sambil
berteriak tidak karuan. Ada lagi yang tertawa, ada juga yang membuat konser
dadakan, yahā¦mereka segerombolan anak laki-laki yang terobsesi menjadi idola. Mereka
tak bosan menyanyikan lagu sambil menggerakkan tubuhnya dengan semangat.
Jerit histeris terdengar kemudian suara-suara heboh
terdengar setelahnya. Ia melengkungkan alisnya begitu sadar suara itu berasal
dari kelasnya. Ia menyeret langkahnya menuju kelasnya yang sejak tadi didatangi
banyak orang, bahkan murid dari kelas lain terlihat masuk ke dalam sana. Wajah-wajah
semangat terlihat melewati pintu kelasnya, bahkan ada yang sampai berlari seolah
tak ingin ketinggalan.
Langkahnya terhenti ketika menemukan sosok jangkung yang
bersandar di samping kusen pintu. Orang itu sama sekali tidak bergerak, dia
tetap diam di tempatnya sambil mengamati sesuatu yang sedang terjadi di dalam
kelas. Cheonsa ragu untuk masuk ke dalam kelasnya mengingat bahwa orang itu,
maksudnya Kris, tak juga menyingkir. Tapi lagi-lagi suara jeritan kecil
membuatnya mengabaikan segala alasan bodoh yang membuatnya enggan untuk
melangkah.
Begitu ia sampai di penghujung pintu, tepatnya di samping
Kris, ia berhenti, sekarang ia mengerti kenapa Kris tidak ingin masuk ke dalam
kelas. Kelasnya benar-benar penuh. Seingatnya sebelum ia meninggalkan kelas
untuk pergi ke toilet, kelasnya masih biasa saja. Tidak ramai, tidak penuh
sesak seperti saat ini. Namun yang terlihat sekarang, kelasnya berubah menjadi
sangat ramai.
Pandangannya mengedar, mengamati apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Kenapa kelasnya sangat penuh? Kenapa banyak yang menyalakan ponselnya untuk
merekam suasana kelasnya? Tapi sepersekian detik kemudian, napasnya tercekat
begitu menemukan seorang pria muda tengah berdiri di depan Ji Eun.
Jadi begini, tak lama setelah Cheonsa pergi ke toilet,
seorang pria muda datang ke kelasnya. Pria muda itu salah satu murid kelas
12-1. Namanya Park Chanyeol. Walau sebelumnya pria itu sering kali menunjukkan
ketertarikannya pada Ji Eun, tapi Cheonsa tidak menyangka jika pria itu akan
mengungkapkan perasaannya.
Dan kini di hadapan banyak orang, Chanyeol mengangsurkan
sebuah boneka beruang warna cokelat dan sebatang cokelat yang diikat dengan
pita merah muda pada Ji Eun. Semua orang menarik napasnya, kemudian kembali
heboh. Ada beberapa yang menjerit histeris sambil menepukkan tangannya, ada
yang mencerca, namun ada juga yang terlihat sedih.
ā Aku sudah menyukaimu sejak hari pertama kita masuk
sekolah. Kau ingat, waktu itu kita sama-sama terlambat dan akhirnya dihukum
bersama? Sungguh itu meninggalkan kesan yang dalam untukku.ā Jujur Chanyeol.
Pria muda itu tak juga lelah menyunggingkan senyum tulusnya, matanya yang besar
menatap penuh harap ke arah Ji Eun yang terlihat tak bisa berkutik.
Sementara adegan menegangkan itu masih berlanjut, Cheonsa
dan Kris masih betah tinggal di tempatnya. Mereka sama-sama berada di
penghujung pintu dan tidak berminat untuk pergi ataupun masuk.
ā Caranya benar-benar
ketinggalan zaman."
Cheonsa terdiam sejenak, kemudian menoleh ke samping. Ia
menatap takjub pada pria di sebelahnya yang masih serius mengamati keramaian. ā
Whoaa!! Kau bicara! Kris Wu bicara?ā ujarnya heboh.
Dengan cepat Kris langsung menoleh ke arah Cheonsa. Ia
mendengus kemudian memberi tatapan tak bersahabat seperti biasanya. ā Ini lebih
mengejutkan daripada Park Chanyeol menyatakan perasaannya pada Ji Eun! Seorang
Kris Wu bicara!!ā lanjut Cheonsa. Jujur saja gadis itu begitu terkejut.
Lagi-lagi Kris mendengus, pandangannya beralih ke atas ke bawah
hingga akhirnya kembali pada Cheonsa. ā Aku memang bisa bicara. Apa itu
mengejutkan?ā balasnya datar. Sebenarnya Kris merasa kesal, ia cukup terganggu
dengan respon Cheonsa. Gadis itu bertingkah seolah ia orang bisu yang tiba-tiba
bisa bicara.
ā Sangat! Bahkan sangat amat mengejutkan sekali!ā Cheonsa
menggerakkan kedua tangannya menciptakan bentuk-bentuk abstrak yang membuatnya
kelihatan sangat aneh. Ia bahkan tidak sadar jika aksinya sangat hiperbola.
Kris memutar bola matanya dengan sinis, kedua tangannya
bersedekap. ā Tapi itu belum seberapa. Kau tahu apa yang lebih mengejutkan
daripada itu?ā Kris terlihat serius, baru kali ini ia berinteraksi dengan
seseorang untuk membahas hal konyol semacam ini.
Cheonsa menggelengkan kepalanya. Ia benar-benar tidak
memiliki ide untuk menjawab pertanyaan Kris.
ā Yang lebih mengejutkan daripada seorang Kris Wu bicara
adalahā¦..ā
ā WHOAAA!!!ā
ā Aigoo!!ā
Ucapan Kris terhenti begitu teriakan dan gemuruh orang-orang
meledak. Sontak Cheonsa dan Kris mengalihkan perhatian masing-masing. Mereka
kembali melempar pandangannya ke dalam kelas. Entah apa saja yang sudah mereka
lewatkan, tapi sepertinya mereka telah melewatkan bagian yang sangat penting.
Chanyeol terlihat mengulum senyumnya yang lebar. Pria itu
kelihatan sangat bahagia, bahkan terkesan ingin meledak. Suasana kelas juga
menjadi lebih gaduh, mereka terus menggoda Chanyeol hingga pria itu mengusap
wajahnya dengan malu. Sementara itu Ji Eun terlihat tengah menekan semburat
merah di tempatnya.
āJangan bilang mereka
sudah menjadi pasangan? Apa? Jadiā¦ Ji Eun menerima Chanyeol?ā Cheonsa
menganga lebar sambil mengembuskan napasnya.
****
Flashback
ā Aku sudah menyukaimu sejak hari pertama kita masuk
sekolah. Kau ingat, waktu itu kita sama-sama terlambat dan akhirnya dihukum
bersama? Sungguh itu meninggalkan kesan yang dalam untukku.ā
Chanyeol terlihat ragu-ragu mengatakan perasaannya. Tampak
jelas dari caranya menatap Ji Eun. Ia tak bisa menatap mata gadis itu.
ā Sejak saat itu aku mulai memerhatikanmu, memandangi dari
kejauhan, tertawa saat kau juga tertawa. Itu benar-benar gila. Tapi aku
benar-benar menyukaimu.ā Lanjut Chanyeol sambil menatap ujung sepatunya.
Jujur saja Ji Eun merasa bingung. Ia harus mengakui kalau
orang tengah berdiri di depannya berwajah tampan, ia juga anak yang baik, tapi
ia benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Ia hanya bisa menatap boneka
beruang dalam rengkuhannya.
ā Kauā¦apa kau mau menjadi yeojachingu-ku?ā kalimat itu terucap dengan terbata, tuntas setelah
banyak jeda dan helaan napas yang berat. Sungguhā¦butuh kekuatan yang banyak
untuk mengatakannya. Bahkan ia merasa punggungnya basah dengan keringat dingin
yang terus mengucur sejak tadi.
Chanyeol menatap cemas, badannya gemetaran ketika Ji Eun
menundukkan kepalanya. Gadis itu kelihatan kacau dan itu benar-benar membuat
Chanyeol takut.
ā Chan..Chanyeolā¦aku..āJi Eun menarik napas kemudian
menghelanya secara perlahan. Ia sama sekali tidak tahu harus menjawab
bagaimana, yang ia tahu ia sangat bingung. Ini terlalu mendadak, ia sama sekali
tidak siap. Tapi biar bagaimanapun Chanyeol adalah teman yang baik, pria itu
selalu membantunya danā¦ Ia tidak mungkin menolaknya.
ā Ya..aku mau.ā
Flashback End
Ji Eun terdiam sejenak sebelum menatap Cheonsa yang telah
membeku. Gadis itu sudah kehilangan kata untuk sekedar merespon ceritanya.
ā Ini benar-benar rumit,ā Gumam Cheonsa kemudian. Ia beralih
merapikan barang-barangnya, memasukkanya ke dalam tas. Sebenarnya beberapa
menit yang lalu bel pulang telah berbunyi, tapi karena menuntut cerita dari Ji
Eun, ia masih tinggal di kelas bersama beberapa orang lainnya.
Ia mengerti perasaan Ji Eun, dan ia juga akan melakukan hal
yang sama jika berada dalam situasi Ji Eun. Tapi entahlahā¦itu terlalu rumit untuknya. Semoga
ia tidak pernah berada dalam situasi seperti itu.
ā Yaā¦ā balas Ji Eun sekenanya.
Mereka berdua kembali mengangguk, menggerakkan kepalanya
sambil mengusir suasana aneh.
Cheonsa mengalihkan pandangannya. Ia terdiam begitu
menemukan sosok Chanyeol di depan pintu. Pria itu melempar senyum ke arahnya,
ia pun hanya mengangguk canggung. Matanya melirik Ji Eun yang sedang mencari
buku catatannya di dalam laci meja.
ā Hmmā¦dan sepertinya kau harus segera pergiā¦ā Ji Eun
menatapnya heran. ā Seseorang telah menunggumu.ā Tuntas Cheonsa, ia menunjuk
sosok Chanyeol yang baru saja melambaikan tangannya.
Senyum aneh tersungging ragu menyambut sosok cemerlang itu.
Pelan-pelan Ji Eun bangkit dari tempatnya. Sebelum meninggalkan kelas, ia
menoleh ke belakang, tepatnya pada Cheonsa.
ā Aku duluan.ā
Cheonsa mengangguk. ā Ya.. Aku tunggu ceritamu besok.ā
Cheonsa tak berekspresi, tapi jelas sekali jika ia sangat penasaran. Ia
benar-benar ingin tahu apa saja yang terjadi antara Chanyeol dan Ji Eun.
Begitu Ji Eun dan Chanyeol pergi, ia pun beranjak. Menyeret
kakinya dengan malas, menyusuri tiap jengkal yang terhampar di depannya.
Sebenarnya tidak ada sesuatu yang menyita pikirannya, ia hanya sedang malas
saja.
Ia terus berjalan, bergabung bersama dengan murid lain. Kedua
tangannya mencengkram kedua tali tas yang menggantung di pundaknya. Ia
sendirian dan merasa bosan. Biasanya ia pulang bersama Ji Eun dan terkadang
bersama Jongin, tapi sekarang Ji Eun sudah memiliki Chanyeol. Pasti gadis itu
akan pulang bersama Chanyeol. Huftā¦ia
tidak menyangka jika hal ini terjadi begitu cepat.
Mungkin mulai dari hari ini dan seterusnya, ia akan pulang
sendirian. Tidak ada Ji Eun, tidak ada yang mengajaknya bicara selama
perjalanan pulang. Ckkā¦ Tunggu! Bukankah masih ada Jongin? Meski sepupunya itu
sering kali sibuk dengan kegiatan basketnya, tapiā¦tapi kemana Jongin?
Cheonsa menoleh ke segala arah, mengarahkan pandangannya ke
berbagai sudut lapangan. Kakinya kembali melangkah begitu menemukan Jongin di
antara beberapa anak laki-laki lain yang sedang berkumpul di pinggir lapangan. Langkahnya
semakin cepat begitu Jongin melihatnya.
ā Kau belum pulang?ā pria itu menatapnya heran.
Ia menjatuhkan tubuhnya di sebelah Jongin. Duduk di atas pembatas
lapangan yang tingginya hanya sekitar sepuluh senti lebih tinggi dari lapangan.
Cheonsa menepuk pahanya pelan.
ā Yahā¦tadi ada sesuatu yang harus kukerjakan,ā Ucapnya
bohong.
Jongin mengangguk, pandangannya beralih pada salah satu
anggota tim basketnya. Ia hanya merespon singkat atau mengangguki pertanyaan
dari Kyung Shik.
ā Lalu kau hanya sendiri?ā Jongin tak yakin dengan
pertanyaannya. Ia sendiri tak mengerti kenapa ia harus mengajukan pertanyaan
tersebut. Jelas, ia sudah melihat jika Cheonsa datang seorang diri. Tidak ada
gadis berwajah ceria yang kerap kali menemani Cheonsa.
ā Tentu.ā Jawab Cheonsa singkat.
Sebenarnya ia tahu jika Jongin memiliki maksud lain, tapi
membuat pria itu terdiam dalam kekecewaan membuatnya senang. Ia ingin sekali
saja melihat Jongin terbuka dengan perasaannya, pria itu harus mengakui
perasaannya.
Setelah lama terdiam, Cheonsa pun mengalah. ā Ji Eun pulang
bersama Chanyeol, dan mungkin seterusnya akan begitu. Lalu bagaimana denganku?ā
jelasnya yang diakhiri dengan mengeluh.
ā Chanyeolā¦.ā Jongin menggumamkan hal yang sama berulang
kali. Ia kelihatan seperti orang yang baru mengenal kata baru dan terus
mengulangnya.
Cheonsa merasa kasihan melihat Jongin yang melamun. Walau
tak pernah mengakuinya, ia tahu kalau Jongin menyukai Ji Eun. Mudah untuk
mengetahui hal tersebut. Pasalnya Jongin kerap kali mengganggu Ji Eun tanpa
alasan yang jelas, ada saja ulahnya yang membuat Ji Eun kesal. Sampai pada
akhirnya, sebuah kebodohan terbesar Kim Jongin membuat Ji Eun sangat membenci
pria itu. Ji Eun menjauh dari Jongin, bersikap tak peduli dan bahkan bersikap
seolah tidak melihatnya.
ā Hmm..sampai kapan kalian seperti ini? Maksudku mengabaikan
satu sama lain?ā Jongin terbangun dari lamunannya. Kini ia berpikir, menelusuri
berbagai pendapat yang mengambang dalam pikirannya.
Satu helaan napas berat terdengar. Jongin merundukkan
tubuhnya hingga perutnya menyentuh lutut, kedua tangannya bersatu, meremas satu
sama lain. ā Aku tidak tahu. Lagipulaāā ia menoleh ke arah Cheonsa. āāaku tidak
pernah mengabaikannya, ialah yang mengabaikanku. Jadi harusnya kau tanyakan hal
ini padanya,ā runtut Jongin.
Baiklahā¦lebih baik mengalah. Perbincangan akan semakin
emosional jika ia menyanggah pendapat Jongin, lagipula ia tidak ingin membuat
Jongin semakin buruk dengan mengungkit apa yang terjadi dulu.
ā Kau sudah selesai? Ayo kita latihan!ā Jongin mengalihkan
pandangannya pada Kris, entah sejak kapan pria itu berdiri di depannya. Jongin mengangguk
singkat memberi jawaban. Pria jangkung itu langsung berlari ke lapangan,
bergabung dengan yang lain.
Jongin bangkit, ia menepuk-nepuk seragam basketnya yang kotor. ā Kau mau menungguku atau pulang
duluan?ā pertanyaan itu tak langsung terjawab, Cheonsa kelihatannya tak mendengar
Jongin. Gadis itu terlalu hanyut dengan pikirannya sendiri.
ā Apa ia selalu bicara padamu?ā tanpa disadari pertanyaan
itu terlontar begitu saja dari mulut Cheonsa. Gadis itu benar-benar tidak
menyadari apa yang baru saja ia katakan.
Mendengar pertanyaan Cheonsa, seringaian jahil tercetak
jelas di wajah Jongin. Kini pria berkulit tan itu tengah menikmati berbagai
hipotesis yang berkembang di kepalanya.
ā Terpesona mendengar suara Kris?ā seringaian itu masih
tercetak jelas, terlihat begitu menyudutkan Cheonsa.
ā Bukan begitu! Hanya saja, mendengarnya bicara merupakan
sesuatu yang asing untukku.ā Sanggah Cheonsa. Gadis itu tak menyadari jika
Jongin tengah membuat kesimpulan sendiri. Sepupunya itu berpikir jika ia
menyukai Kris Wu.
ā Ohā¦.asing ya? Sesuatu yang asing hingga membuatmu
kehilangan akal sehat, membuatmu tak bisa mengalihkan pandanganmu darinya dan
tanpa kau sadari kau mulai bergerak untuk mengetahui lebih banyak tentangnya,
seperti itu?ā urai Jongin panjang. Pria itu hanya mengangkat bahunya begitu
Cheonsa hendak menepis pernyataannya. Ia pun melenggang pergi meninggalkan
Cheonsa.
Jongin berbalik.ā Duduk di sana dengan manis. Tunggu aku,
ok?ā Ia kembali berlari menghampiri teman-temannya.
****
Tak terasa sudah satu minggu Ji Eun dan Chanyeol bersama.
Kini semuanya mulai bisa Cheonsa terima, mulai dari Chanyeol yang terkadang
menghampiri Ji Eun dan menculik temannya, hingga Chanyeol yang tiba-tiba muncul
dan bergabung di meja yang sama saat makan siang. Hal-hal seperti itu cukup
tidak nyaman pada awalnya, Cheonsa bahkan merasa kesal karena Chanyeol kerap
kali muncul dan memonopoli temannya. Tapiā¦ baiklah, ia harus memahami posisinya
dengan situasi yang ada saat ini.
Dalam seminggu itu tak banyak yang terjadi kecuali Ji Eun
dan Chanyeol. Untuk Jongin, ia semakin jarang bertemu pria itu. Sepertinya
Jongin memang sengaja menghilang untuk menghindari Ji Eun. Tentu pria muda itu
tidak ingin bertemu Ji Eun. Karena dimana ada Ji Eun, disanalah Chanyeol
berada. Maka dari itu Cheonsa sering berharap jika Tuhan mempertemukan tiga
orang itu suatu saat nanti. Ia benar-benar ingin melihat apa yang terjadi jika
hal itu terjadi. Ckk..membayangkannya saja sudah membuatnya senang.
ā Aku tidak bisa! Aku sudah mendaftar menjadi peserta
futsal.ā
ā Bagaimana denganmu?ā
ā Kau mengejekku? Jelas-jelas kakiku sangat pendek, mana
mungkin aku main basket.ā
ā Lalu siapa?ā
ā Bagaimana dengan Sanghoon?ā
Beberapa anak laki-laki terlihat mengerubung di tempat Seok
Jin, mereka sedang mendiskusikan peserta pekan olahraga yang harus mereka
serahkan daftar namanya esok hari. Jika tidak, mereka harus bersiap mendengar
ocehan Kim Seosangnim selama dua jam pelajaran. Apa itu menakutkan?
Sesungguhnya itu tidak terlalu menakutkan, hanya saja mereka tak mau tuli di
usia muda hanya karena tidak mengumpulkan daftar nama itu besok.
Cheonsa yang sedang berjalan menuju pintu kelas, memelankan
langkahnya dan mendekat ke tempat duduk Seok Jin. Segerombolan remaja lelaki
yang sedang frustasi masih belum menyadari kehadirannya.
ā Kau gila? Sanghoon kan punya penyakit asma!ā Shin Ho
memukul tengkuk Dong Min, membuat pria bertubuh mungil itu menggerutu dan siap
membalas Shin Ho jika saja Jaebum tidak menahannya.
ā Aku kan hanya memberi usul!ā sungut Dong Min.
ā Ckkā¦ itu bukan usul, bodoh! Kau ingin melihatnya sekarat
di tengah lapangan?ā sahut Shin Ho tak peduli jika Dong Min sudah bersiap untuk
membanting tubuhnya.
Seok Jin hanya menggeleng menyaksikan tingkah kedua
temannya. Ia kembali menatap deretan nama di kertasnya. Siapa lagi? Pikirnya
yang sudah putus asa. Sebenarnya ia hanya memerlukan satu orang peserta lagi
untuk tim basket.
ā Heiā¦ kalian sedang membicarakan peserta untuk pekan
olahraga?ā Tanya Cheonsa mengintrupsi pertengkaran kecil Shin Ho dan Dong Min.
Para pemuda itu menatap Cheonsa, memandang gadis itu penuh
perhatian. Dong Min bahkan sampai merapikan pakaiannya. Pria itu tersenyum
ramah, berbeda dengan beberapa saat yang lalu ketika ia sedang bertengkar
dengan Shin Ho.
ā Ya..tapi kami kekurangan orang untuk tim basket. Tadinya
Shin Ho ingin kudaftarkan, tapi ternyata dia sudah mendaftar ke tim futsal.
Peraturan untuk tahun ini, satu orang hanya boleh mengikuti satu perlombaan.ā
Jawab Seok Jin jelas.
Cheonsa mengangguk, kemudian tertarik dengan selembar kertas
menganggur yang tertidur lemas di meja Seok Jin. ā Apa tidak ada yang lain?ā ia
kembali bertanya. Tangannya mengambil kertas itu dan menelusurinya dengan
cermat.
ā Sebenarnya masih ada Sanghoon, tapi dia kan punya penyakit
asma.ā Ujar Jaebum. Lagi-lagi Cheonsa mengangguk. Ia masih mengamati deretan
nama peserta yang sudah tercatat, beberapa ada yang mengikuti basket, ada yang
mengikuti futsal dan ada juga yang mengikuti tenis meja.
ā Aku sebenarnya ingin membantu, tapi aku sudah mengikuti
tenis meja.ā Kini giliran Dong Min yang bicara. Dengan senyum penuh percaya
diri, ia membusungkan dadanya, seolah ingin memberitahu Cheonsa jika ia, Song
Dong Min, adalah pria hebat yang mahir bermain tenis meja.
Pernyataan Dong Min membuat Shin Ho mendecak, rasanya
benar-benar ingin menoyor kepala si pendek itu.
ā Bukan begitu Cheonsaā¦ dia bilang kakinya terlalu pendek,
jadi mana mungkin ia bisa mencetak angka?ā Tutur Shin Ho asal.
Dong Min menggeram, ia ingin sekali mencekik si raksasa itu.
Namun alih-alih melakukannya, ia hanya meringis pelas, mencoba untuk
mengendalikan emosinya.
ā Kalian yakin sudah memasukkan semua nama kecuali
Sanghoon?ā Cheonsa melirik keempat pemuda itu secara bergantian.
TBC
Okeā¦aku balik lagi!!!
hmmmā¦mungkin yg udh bca ff Last One, pada bingung kenapa tiba-tiba ff ini
muncul. Yaphā¦setelah melalui negosiasi aneh sama seseorang, akhirnya aku
memutuskan untuk publish ff ini, karena kalo dipikir ulang sayang bgt klo ff
ini dibiarin gitu aja di laptop dan ujungnya mengenaskan karna dimakan
virusā¦sedih bgtā¦projek ff-ku ada yg kemakan virus, pdhl aku seneng bgt ama itu
ff.. Karena aku g mau kejadian yang sama terulang, makanya aku publish.
Sayangā¦ff yg aku bikin sampe nguras waktu napas*alay bget ini* sia-sia gtu krna
virus laknatā¦huhuf..rasanya sakit!!! Sakitnya tuh di sini*pegang kepala, elus
dada*
Yah ampun belum apa-apa aku udh curhat.. oke deh aku sapa readers dulu
yah..Apa ya?? Gimana kbarnya? Masih pd sehat? Masa otakku udh ga sehat, rasanya
cenut-cenut gitu. Huftā¦balik ke ff sebelum pembicaraannya oot. Part ini gimana?
kyanya aku bisa nebak klo ini ngebosenin bgt!! Aku aja pas baca ulang langsung
bosenā¦ blm ada konflik, tpi maklum yahā¦kan masih part 1. Pelan-pelanā¦biar g
bikin bingung.
Untuk ff ini, selain narasinya cukup panjang, banyak bgt tokoh-tokoh
pendukungnya. Aku aja smpe bingung ngarang namanya, blum lgi ngebentuk karakter
yg bedaā, aduhā¦ini ff cukup complicated!! Alur ceritanya, tokohnya. Mau tau
gak? Aku nyesel masukin kai-jieun di ff ini!!! trus pke ada konfliknya lagi,
aku jdi mesti muter otak seringā buat bikin konflik!! Mau diilangin, tpi klo g
ada mrka, critanya kurang seru.
Trusā¦ada yg mau protes krna di part ini Krisnya cuma kebagian dialog
sedikit? Dia kn cuma nongol, trus ngeloyor gitu aja bikin kesel. Klo
adaā¦mending simpen aja buat part 2 nanti yah!!!! Apa lagi nih yg mau dibahas?
Jin? Mau bahas Jin? Okeā¦ini anak emg tergolong āperfectā di sini, tpi g ada yg
sempurna di dunia ini. Danā¦aku juga g mau bikin karakter dia tnpa cacat.
Jadiā¦tungguin aja!! Dan untuk karakter lainnya, menyusul. Ikutin terus yahā¦semoga
g pada pusing abis ini!! dahā¦
See You,
GSB
Comments
Post a Comment