Let Love Lead part 3
Matahari pagi bersinar dengan sangat cerah. Aku merasa
seperti sedang diberi semangat. Sesuai nasihat Hyo Jin, aku menggerai rambutku
yang ikal dan mengenakan blus pastel. Pertemuan kedua dijadwalkan hari ini, kami akan bertemu di halte lalu
menentukan tempat kencannya bersama-sama. Untungnya jarak dari rumah ke halte
lumayan dekat, jadi aku bisa berjalan kaki. Beberapa kali aku menunduk,
memerhatikan langkahku sendiri. Flat
shoes biru dengan aksen bunga pink di bagian depan yang kupakai hari ini
terlihat cantik, sangat sesuai dengan suasana pagi.
Selama berjalan, ucapan Hyo Jin di ambang pintu tadi
terngiang. Ia yang mencap dirinya sebagai seorang pro menyuruhku untuk tidak
tersenyum sering-sering dan menjadi agak misterius agar membuat pria itu penasaran.
Kalau boleh jujur, sebenarnya walaupun tadi aku mengangguk-angguk, aku tetap
tak mengerti dan tak yakin bisa mempraktikkannya. Kenapa tidak boleh senyum?
Kenapa harus membuat orang lain penasaran? Entah apa Hyo Jin yang terlalu pro
atau akunya yang terlalu lugu, semua nasihatnya terdengar sama sekali tidak
masuk akal. Biarlah, aku tak peduli. Aku akan tersenyum saat aku ingin, aku tak
mau bersikap misterius dan tetap menjadi Park Jin Ah yang seperti ini. Kalau
dia tidak bisa menerimaku, itu berarti memang belum waktunya aku bertemu dengan
jodohku. Sesederhana itu.
Tak sampai sepuluh menit, aku sudah sampai di tempat
pertemuan kami. Aku duduk sendirian di bangku panjang yang terbuat dari pipa
besi khas halte itu sembari terus menoleh gelisah ke kanan dan kiri. Dia tidak
terlambat. Justru aku yang terlalu pagi. Kami janji bertemu pukul 9 dan
sekarang deretan angka 8.47 masih tertera jelas di layar ponselku. Aku mengayun
dan mengetuk-ngetuk flat shoes-ku
dengan resah, aku tak sabar ingin bertemu dengannya. Aku tak sabar menunggu
waktu hingga kami bisa sangat dekat dan menjalin hubungan yang serius, dengan
begitu aku bisa mengajaknya menikah dan tak perlu repot-repot lagi memikirkan
kerja. Mungkin terdengar tidak masuk akal, tapi aku benar-benar memikirkan hal
itu semalaman.
āJin Ah~aaā¦ jadi kau
belum diterima kerja juga?ā
Ucapan itu semakin rutin saja kudengar. Walaupun aku menjawabnya
sambil tersenyum, bukan berarti aku baik-baik saja. Memangnya mereka kira aku
tidak muak? Memangnya mereka kira aku senang tidak punya pekerjaan? Aku juga
berusaha ke mana-kemana, aku mengerahkan seluruh kemampuan yang kupunya, aku
memikirkannya setiap saat sampai stres. Hampir seluruh temanku sudah mendapat
kerja, Yu Jin juga terus mendesakku untuk membantunya mencari uang, aku
benar-benar bisa gila. Bisakah kalian semua diam? Tolong mengerti sedikit! Tidak
mendapat kerja bukanlah keinginanku. Aku juga terluka. Semua pikiran itu
seketika membuat mataku memanas.
Dari kejauhan, aku bisa melihat seseorang tengah
berlari-lari ke arahku. Aku segera menekan dan mengusap mataku yang hampir
meneteskan air. Itu pasti orangnya. Walaupun aku memicingkan mata, aku tetap
belum bisa melihat wajahnya. Dalam hati, aku benar-benar berharap dia adalah
pria yang duduk di pojok saat pertemuan pertama. Dia memang tidak tampan, tapi
tidak bisa dikatakan jelek juga. Orang itu terlihat paling tenang, ia cuma
menatap kami bertiga sesekali dan tersenyum manis. Dia juga masih muda. Pria
jaket kulit waktu itu juga sebenarnya lumayan. Tapi ia terus menatap Hyo Jin
seakan sudah menentukan pilihan. Aku tak mungkin menerima pria yang sudah
menaruh hati pada adikku.
Pria itu berjalan semakin dekat dan membuatku mulai gugup.
āKau sudah datang? Maaf ya membuatmu menunggu. Apa aku
terlambat?ā Ternyata dia adalah si pria jaket kulit. Aku cuma bisa tersenyum
getir menanggapinya. Semua rasa antusiasku menghilang.
āKau sendirian?ā Ia menoleh ke sekitar halte. Biar kutebak,
pria ini pasti sedang mencari adikku, kan?
āHyo Jin dan Yu Jin eonnie tidak ikut.ā
āOh begitu.ā
āKau pasti kecewa ya karena hanya aku yang datang.ā
āKenapa harus kecewa? Justru kalau berdua saja kita jadi
bisa mengenal satu sama lain lebih baik, kan?ā Sesuatu dalam dadaku terasa
sangat lega. Tapi bisakah aku mempercayai ucapannya?
Tak lama setelah itu, bus pun datang. Karena penumpangnya
tidak banyak, kami bisa memilih tempat duduk dengan leluasa sebelum akhirnya
berkenalan sekali lagi. Ternyata namanya Song Mino, dia seorang karyawan di
Bank swasta dan mengaku baru saja naik jabatan. Ya, Song Mino. Aku
mengingatnya sekarang. Dia memperkenalkan diri dengan tatapan lembut yang hanya
tertuju pada Hyo Jin. Harusnya aku tidak mengingat-ingat ini, tapi semuanya
berkelebat begitu saja. Walaupun ia bilang tidak kecewa, aku yakin dia pasti
kecewa. Toh alasan dia repot-repot log in
ke situs perjodohan itu lagi pasti karena berharap bisa bertemu Hyo Jin. Aku
tersenyum pahit dan tidak membalas perkataannya lagi. Pemandangan di luar
jendela tiba-tiba saja menjadi sangat menarik hingga tanpa sadar kami sudah
sampai di halte selanjutnya.
Dari halte itu, kami berjalan kaki selama 5 menit. Walaupun
berjalan bersebelahan, jarak di antara kami cukup lebar. Kira-kira satu orang
lagi bisa menyempil di tengah-tengah tanpa menyenggol siapapun.
āKita harus menyeberang,ā ucap Mino, bersamaan dengan
tangannya yang cepat meraih tanganku. Seketika itu juga jantungku jatuh ke
perut. Yah, terserah, tapi aku benar-benar merasa mual karena terlalu gugup.
Telapak tangannya yang besar membuat tanganku yang tak bisa dibilang kecil ini
tenggelam di dalamnya. Aku pernah mendengar kutipan dalam drama roman yang
menyatakan ātangan pria seharusnya terasa
lembab tapi tidak basahā aku tak pernah mengerti apa maksudnya itu hingga
detik ini. Ya, itulah yang kurasakan sekarang.
Jalanan ini terasa memanjang saat kami lewati, aku berusaha
melemaskan tanganku agar berhenti bergetar. Padahal ia cuma menggenggam
tanganku untuk menyeberang, tapi reaksi tubuhku melebih-lebihkan segalanya.
Benar-benar memalukan. Setelah sekian lama, akhirnya kami sampai di ujung jalan
dan akhirnya pula ia melepas tanganku. Aku memelankan langkah agar bisa mencuri
waktu untuk menarik napas.
āAku jalan terlalu cepat, ya?ā Mino yang berjalan beberapa
langkah di depanku berhenti saat tersadar aku tertinggal. Aku langsung
menggeleng dan menyamakan langkah dengannya.
āDi ujung sana ada bangku taman, kalau kau lelah duduklah
di sana. Aku akan belikan es krim. Kau suka rasa apa?ā
āAku ikut denganmu saja.ā Sesaat setelah aku mengucapkan itu,
Mino tertawa.
Secara otomatis keningku berkerut, āApanya yang lucu?ā
āKau tak mau pisah dariku, ya?ā
āEh? Bukan begitu! Kalau kau tak mau kutemani ya sudah aku
menunggu di bangku taman sajaā
āEiiiā¦ā Dia menarik tanganku, membuat kakiku yang sudah
melangkah ini kontan berputar lagi ke arahnya.
āJangan marah. Aku kan cuma bercanda.ā
āAku tidak marah. Hanya tiba-tiba saja aku kelelahan dan
ingin duduk.ā
āKalau kau duduk, aku yang akan marah. Tiba-tiba juga aku
ingin kau temani,ā ucapnya, meniru gaya bicaraku.
āKau tak boleh jauh-jauh dariku. Nanti kalau ada pria lain
yang mengajakmu kenalan, bagaimana nasibku nanti?ā Aku menghela napas,
lantas tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala. Dia benar-benar aneh. Bagaimana mungkin sudah membicarakan nasib di saat
seperti ini?
āKau suka rasa apa?ā Kaki kami yang melangkah teratur menuju
truk es krim di bagian timur taman terlihat serasi. Ternyata Mino juga
menggunakan sepatu kets warna biru. Tolol memang, tapi melihat kebetulan kecil seperti
ini membuatku merasa bahagia.
āAku suka semua rasa, kok. Samakan saja denganmu.ā
āSungguh? Aku juga tak punya rasa kesukaan. Menurutku semua
rasa sama saja.ā
āBenar. Aku tak mengerti dengan orang-orang yang terlalu addict dengan rasa. Hyo Jin contohnya,
dia tak mau makan es krim atau susu rasa apa pun selain cokelat.ā
āItu pasti merepotkan. Bagaimana kalau rasa cokelatnya tidak
ada!ā
āDia memang sangat merepotkan. Kau tak akan percaya! Saat
masih kecil, Yu Jin sampai tidak kuliah gara-gara Hyo Jin tiba-tiba ingin makan
es krim cokelat, padahal umurnya sudah 12 tahun saat itu.ā
āAdikmu benar-benar manja.ā
āSangat!ā aku mengangguk membayangkan perempuan berumur
21 tahun yang masih suka marah-marah jika persediaan cokelat panas di rumah
habis. Mino yang berjalan disampingku menggelengkan kepalanya dengan ekspresi
lelah, āAku tak akan kuat menghadapi perempuan yang manja.ā
āWalaupun manja tapi Hyo Jin itu punya sesuatu yang membuat
orang-orang di sekitarnya tak bisa berkata tidak. Seaneh apa pun keinginannya,
tetap saja kami...ā
āBagaimana denganmu?ā sela Mino, memutar badannya tiba-tiba. Dia mengambil alih posisi di depanku dan berjalan mundur sembari
memamerkan senyumnya.
āAku?ā
āYa. Bagaimana dengan Park Jin Ah?ā
āHmm....ā
āOke, tidak perlu dijawab. Aku akan mencari tahu sendiri.ā Mencari
tahu bagaimana? Aku sendiri saja tak tahu, apalagi kau. Sungguh tak ada yang spesial dariku, aku bersumpah.
Truk es krim yang kami tuju sudah berada persis di belakangnya, Mino memutar badan kembali dan langsung berhadapan dengan daftar menu. Aku berdiri di sebelahnya, memerhatikan objek yang sama.
Truk es krim yang kami tuju sudah berada persis di belakangnya, Mino memutar badan kembali dan langsung berhadapan dengan daftar menu. Aku berdiri di sebelahnya, memerhatikan objek yang sama.
āJadi kita pesan apa?ā tanyaku tanpa mengalihkan pandang.
āBegini saja, kau pilihkan es krim untukku dan sebaliknya
aku akan pilihkan untukmu. Kau bilang semua rasa tak masalah, kan?ā
āBegitu? Ide bagus. Aku akan pilihkan rasa yang paling aneh
untukmu.ā
āKau sedang mengajakku perang, ya?ā Mino memicing sekilas
padaku yang langsung tergelak, āPercuma Park Jin Ah! Aku suka semua rasa.
Tolong Royal Choco sundae untuknya.ā Tawaku langsung lenyap. Mino memesan begitu saja tanpa basa-basi apa pun. Apa
dia sempat berpikir sebelum memilihkan rasa itu?
āTernyata kau bukan lawan yang kuat.ā Aku berbisik padanya. Royal Choco Sundae? Intinya es krim
cokelat saja, kan? Namun setelah aku mengatakan itu Mino malah tertawa pendek,
cengiran licik menguasai wajahnya. āMenyimpulkan terlalu cepat itu tidak baik, Nona.ā Mataku berputar otomatis mendengar ancaman kosong itu. Cokelat
tetaplah cokelat.
Pandangan kami sama-sama beralih dari daftar menu ke sang
penjual yang mulai sibuk, ia memasukkan setumpuk scoop es krim berwarna cokelat gelap hingga menjulang. Rasanya
seperti menjilat ludah sendiri. Lewat ekor mata, aku bisa melihat Mino yang
tersenyum bahagia. Belum dimakan saja, es krim itu sudah membuatku mual. Aku
tak mampu membayangkan semanis apa rasanya.
āTambahkan toppingnya yang paling manis ya, krim vanilla dan
oreo itu juga boleh. Tambahkan saja semuanya.ā Aku nyaris membekap mulut Mino
yang berkata seenak jidat, namun sayang sekali tanganku berhenti di tengah
jalan, belum cukup berani untuk menyentuhnya. Mino menoleh padaku dengan senyum
yang dibuat-buat. Ini sudah terlalu jelas, dia pasti sengaja! Dia pasti ingin membuat
rasa es krimku menjadi semakin manis. Dan aku tak bisa berbuat apa-apa untuk
menahannya.
Akhirnya tanganku cuma bisa bergerak abstrak di belakang
kepala saat melihat pria bertopi putih di belakang konter menambahkan krim
vanilla, potongan cokelat dan juga astor ke dalam es krimku yang sudah
menggunung. Mungkin jika Hyo Jin yang melihatnya, anak itu akan langsung
berteriak girang sampai air liurnya menetes. Tapi tidak denganku. Semua macam
cokelat yang tumpang tindih di cup berukuran kecil itu justru membuatku mual.
Aku ketakutan untuk memakannya.
āJangan lupa siram dengan sirup cokelat!ā
āKurasa ini sudah cukup manis,ā ucap sang penjual es sambil
memegangi tengkuknya sungkan.
āTidak apa-apa, tambahkan saja.ā Padahal penjual esnya sudah memberi
peringatan untuk berhenti, tapi pria di sebelahku ini tetap saja menyuruhnya
menambahkan ini itu. Ya ampun, dia benar-benar kelewatan. Bagaimana cara aku memakannya?
Aku menelan ludah saat pria di belakang konter itu mengguyur es krim milikku
dengan limpahan cokelat cair. Selain penggila cokelat yang sangat gila, aku yakin
tak ada lagi orang yang bersedia memakannya.
āCoba kalahkan itu.ā Mino mendekatkan wajahnya dan berbisik
tepat di telingaku. Nada bicaranya benar-benar puas, aku merasa seperti sedang
diajak perang sungguhan.
āYang warna hijau itu rasa apa?ā Aku langsung merangsek ke
depan, menumpangkan kedua lengan di atas kotak bening berisi bermacam warna es.
āYang warnanya lebih tua itu rasa teh hijau dan yang hijau
muda rasa jeruk limau.ā Aku menjulurkan lidahku membayangkan rasanya. Sementara
Mino masih berdiri tenang. Sepertinya lawanku ini cukup kuat, aku harus mengerahkan
seluruh kreativitasku untuk mengalahkannya.
āBisakah kau campur?ā
āAPA?ā Mino dan penjual es itu berseru kompak. Aku menahan tawa dan mengangguk seperti tak
terjadi apa-apa. Reaksi mereka membuatku tambah mantap memilih rasa itu. Pasti
aku orang pertama kan? Si penjual es mengembuskan napas berat saat membuka kotak
pendingin, mengerti bahwa kami berdua sedang mempermainkan barang dagangannya.
āYang itu mint, kan? Aku mau tiga rasa itu diaduk rata lalu
ditambahkan perasan lemon. Kau punya lemon?ā Mino yang berada di sebelahku
menggelengkan kepalanya sebagai isyarat. Tapi isyarat itu tak dapat dimengerti
oleh si penjual es yang langsung mengangguk putus asa. āKami punya.ā
āTerima kasih,ā gumam Mino pelan. Dan kali ini aku tak bisa
menahan diri lagi untuk tidak tergelak.
Es krimnya mulai diracik, aku memerhatikan Mino dan penjual es itu bergantian. Ekspresi mereka benar-benar membuatku terhibur. Penjualnya
sendiri bahkan terlihat tidak tahan. Kalau begitu, maka sudah jelas bukan siapa
pemenang dari peperangan ini?
āBalas dendammu benar-benar kelewatan,ā ucap Mino yang belum kunjung menjilat es
krimnya. Kami berjalan beriringan menuju bangku taman dengan ekspresi yang
sangat bertolak belakang. Ternyata Royal
Choco Sundae yang ia pilihkan untukku benar-benar enak.
āMaaf, ya.ā Kami duduk di bangku taman. āTapi kan kau bilang
suka semua rasa,ā lanjutku tanpa dosa. Aku bisa mendengar Mino yang
mendesah.
āBagaimana cara memakan ini?ā
āBegini.ā Aku memasukkan suapan besar ke mulutku, dan
melebih-lebihkan ekspresi saat menikmatinya.
āAku tahu. Tapi bagaimana bisa dimakan jika membayangkannya
saja sudah membuatku mual?ā Sekadar mengingatkan, es krim milik Mino berwarna
hijau abstrak dengan bau mint yang menyengat.
āKalau kau memakannya setengah, aku akan membagi punyaku.ā
āTapi kau juga harus mencoba es krim beracun ini.
Bagaimanapun green tea lime mint ini adalah
hasil perbuatanmu.ā
āBeracun? Memangnya seburuk itu, ya? Kau bahkan belum
mencobanya,ā dengusku. āHabiskan setengah! Setelah itu kita bertukar es
krim.ā
āKau serius?ā
āTentu saja. Royal choconya sangat enak. Tapi kurasa porsinya
terlalu banyak untukku. Rasa manisnya jadi berlebihan. Aku mual.ā
āManisnya berlebihan?ā
āYa.ā
āSebenarnya es krim itu tidak semanis yang kau bilang. Aku
pernah mencobanya.ā
āOh ya? Apa lidahku yang...ā
āBukan lidahmu. Kalau mau tidak terlalu manis, harusnya kau
makan es krim itu sendirian.ā
āEii, aku mengerti maksudmu. Cih.ā Mino langsung tertawa
terbahak-bahak. āOh ya? Kau mengerti? Memangnya apa?ā
āKau mau bilang es krimku menjadi manis karena aku
memakannya sambil duduk di sebelahmu, iya kan?ā Tawa Mino kembali menggema, āTernyata kau narsis juga ya.ā
āSiapa yang narsis? Kau mengucapkannya sendiri!ā
āSudahlah, es krimmu mencair.ā Mino menghela napas sebentar
sebelum memasukkan seujung es ke dalam mulut.
āBagaimana?ā Aku memerhatikan ekspresi wajahnya.
āTidak seburuk yang kupikir.ā
āSungguh?ā
āYa.ā Mino menyendok es krim hijau itu dan menyodorkannya
padaku. āCoba ini! Buka mulutmu! Aaaa.ā Secara otomatis aku langsung membuka
mulutku dan menerima suapannya.
āLumayan, kan?ā
āIni asam yang menyegarkan,ā komentarku sembari mengernyit
sedikit.
āGreen tea nya seperti penetralisir.ā
Aku mengangguk-angguk mendengar ucapannya. Namun tiba-tiba saja sesuatu membuatku tersadar, āTIDAK!!ā Aku berteriak dan terbelalak dramatis seperti dalam
drama. Ya Tuhan ini benar-benar tidak bisa dibiarkan, kami baru
saja...
āAda apa?ā Mino menoleh padaku sambil mengelap bibirnya.
āIndirect kiss.ā
āIndirectāoh ya
Tuhan yang benar saja! Kau berteriak karena itu? Kau benar-benar mengkhawatirkan
hal konyol itu?ā
āBagaimana bisa hal seperti itu kau sebut konyol? Aku kan belum pernah bercāā Aku berhasil menahan lidah. Sejak kapan aku menjadi seterbuka ini? Astaga!
āSungguh? Kau belum...ā
āDiam! Aku tak mau membahasnya.ā Wajahku seketika memerah.
āKau unik sekali.ā
āHentikan.ā
āSudah jarang aku menemukan perempuan umur dua puluh
tahunan yang belum pernah ciuman.ā
āBisakah kita berhenti membicarakan ini?ā tukasku tak nyaman.
āOke, aku tak akan bicara lagi. Iniā¦ sudah setengah. Kita
bertukar sekarang.ā Aku menyerahkan cup es krim milikku. Begitu pun Mino. Dan
ya, rasa es krim hijau itu ternyata tidak seabstrak warnanya. Mungkin jika
aku ke sini lagi aku akan memesan rasa ini.
āPenggila cokelat pasti bisa menangis bahagia memakan ini,ā komentar Mino dengan wajah datar. Ia kembali memasukkan sesendok es krim ke
mulutnya dan mengangguk-angguk. Jika dia memakan es krim bersama Hyo Jin, pasti
suasananya akan jauh lebih seru daripada denganku, bukan tidak mungkin Hyo Jin
benar-benar akan menangis bahagia seperti yang dia ucapkan. Untuk kesekian
kalinya, aku merasa sangat membosankan.
āMino...ā
āYa?ā
āBolehkah kita ke tempat tadi? Aku ingin membelikan es untuk Hyo Jin
dan Yu Jin Onnie jugaā
āPasti akan mencair saat di jalan pulang.ā
āSetelah beli, kita langsung naik bus saja. Dari halte aku
akan langsung berlari ke rumah dan memasukkannya ke freezer.ā Mino terkekeh
pelan. Kepalanya menggeleng beberapa kali seakan takjub dengan jawabanku. Apa aku salah bicara?
āIni baru jam 10. Kau mau berpisah denganku secepat ini? Aku
membosankan, ya?ā
āApa? Justru aku yang merasa sangat membosankan.ā
āKau merasa begitu? Kenapa? Padahal aku sangat menikmatinya.
Aku tak bosan sama sekali.ā
"Sungguh?"
"Ya! Ayo!ā Ia tiba-tiba berdiri. Aku menggigit sendok es krimku dan mendongak padanya.
āKe mana?ā Bersamaan dengan pertanyaanku itu, cup es krim royal choco sundae yang dilempar Mino berhasil masuk ke dalam tong sampah yang berjarak tiga meter dari bangku taman tempat kami duduk. Aku nyaris berdiri dan mengucapkan selamat padanya. Dia pasti jago basket.
"Sungguh?"
"Ya! Ayo!ā Ia tiba-tiba berdiri. Aku menggigit sendok es krimku dan mendongak padanya.
āKe mana?ā Bersamaan dengan pertanyaanku itu, cup es krim royal choco sundae yang dilempar Mino berhasil masuk ke dalam tong sampah yang berjarak tiga meter dari bangku taman tempat kami duduk. Aku nyaris berdiri dan mengucapkan selamat padanya. Dia pasti jago basket.
Setelah itu, Mino baru menoleh heran padaku. āKatanya mau
beli es krim untuk kedua saudaramu?ā
āOh, sekarang?ā kataku, lantas berdiri.
Belum sempat kami melangkah, Mino tiba-tiba menadahkan tangannya di depanku. Aku yang sama sekali tak mengerti menatap telapak tangan dan wajahnya bergantian, kemudian dengan bingung meletakkan cup es krim yang kupegang di telapak tangannya yang terbuka itu. Dia mau aku mengembalikan es krimnya?
Belum sempat kami melangkah, Mino tiba-tiba menadahkan tangannya di depanku. Aku yang sama sekali tak mengerti menatap telapak tangan dan wajahnya bergantian, kemudian dengan bingung meletakkan cup es krim yang kupegang di telapak tangannya yang terbuka itu. Dia mau aku mengembalikan es krimnya?
āHaha... Apa ini? Aku mau tanganmu.ā
āTanganku?ā
āAyo gandengan tanganā
āUntuk apa? Kita kan tidak harus menyeberang.ā
āMemangnya gandengan cuma dilakukan saat
menyeberang?ā
āYa tapi kan kalau begini jadi tidak ada esensinya...ā
āKau lupa, ya? Kita itu sudah melakukan indirect kiss, kalau gandengan tangan saja seharusnya tidak
masalah, kan?ā
Mino bicara enteng sekali hingga membuatku langsung tersipu. "Kau benar-benar ya!"
**********
Sejauh ini, hari keduaku berlangsung normal. Aku belum
menabrak tiang atau mempermalukan diri di depan CEO itu. Tapi untuk berjaga-jaga,
aku tetap berdoa sungguh-sunguh dalam hati agar semua kelancaran ini bertahan
sampai nanti sore. Aku tidak mau melakukan hal konyol setiap berada di gedung
mewah yang sekarang sudah menjadi kantorku ini, maksudku JāS.
Setelah mengecek isi clear holder biru yang kubawa
dari rumah, aku berdiri dari meja kerjaku dan berjalan menuju ruangan James.
Entah ini kabar baik atau buruk, tapi meja kerjaku berada di lantai yang sama
dengan ruangannya. Lantai 4. Walaupun awalnya lantai ini membuatku sangat
tertekan, namun lama-lama aku mulai terbiasa dengan uniknya penempatan tiang
di sini. Aku menganggap keterbiasaan itu sebagai kemajuan. Bagaimana tidak?
Sejujurnya aku mulai ragu antara harus kagum atau marah pada arsitek gedung
ini. Aku yakin dia sedang ada masalah pribadi saat membangun JāS.
Tok Tok Tok
Setelah terdengar teriakan āmasukā dari James, aku baru
mendorong pintunya perlahan.
āAku membawa desain logo yang kau minta,ā ucapku.
āDuduklah!ā Aku menutup pintunya kembali dan duduk di hadapan
James. Pria itu menyingkirkan semua dokumennya ke pinggir, lantas menerima clear holder yang kusodorkan dengan wajah takjub.
āSemuanya sudah selesai? Ini dua hari lebih awal dari
kesepakatan kita.ā
āBahkan sebelum kita membuat kesepakatan itu, aku sudah
menyelesaikan semuanya.ā James melirikku sekilas kemudian kembali memerhatikan
beberapa macam logo restoran daging yang kubuat ulang. Semuanya baru dan
orisinil.
āBagaimana pun itu salahku, dan aku harus tanggung jawab,ā
lanjutku. James tersenyum tipis tanpa mengalihkan objek pandangnya. Ini
benar-benar konyol, tapi melihat senyum tipis itu, seketika aku merasa seperti
sedang menonton CEO muda yang hanya ada dalam drama. Aku baru sadar kalau
ternyata ia bisa lebih tampan dari James yang biasa. Dan heiā¦ kenapa dia harus
tersenyum pada desainku? Kenapa tidak padaku saja? Aku benar-benar penasaran bagaimana rasanya.
āSaya menyukai semuanya.ā
āTermasuk pembuatnya?ā Aku mendesis sangat pelan dan
terkikik geli, berpikir dia tak mungkin bisa mendengarku.
āSaya menyukai semua desain Andaā James mengangkat kepala
dan berucap dengan nada menegaskan. Sekejap senyumku menghilang. Ya Tuhan dia
tidak mendengar ucapanku, kan? Aku merasa seperti sedang ditangkap basah. Aku bersumpah akan
membenturkan kepalaku ke semua tiang di lantai empat jika dia sungguh mendengarku.
āOh, terima kasih.ā Aku setengah meringis.
āDari dulu kau memang tak pernah mengecewakanku.ā Kali ini
dia yang bicara sangat pelan.
āApa?ā Ini pertama kalinya aku mendengar ia bicara banmal, dan yang lebih mengejutkannya
lagi adalah dia bilang sejak dulu aku tak pernah mengecewakannya. Sejak dulu
kapan? Memangnya kita pernah kenal?
āTidak. Bukan apa-apa.ā
āTadi kau bilang...ā
āSaya tak bisa memilih satu dari ini,ā selanya cepat.
āKenapa? Katanya kau suka semua?ā
āKenapa? Katanya kau suka semua?ā
āBukan masalah itu. Adik saya yang akan mengerjakan proyek
restoran ini. Jadi dia yang akan memilih logonya,ā jelas James sembari membuka
flip case ponselnya dengan jempol. "Sebentar." Detik berikutnya layar sentuh ponsel itu
sudah menempel di telinganya.
āKau
di mana?...... kalau masih menginginkan restoran daging itu
datanglah ke kantor sekarang...... Kau pikir aku peduli? Ha! Jika dalam 15
menit kau tak datang, lupakan saja restoran dagingnya.ā Aku
benar-benar terkejut mendengarnya bicara sesantai itu, ternyata James yang kaku
seperti triplek ini adalah manusia juga.
āKau tunggu di sini dulu. Dia datang sebentar lagi.ā
āAku kaget kau ternyata bisa bicara banmal.ā
āAku juga kaget melihat seorang karyawan baru terus-terusan
bicara banmal pada atasannya.ā Ia
membalik ucapanku dengan sangat tenang dan eskpresi datar. āIni pertama kalinya
saya mendapat karyawan seberani Anda,ā tambah pria itu masih dengan nada yang
sama. Ia menyempatkan diri untuk melirikku sekilas sebelum akhirnya tenggelam
lagi dalam dokumen yang memenuhi
mejanya. Demi Tuhan aku kehilangan kata, ternyata selain kaku dia juga
benar-benar dingin. Aku mendecak pelan. Sepertinya dia adalah hasil reinkarnasi
dari es balok. Sekarang bagaimana? Apa kami harus terus diam? Atau aku minta
maaf saja? Oke oke, bagaimana pun dia adalah bosku.
āMaaf, tapi di kantor lamaku...ā
āApa saya harus mengingatkan Anda setiap saat? Anda bekerja di
JāS sekarang.ā
āAh, benar,ā ujarku dibuat-buat. Bisakah orang ini berhenti
menyela ucapanku? Dasar! āSekarang saya mengerti, James CEO-nim,ā lanjutku penuh
penekanan. Manusia ini! Sensitif sekali, sih? Sedang datang bulan, ya!
*********
Biasanya, jika pergi berkencan dengan seseorang, aku akan
diperlakukan seperti seorang putri raja dan dibukakan pintu. Tapi pria yang
satu ini. Aish! Aku membuka pintu Lamborghini-nya dan merendahkan kepala untuk
melihat manusia di belakang kemudi, pria itu sama sekali tak menoleh, dengan
kacamata hitam dan kepala yang mengangguk-angguk mengikuti beat, pria itu
terlihat asyik dengan dunianya sendiri. Dasar playboy sial!
āHeh!ā
āCepat masuknya! Jangan biarkan pintunya terbuka terlalu lama. Di
musim panas itu banyak nyamuk, tahu tidak.ā Mataku melebar, lantas masuk ke dalam mobilnya
dengan kesal.
āKalau aku bisa memberimu nilai, aku akan memberikan nilai 4.ā Aku bersedekap dengan badan yang menyerong padanya. āIni baru
pertemuan kedua dan kau sama sekali tak ada manis-manisnya.ā L.Joe mengecilkan
volume tape-nya lalu menoleh padaku
sambil tertawa.
āJadi kau suka cowok manis?ā
āApa hal seperti itu harus ditanyakan? Siapa yang tidak suka cowok manis?ā
āMasalahnya aku L.Joe, siapa yang tidak suka L.Joe?ā Cih, apa-apaan itu? Karena dia L.Joe dia boleh tidak bersikap manis padaku?
Satu-satunya hal yang membuat emosiku belum meledak sampai saat ini adalah
fakta bahwa dia menjemputku dengan sebuah Lamborghini Huracan seharga 74 Juta Won.
āKau kira semua orang menyukaimu, ya? Besar kepala sekali.ā L.Joe menyeringai
mendengar nada sinis yang kugunakan. Lantas menyerongkan badan menghadapku.
Sikunya bertengger di kemudi.
āIntinya kau ingin aku bersikap manis?ā
āTak perlu. Aku tahu kau tak bisa.ā
āAku hanya takut kau diabetes. Aku bisa lebih manis dari
permen kapas.ā
Aku menjulurkan lidah dengan jijik.
āHei, aku tak suka melihat perempuanku marah.ā L.Joe mengulurkan tangan dan menyentuh daguku sambil terus memainkan ekspresi wajahnya. Sebagai gadis yang berpengalaman, seharusnya aku bisa mengatasi wajah ātolong maafkan akuā-nya yang sangat menggemaskan, tapi entah kenapa semuanya menjadi 100 kali lipat lebih sulit saat ini. Dia melewati batas normal. Ini benar-benar keterlaluan. Jangan memainkan emosiku seperti ini. Sialan!
āHeh! Itu menggelikan! Kau kelihatan konyol sekali, hentikan! Kau tak punya bakat
bersikap manis.ā Aku mati-matian menahan diri untuk tidak luluh.
āOke, aku juga tak berencana melanjutkannya! Aku takut kau
pingsan.ā
āTENTU SAJA TIDAK!ā L.Joe langsung tergelak sampai matanya
menghilang. Ya Tuhan bisakah Kau hentikan pria ini? Dia terlihat seperti kucing
kecil yang kulihat di acara cats 101
kemarin sore. Tidak tidak, dia bahkan lebih manis lagi. Dia benar-benar lebih
manis dari permen kapas.
āKenapa pipimu merah begitu?ā Kontan aku memegangi kedua pipiku.
āKau bohong!ā L.Joe yang tawanya baru reda kembali tertawa lagi. Sepertinya kebahagiaan pria ini sedang berada di titik puncak. Aku jadi curiga dia habis mengisap kokain.
āKau bohong!ā L.Joe yang tawanya baru reda kembali tertawa lagi. Sepertinya kebahagiaan pria ini sedang berada di titik puncak. Aku jadi curiga dia habis mengisap kokain.
āBisakah kita jalan sekarang?ā
āKita mau ke mana?ā
āMemangnya rencananya ke mana? Kau kan bilang minta ditemani
jalan-jalan.ā
āAku tak punya ide.ā
āAku juga.ā
āBagaimana kalau ke apartemenku? Atau Villa? Benar... aku
habis beli villa baru di Yongin. Tapi tidak, itu terlalu jauh. Kurasa asal
bersamaku, mengobrol di mobil saja juga tidak apa-apa. Iya kan?ā
āApa kau selalu terburu-buru seperti ini? Biar kuingatkan,
kita baru bertemu kemarin. Tenanglah sedikit.ā Aku menanggapinya dengan santai.
Dia mengajakku ke apartemen? Ke villa? Benar-benar sinting.
āWoah, apa yang sedang kau pikirkan? Apa aku sedang bicara dengan master?ā L.Joe menggelengkan
kepalanya dan terkekeh.
āPadahal aku berharap banyak loh pada putra bungsu pemilik
JāS tapi ternyata kau hanya mengajakku ke apartemen!ā
āAku bisa membawamu keliling Eropa jika kau mau.ā
āOh ya? Ke Eropa sekalipun ujung-ujungnya playboy sepertimu pasti akan tetap membawaku ke Ho... YA! KAU MAU APA?ā Tanpa aba-aba,
L.Joe merapatkan badannya, tangannya terulur menarik seatbelt di sebelahku.
āLihat, kan? Aku belum melakukan apa-apa saja kau sudah setegang ini, apalagi jika aku melakukan apa-apa?ā
āLihat, kan? Aku belum melakukan apa-apa saja kau sudah setegang ini, apalagi jika aku melakukan apa-apa?ā
L.Joe memasukkan ujung seatbelt-nya ke
dalam pengait, lantas memakai punyanya sendiri. āTernyata aku salah. Kau bukan
master,ā ucapnya, lantas terkekeh menyindir.
āJika kau tak berhenti bicara, aku bersumpah akan merobek
mulutmu!ā
L.Joe memutar matanya. Sial! Dia pikir aku tidak berani merobek mulutnya? Dia pikir ucapanku itu hanya gertakan saja?
āOke, aku berhenti bicara, sekarang bagaimana? Kita mau ke mana?"
L.Joe memutar matanya. Sial! Dia pikir aku tidak berani merobek mulutnya? Dia pikir ucapanku itu hanya gertakan saja?
āOke, aku berhenti bicara, sekarang bagaimana? Kita mau ke mana?"
āAku mau ke pantai.ā Tiba-tiba saja pikiran
itu melintas. Entah karena aku yang sudah terlalu kesal, atau AC Lamborghini
ini memang sedang rusak, aku merasa benar-benar kepanasan dan ingin mencelupkan
kakiku ke air. Tadinya aku hampir saja berkata āaku mau ke saunaā tapi
mengingat pria mesum ini senang sekali memikirkan hal yang tidak-tidak, maka
ajakanku yang tulus itu sudah pasti akan ditanggapi lain lagi olehnya.
āBenar! Kita bisa melihat matahari terbenam.ā
āIni masih jam 10 pagi, genius.ā
āKalau kita ke Pantai Kkotji sekarang, mungkin kita akan sampai saat
matahari terbenam.ā Aku terdiam. Kalau melihat matahari tenggelam di sana, jam
berapa aku akan sampai di rumah? Yu Jin bisa mengusirku jika pulang pagi.
āBagaimana?ā L.Joe menyalakan mobil. Suara mesinnya membuatku
tersadar.
āOke, ayo ke Kkotji!ā putusku akhirnya.
Baru saja L.Joe menginjak gas, ponselnya berbunyi.
Alisnya segera tertaut heran begitu melihat nama di layar ponsel. Si Pelit
James. Ya, mataku masih cukup jernih untuk bisa melihatnya. Nama kontak yang
aneh. Kalau ia menamainya dengan panggilan seakrab itu, sepertinya James ini
adalah seseorang yang sangat dekat, seperti sahabat atau saudara kandungnya.
Aku menolehkan wajahku sepenuhnya pada L.Joe. āSiapa?ā tanyaku basa-basi, dan
sepertinya pria itu tahu aku sedang berbasa-basi. Ia cuma melirikku sebentar
lalu mengangkat teleponnya. āHalo.ā
Aku kembali melihat ke depan, kami baru saja memasuki jalan
tol.
āAku? memangnya ada
apa?...... Ahh, Hyung! Tidak bisa! Aku mau ke Kkotji dengan pacarku.ā
āPermisi? Pacar kau bilang?ā ujarku dengan ekspresi ātolong
ralat itu!'. Memangnya sejak kapan kita pacaran? Namun L.Joe sama sekali tak
menanggapi, ia sibuk mendengarkan ucapan āsi pelit Jamesā itu dengan ekspresi
seolah sedang menanggung beban berat.
ā15 menit? Kau stres ya? Memangnya Seoul itu... HEH! SIAL!ā
L.Joe langsung mengecek layar ponselnya yang sudah tidak menunjukkan
aktivitas sambungan. Kemudian mendecak lebih keras.
āAda apa?ā
āAku harus menemui kakakku dulu di JāS. Tenang saja aku
janji akan membawamu ke Kkotji setelah itu.ā
"Yah, oke."
"Yah, oke."
*********
āSini es krimnya!ā
āSudah sampai?ā
āSudah.ā Mino menoleh mengikuti arah mataku, lantas
menyodorkan cup es krim vanilla berukuran jumbo yang sejak tadi berada dalam
kuasanya. Saat sedang membelikan es krim
untuk Yu Jin da Hyo Jin, tiba-tiba dia menawarkanku untuk membeli es krim yang
lain. Kali ini kami cuma membeli satu, tapi dengan porsi yang lebih besar. Ada
dua sendok di dalamnya.
āSendok mana yang kau pakai?ā tanyaku curiga.
āBukan punyamu.ā
āAwas kalau bohong!ā Mino langsung membuat tanda silang di
dadanya. Seharian ini, apa pun yang dia lakukan selalu kubalas dengan senyuman.
Jika Hyo Jin melihatku tersenyum sebanyak ini, ia pasti akan mengomel panjang.
Tapi mau bagaimana lagi? Semua tingkah Mino terlihat konyol tapi juga lucu,
entah kenapa sudut bibirku pun selalu tertarik begitu saja. Hari ini aku jelas
tersenyum lebih banyak dari hari biasa.
Aku kembali memerhatikan pria di depanku ini, lantas menarik napas. āTerima
kasih sudah mengantarku, ya. Aku masuk dulu.ā Saat tengah mendorong pagar, Mino menangkap tanganku.
āAda apa? Kau tak ingat perjanjiannya, ya? Jika sudah sampai
rumah, es krim ini menjadi hak milikkuā
āBukan itu.ā
āLalu?ā
āApa jawabannya? Yes atau No?ā
Aku mengerutkan kening. āKau ingin aku menjawabnya
sekarang?ā
āKurasa akan lebih baik jika kita mengatakannya langsung seperti ini. Aku bosan jika harus log in ke situs perjodohan itu lagi.ā
āAh, begitu ya?ā kataku mengambang. Untuk sesaat fokusku
benar-benar buyar. Pertanyaannya terlalu tiba-tiba. Jika dia menanyakan
langsung seperti ini, maka jelas jawabannya cuma ada satu. Entah aku harus
menyebut pria ini adalah orang yang pintar atau licik. Logisnya, seseorang tak
mungkin bilang ānoā di depan muka pasangan kencannya yang sedang tersenyum
semringah seperti ini. Jika ada, maka orang itu pasti tak punya hati.
āJadi apa jawabanmu?ā
āEung, jawabankuāā
āJawabanku...yes,ā potong Mino sambil menggerakkan
telunjuknya seolah sedang menekan tombol.
āUh, aku...ā
āKalau kau berani bilang āNoā aku akan berdiri terus di sini
sampai jawabanmu berubah.ā
āItu namanya pemaksaan.ā Sebenarnya aku bukan memikirkan
jawabannya, melainkan cara menjawabnya. Aku tak ingin terlihat terlalu
bersemangat, walaupun nyatanya aku memang bersemangat. Mendengar jawaban āyesā darinya barusan membuat seluruh
sel dalam tubuhku bersorak.
āBiar saja.ā
Sepertinya Song Mino adalah tipe pria yang sangat peka. Tahukah
dia bahwa ancaman konyolnya tadi justru membuatku lega? Dengan begini
aku bisa menjawab pertanyaan āyes atau noā itu dengan prestise, tanpa terlihat
sangat kehausan.
āYu Jin Onnie bisa marah kalau melihatmu berdiri di depan
pagar rumah kami. Sepertinya aku tidak punya pilihan lain.ā Mino tersenyum. Aku
bisa mendengarnya mendesiskan girang dengan tangan yang tergenggam.
Dan asal kau tahu Mino-ssi, sejujurnya aku bahkan lebih senang lagi.
āAku pastikan itu bukan jawaban yang salah, Nona Park. Jadi
kapan kita bisa bertemu lagi?ā
āBesok?ā Aku nyaris menampar wajahku sendiri. Aku baru saja
menyahuti ucapannya secepat Shinkansen
di Jepang. Sekarang siapa yang terlihat bodoh karena terlalu bersemangat? Ya, aku! Aku mau bertemu dengannya lagi secepat mungkin. Bagaimana kalau nanti
malam? Atau satu jam lagi?
āSayang sekali besok aku kerja.ā Tapi dia menanggapiku dengan
santai. Lihat siapa yang sangat bodoh karena sudah mengira dirinya sendiri
terlihat bodoh! āKau bisa hari apa selain besok, Jin Ah~ya?ā
āKapan saja. Aku akan menyesuaikan jadwal kerjamu.ā
āMemangnya kau belum bekerja juga?ā Mendengar kalimat itu,
semua rasa menggebu di tubuhku lenyap. Bisakah kita tidak membahas ini?
Sepertinya dia masih mengingat pembicaraan kami saat di
restoran, saat itu aku mengatakan sedang mencari kerja.
āKebetulan ada lowongan kerja di kantorku. Besok jam 7 aku
ke sini, ya. Bersiap-bersiaplah untuk interview! Siapkan juga semua dokumen
lamarannya!ā
āApa? Mino aku tidak siap, aku...ā Mino mengacak rambutku dan
tersenyum, lalu detik berikutnya ia sudah berlari menjauh melewati jalur
pedestrian, sama sekali tak memberiku kesempatan untuk menolak.
āMINO AKU TIDAK MAU.ā
āOKE SAMPAI JUMPA BESOK JUGAā
āHeh! Aku tidak bilang sampai jumpa!ā
TBC
Ayo semuanya say hi sama pasangannya aku Jin Ah yang baru nongol
di part 3. HAIIII KETJEEEE!
Kalau boleh curhat, sebenernya part ini udah jadi dari hari kamis
kemaren tapi gara-gara aku males bikin poster makanya baru dipublish sekarang.
Yepā¦ itu yang diatas bakal jadi poster resminya let love lead buat ke depan. Intermezzo sedikit, sebenernya tadinya aku mau make Kevin UKiss lohā¦, waktu itu kan aku udah
pernah pake Nana di ff dan aku masangin dia sama Kevin. Tapi semenjak Negara
api menyerang, saya pun berubah pikiran. Huhuā¦. Padahal biasanya aku setia loh,
aku termasuk jarang ngotak-ngatik couple-couple di GIGSent. Tapi... ku lagi suka bgt bgt bgt sm mino :( Rasanya pengen mikirin dia terus agdgg
Oke intinya, selamat bergabung di let love lead ya Mino aka rappernya winner.
Makasih buat kalian yang udah baca, sampai jumpa di part selanjutnya. Anyyeong^^
jin ah kakak yang baik ya,. :D
ReplyDeleteselalu memikirkan adiknya,. :)
jin ah jangan kau merendah diri,. :D
nah, Jin Ah... ni dengerin~
Delete