Do You Want Some Fluff? #3#

Theme = He Vs Your Favorite Artist
Main cast = silahkan dicek^^
Length = Fluff 
Author = Salsa


I'm not sure whether is these isn't cheesy enough or too cheesy for you. Please read



#1. He Replied Me (Changjo - Hyo Sun)




Suara ketukan di muka pintu rumahku yang tadinya pelan tiba-tiba saja berubah menjadi gebrakan. Aku mendecak, dengan berat hati meninggalkan laptop kesayanganku dan berjalan membukanya.


"HEH! Buka pintunya!" teriaknya, bertepatan dengan pintu yang baru kubuka. Choi Jonghyun. Tentu saja aku sudah tahu. Makhluk tak sabar ini memang senang sekali bertamu ke rumahku. Sepertinya dia memang tak punya teman lain selain aku.


"kenapa kau tak datang? kau tahu kan tadi ada kuis?" tanyanya kesal, tak sabar, menggebu. Pria ini kenapa? Yang tidak ikut kuis kan aku, kenapa malah dia yang sewot? Aku bersedekap, menghela napas sembari menatapnya dengan sorot mata lelah.


"ada yang lebih penting"
"apa? coba sebutkan apa yang lebih penting dari kuis Bahasa Jepang kita?!" pria itu bertolak pinggang, kepalanya mengangguk seakan menantang.


"Teen Top comeback hari ini! MV-nya baru saja rilis, aku tak bisa meninggalkan laptopku"


"YAH SINTING!" Semprot Jonghyun sekencang-kencangnya. Aku benar-benar merasa gendang telinga sebelah kananku bergeser ke kiri. 


"CHOI JONGHYUN! JANGAN BERTERIAK DI TELINGAKU" Aku balas meneriaki telinganya sekuat tenaga. Aku tidak bercanda, telingaku benar-benar terasa pengang.


"kau tahu kan ini kuis terakhir, tidak ada susulan" 
"iya iya aku tahu"
"lalu kenapa kau malah tidak masuk?"
"aku kan sudah bilang alasannya"
"Teen Top? mereka bisa menunggu! MV-nya tidak akan hilang hanya karena terlambat kau tonton"


"iya, aku tahu tidak akan hilang. Tapi.... ah sudahlah, kau tak akan mengerti walau kujelaskan"


Aku mengulurkan tangan memegang pinggir pintu. "pulanglah! belajar yang benar, dua minggu lagi UAS" ujarku dengan nada mencibir, lalu mengayun pintu itu sampai tertutup.


Alih-alih menahan, Jonghyun bahkan tak mendebat sama sekali. Aku bertahan di belakang pintu selama beberapa saat, takut-takut Jonghyun mendobraknya tiba-tiba. Tapi nihil, dia pergi begitu saja. Baguslah! kemungkinan besar anak itu memang sudah menyerah menasehatiku. Ini bukan satu dua kali terjadi. Biasanya aku juga tidak kuliah jika Teen Top sedang tampil di acara musik atau menggelar fansign. Berhubung kami sudah berteman sejak berumur 8 tahun, seharusnya dia memang sudah paham dengan pola hidupku sebagai seorang fangirl. 


Setelah itu, aku kembali duduk bersila di atas kasur, berhadapan dengan laptop. Detik berikutnya sudah tenggelam lagi dalam rutinitas -hanya setiap mereka Comeback- yang tak pernah membuatku jenuh ini. Menonton MV berulang-ulang, menuliskan komentar sebanyak-banyaknya dan tak lupa membuat review. Aku tahu aku gila. Tapi aku tak mau, bukan, lebih tepatnya tak bisa berhenti. 



**********


Jonghyun POV


Langit-langit kamar yang berwarna putih kecokelatan tak luput dari pandanganku sejak 10 menit terakhir. Tadinya aku sedang membuka buku, tapi karena kepalaku terasa pusing dan mataku mulai berair, aku menutup buku itu dan membiarkannya tergeletak di atas kepalaku. Perlahan-lahan, mataku yang berair ini memejam.


"JONGHYUUUUUUUUUUUUUUUUUN!!!!! DIA MEMBALAS KOMENTARKU!!! JONGHYUN BUKA BUKA BUKA BRAK BRAK BRAK BRAK" aku terlonjak, buku di atas kepalaku terjatuh ke lantai. Ya Tuhan, sekarang apa lagi? 


"kau membangunkanku" aku berucap sambil mengucek mata. Dan saat itu juga, badanku terdorong ke belakang, kedua tangannya mengguncang bahuku dengan keras. Matanya berbinar-binar, dan senyumnya benar-benar benaaaaaar lebar. Melihatnya yang seperti itu, semua rasa kantukku pun hilang. 


"Mereka-JONGHYUN-ASTAGA-mereka membalasku" ucap gadis itu patah-patah.
"tarik napas. Bicara pelan-pelan. Aku tidak mengerti"
"member Teen Top, L.Joe, membalas komentarku!" kali ini gadis itu menyodorkan layar handphone-nya tepat di depan wajahku. Napasnya memburu seperti habis dikejar hantu.


Aku menengok deretan kalimat di layar ponsel itu dan mengangguk-angguk.


"oke, lalu?"
"LALU? Astaga Jonghyun jelek, itu artinya aku terlibat percakapan dengan salah satu member Teen Top" aku tetap bergeming. Ia berjalan dan menghempaskan diri di ranjang dengan senyum yang tak kunjung hilang. "Ya Tuhan, kalau sudah begini kau tinggal tunggu tanggalnya saja"


"tanggal apa?"
"tanggal L.Joe datang ke apartemenku dan memintaku jadi pacarnya"
"kau benar-benar sakit jiwa"
"siap-siaplah cari teman baru! aku akan segera punya pacar"
"sa-kit  ji-wa"
"dia membalasku" ia memejamkan mata dan bergumam pada dirinya sendiri, mengabaikan hinaan persuku kata yang kulontarkan tulus dari hati yang terdalam. Jika ada yang berani bilang bahwa sikapnya ini wajar, bersiap-siaplah kujemput, kau akan ikut dengannya ke rumah sakit mental.


"kau benar-benar konyol" dengusku kehabisan akal. Aku tahu dia adalah fans berat Teen Top. Tapi bukankah anak ini sudah pernah bertemu mereka saat fansign? Bukankah anak ini sudah pernah datang ke konsernya? Aku tak peduli dia fans nomor berapa, yang pasti menurutku ini sangat berlebihan. Dengan cepat aku berbalik, meraih ponsel milikku di atas nakas dan segera mengetikkan sesuatu.


Niitt!


Handphone perempuan yang sedang tersenyum idiot di atas ranjang itu berbunyi. Ia cepat-cepat memeriksa pesan yang masuk, lantas mendesis begitu meihat namaku memenuhi layar.


"Jonghyun! kenapa kau mengirimiku pesan?" aku mengabaikan ucapannya dan terus mengetikkan sesuatu. Bersamaan dengan itu, ponselnya terus-menerus berdering.


"Jonghyun hentikan! Apa maumu?"
"aku sedang membalas pesanmu juga, sama seperti L.Joe" jawabku tanpa menghentikan jemariku yang mengetik cepat.


"JONGHYUN!" Sepertinya gadis ini mulai pusing mendengar ponselnya mengeluarkan bunyi tiap sedetik sekali.


"buka pesan dariku"
"cih... kalau mau mengatakan sesuatu seharusnya langsung saja, kita kan saling berhadapan" dumelnya pelan. Ia membuka pesan-pesan dariku satu persatu.


LIHAT!


AKU JUGA MEMBALAS PESANMU!


SAMA SEPERTI L.JOE


TIDAK


TENTU SAJA TIDAK SAMA


AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANMU MEMBOLOS


AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANMU KABUR SAAT KUIS


AKU AKAN MENGAWASIMU SAMPAI LULUS


AKU TIDAK AKAN MEMBERI PENGARUH BURUK


AKU JELAS SATU MILYAR KALI LEBIH BAIK DARINYA


AKU MEMBALAS PESANMU LEBIH BANYAK DARI YANG ANAK ITU LAKUKAN!


APA KAU MAU JADI PACARKU JUGA?


KAU MAU JADI PACARKU?


"Sebenarnya maumu apa sih?" ia berujar dingin, diiringi dengan suara decak tak habis pikir. Saat itu, aku baru menekan tombol 'send' di ponselku. Handphone-nya pun berbunyi lagi.


"Jonghyun! Jinjja" gadis itu semakin hilang kesabaran. Ia membalik layar ponselnya dengan kesal, namun saat isi pesan itu terbaca, seketika air mukanya berubah drastis, ia terhenyak. Aku menahan napas.


AKU SERIUS, BACA PESANKU YANG SEBELUMNYA DAN JAWAB AKU!


Gadis itu terdiam cukup lama sebelum akhirnya mengangkat kepala dan menatap mataku. Sejujurnya aku benar-benar panik, tapi aku tetap berusaha terlihat tenang di hadapannya.


"aku menyukaimu lebih banyak dari kau menyukai Teen Top" entah bagaimana, keringat dingin mengucur di punggungku. Tolong jawab atau aku bisa mati gugup saat ini juga.


"Jonghyun," ia menghela napas berat dan menyorot mataku dengan tatapan letih "kau tahu? kau membuatku sangat sangat kesal, rasanya aku ingin meninjumu saja"


"eh?"
"kalau tahu begini, aku akan mengucapkannya dari awal"
"mengucapkan apa?"
"aku menyukaimu Jonghyun, jauh sebelum aku mengenal Teen Top"
"kau menyukaiku?" pelan-pelan senyumku tertarik. Aku tak pernah menduganya. Kalian harus tahu segila apa hubungan pertemanan kami selama 11 tahun ini. Dia menatapku sebagai manusia saja aku sudah bersyukur, lalu sekarang dia bilang apa? Menyukai siapa? Ya Tuhan, sejak kapan? Sebenarnya siapa yang pertama kali suka siapa? Banyak sekali hal yang ingin kutanyakan padanya.


"kalau sampai besok pagi L.Joe tak memintaku menjadi pacarnya, aku akan menerimamu Choi Jonghyun"


"cih....kau bicara seakan itu mungkin"
"dia membalas komentarku, jadi mungkin saja"
"dia membalas ratusan komentar dari fans lain, bukan hanya kau! Jadi apa dia akan memacari mereka semua"


"apa kau bilang? Dia bukan playboy eh!"
"kalau besok pagi Yoona SNSD datang kesini dan memintaku menjadi pacarnya, kesempatanmu untuk memacariku hilang ya?"


"Jangan konyol ya.."
"Seharusnya kau ucapkan itu pada dirimu sendiri!"




#2. Touch It Kill You (C.A.P - Haneul)



"kau memakai tiga lapis selimut setiap malam?" aku menghela napas mendengar suara penasaran Minsoo yang tak kunjung berhenti. Sebenarnya apa yang sedang ia lakukan? Aku sudah menyuruhnya tidur, tapi pria ini malah mondar-mandir seperti petugas kepolisian yang sedang mengecek kamar pengguna narkoba. Ia bahkan melongok-longok ke bawah tempat tidurku juga. Astaga!


"ini tanda tangan mereka sungguhan?" seketika gerakan tanganku terhenti. Aku menoleh ke belakang dan detik itu juga seluruh keping darahku menjerit.


"BANG MINSOO! JAUHKAN TANGANMU DARI POSTERKU!" teriakku, refleks berdiri. Kursi belajarku terdorong ke belakang, berbenturan dengan dinding. Suasana hening sejenak. Minsoo menoleh padaku dengan tatapan 'kenapa kau berteriak?' lalu kembali melebarkan poster yang ia pegang, membolak-baliknya dengan kasar.


"tanda tangan orang ini seperti rambut kusut"


"KUBILANG JANGAN SENTUH" aku segera menghampiri dan memukul bahunya. Sebenarnya, aku ingin sekali langsung menarik poster itu dan memasukkannya kembali ke dalam tub. Tapi aku tidak berani, bukan tidak berani dengan Minsoo. Aku tidak berani langsung merebut poster itu dari tangannya, aku tak berani membayangkan poster bertanda tangan yang susah-susah kudapat itu robek begitu saja.


"kau berlebihan sekali sih! aku hanya mau lihat, kenapa memukulku?"
"sekarang berikan poster itu padaku pelan-pelan" aku bicara sambil menadahkan tangan, dengan ekspresi hati-hati seperti penjinak bom. 


"kau mau memasukkannya ke dalam tub lagi kan? biar aku yang gulung"
"TIDAK" Aku kembali berteriak, tanganku mengulur cepat untuk menghentikannya.
"kau kenapa sih? biar aku saja!"
"Minsoo, tidak kumohon jangan. Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau menggulungnya"


"haha..... mana berani? melihat tikus mati saja kau pingsan" Minsoo mencibir. Aku segera memukul bahunya lagi. Ini bukan waktunya bercanda.


"YAA! Berhenti memukulku"
"kembalikan posterku!"
"iya iya! Siapa juga yang menginginkan poster ini? Wajahku lebih tampan darinya. Tanda tanganku juga lebih bagus" Ucap Minsoo sembari memposisikan tangannya untuk menggulung post...........SREET!


"HYAAAA!!!! BANG MINSOO APA YANG KAU LAKUKAAAAN??" Pita suaraku benar-benar terasa mau putus. Aku menoleh tanpa tenaga pada posterku yang sudah robek, tepat di bagian tanda tangannya.


"A..aku benar-benar tidak sengaja" Minsoo tergagap. Aku menatapnya dengan mulut dan mata yang terbuka maksimal. Jantungku serasa berhenti. Ya Tuhan, sudah berapa kali kubilang jangan sentuh?


"Aku sudah cukup bersabar saat kau bermain-main dengan albumku sampai mematahkan dvd-nya. Atau saat kau dengan bodohnya menggambar kumis di photocard artis favoritku. Bang Minsoo aku benar-benar sudah bersabar banyak akibat ulahmu" ucapku, ujung hidungku perlahan-lahan memerah. Aku benar-benar emosi. Dadaku sampai terasa sakit karena menahan tangis.


"tapi sudah berapa kali kubilang untuk tidak menyentuh posterku? kau kan tahu sebesar apa usahaku untuk mendapatkannya. Mereka hanya menjual seratus, dan aku termasuk sangat amat beruntung karena bisa membelinya. Aku pergi ke toko di pagi buta saat musim salju, saat itu aku bersamamu kan? kau harusnya mengerti seberharga apa poster itu untukku! Aku bahkan tidak berani menempelnya di dinding dan tetap menyimpan benda itu di tub" kali ini air mataku benar-benar mengalir, aku tak bisa menahannya lebih lama lagi. Anggap aku bodoh, terserah! Tapi demi Tuhan aku benar-benar kesal, jika aku bisa meledak aku pasti sudah meledak.


"aku benar-benar........."
"tolong keluar dari kamarku" potongku sambil menghapus air mata di pipiku dengan punggung tangan. Aku membuang muka darinya, apapun ekspresi yang ia perlihatkan sekarang, aku sama sekali tak mau lihat. Tak lama, terdengar suara pintu yang tertutup. Dia pergi.


**********


Keesokan paginya, saat aku membuka pintu kamar, tanpa sengaja kakiku menendang sesuatu, sebuah tub. Aku memungut tub itu dan mencopot surat yang tertempel di badannya. Bang Minsoo. Sudah kuduga. 


Maafkan aku. Aku mau mengucapkan ini kemarin, tapi kurasa minta maaf saat kau sedang emosi seperti itu sama sekali tak ada gunanya, karena aku yakin setulus apapun aku berucap kau akan tetap marah. Ya, Choi Haneul, aku tahu aku benar-benar menyebalkan, jika aku ada di posisimu aku pasti sudah mencekik perusak poster itu sampai mati. Tapi beruntung kekasihku ini adalah gadis baik. Walau sejujurnya, melihatmu menangis seperti kemarin sukses membuat kegiatan favoritku jadi tidak nyaman. Ya.. aku tidak bisa tidur karena kau! Aku ingin sekali menelfonmu, tapi disisi lain aku tak mau mengganggumu.


Hei, aku kembali ke toko itu kemarin, tolol memang, karena aku sendiri sudah tahu bahwa poster bertanda tangan yang kau punya sudah habis sepuluh menit setelah kita membelinya. Aku pergi kesana karena kukira aku bisa mendapat poster yang sama walau tanpa tanda tangan, tapi nihil, bahkan yang tidak bertanda tangan pun habis. Ternyata artis favoritmu itu benar-benar terkenal ya.. Aku sudah putus asa saat tahu posternya habis, tapi tiba-tiba saja aku teringat sesuatu. Tolong buka isi tub-nya


Aku mengikuti kalimat terakhir di surat itu dan membuka tub-nya. Ternyata sebuah poster. Bukankah dia bilang sudah habis? Aku melebarkan poster itu dengan bingung dan....


Seketika hatiku mencelos. Kalian tahu gambar siapa yang ada dalam poster itu? kekasihku yang idiot. Di poster itu tercetak gambar Bang Minsoo yang berpose konyol dengan kacamata berbingkai bulat, bahkan lengkap dengan tanda tangannya juga. Air mataku mengalir. Bukan. Air mataku mengalir bukan karena aku kecewa dengan apa yang kudapat, tapi justru karena aku sangat senang. Ralat. Maksudku sangat sangat sangat senang. Aku tertawa bahagia sambil menghapus air mataku yang terus-menerus turun. Dimana anak itu? aku harus memeluknya.


"aku teringat, aku ini kan pacarmu! seharusnya aku lebih berharga kan?" suara Minsoo terdengar dari samping. Aku menoleh. Dan dia benar-benar ada disana. Tersenyum tipis memperhatikanku.


"maaf ya.." ujarnya. Aku segera menghampiri pria itu dan berhambur ke pelukannya, tangisku pun pecah. Sejujurnya, saat dia meninggalkan kamarku kemarin, aku sudah memaafkannya. Tentu saja aku tak akan membencinya lama-lama hanya gara-gara poster.


"hei, sebegitu jeleknya kah posterku sampai kau menangis lagi?"
"Dasar idiot" Minsoo tertawa, lalu mengusap rambutku.
"jadi kau memaafkanku?"
"untuk apa bertanya lagi? tentu saja aku memaafkanmu"
"kau boleh memborgol tanganku saat aku masuk ke kamarmu. Aku benar-benar tak bisa menahan diri, semua barang di kamarmu membuatku ingin menyentuhnya"


"cih... tentu saja aku tidak akan memborgolmu" kami melepaskan diri satu sama lain. 
"jadi aku boleh....."
"tidak! kau tetap tak boleh menyentuh apapun! Sebenarnya aku punya satu poster bertanda tangan lagi dan kau tetap tidak boleh menyen........."


"KAU MASIH PUNYA SATU LAGI?"
"iya. Kau lupa ya? saat itu kan aku menyuruhmu mengantre supaya aku bisa dapat dua"
"Ya Tuhan  Choi Haneul!" 
  

#3. Don’t Lie (Henry - Hyejeong)



Henry dan Danny yang sedari tadi duduk di sofa perlahan-lahan mulai memejam. Mereka lelah. Mereka lelah memperhatikan Hyejeong yang tak berhenti mondar-mandir, menghambat sirkulasi udara. Setiap ditanya, gadis itu selalu hanya menggeleng dan tersenyum simpul, lalu berjalan lagi sembari menatap, tidak, memelototi layar ponsel. Jarinya tak bergerak, ia cuma memperhatikan layar ponsel itu tanpa berkedip, kelihatan resah. Dan setiap kali nada pesannya terdengar, Hyejeong akan membuka pesan itu seperti orang kesetanan. Sebenarnya ada apa?


"YA TUHAN, BAGAIMANA INI???" Henry dan Danny yang terkejut langsung terjaga, kepala mereka berbenturan cukup keras, membuat keduanya kompak meringis.


"aish, Henry! Sakit" Danny melirik Henry yang juga sedang mengusap-usap kepala.
"salahkan noona favoritmu itu! dia kenapa lagi sih?"
"kau tahu Henry?" Danny memelankan suaranya dan melirik Hyejeong yang sudah menghilang di balik pintu kamar.
"tahu apa?" Henry mendekatkan kepalanya pada Danny, matanya ikut berjaga-jaga.
"coba tebak! Kita diajak menginap di hotel ini dan bukan di villa yang biasa karena apa?"
"dia bilang ingin cari suasana baru kan?"
"ya.. itu memang alasan Hyejeong noona, tapi....." kedua pria itu kompak menoleh ke pintu yang terdengar berderit, Hyejeong keluar dari sana dan berjalan lurus ke dapur. Seperti yang sudah dijelaskan, Hyejeong terus mondar-mandir, melangkah ke seluruh penjuru kamar hotel dengan wajah kalut. Setelah gadis itu kembali menghilang dari pandangan mereka, Danny baru melanjutkan. "...... karena artis favoritnya menginap disini"


"APA?" Henry refleks berteriak.


"Apanya yang apa?" Hyejeong, entah bagaimana, sudah berdiri di hadapan mereka. Melemparkan tatapan penasaran pada sang suami yang baru saja berteriak. Henry pun mendecakkan lidah.


"Kim Hyun Joong" mendengar nama itu disebut, mata Hyejeong seketika membulat. Henry bersedekap sembari menghela napas jengah.


"sejak kapan kita bermain rahasia-rahasia seperti ini?" sambung Henry lagi. Danny perlahan-lahan menarik diri dari dua orang dewasa itu dan pergi ke ruangan lain. Sebenarnya, Hyejeong sudah memintanya untuk tidak mengatakan ini pada Henry. Tapi mulutnya benar-benar gatal, pamannya itu terlihat sangat polos.


"kau tidak akan mau menginap di hotel semahal ini hanya karena alasan konyol itu. Makanya aku tidak bilang"
"kalau kita bicarakan baik-baik, bisa jadi aku perbolehkan. Lalu dari tadi kenapa kau gelisah sekali?"
"itu.... Dia mengadakan konser malam ini dan tiketnya......"
"habis?"
"iya habis, tapi aku sudah membelinya"
"lalu? kau takut aku tak mengizinkanmu pergi?"
"bukan itu. Tiketnya......." wajah Hyejeong mulai memerah, ia terlihat benar-benar kesal. Henry mengangkat alisnya tak mengerti. ".........ketinggalan di rumah"


"Apa? Bagaimana bisa?" Hyejeong meremas tangannya sendiri. Kepalanya menunduk. "aku meletakkannya di bawah telapak meja ruang tamu agar kau tak tahu, eh... aku sendiri yang malah lupa. Aku baru ingat saat di pesawat, aku menghubungi teman-temanku tapi mereka bilang tiketnya sudah habis" Henry benar-benar kehilangan kata.


"jadi apa rencanamu sekarang? aku akan membantu" ujar pria itu serius. Walaupun Hyejeong yang berani berbohong cukup membuatnya kesal, tapi tetap saja ia tak tega melihat istrinya sedih.


"aku tidak tahu" Hyejeong memeriksa ponselnya dengan lemas, lalu....
"hei! dia akan keluar dari hotel sebentar lagi. Henry, bolehkah aku menunggu di lobi? aku ingin melihatnya saja, atau jika cukup beruntung mungkin aku bisa mendapatkan tanda tangan" Henry mengangguk, "tapi harus ditemani Danny ya..."


"tidak usah, kau temani saja dia disini"
"tidak bisa. Aku juga mau pergi"
"kemana?"
"YAA! Daniel Lachapelle!!!" Henry berteriak memanggil Danny, "wae? itu bukan salahku, kau sendiri yang bertanya!" tiba-tiba saja Danny keluar dari balik tembok. Wajahnya terlihat panik.


"kau bicara apa sih? temani noona-mu bertemu  Kim Hyun Joong sana"
"apa? wahhhh aku akan bertemu hyung tampan, kau tak ikut dengan kami Henry?" Henry menggeleng, "kau takut kelihatan makin jelek ya?"


"YA Daniel!"
"aku hanya bercanda"
"jaga Hyejeong ya, kalau Kim Hyun Joong menggodanya bilang saja kau itu anaknya. Aku pergi dulu" Danny mengangguk, sementara Hyejeong bersiap-siap mengambil buku tulis dan bolpoin.


*********


Dua jam kemudian, Henry yang baru kembali ke hotel tak sengaja bertemu Hyejeong dan Danny di lobi. Mereka berdua sedang duduk di kursi. Danny terlihat sibuk sendiri dengan botol minuman jeruk yang masih tersisa setengah, sementara Hyejeong hanya menatap kosong ke depan. Sekarang apa lagi? Dia tidak mendapat tanda tangannya? Henry berjalan menghampiri mereka sambil terus mengira-ngira apa yang terjadi. Jangan-jangan Kim Hyun Joong yang terkenal ramah itu ternyata tidak seramah apa yang ditulis di artikel. Jangan-jangan ia tidak mau memberikan tanda tangannya pada Hyejeong. Jangan-jangan...............


"HENRY" Danny berteriak senang. Bocah kecil berumur 6 tahun itu benar-benar bosan karena Hyejeong sama sekali tak mengajaknya bicara. Melihat Henry di saat seperti ini benar-benar terasa seperti melihat oasis di gurun.


"bagaimana tanda tangannya?"
"tanda tangan apa? hyung tampannya saja tidak lewat sini"
"tidak lewat sini?"
"dia diam-diam lewat pintu belakang karena banyak fans yang menunggu di luar" Henry menoleh pada Hyejeong. Ternyata gara-gara itu. Henry tersenyum, lalu melangkah dan berhenti persis di depan sang istri. Karena posisi Hyejeong saat ini sedang duduk, Henry menekuk sebelah kakinya, berlutut. Hyejeong menatap pria itu dengan mata berair. "Henry, dia tidak......" 


"aku sudah dengar dari Danny" air mata Hyejeong mengalir, "mungkin Tuhan menghukumku karena sudah berbohong padamu" Henry setengah tertawa, lalu menggerakkan ibu jarinya menghapus air mata di pipi Hyejeong. " menangis seperti ini, kau tak malu pada Danny ya?"


"maafkan aku Henry" Hyejeong berujar, terisak. 
"tentu saja sudah kumaafkan, ayolah! berhenti menangis"
"aku juga mau berhenti, tapi aku tak bisa. Harusnya aku sudah bersiap-siap ke venue sekarang"
"memangnya acaranya jam berapa?"
"seharusnya satu jam lagi"
"astaga! kita tak punya banyak waktu, ayo bersiap-siap" Henry kontan berdiri. Hyejeong menghapus air matanya, menatap pria yang tiba-tiba berdiri itu dengan aneh. "kita kan tidak punya tiket"


"siapa bilang?" dengan senyum lebar, Henry mengacungkan dua lembar tiket tinggi-tinggi. Hyejeong terkejut bukan main, ia tak bisa mengontrol ekspresi terkejutnya selama beberapa detik.


"Henry, Ya Tuhan bagaimana .... bisa?"
"aku ke venue dan bertanya kepada setiap orang yang kutemui disana. Sudahlah ceritanya panjang, ayo bersiap-siap"
"tunggu Henry, kau cuma beli dua?" Danny menarik baju sang paman, "lalu bagaimana denganku?"
"astaga aku lupa!!" Henry menepuk kepalanya. Hyejeong yang sudah terlanjur senang langsung menahan napas.
"Bagaimana bisa kau melupakan keponakanmu sendiri?" bocah kecil itu berteriak.
"aku lupa, kalau lupa ya tidak ingat! Kita masukkan saja anak ini ke koper" Henry melirik Hyejeong
"atau kita titipkan saja dia di resepsionis hotel" sambut Hyejeong.
"YAA! KALIAN BERDUA"


#4. Run To You (Seungyoon - his wife XD)




"Seungyoon!! tempat macam apa sih ini?" aku kembali meracau. Kakiku berjalan tanpa henti ke segala arah. Sepertinya aku sudah mengitari cottage ini sepuluh kali, atau bahkan lebih. Aku kembali ke halaman dan berjalan sampai ke dinding rumput tinggi yang berdiri kokoh mengitari cottage.


"Seungyoon!" aku berbalik, berteriak geram. Aku sudah mengadu padanya dari tadi, tapi pria itu terlihat sama sekali tak peduli.


"wae?"
"aku tak dapat sinyal"
"lalu? kita sedang bulan madu, kau tidak bisa ya hidup sehari saja tanpa gadget?" Seungyoon berujar sinis. Lantas kembali memetik senar gitarnya satu persatu, sama sekali tidak membentuk melodi. Aku kembali menggeram, kali ini sambil berjalan mendekat padanya.


"kau sengaja kan meninggalkan tasku?"


jrengg.... "ah... bukan yang ini" jrengg....



"Seungyoon!!!!!"
"Astaga waeee?"
"tasku! Kau sengaja kan tidak membawanya? kau bilang sudah masuk koper, tapi sebenarnya belum. Iya kan?"
"kalau kau sudah tahu, sekarang kenapa bertanya lagi?"
"YAAA! Kau menyebalkan"
"aku cuma minta waktu tiga hari untuk jadi objek perhatianmu sepenuhnya, sesulit itu ya?"
"apa?" aku mendengus, setengah tertawa. Apa katanya?
"Kang Seungyoon, kau benar-benar kekanakan! Aku itu presiden fanclub mereka, kalau aku menghilang tiba-tiba begini, bagaimana jika......"


"shhh! yang menginap di sekitar sini bukan hanya kita, diamlah"
"cottage ini dikelilingi dinding rumput setinggi dua meter, mereka tak akan dengar"
"aku tahu. Aku hanya tak tahan mendengarmu membicarakan ini terus. Tiga hari saja, kumohon buang jauh-jauh urusan band itu dari kepalamu. Apa yang hebat dari sekumpulan pria yang menari sambil menggerakkan mulut mengikuti lagu playback?"


"Seungyoon, jaga bicaramu! Kau sedang berhadapan dengan president fanclub mereka" aku mengeluarkan ekspresi sedingin mungkin sembari bertolak pinggang. Namun Seungyoon malah tertawa.


"siapa peduli? kau istriku"
"Kang Seungyoon, aku tak mau tahu besok kita harus mencari koneksi internet"
"tidak"
"Seungyoon! ini tidak adil, kau saja membawa gitar. Sekedar mengingatkan, kau memegang benda itu sejak mataharinya belum terbenam"


"aku ingat"
"kalau begitu, apa kau ingat kau sudah mengabaikanku sejak kita sampai disini?"
"kita baru sampai sore hari dan kau langsung heboh mengeluhkan ini itu, disini panas lah... lelah, mau tidur. Makanya aku duduk disini, menunggu kepalamu dingin. Ingat? tolong jangan memutarbalikkan fakta"


"tapi tetap saj-"
"tetap saja apa? memangnya kau kira aku membawa gitar kesini juga untuk menggoda siapa?" Seungyoon berdiri, meraih pinggangku dan membawaku berjalan ke sofa teras yang cuma berjarak beberapa langkah dari tempat kami semula. Aku duduk di sampingnya dengan bingung.


"menggodaku?"
"ani... tukang masak disini! Ya tentu saja kau! Jinjja! Yang seperti ini juga harus ditanyakan? Bagaimana bisa kau jadi presiden fanclub?"


"kau tak perlu marah-marah terus kan?"
"shhh! bukannya marah aku hanya....., geumanhae! aku buat lagu untukmu"
"siapa yang bilang aku mau dengar?"
"kau tak mau dengar? Padahal lagu ini lebih keren dari lagu band konyol itu"
"oh ya?" Seungyoon mengangguk mantap, jemarinya bergerak di sekeliling senar, menunggu persetujuanku untuk memulai.
"kalau aku tidak terkesan, kita tidur di kamar terpisah"
"YAAAH!"
"wae? kau bilang lebih keren dari band konyolku kan? seharusnya kau tak perlu takut"
"aku tidak takut"
"kalau begitu ayo mainkan lagumu" aku mengubah posisi dudukku yang tadinya hanya menyerong menjadi menghadap sepenuhnya pada Seungyoon. Tawaku nyaris menyembur melihat pria itu mendengus, melirikku dengan tidak senang lalu mendongak ke atas seperti melupakan sesuatu. Mungkin karena syok dengan ancamanku barusan, ia jadi melupakan kuncinya. Aku menggigit bibir, menahan tawa. Dia pikir aku serius? Aku juga tidak mau tidur sendiri di cottage tua seperti ini, apalagi di malam pertama kami. Tidak, terima kasih.


"ah" ia menjentikkan jari, sepertinya kunci yang sempat menghilang dari kepalanya itu sudah kembali. Seungyoon segara memposisikan gitarnya, lalu melirikku sambil tersenyum penuh makna, "sebentar lagi hatimu akan bergetar" aku memutar mata. Bagaimana bisa kepercayaan dirinya naik secepat ini?


Jreeng....


You’re the taste of wine
You’re a summer night -
Make me feel alright .


Ia berkali-kali melemparkan tatapan jahil sembari menyanyi, membuatku tersenyum. Aku tak pernah mendengar lagu atau lirik ini sebelumnya, sepertinya dia benar-benar baru membuatnya hari ini. Khusus untukku.


We’re in love; we’re insane.

What’s the sun without the rain?
I guess we’ll find out as we go.


You’re the sweetest dream

Cool as autumn breeze
Everything I need.


Seungyoon menghela napas, menghentikan gerakan tangannya dan menoleh padaku. Sepertinya dia sudah melatih tatapan itu sebelumnya. Karena di detik matanya menatapku, sekujur tubuhku seketika terasa kaku. Jantungku meleleh. Seseorang tolong panggil ambulan.


I must be losing my mind
Cause I just want you in my life


jrengg....


Aku tak bereaksi selama beberapa saat. Hingga tiba-tiba saja telunjuk panjang pria itu bergerak menyentuh hidungku "kau masih terpana ya? aku keren sekali ya?" Seungyoon tertawa, pelan tapi puas. Aku tersenyum, entah bagaimana mengangguk begitu saja menyetujui ucapannya.


"lagu itu benar-benar untukku?"
"ne.. untuk istriku" Seungyoon mengulum senyumnya sebelum mengulurkan tangan. Aku segera menggeser posisi dudukku mendekat dan masuk ke dalam pelukannya.


"untung kau bukan artis ya" gumamku
"apa?"
"untungnya Kang Seungyoon itu milikku" aku mengambil jeda, menyembunyikan separuh wajahku di bahunya, memejamkan mata. "…… jadi setiap kali kau sedang bertingkah keren seperti sekarang, aku tidak perlu berteriak pada layar laptop dan bisa langsung memelukmu" Seungyoon mengusap kepalaku. Tak lama kemudian, kami menarik diri satu sama lain, namun tetap mengaitkan tangan. Aku tahu Seungyoon sedang menahan senyumnya agar tidak terlalu lebar, dia benar-benar aneh. Tapi biarlah, sejujurnya melihatnya bahagia hanya karena ucapan sederhanaku barusan membuatku jauh lebih bahagia lagi.


"kalau kau jadi artis, aku pasti akan menjadi fansmu" lanjutku.
"jinjjayo?"
"keureom"
"seleramu bagus juga" aku langsung mengangguk, setuju.


"Jadi, jika aku dan band favoritmu itu menggelar fansign gratis, kau akan berlari padaku?"
"Kang Seungyoon" tautan tangan kami langsung kulepas secara sepihak. Wajahnya yang sedari tadi terus tersenyum pun berubah bingung, aku menatapnya dengan jengah.


"wae?"
"menapaklah kembali ke bumi. Apa hal seperti itu harus ditanyakan?"
Seungyoon kembali tersenyum, "benar. Kau pasti akan berlari padaku"

"Tentu saja aku akan berlari ke mereka"


#5. You, Who I love more (Mino - Jin Ah)


Jalanan sore ini benar-benar macet. Aku sudah menghela napas ratusan kali karena harus menaikturunkan kakiku dari pedal rem. Ini benar-benar gila. Jika saja band favoritku tidak mengadakan konser, Demi Tuhan aku tidak akan menyentuhkan ban mobilku di jalan tol yang katanya bebas hambatan ini. Secara refleks aku menggebrak setir, roda mobilku yang baru bergulir satu meter terpaksa harus kembali berhenti. Kalau begini caranya, kapan aku bisa sampai?


"hyaaaah! sebenarnya mau kemana mereka semua? ini hari minggu diamlah di rumah!" persetan dengan gerutuanku yang tak masuk akal, kondisi lalu lintas ini benar-benar membuatku ingin turun, mengetuk kaca mobil di depanku satu-persatu dan menyuruh mereka pulang. Aku benar-benar tidak sabar.


Saat itu, tiba-tiba saja ponselku berbunyi. Nada pesan. 


Aku menoleh ke jok penumpang. Handphone dan sebuah tiket masuk tergeletak tumpang tindih. Layar ponselku menyala, aku mengulurkan tangan dan membuka pesan itu.


Kenapa kau tiba-tiba menghilang? Kau belum bilang padaku saat mau jalan!


Dari Mino, suami sahku sejak 51 hari yang lalu. Dia mau cari gara-gara lagi denganku ya? Waktunya benar-benar tidak tepat, aku sudah cukup kesal karena jalanan yang macet, jika dia menambah beban pikiranku lagi aku sungguh akan berlari pulang dan menendang pergelangan kaki kirinya yang sedang diperban.


Aku mengetik balasan dengan cepat.


Tadi kau sedang di kamar mandi. Tapi baiklah, aku jalan ya Song Mino, hati-hati di rumah sayang! Kau puas?


selang beberapa detik, pesan dari Mino kembali masuk.


Belum. Kau harus menciumku dulu!


Dasar sinting! Aku segera menekan tombol panggil dan menempelkan layarnya di telingaku. Sedetik kemudian, terdengar suara Mino yang menyelak nada sambung.


"hai" bahkan dari nada suaranya saja, aku sudah bisa membayangkan wajah Mino yang sedang tersenyum, terhibur. Sebenarnya dia menganggapku apa sih?


"dengar ya! walaupun kau menangis, meraung-raung menyuruhku pulang, aku tidak akan pulang. Tidak sebelum konser calon suamiku selesai" suara tawa Mino langsung menyembur memenuhi speaker. Aku menjauhkan telefon dan mendengus. Apa yang lucu? Aku serius.


"aku yakin sepuluh menit lagi kau akan berdiri di hadapanku. Kau akan pulang demi suamimu, Song Jin Ah"


"TIDAK"


*********


Tidak. Ya.. tidak salah lagi. Aku membuka pintu rumah dengan wajah tertekuk. Walaupun aku sudah membangun benteng pertahanan setinggi menara eiffel, Song Mino tetap saja berhasil meruntuhkannya. Tadi, setelah terlibat percakapan selama 2 menit 17 detik, akhirnya aku membanting ponselku ke jok sebelah dan memutar setir, keluar jalan tol untuk berbalik pulang. Dia gila.


Hal pertama yang kulihat begitu membuka pintu adalah Mino. Pria itu tengah duduk di ruang tamu, kaki kirinya yang diperban disanggah dengan kursi pendek. Aku langsung mendengus, berjalan tak sabar dan berhenti tepat di depannya, menghalangi pandang namja itu dari TV.


"hei, kenapa lama sekali?" rasanya aku ingin melempar tas kecilku ke mukanya. Baru ditinggal sebentar saja, mukanya itu sudah terlihat semakin menyebalkan. Akhirnya aku mendudukkan badanku di kursi kecil penyangga kaki Mino itu dan menatapnya dengan ekspresi 'apa maumu sekarang?'


"cepat lakukan apa yang harus kau lakukan! Bukankah calon suamimu sudah menunggu? dia tak akan memulai konsernya kalau SONG Jin Ah belum datang" ucap Mino dengan nada mengolok-olok yang kelewat kentara. Pria ini bahkan dengan sengaja menekankan marganya yang -mau tak mau- sudah melebur dengan namaku. Song.


Aku memajukan wajahku mendekat padanya,


"kau sengaja kan?"
"apa?"
"aku menunggumu di depan kamar mandi selama setengah jam"
"kakiku masih sakit. Kau tahu, mandi menjadi sepuluh kali lebih sulit saat kau punya kaki yang bengkak, terlebih diperban. Aku berusaha mati-matian agar kakiku tak tersentuh air" jawabnya santai, tangannya bergerak menyingkirkan helai rambutku.


"aku tak tahu kau sedang berkata jujur atau hanya sekedar beralasan. Yang pasti itu sukses membuatmu menang untuk sekarang" Aku menoleh ke arah kakinya. Perbannya tidak banyak. Hanya terlilit beberapa helai di pergelangan. Lagipula dia juga sudah bisa berjalan kesana-kemari tanpa harus meringis atau berjalan pincang seperti tiga hari pertama. Ini semua membuatku sangsi. Aku mendengus dan berdiri. Mino mengikuti pergerakanku dengan kepalanya.


"lebih baik kau cepat menciumku jika ingin pergi sekarang" aku meliriknya sinis, lantas mengeluarkan sebuah tiket lecak dari kantong jeansku.


"lupakan saja, aku tidak pergi"
"wae? akhirnya kau sadar dan memilih menemani suamimu yang sedang sakit?"
"cih... bukan karena itu! Dengan jalanan semacet tadi, tentu saja aku baru akan sampai saat panggungnya dibongkar" walaupun samar, aku bisa melihat sebuah cengiran penuh makna terpampang di wajahnya.


"jangan berpikir aku tak tahu ya.. Kau pasti merencanakan ini. Wae? kau cemburu pada mereka?"
Mino tersenyum mendengus, ia menurunkan kakinya pelan-pelan dan mengganti posisi duduknya hingga mengarah padaku.


"untuk apa aku cemburu? bukankah sudah jelas kau milikku?"
"kalau bukan cemburu, lalu kenapa?"
"kau pikir aku tidak khawatir membiarkanmu melompat-lompat sendirian disana?"
"YA! Mana mungkin aku melompat sendirian? memangnya dari semua penonton yang datang hanya aku yang punya kaki?"
"tck... kau konyol! intinya aku khawatir! aku tidak suka kau pergi sendiri!"
"kau harusnya bilang dari kemarin"
"kalau aku bilang dari kemarin, memangnya kau mau mendengarku?"
"yah.... mungkin?"
"tidak! tidak mungkin. Aku mengenalmu. Aku mengenal betapa keras kepalanya kau jika menyangkut band favoritmu. Aku tahu siapa yang akan kau pilih. Dan jelas itu bukan aku"


Apakah begitu? Kalau aku keras kepala, bukankah aku akan mengabaikan pesannya? bukankah aku tidak akan berbalik pulang? Memangnya aku bisa berada dihadapannya saat ini karena apa? segila apapun aku pada band favoritku, demi Tuhan aku tetap akan mendengarkan perintah suamiku. Karena tak tahu harus menjawab apa, aku meninggalkannya di ruang tamu dan berjalan menuju dapur. Tanpa berpikir mengeluarkan semua piring di rak dan mencucinya ulang. Aku benar-benar kesal sampai tak tahu harus apa. Song Mino benar-benar brengsek. Dia pikir dia sudah mengenalku? Kalau dari caranya bicara aku tak yakin seperti itu.


Sebenarnya, jika saja seminggu yang lalu Mino tidak jatuh dari tangga, mungkin hari ini kami akan pergi berdua ke konser itu. Mungkin saat ini kami sedang terjebak dalam kemacetan jalan tol dan sibuk mencaci semua pengendara yang memenuhi jalan. Kami bisa jadi sangat kompak, tapi bisa juga bertingkah seperti musuh sejak lahir.


Saat sedang menggosokkan spons sekuat tenaga, sepasang tangan tiba-tiba saja melingkar di pinggangku.


"piringnya sudah bersih"
"masih banyak kuman, kau saja tidak lihat" Mino mengambil paksa tanganku dan mengelapnya dengan handuk. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Ia membalik tubuhku menghadapnya. Mataku mulai terasa perih. Seketika saja aku ingin menangis. Aku benar-benar kesal.


"kau tidak mengenalku, Mino"
"......"
"aku memang menyukai band favoritku jauh sebelum aku mengenalmu, tapi itu bukan berarti aku akan memilih mereka"  bibir Mino tertarik sedikit, sangat sedikit hingga aku tak yakin apa dia sedang tersenyum atau mencibir tidak setuju.


"kalau begitu, tolong puji aku seperti kau memuji mereka! tidak.... tolong sebutkan apa lebihnya aku dari mereka" nada suaranya terdengar seperti sedang menantang. Ia mendekat satu langkah, lalu mengulurkan kedua tangannya ke dinding di samping kepalaku.


"kau....." aku menarik napas, Mino menaikkan alisnya seperti sedang menuduh 'kau tak bisa menyebutkannya'


"bukankah statusmu sebagai suami sahku sudah merupakan suatu kelebihan?" wajahnya mulai mengeluarkan ekspresi-ekspresi penolakan. Aku menghela napas. Tanpa harus kusebut seharusnya ia bisa mendiktenya sendiri. Ini terlalu mudah.


"yah…. banyak sekali hal yang kau lakukan, sedangkan mereka tidak”
“contohnya?”
“kau yang mengganti lampu di kamar kita, bahkan sampai terjatuh dan diperban begini” dengan sangat perlahan aku menyentuhkan telapak kakiku ke perbannya, “bukan mereka”


“kau yang memelukku sampai tidur tiap malam. Kau yang menemaniku menonton film. Kau yang membelaku mati-matian saat aku dituduh mencuri uang waktu SMA. Kau bahkan menemaniku menonton konser-konser band favoritku ini sejak dulu. Kau pacar pertama dan terakhirku. Semua yang kusebutkan tadi hanya bisa dilakukan olehmu, bukan mereka” aku mengalungkan kedua tanganku di lehernya. Semakin banyak aku bicara, aku mulai bisa melihat senyum samar di wajah Mino. Pria itu mendengus, berlagak sok jengah, padahal aku tahu dia sangat senang.


"dan sejujurnya kau lebih seksi dari mereka" suara berat Mino yang tertawa ringan terdengar. Kami sudah sering berdebat kusir soal ‘keseksian’ band favoritku ini. Dan biasanya, aku selalu kekeh berada di pihak mereka. Oh.. tentu saja, sejujurnya aku hanya tidak mau membuatnya semakin besar kepala. Dia sudah terlalu sering mendengar pujian.


"Song Mino, kau sangat kekanakan karena menanyakan ini” aku menatapnya, berusaha terlihat menggoda. Tanganku bergerak menyapu rambutnya yang agak basah. Dan terimakasih Tuhan, senyuman nakal yang biasa terselip di wajah Mino kembali muncul. Tadinya aku sempat berniat melakukan silent treatment, setidaknya sehari. Tapi setelah dipikir-pikir, mengabaikan eksistensi Song Mino bukanlah salah satu kemampuanku.


“Ada banyak hal yang belum kukatakan. Kau masih mau dengar?" aku setengah tersenyum setelah mengatakan itu. Mino membalas senyumku dengan seringaian. Aku yakin dia sudah tahu apa yang akan kulakukan. Baiklah, langsung saja. Aku berjinjit dan mendekatkan wajah kami, "aku bisa melakukan ini kapanpun ku mau" kataku berbisik, lantas meraih bibirnya. Seperti yang sudah kuduga, Mino tahu aku akan menciumnya. Ia dengan cepat merespon ciumanku. Dalam sekejap, ciuman ringan yang kurencanakan berubah menjadi lumatan panas. Sebelah tangannya bergerak meninggalkan dinding, berpindah tempat menarik pinggangku dan memperdalam ciuman ini. Dan jika boleh jujur, aku tak ingin dia menghentikannya.


"Song Mino" aku menarik diri, berusaha menyisakan jarak. Namun Mino malah merendahkan kepalanya dan memagut bibirku lagi.


“Mino, tunggu!” aku menahan dadanya.
“aku ingin memastikan kau mengetahui ini dulu”
“mengetahui apa?” kali ini kedua tangannya sibuk melingkar posesif di pinggangku, membabat habis jarak yang tadi kusisakan.


“hal terpenting mengenai apa lebihnya kau dari mereka”
“apa?” Mino menempelkan keningnya di keningku. Sengaja. Walaupun sudah 51 hari menikah, menatap bola matanya yang hitam pekat dalam jarak sedekat ini tetap saja membuat sesuatu dalam dadaku bergemuruh. Nyaris meledak. 


“Kau,…. yang lebih kusayang”



FIN


Anyyeong^^ ff pertama aku di 2015. Semoga kalian g enek bacanya yah... fiuh~~


Dua ff teratas udah pernah aku publish di blog pribadi aku, jadi kalo nemu ff yang kaya begitu coba diliat nama authornya dulu yah.. Don't take me wrong guys!! Jadi, sorry aku males bgt ngeganti nama band-nya, lagian mumpung udah pas sama tema. Cieee... kemajuan yang pake tema *colek yesung* wtf (?)  


Buat yang belom tau sebenernya Hyejeong - Henry tuh apaan(?) Trus kenapa ada anak kecil g sopan banget ikut-ikut disitu, jawabannya adalah SUDDENLY DADDY. Buat yang penasaran, buka aja page 'series library' dan cari di bagian author Salsa. I'm kinda satisfied with this one, so.. ilgeo juseyo. 


Trus siapa lagi itu Seungyoon? Nah... dia bias kedua aku di Winner setelah Mino. Bias? Terakhir aku bilang g mau nambah bias tapi yah... Please blame them. Sempet pergolakan batin waktu mau masukin dia, secara belom pernah ada ff Seungyoon di GIGSent, masa ff debut dia beginian? *tepok jidat* sebenernya bisa pake James abisnya dia juga bisa main gitar. Tapi Sseungyoon-nya ngegodain terus jadi yah.... *hela napas* aku g punya pilihan lain. 


Okeh, makasih buat yg baca. *disenyumin luhan* good night



Comments

Popular Posts