Do You Want Some Fluff? #3#
Theme = He Vs Your Favorite Artist
Main cast = silahkan dicek^^
Length = Fluff
Author = Salsa
"siapa bilang?" dengan senyum lebar, Henry mengacungkan dua lembar tiket tinggi-tinggi. Hyejeong terkejut bukan main, ia tak bisa mengontrol ekspresi terkejutnya selama beberapa detik.
Ia berkali-kali melemparkan tatapan jahil sembari menyanyi, membuatku tersenyum. Aku tak pernah mendengar lagu atau lirik ini sebelumnya, sepertinya dia benar-benar baru membuatnya hari ini. Khusus untukku.
Weāre in love; weāre insane.
Whatās the sun without the rain?
I guess weāll find out as we go.
Youāre the sweetest dream
Cool as autumn breeze
Everything I need.
Seungyoon menghela napas, menghentikan gerakan tangannya dan menoleh padaku. Sepertinya dia sudah melatih tatapan itu sebelumnya. Karena di detik matanya menatapku, sekujur tubuhku seketika terasa kaku. Jantungku meleleh. Seseorang tolong panggil ambulan.
jrengg....
selang beberapa detik, pesan dari Mino kembali masuk.
Dasar sinting! Aku segera menekan tombol panggil dan menempelkan layarnya di telingaku. Sedetik kemudian, terdengar suara Mino yang menyelak nada sambung.
Main cast = silahkan dicek^^
Length = Fluff
Author = Salsa
I'm not sure whether is these isn't cheesy enough or too cheesy for you. Please read
#1. He Replied Me (Changjo - Hyo Sun)
Suara ketukan di muka pintu rumahku
yang tadinya pelan tiba-tiba saja berubah menjadi gebrakan. Aku mendecak,
dengan berat hati meninggalkan laptop kesayanganku dan berjalan membukanya.
"HEH! Buka pintunya!"
teriaknya, bertepatan dengan pintu yang baru kubuka. Choi Jonghyun. Tentu saja
aku sudah tahu. Makhluk tak sabar ini memang senang sekali bertamu ke rumahku.
Sepertinya dia memang tak punya teman lain selain aku.
"kenapa kau tak datang? kau tahu
kan tadi ada kuis?" tanyanya kesal, tak sabar, menggebu. Pria ini kenapa?
Yang tidak ikut kuis kan aku, kenapa malah dia yang sewot? Aku bersedekap,
menghela napas sembari menatapnya dengan sorot mata lelah.
"ada yang lebih penting"
"apa? coba sebutkan apa yang
lebih penting dari kuis Bahasa Jepang kita?!" pria itu bertolak pinggang,
kepalanya mengangguk seakan menantang.
"Teen Top comeback hari ini!
MV-nya baru saja rilis, aku tak bisa meninggalkan laptopku"
"YAH SINTING!" Semprot
Jonghyun sekencang-kencangnya. Aku benar-benar merasa gendang telinga sebelah
kananku bergeser ke kiri.
"CHOI JONGHYUN! JANGAN BERTERIAK
DI TELINGAKU" Aku balas meneriaki telinganya sekuat tenaga. Aku tidak
bercanda, telingaku benar-benar terasa pengang.
"kau tahu kan ini kuis terakhir,
tidak ada susulan"
"iya iya aku tahu"
"lalu kenapa kau malah tidak
masuk?"
"aku kan sudah bilang
alasannya"
"Teen Top? mereka bisa menunggu!
MV-nya tidak akan hilang hanya karena terlambat kau tonton"
"iya, aku tahu tidak akan hilang.
Tapi.... ah sudahlah, kau tak akan mengerti walau kujelaskan"
Aku mengulurkan tangan memegang
pinggir pintu. "pulanglah! belajar yang benar, dua minggu lagi UAS"
ujarku dengan nada mencibir, lalu mengayun pintu itu sampai tertutup.
Alih-alih menahan, Jonghyun bahkan tak
mendebat sama sekali. Aku bertahan di belakang pintu selama beberapa saat, takut-takut Jonghyun
mendobraknya tiba-tiba. Tapi nihil, dia pergi begitu saja. Baguslah!
kemungkinan besar anak itu memang sudah menyerah menasehatiku. Ini bukan satu
dua kali terjadi. Biasanya aku juga tidak kuliah jika Teen Top sedang tampil di
acara musik atau menggelar fansign. Berhubung kami sudah berteman sejak berumur
8 tahun, seharusnya dia memang sudah paham dengan pola hidupku sebagai seorang
fangirl.
Setelah itu, aku kembali duduk bersila
di atas kasur, berhadapan dengan laptop. Detik berikutnya sudah tenggelam lagi
dalam rutinitas -hanya setiap mereka Comeback- yang tak pernah
membuatku jenuh ini. Menonton MV berulang-ulang, menuliskan komentar sebanyak-banyaknya
dan tak lupa membuat review. Aku tahu aku gila. Tapi aku tak mau, bukan, lebih
tepatnya tak bisa berhenti.
**********
Jonghyun POV
Langit-langit kamar yang berwarna
putih kecokelatan tak luput dari pandanganku sejak 10 menit terakhir. Tadinya
aku sedang membuka buku, tapi karena kepalaku terasa pusing dan mataku mulai
berair, aku menutup buku itu dan membiarkannya tergeletak di atas kepalaku.
Perlahan-lahan, mataku yang berair ini memejam.
"JONGHYUUUUUUUUUUUUUUUUUN!!!!!
DIA MEMBALAS KOMENTARKU!!! JONGHYUN BUKA BUKA BUKA BRAK BRAK BRAK BRAK"
aku terlonjak, buku di atas kepalaku terjatuh ke lantai. Ya Tuhan, sekarang apa
lagi?
"kau membangunkanku" aku
berucap sambil mengucek mata. Dan saat itu juga, badanku terdorong ke belakang,
kedua tangannya mengguncang bahuku dengan keras. Matanya berbinar-binar, dan
senyumnya benar-benar benaaaaaar lebar. Melihatnya yang seperti itu, semua rasa
kantukku pun hilang.
"Mereka-JONGHYUN-ASTAGA-mereka
membalasku" ucap gadis itu patah-patah.
"tarik napas. Bicara
pelan-pelan. Aku tidak mengerti"
"member Teen Top,
L.Joe, membalas komentarku!" kali ini gadis itu menyodorkan layar
handphone-nya tepat di depan wajahku. Napasnya memburu seperti habis dikejar
hantu.
Aku menengok deretan
kalimat di layar ponsel itu dan mengangguk-angguk.
"oke, lalu?"
"LALU? Astaga
Jonghyun jelek, itu artinya aku terlibat percakapan dengan salah satu member
Teen Top" aku tetap bergeming. Ia berjalan dan menghempaskan diri di
ranjang dengan senyum yang tak kunjung hilang. "Ya Tuhan, kalau sudah
begini kau tinggal tunggu tanggalnya saja"
"tanggal apa?"
"tanggal L.Joe datang
ke apartemenku dan memintaku jadi pacarnya"
"kau benar-benar
sakit jiwa"
"siap-siaplah cari
teman baru! aku akan segera punya pacar"
"sa-kit
ji-wa"
"dia membalasku"
ia memejamkan mata dan bergumam pada dirinya sendiri, mengabaikan hinaan
persuku kata yang kulontarkan tulus dari hati yang terdalam. Jika ada yang
berani bilang bahwa sikapnya ini wajar, bersiap-siaplah kujemput, kau akan ikut
dengannya ke rumah sakit mental.
"kau benar-benar
konyol" dengusku kehabisan akal. Aku tahu dia adalah fans berat Teen Top.
Tapi bukankah anak ini sudah pernah bertemu mereka saat fansign? Bukankah anak
ini sudah pernah datang ke konsernya? Aku tak peduli dia fans nomor berapa,
yang pasti menurutku ini sangat berlebihan. Dengan cepat aku berbalik, meraih
ponsel milikku di atas nakas dan segera mengetikkan sesuatu.
Niitt!
Handphone perempuan yang
sedang tersenyum idiot di atas ranjang itu berbunyi. Ia cepat-cepat memeriksa
pesan yang masuk, lantas mendesis begitu meihat namaku memenuhi layar.
"Jonghyun! kenapa kau
mengirimiku pesan?" aku mengabaikan ucapannya dan terus mengetikkan
sesuatu. Bersamaan dengan itu, ponselnya terus-menerus berdering.
"Jonghyun hentikan!
Apa maumu?"
"aku sedang membalas
pesanmu juga, sama seperti L.Joe" jawabku tanpa menghentikan jemariku yang
mengetik cepat.
"JONGHYUN!"
Sepertinya gadis ini mulai pusing mendengar ponselnya mengeluarkan bunyi tiap
sedetik sekali.
"buka pesan
dariku"
"cih... kalau mau
mengatakan sesuatu seharusnya langsung saja, kita kan saling berhadapan"
dumelnya pelan. Ia membuka pesan-pesan dariku satu persatu.
LIHAT!
AKU JUGA MEMBALAS PESANMU!
SAMA SEPERTI L.JOE
TIDAK
TENTU SAJA TIDAK SAMA
AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANMU MEMBOLOS
AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANMU KABUR SAAT KUIS
AKU AKAN MENGAWASIMU SAMPAI LULUS
AKU TIDAK AKAN MEMBERI PENGARUH BURUK
AKU JELAS SATU MILYAR KALI LEBIH BAIK DARINYA
AKU MEMBALAS PESANMU LEBIH BANYAK DARI YANG ANAK ITU LAKUKAN!
APA KAU MAU JADI PACARKU JUGA?
KAU MAU JADI PACARKU?
"Sebenarnya maumu apa
sih?" ia berujar dingin, diiringi dengan suara decak tak habis pikir. Saat
itu, aku baru menekan tombol 'send' di ponselku. Handphone-nya pun berbunyi lagi.
"Jonghyun!
Jinjja" gadis itu semakin hilang kesabaran. Ia membalik layar ponselnya
dengan kesal, namun saat isi pesan itu terbaca, seketika air mukanya berubah
drastis, ia terhenyak. Aku menahan napas.
AKU SERIUS, BACA PESANKU YANG SEBELUMNYA DAN JAWAB AKU!
Gadis itu terdiam cukup
lama sebelum akhirnya mengangkat kepala dan menatap mataku. Sejujurnya aku
benar-benar panik, tapi aku tetap berusaha terlihat tenang di hadapannya.
"aku menyukaimu lebih
banyak dari kau menyukai Teen Top" entah bagaimana, keringat dingin
mengucur di punggungku. Tolong jawab atau aku bisa mati gugup saat ini juga.
"Jonghyun," ia
menghela napas berat dan menyorot mataku dengan tatapan letih "kau tahu?
kau membuatku sangat sangat kesal, rasanya aku ingin meninjumu saja"
"eh?"
"kalau tahu begini,
aku akan mengucapkannya dari awal"
"mengucapkan
apa?"
"aku menyukaimu
Jonghyun, jauh sebelum aku mengenal Teen Top"
"kau
menyukaiku?" pelan-pelan senyumku tertarik. Aku tak pernah menduganya.
Kalian harus tahu segila apa hubungan pertemanan kami selama 11 tahun ini. Dia
menatapku sebagai manusia saja aku sudah bersyukur, lalu sekarang dia bilang
apa? Menyukai siapa? Ya Tuhan, sejak kapan? Sebenarnya siapa yang pertama kali
suka siapa? Banyak sekali hal yang ingin kutanyakan padanya.
"kalau sampai besok
pagi L.Joe tak memintaku menjadi pacarnya, aku akan menerimamu Choi
Jonghyun"
"cih....kau bicara
seakan itu mungkin"
"dia membalas
komentarku, jadi mungkin saja"
"dia membalas ratusan
komentar dari fans lain, bukan hanya kau! Jadi apa dia akan memacari mereka
semua"
"apa kau bilang? Dia
bukan playboy eh!"
"kalau besok pagi
Yoona SNSD datang kesini dan memintaku menjadi pacarnya, kesempatanmu untuk
memacariku hilang ya?"
"Jangan konyol
ya.."
"Seharusnya kau
ucapkan itu pada dirimu sendiri!"
#2. Touch It Kill You (C.A.P - Haneul)
"kau memakai tiga
lapis selimut setiap malam?" aku menghela napas mendengar suara penasaran
Minsoo yang tak kunjung berhenti. Sebenarnya apa yang sedang ia lakukan? Aku
sudah menyuruhnya tidur, tapi pria ini malah mondar-mandir seperti petugas
kepolisian yang sedang mengecek kamar pengguna narkoba. Ia bahkan
melongok-longok ke bawah tempat tidurku juga. Astaga!
"ini tanda tangan
mereka sungguhan?" seketika gerakan tanganku terhenti. Aku menoleh ke
belakang dan detik itu juga seluruh keping darahku menjerit.
"BANG MINSOO! JAUHKAN
TANGANMU DARI POSTERKU!" teriakku, refleks berdiri. Kursi belajarku
terdorong ke belakang, berbenturan dengan dinding. Suasana hening sejenak.
Minsoo menoleh padaku dengan tatapan 'kenapa kau berteriak?' lalu kembali
melebarkan poster yang ia pegang, membolak-baliknya dengan kasar.
"tanda tangan orang
ini seperti rambut kusut"
"KUBILANG JANGAN
SENTUH" aku segera menghampiri dan memukul bahunya. Sebenarnya, aku ingin
sekali langsung menarik poster itu dan memasukkannya kembali ke dalam tub. Tapi aku tidak berani, bukan
tidak berani dengan Minsoo. Aku tidak berani langsung merebut poster itu dari
tangannya, aku tak berani membayangkan poster bertanda tangan yang susah-susah
kudapat itu robek begitu saja.
"kau berlebihan
sekali sih! aku hanya mau lihat, kenapa memukulku?"
"sekarang berikan
poster itu padaku pelan-pelan" aku bicara sambil menadahkan tangan, dengan
ekspresi hati-hati seperti penjinak bom.
"kau mau memasukkannya
ke dalam tub lagi kan? biar aku yang
gulung"
"TIDAK" Aku
kembali berteriak, tanganku mengulur cepat untuk menghentikannya.
"kau kenapa sih? biar
aku saja!"
"Minsoo, tidak
kumohon jangan. Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau menggulungnya"
"haha..... mana
berani? melihat tikus mati saja kau pingsan" Minsoo mencibir. Aku segera
memukul bahunya lagi. Ini bukan waktunya bercanda.
"YAA! Berhenti
memukulku"
"kembalikan
posterku!"
"iya iya! Siapa juga
yang menginginkan poster ini? Wajahku lebih tampan darinya. Tanda tanganku juga
lebih bagus" Ucap Minsoo sembari memposisikan tangannya untuk menggulung
post...........SREET!
"HYAAAA!!!! BANG
MINSOO APA YANG KAU LAKUKAAAAN??" Pita suaraku benar-benar terasa mau
putus. Aku menoleh tanpa tenaga pada posterku yang sudah robek, tepat di bagian
tanda tangannya.
"A..aku benar-benar
tidak sengaja" Minsoo tergagap. Aku menatapnya dengan mulut dan mata yang terbuka maksimal. Jantungku serasa berhenti. Ya Tuhan, sudah berapa kali
kubilang jangan sentuh?
"Aku sudah cukup
bersabar saat kau bermain-main dengan albumku sampai mematahkan dvd-nya. Atau
saat kau dengan bodohnya menggambar kumis di photocard artis favoritku. Bang
Minsoo aku benar-benar sudah bersabar banyak akibat ulahmu" ucapku, ujung hidungku
perlahan-lahan memerah. Aku benar-benar emosi. Dadaku sampai terasa sakit
karena menahan tangis.
"tapi sudah berapa
kali kubilang untuk tidak menyentuh posterku? kau kan tahu sebesar apa usahaku
untuk mendapatkannya. Mereka hanya menjual seratus, dan aku termasuk sangat amat
beruntung karena bisa membelinya. Aku pergi ke toko di pagi buta saat musim salju, saat itu aku bersamamu kan? kau harusnya mengerti seberharga apa poster
itu untukku! Aku bahkan tidak berani menempelnya di dinding dan tetap menyimpan
benda itu di tub" kali ini air
mataku benar-benar mengalir, aku tak bisa menahannya lebih lama lagi. Anggap
aku bodoh, terserah! Tapi demi Tuhan aku benar-benar kesal, jika aku bisa
meledak aku pasti sudah meledak.
"aku
benar-benar........."
"tolong keluar dari
kamarku" potongku sambil menghapus air mata di pipiku dengan punggung
tangan. Aku membuang muka darinya, apapun ekspresi yang ia perlihatkan
sekarang, aku sama sekali tak mau lihat. Tak lama, terdengar suara pintu yang
tertutup. Dia pergi.
**********
Keesokan paginya, saat aku
membuka pintu kamar, tanpa sengaja kakiku menendang sesuatu, sebuah tub. Aku memungut tub itu dan mencopot surat yang tertempel di badannya. Bang Minsoo.
Sudah kuduga.
Maafkan aku. Aku mau
mengucapkan ini kemarin, tapi kurasa minta maaf saat kau sedang emosi seperti
itu sama sekali tak ada gunanya, karena aku yakin setulus apapun aku berucap
kau akan tetap marah. Ya, Choi Haneul, aku tahu aku benar-benar menyebalkan,
jika aku ada di posisimu aku pasti sudah mencekik perusak poster itu sampai
mati. Tapi beruntung kekasihku ini adalah gadis baik. Walau sejujurnya,
melihatmu menangis seperti kemarin sukses membuat kegiatan favoritku jadi tidak
nyaman. Ya.. aku tidak bisa tidur karena kau! Aku ingin sekali menelfonmu, tapi
disisi lain aku tak mau mengganggumu.
Hei, aku kembali ke toko
itu kemarin, tolol memang, karena aku sendiri sudah tahu bahwa poster bertanda
tangan yang kau punya sudah habis sepuluh menit setelah kita membelinya. Aku
pergi kesana karena kukira aku bisa mendapat poster yang sama walau tanpa tanda
tangan, tapi nihil, bahkan yang tidak bertanda tangan pun habis. Ternyata artis
favoritmu itu benar-benar terkenal ya.. Aku sudah putus asa saat tahu posternya
habis, tapi tiba-tiba saja aku teringat sesuatu. Tolong buka isi tub-nya
Aku mengikuti kalimat
terakhir di surat itu dan membuka tub-nya.
Ternyata sebuah poster. Bukankah dia bilang sudah habis? Aku melebarkan poster
itu dengan bingung dan....
Seketika hatiku mencelos.
Kalian tahu gambar siapa yang ada dalam poster itu? kekasihku yang idiot. Di
poster itu tercetak gambar Bang Minsoo yang berpose konyol dengan kacamata
berbingkai bulat, bahkan lengkap dengan tanda tangannya juga. Air mataku
mengalir. Bukan. Air mataku mengalir bukan karena aku kecewa dengan apa yang
kudapat, tapi justru karena aku sangat senang. Ralat. Maksudku sangat sangat
sangat senang. Aku tertawa bahagia sambil menghapus air mataku yang
terus-menerus turun. Dimana anak itu? aku harus memeluknya.
"aku teringat, aku
ini kan pacarmu! seharusnya aku lebih berharga kan?" suara Minsoo
terdengar dari samping. Aku menoleh. Dan dia benar-benar ada disana. Tersenyum
tipis memperhatikanku.
"maaf ya.."
ujarnya. Aku segera menghampiri pria itu dan berhambur ke pelukannya, tangisku
pun pecah. Sejujurnya, saat dia meninggalkan kamarku kemarin, aku sudah
memaafkannya. Tentu saja aku tak akan membencinya lama-lama hanya gara-gara
poster.
"hei, sebegitu
jeleknya kah posterku sampai kau menangis lagi?"
"Dasar idiot"
Minsoo tertawa, lalu mengusap rambutku.
"jadi kau memaafkanku?"
"untuk apa bertanya
lagi? tentu saja aku memaafkanmu"
"kau boleh memborgol
tanganku saat aku masuk ke kamarmu. Aku benar-benar tak bisa menahan diri,
semua barang di kamarmu membuatku ingin menyentuhnya"
"cih... tentu saja
aku tidak akan memborgolmu" kami melepaskan diri satu sama lain.
"jadi aku
boleh....."
"tidak! kau tetap tak
boleh menyentuh apapun! Sebenarnya aku punya satu poster bertanda tangan lagi dan
kau tetap tidak boleh menyen........."
"KAU MASIH PUNYA SATU
LAGI?"
"iya. Kau lupa ya?
saat itu kan aku menyuruhmu mengantre supaya aku bisa dapat dua"
"Ya Tuhan Choi
Haneul!"
#3. Donāt Lie (Henry - Hyejeong)
Henry dan Danny yang
sedari tadi duduk di sofa perlahan-lahan mulai memejam. Mereka lelah. Mereka
lelah memperhatikan Hyejeong yang tak berhenti mondar-mandir, menghambat
sirkulasi udara. Setiap ditanya, gadis itu selalu hanya menggeleng dan
tersenyum simpul, lalu berjalan lagi sembari menatap, tidak, memelototi layar
ponsel. Jarinya tak bergerak, ia cuma memperhatikan layar ponsel itu tanpa
berkedip, kelihatan resah. Dan setiap kali nada pesannya terdengar, Hyejeong
akan membuka pesan itu seperti orang kesetanan. Sebenarnya ada apa?
"YA TUHAN,
BAGAIMANA INI???" Henry dan Danny yang terkejut langsung terjaga, kepala
mereka berbenturan cukup keras, membuat keduanya kompak meringis.
"aish, Henry!
Sakit" Danny melirik Henry yang juga sedang mengusap-usap kepala.
"salahkan noona
favoritmu itu! dia kenapa lagi sih?"
"kau tahu
Henry?" Danny memelankan suaranya dan melirik Hyejeong yang sudah
menghilang di balik pintu kamar.
"tahu apa?"
Henry mendekatkan kepalanya pada Danny, matanya ikut berjaga-jaga.
"coba tebak! Kita
diajak menginap di hotel ini dan bukan di villa yang biasa karena apa?"
"dia bilang ingin
cari suasana baru kan?"
"ya.. itu memang
alasan Hyejeong noona, tapi....." kedua pria itu kompak menoleh ke pintu
yang terdengar berderit, Hyejeong keluar dari sana dan berjalan lurus ke dapur.
Seperti yang sudah dijelaskan, Hyejeong terus mondar-mandir, melangkah ke
seluruh penjuru kamar hotel dengan wajah kalut. Setelah gadis itu kembali
menghilang dari pandangan mereka, Danny baru melanjutkan. "...... karena
artis favoritnya menginap disini"
"APA?" Henry
refleks berteriak.
"Apanya yang
apa?" Hyejeong, entah bagaimana, sudah berdiri di hadapan mereka.
Melemparkan tatapan penasaran pada sang suami yang baru saja berteriak. Henry
pun mendecakkan lidah.
"Kim Hyun
Joong" mendengar nama itu disebut, mata Hyejeong seketika membulat. Henry
bersedekap sembari menghela napas jengah.
"sejak kapan kita
bermain rahasia-rahasia seperti ini?" sambung Henry lagi. Danny
perlahan-lahan menarik diri dari dua orang dewasa itu dan pergi ke ruangan
lain. Sebenarnya, Hyejeong sudah memintanya untuk tidak mengatakan ini pada
Henry. Tapi mulutnya benar-benar gatal, pamannya itu terlihat sangat polos.
"kau tidak akan
mau menginap di hotel semahal ini hanya karena alasan konyol itu. Makanya aku
tidak bilang"
"kalau kita
bicarakan baik-baik, bisa jadi aku perbolehkan. Lalu dari tadi kenapa kau
gelisah sekali?"
"itu.... Dia
mengadakan konser malam ini dan tiketnya......"
"habis?"
"iya habis, tapi
aku sudah membelinya"
"lalu? kau takut
aku tak mengizinkanmu pergi?"
"bukan itu.
Tiketnya......." wajah Hyejeong mulai memerah, ia terlihat benar-benar
kesal. Henry mengangkat alisnya tak mengerti. ".........ketinggalan di
rumah"
"Apa? Bagaimana
bisa?" Hyejeong meremas tangannya sendiri. Kepalanya menunduk. "aku
meletakkannya di bawah telapak meja ruang tamu agar kau tak tahu, eh... aku
sendiri yang malah lupa. Aku baru ingat saat di pesawat, aku menghubungi
teman-temanku tapi mereka bilang tiketnya sudah habis" Henry benar-benar
kehilangan kata.
"jadi apa
rencanamu sekarang? aku akan membantu" ujar pria itu serius. Walaupun
Hyejeong yang berani berbohong cukup membuatnya kesal, tapi tetap saja ia tak
tega melihat istrinya sedih.
"aku tidak
tahu" Hyejeong memeriksa ponselnya dengan lemas, lalu....
"hei! dia akan
keluar dari hotel sebentar lagi. Henry, bolehkah aku menunggu di lobi? aku
ingin melihatnya saja, atau jika cukup beruntung mungkin aku bisa mendapatkan
tanda tangan" Henry mengangguk, "tapi harus ditemani Danny
ya..."
"tidak usah, kau
temani saja dia disini"
"tidak bisa. Aku
juga mau pergi"
"kemana?"
"YAA! Daniel
Lachapelle!!!" Henry berteriak memanggil Danny, "wae? itu bukan
salahku, kau sendiri yang bertanya!" tiba-tiba saja Danny keluar dari
balik tembok. Wajahnya terlihat panik.
"kau bicara apa
sih? temani noona-mu bertemu Kim Hyun Joong sana"
"apa? wahhhh aku
akan bertemu hyung tampan, kau tak ikut dengan kami Henry?" Henry
menggeleng, "kau takut kelihatan makin jelek ya?"
"YA Daniel!"
"aku hanya
bercanda"
"jaga Hyejeong ya,
kalau Kim Hyun Joong menggodanya bilang saja kau itu anaknya. Aku pergi dulu"
Danny mengangguk, sementara Hyejeong bersiap-siap mengambil buku tulis dan
bolpoin.
*********
Dua jam kemudian,
Henry yang baru kembali ke hotel tak sengaja bertemu Hyejeong dan Danny di
lobi. Mereka berdua sedang duduk di kursi. Danny terlihat sibuk sendiri dengan
botol minuman jeruk yang masih tersisa setengah, sementara Hyejeong hanya
menatap kosong ke depan. Sekarang apa lagi? Dia tidak mendapat tanda tangannya?
Henry berjalan menghampiri mereka sambil terus mengira-ngira apa yang terjadi.
Jangan-jangan Kim Hyun Joong yang terkenal ramah itu ternyata tidak seramah apa
yang ditulis di artikel. Jangan-jangan ia tidak mau memberikan tanda tangannya
pada Hyejeong. Jangan-jangan...............
"HENRY"
Danny berteriak senang. Bocah kecil berumur 6 tahun itu benar-benar bosan
karena Hyejeong sama sekali tak mengajaknya bicara. Melihat Henry di saat
seperti ini benar-benar terasa seperti melihat oasis di gurun.
"bagaimana tanda
tangannya?"
"tanda tangan
apa? hyung tampannya saja tidak lewat sini"
"tidak lewat
sini?"
"dia diam-diam
lewat pintu belakang karena banyak fans yang menunggu di luar" Henry
menoleh pada Hyejeong. Ternyata gara-gara itu. Henry tersenyum, lalu melangkah
dan berhenti persis di depan sang istri. Karena posisi Hyejeong saat ini sedang
duduk, Henry menekuk sebelah kakinya, berlutut. Hyejeong menatap pria itu dengan mata
berair. "Henry, dia tidak......"
"aku sudah dengar
dari Danny" air mata Hyejeong mengalir, "mungkin Tuhan menghukumku
karena sudah berbohong padamu" Henry setengah tertawa, lalu menggerakkan
ibu jarinya menghapus air mata di pipi Hyejeong. " menangis seperti ini,
kau tak malu pada Danny ya?"
"maafkan aku
Henry" Hyejeong berujar, terisak.
"tentu saja sudah
kumaafkan, ayolah! berhenti menangis"
"aku juga mau
berhenti, tapi aku tak bisa. Harusnya aku sudah bersiap-siap ke venue
sekarang"
"memangnya
acaranya jam berapa?"
"seharusnya satu
jam lagi"
"astaga! kita tak
punya banyak waktu, ayo bersiap-siap" Henry kontan berdiri. Hyejeong
menghapus air matanya, menatap pria yang tiba-tiba berdiri itu dengan aneh.
"kita kan tidak punya tiket"
"siapa bilang?" dengan senyum lebar, Henry mengacungkan dua lembar tiket tinggi-tinggi. Hyejeong terkejut bukan main, ia tak bisa mengontrol ekspresi terkejutnya selama beberapa detik.
"Henry, Ya Tuhan
bagaimana .... bisa?"
"aku ke venue dan
bertanya kepada setiap orang yang kutemui disana. Sudahlah ceritanya panjang,
ayo bersiap-siap"
"tunggu Henry,
kau cuma beli dua?" Danny menarik baju sang paman, "lalu bagaimana
denganku?"
"astaga aku
lupa!!" Henry menepuk kepalanya. Hyejeong yang sudah terlanjur senang
langsung menahan napas.
"Bagaimana bisa
kau melupakan keponakanmu sendiri?" bocah kecil itu berteriak.
"aku lupa, kalau
lupa ya tidak ingat! Kita masukkan saja anak ini ke koper" Henry melirik
Hyejeong
"atau kita
titipkan saja dia di resepsionis hotel" sambut Hyejeong.
"YAA! KALIAN
BERDUA"
#4. Run To You (Seungyoon - his wife XD)
"Seungyoon!!
tempat macam apa sih ini?" aku kembali meracau. Kakiku berjalan tanpa
henti ke segala arah. Sepertinya aku sudah mengitari cottage ini sepuluh kali, atau bahkan lebih. Aku kembali ke halaman
dan berjalan sampai ke dinding rumput tinggi yang berdiri kokoh mengitari cottage.
"Seungyoon!"
aku berbalik, berteriak geram. Aku sudah mengadu padanya dari tadi, tapi pria
itu terlihat sama sekali tak peduli.
"wae?"
"aku tak dapat
sinyal"
"lalu? kita
sedang bulan madu, kau tidak bisa ya hidup sehari saja tanpa gadget?"
Seungyoon berujar sinis. Lantas kembali memetik senar gitarnya satu persatu,
sama sekali tidak membentuk melodi. Aku kembali menggeram, kali ini sambil
berjalan mendekat padanya.
"kau sengaja kan
meninggalkan tasku?"
jrengg.... "ah...
bukan yang ini" jrengg....
"Seungyoon!!!!!"
"Astaga
waeee?"
"tasku! Kau
sengaja kan tidak membawanya? kau bilang sudah masuk koper, tapi sebenarnya
belum. Iya kan?"
"kalau kau sudah
tahu, sekarang kenapa bertanya lagi?"
"YAAA! Kau
menyebalkan"
"aku cuma minta
waktu tiga hari untuk jadi objek perhatianmu sepenuhnya, sesulit itu ya?"
"apa?" aku
mendengus, setengah tertawa. Apa katanya?
"Kang Seungyoon,
kau benar-benar kekanakan! Aku itu presiden fanclub mereka, kalau aku
menghilang tiba-tiba begini, bagaimana jika......"
"shhh! yang
menginap di sekitar sini bukan hanya kita, diamlah"
"cottage ini
dikelilingi dinding rumput setinggi dua meter, mereka tak akan dengar"
"aku tahu. Aku
hanya tak tahan mendengarmu membicarakan ini terus. Tiga hari saja, kumohon
buang jauh-jauh urusan band itu dari kepalamu. Apa yang hebat dari sekumpulan
pria yang menari sambil menggerakkan mulut mengikuti lagu playback?"
"Seungyoon, jaga
bicaramu! Kau sedang berhadapan dengan president fanclub mereka" aku
mengeluarkan ekspresi sedingin mungkin sembari bertolak pinggang. Namun Seungyoon
malah tertawa.
"siapa peduli?
kau istriku"
"Kang Seungyoon,
aku tak mau tahu besok kita harus mencari koneksi internet"
"tidak"
"Seungyoon! ini
tidak adil, kau saja membawa gitar. Sekedar mengingatkan, kau memegang benda
itu sejak mataharinya belum terbenam"
"aku ingat"
"kalau begitu,
apa kau ingat kau sudah mengabaikanku sejak kita sampai disini?"
"kita baru sampai
sore hari dan kau langsung heboh mengeluhkan ini itu, disini panas lah...
lelah, mau tidur. Makanya aku duduk disini, menunggu kepalamu dingin. Ingat?
tolong jangan memutarbalikkan fakta"
"tapi tetap
saj-"
"tetap saja apa?
memangnya kau kira aku membawa gitar kesini juga untuk menggoda siapa?"
Seungyoon berdiri, meraih pinggangku dan membawaku berjalan ke sofa teras yang
cuma berjarak beberapa langkah dari tempat kami semula. Aku duduk di sampingnya
dengan bingung.
"menggodaku?"
"ani... tukang
masak disini! Ya tentu saja kau! Jinjja! Yang seperti ini juga harus
ditanyakan? Bagaimana bisa kau jadi presiden fanclub?"
"kau tak perlu
marah-marah terus kan?"
"shhh! bukannya
marah aku hanya....., geumanhae! aku buat lagu untukmu"
"siapa yang
bilang aku mau dengar?"
"kau tak mau
dengar? Padahal lagu ini lebih keren dari lagu band konyol itu"
"oh ya?"
Seungyoon mengangguk mantap, jemarinya bergerak di sekeliling senar, menunggu
persetujuanku untuk memulai.
"kalau aku tidak
terkesan, kita tidur di kamar terpisah"
"YAAAH!"
"wae? kau bilang
lebih keren dari band konyolku kan? seharusnya kau tak perlu takut"
"aku tidak
takut"
"kalau begitu ayo
mainkan lagumu" aku mengubah posisi dudukku yang tadinya hanya menyerong
menjadi menghadap sepenuhnya pada Seungyoon. Tawaku nyaris menyembur melihat
pria itu mendengus, melirikku dengan tidak senang lalu mendongak ke atas
seperti melupakan sesuatu. Mungkin karena syok dengan ancamanku barusan, ia
jadi melupakan kuncinya. Aku menggigit bibir, menahan tawa. Dia pikir aku
serius? Aku juga tidak mau tidur sendiri di cottage
tua seperti ini, apalagi di malam pertama kami. Tidak, terima kasih.
"ah" ia
menjentikkan jari, sepertinya kunci yang sempat menghilang dari kepalanya itu
sudah kembali. Seungyoon segara memposisikan gitarnya, lalu melirikku sambil
tersenyum penuh makna, "sebentar lagi hatimu akan bergetar" aku
memutar mata. Bagaimana bisa kepercayaan dirinya naik secepat ini?
Jreeng....
Youāre
the taste of wine
Youāre a summer night -
Make me feel alright .
Youāre a summer night -
Make me feel alright .
Ia berkali-kali melemparkan tatapan jahil sembari menyanyi, membuatku tersenyum. Aku tak pernah mendengar lagu atau lirik ini sebelumnya, sepertinya dia benar-benar baru membuatnya hari ini. Khusus untukku.
Weāre in love; weāre insane.
Whatās the sun without the rain?
I guess weāll find out as we go.
Youāre the sweetest dream
Cool as autumn breeze
Everything I need.
Seungyoon menghela napas, menghentikan gerakan tangannya dan menoleh padaku. Sepertinya dia sudah melatih tatapan itu sebelumnya. Karena di detik matanya menatapku, sekujur tubuhku seketika terasa kaku. Jantungku meleleh. Seseorang tolong panggil ambulan.
I must be losing my
mind
Cause I just want you
in my life
jrengg....
Aku tak bereaksi
selama beberapa saat. Hingga tiba-tiba saja telunjuk panjang pria itu bergerak
menyentuh hidungku "kau masih terpana ya? aku keren sekali ya?"
Seungyoon tertawa, pelan tapi puas. Aku tersenyum, entah bagaimana mengangguk
begitu saja menyetujui ucapannya.
"lagu itu
benar-benar untukku?"
"ne.. untuk
istriku" Seungyoon mengulum senyumnya sebelum mengulurkan tangan. Aku
segera menggeser posisi dudukku mendekat dan masuk ke dalam pelukannya.
"untung kau bukan
artis ya" gumamku
"apa?"
"untungnya Kang
Seungyoon itu milikku" aku mengambil jeda, menyembunyikan separuh wajahku
di bahunya, memejamkan mata. "ā¦ā¦ jadi setiap kali kau sedang bertingkah
keren seperti sekarang, aku tidak perlu berteriak pada layar laptop dan bisa
langsung memelukmu" Seungyoon mengusap kepalaku. Tak lama kemudian, kami
menarik diri satu sama lain, namun tetap mengaitkan tangan. Aku tahu Seungyoon
sedang menahan senyumnya agar tidak terlalu lebar, dia benar-benar aneh. Tapi
biarlah, sejujurnya melihatnya bahagia hanya karena ucapan sederhanaku barusan
membuatku jauh lebih bahagia lagi.
"kalau kau jadi
artis, aku pasti akan menjadi fansmu" lanjutku.
"jinjjayo?"
"keureom"
"seleramu bagus
juga" aku langsung mengangguk, setuju.
"Jadi, jika aku dan
band favoritmu itu menggelar fansign gratis, kau akan berlari padaku?"
"Kang
Seungyoon" tautan tangan kami langsung kulepas secara sepihak. Wajahnya
yang sedari tadi terus tersenyum pun berubah bingung, aku menatapnya dengan
jengah.
"wae?"
"menapaklah
kembali ke bumi. Apa hal seperti itu harus ditanyakan?"
Seungyoon kembali
tersenyum, "benar. Kau pasti akan berlari padaku"
"Tentu saja aku
akan berlari ke mereka"
#5. You, Who I love more (Mino - Jin Ah)
Jalanan sore ini
benar-benar macet. Aku sudah menghela napas ratusan kali karena harus
menaikturunkan kakiku dari pedal rem. Ini benar-benar gila. Jika saja band
favoritku tidak mengadakan konser, Demi Tuhan aku tidak akan menyentuhkan ban
mobilku di jalan tol yang katanya bebas hambatan ini. Secara refleks aku
menggebrak setir, roda mobilku yang baru bergulir satu meter terpaksa
harus kembali berhenti. Kalau begini caranya, kapan aku bisa sampai?
"hyaaaah!
sebenarnya mau kemana mereka semua? ini hari minggu diamlah di rumah!"
persetan dengan gerutuanku yang tak masuk akal, kondisi lalu lintas ini
benar-benar membuatku ingin turun, mengetuk kaca mobil di depanku satu-persatu
dan menyuruh mereka pulang. Aku benar-benar tidak sabar.
Saat itu, tiba-tiba
saja ponselku berbunyi. Nada pesan.
Aku menoleh ke jok
penumpang. Handphone dan sebuah tiket masuk tergeletak tumpang tindih. Layar
ponselku menyala, aku mengulurkan tangan dan membuka pesan itu.
Kenapa kau tiba-tiba
menghilang? Kau belum bilang padaku saat mau jalan!
Dari Mino, suami sahku
sejak 51 hari yang lalu. Dia mau cari gara-gara lagi denganku ya? Waktunya
benar-benar tidak tepat, aku sudah cukup kesal karena jalanan yang macet, jika
dia menambah beban pikiranku lagi aku sungguh akan berlari pulang dan menendang
pergelangan kaki kirinya yang sedang diperban.
Aku mengetik balasan
dengan cepat.
Tadi kau sedang di
kamar mandi. Tapi baiklah, aku jalan ya Song Mino, hati-hati di rumah sayang!
Kau puas?
selang beberapa detik, pesan dari Mino kembali masuk.
Belum. Kau harus
menciumku dulu!
Dasar sinting! Aku segera menekan tombol panggil dan menempelkan layarnya di telingaku. Sedetik kemudian, terdengar suara Mino yang menyelak nada sambung.
"hai" bahkan
dari nada suaranya saja, aku sudah bisa membayangkan wajah Mino yang sedang
tersenyum, terhibur. Sebenarnya dia menganggapku apa sih?
"dengar ya!
walaupun kau menangis, meraung-raung menyuruhku pulang, aku tidak akan pulang.
Tidak sebelum konser calon suamiku selesai" suara tawa Mino langsung
menyembur memenuhi speaker. Aku menjauhkan telefon dan mendengus. Apa yang
lucu? Aku serius.
"aku yakin
sepuluh menit lagi kau akan berdiri di hadapanku. Kau akan pulang demi suamimu,
Song Jin Ah"
"TIDAK"
*********
Tidak. Ya.. tidak
salah lagi. Aku membuka pintu rumah dengan wajah tertekuk. Walaupun aku sudah
membangun benteng pertahanan setinggi menara eiffel, Song Mino tetap saja
berhasil meruntuhkannya. Tadi, setelah terlibat percakapan selama 2 menit 17
detik, akhirnya aku membanting ponselku ke jok sebelah dan memutar setir,
keluar jalan tol untuk berbalik pulang. Dia gila.
Hal pertama yang
kulihat begitu membuka pintu adalah Mino. Pria itu tengah duduk di ruang tamu,
kaki kirinya yang diperban disanggah dengan kursi pendek. Aku langsung
mendengus, berjalan tak sabar dan berhenti tepat di depannya, menghalangi
pandang namja itu dari TV.
"hei, kenapa lama
sekali?" rasanya aku ingin melempar tas kecilku ke mukanya. Baru ditinggal
sebentar saja, mukanya itu sudah terlihat semakin menyebalkan. Akhirnya aku
mendudukkan badanku di kursi kecil penyangga kaki Mino itu dan menatapnya
dengan ekspresi 'apa maumu sekarang?'
"cepat lakukan
apa yang harus kau lakukan! Bukankah calon suamimu sudah menunggu? dia tak akan
memulai konsernya kalau SONG Jin Ah belum datang" ucap Mino dengan nada
mengolok-olok yang kelewat kentara. Pria ini bahkan dengan sengaja menekankan
marganya yang -mau tak mau- sudah melebur dengan namaku. Song.
Aku memajukan wajahku mendekat
padanya,
"kau sengaja
kan?"
"apa?"
"aku menunggumu
di depan kamar mandi selama setengah jam"
"kakiku masih
sakit. Kau tahu, mandi menjadi sepuluh kali lebih sulit saat kau punya kaki
yang bengkak, terlebih diperban. Aku berusaha mati-matian agar kakiku tak
tersentuh air" jawabnya santai, tangannya bergerak menyingkirkan helai
rambutku.
"aku tak tahu kau
sedang berkata jujur atau hanya sekedar beralasan. Yang pasti itu sukses
membuatmu menang untuk sekarang" Aku menoleh ke arah kakinya. Perbannya
tidak banyak. Hanya terlilit beberapa helai di pergelangan. Lagipula dia juga
sudah bisa berjalan kesana-kemari tanpa harus meringis atau berjalan pincang
seperti tiga hari pertama. Ini semua membuatku sangsi. Aku mendengus dan
berdiri. Mino mengikuti pergerakanku dengan kepalanya.
"lebih baik kau
cepat menciumku jika ingin pergi sekarang" aku meliriknya sinis, lantas
mengeluarkan sebuah tiket lecak dari kantong jeansku.
"lupakan saja,
aku tidak pergi"
"wae? akhirnya
kau sadar dan memilih menemani suamimu yang sedang sakit?"
"cih... bukan
karena itu! Dengan jalanan semacet tadi, tentu saja aku baru akan sampai saat
panggungnya dibongkar" walaupun samar, aku bisa melihat sebuah cengiran
penuh makna terpampang di wajahnya.
"jangan berpikir
aku tak tahu ya.. Kau pasti merencanakan ini. Wae? kau cemburu pada
mereka?"
Mino tersenyum
mendengus, ia menurunkan kakinya pelan-pelan dan mengganti posisi duduknya
hingga mengarah padaku.
"untuk apa aku
cemburu? bukankah sudah jelas kau milikku?"
"kalau bukan cemburu,
lalu kenapa?"
"kau pikir aku
tidak khawatir membiarkanmu melompat-lompat sendirian disana?"
"YA! Mana mungkin
aku melompat sendirian? memangnya dari semua penonton yang datang hanya aku
yang punya kaki?"
"tck... kau
konyol! intinya aku khawatir! aku tidak suka kau pergi sendiri!"
"kau harusnya
bilang dari kemarin"
"kalau aku bilang
dari kemarin, memangnya kau mau mendengarku?"
"yah....
mungkin?"
"tidak! tidak
mungkin. Aku mengenalmu. Aku mengenal betapa keras kepalanya kau jika
menyangkut band favoritmu. Aku tahu siapa yang akan kau pilih. Dan jelas itu
bukan aku"
Apakah begitu? Kalau
aku keras kepala, bukankah aku akan mengabaikan pesannya? bukankah aku tidak
akan berbalik pulang? Memangnya aku bisa berada dihadapannya saat ini karena
apa? segila apapun aku pada band favoritku, demi Tuhan aku tetap akan
mendengarkan perintah suamiku. Karena tak tahu harus menjawab apa, aku
meninggalkannya di ruang tamu dan berjalan menuju dapur. Tanpa berpikir
mengeluarkan semua piring di rak dan mencucinya ulang. Aku benar-benar kesal
sampai tak tahu harus apa. Song Mino benar-benar brengsek. Dia pikir dia sudah
mengenalku? Kalau dari caranya bicara aku tak yakin seperti itu.
Sebenarnya, jika saja
seminggu yang lalu Mino tidak jatuh dari tangga, mungkin hari ini kami akan
pergi berdua ke konser itu. Mungkin saat ini kami sedang terjebak dalam
kemacetan jalan tol dan sibuk mencaci semua pengendara yang memenuhi jalan.
Kami bisa jadi sangat kompak, tapi bisa juga bertingkah seperti musuh sejak
lahir.
Saat sedang
menggosokkan spons sekuat tenaga, sepasang tangan tiba-tiba saja melingkar di
pinggangku.
"piringnya sudah
bersih"
"masih banyak
kuman, kau saja tidak lihat" Mino mengambil paksa tanganku dan mengelapnya
dengan handuk. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Ia membalik tubuhku menghadapnya. Mataku
mulai terasa perih. Seketika saja aku ingin menangis. Aku benar-benar kesal.
"kau tidak
mengenalku, Mino"
"......"
"aku memang
menyukai band favoritku jauh sebelum aku mengenalmu, tapi itu bukan berarti aku
akan memilih mereka" bibir Mino tertarik sedikit, sangat sedikit hingga
aku tak yakin apa dia sedang tersenyum atau mencibir tidak setuju.
"kalau begitu,
tolong puji aku seperti kau memuji mereka! tidak.... tolong sebutkan apa
lebihnya aku dari mereka" nada suaranya terdengar seperti sedang
menantang. Ia mendekat satu langkah, lalu mengulurkan kedua tangannya ke
dinding di samping kepalaku.
"kau....."
aku menarik napas, Mino menaikkan alisnya seperti sedang menuduh 'kau tak bisa
menyebutkannya'
"bukankah
statusmu sebagai suami sahku sudah merupakan suatu kelebihan?" wajahnya
mulai mengeluarkan ekspresi-ekspresi penolakan. Aku menghela napas. Tanpa harus
kusebut seharusnya ia bisa mendiktenya sendiri. Ini terlalu mudah.
"yahā¦. banyak sekali
hal yang kau lakukan, sedangkan mereka tidakā
ācontohnya?ā
ākau yang mengganti
lampu di kamar kita, bahkan sampai terjatuh dan diperban beginiā dengan sangat
perlahan aku menyentuhkan telapak kakiku ke perbannya, ābukan merekaā
ākau yang memelukku
sampai tidur tiap malam. Kau yang menemaniku menonton film. Kau yang membelaku
mati-matian saat aku dituduh mencuri uang waktu SMA. Kau bahkan menemaniku
menonton konser-konser band favoritku ini sejak dulu. Kau pacar pertama dan
terakhirku. Semua yang kusebutkan tadi hanya bisa dilakukan olehmu, bukan
merekaā aku mengalungkan kedua tanganku di lehernya. Semakin banyak aku bicara,
aku mulai bisa melihat senyum samar di wajah Mino. Pria itu mendengus, berlagak
sok jengah, padahal aku tahu dia sangat senang.
"dan sejujurnya
kau lebih seksi dari mereka" suara berat Mino yang tertawa ringan
terdengar. Kami sudah sering berdebat kusir soal ākeseksianā band favoritku ini.
Dan biasanya, aku selalu kekeh berada di pihak mereka. Oh.. tentu saja, sejujurnya
aku hanya tidak mau membuatnya semakin besar kepala. Dia sudah terlalu sering mendengar pujian.
"Song Mino, kau
sangat kekanakan karena menanyakan iniā aku menatapnya, berusaha terlihat
menggoda. Tanganku bergerak menyapu rambutnya yang agak basah. Dan terimakasih
Tuhan, senyuman nakal yang biasa terselip di wajah Mino kembali muncul. Tadinya
aku sempat berniat melakukan silent
treatment, setidaknya sehari. Tapi setelah dipikir-pikir, mengabaikan
eksistensi Song Mino bukanlah salah satu kemampuanku.
āAda banyak hal yang
belum kukatakan. Kau masih mau dengar?" aku setengah tersenyum setelah
mengatakan itu. Mino membalas senyumku dengan seringaian. Aku yakin dia sudah
tahu apa yang akan kulakukan. Baiklah, langsung saja. Aku berjinjit dan
mendekatkan wajah kami, "aku bisa melakukan ini kapanpun ku mau" kataku
berbisik, lantas meraih bibirnya. Seperti yang sudah kuduga, Mino tahu aku akan
menciumnya. Ia dengan cepat merespon ciumanku. Dalam sekejap, ciuman ringan
yang kurencanakan berubah menjadi lumatan panas. Sebelah tangannya bergerak
meninggalkan dinding, berpindah tempat menarik pinggangku dan memperdalam
ciuman ini. Dan jika boleh jujur, aku tak ingin dia menghentikannya.
"Song Mino" aku
menarik diri, berusaha menyisakan jarak. Namun Mino malah merendahkan kepalanya
dan memagut bibirku lagi.
āMino, tunggu!ā aku
menahan dadanya.
āaku ingin memastikan
kau mengetahui ini duluā
āmengetahui apa?ā kali
ini kedua tangannya sibuk melingkar posesif di pinggangku, membabat habis jarak
yang tadi kusisakan.
āhal terpenting
mengenai apa lebihnya kau dari merekaā
āapa?ā Mino
menempelkan keningnya di keningku. Sengaja. Walaupun sudah 51 hari menikah,
menatap bola matanya yang hitam pekat dalam jarak sedekat ini tetap saja membuat sesuatu
dalam dadaku bergemuruh. Nyaris meledak.
āKau,ā¦. yang lebih
kusayangā
FIN
Anyyeong^^ ff pertama aku di 2015. Semoga kalian g enek bacanya yah... fiuh~~
Dua ff teratas udah pernah aku publish di blog pribadi aku, jadi kalo nemu ff yang kaya begitu coba diliat nama authornya dulu yah.. Don't take me wrong guys!! Jadi, sorry aku males bgt ngeganti nama band-nya, lagian mumpung udah pas sama tema. Cieee... kemajuan yang pake tema *colek yesung* wtf (?)
Buat yang belom tau sebenernya Hyejeong - Henry tuh apaan(?) Trus kenapa ada anak kecil g sopan banget ikut-ikut disitu, jawabannya adalah SUDDENLY DADDY. Buat yang penasaran, buka aja page 'series library' dan cari di bagian author Salsa. I'm kinda satisfied with this one, so.. ilgeo juseyo.
Trus siapa lagi itu Seungyoon? Nah... dia bias kedua aku di Winner setelah Mino. Bias? Terakhir aku bilang g mau nambah bias tapi yah... Please blame them. Sempet pergolakan batin waktu mau masukin dia, secara belom pernah ada ff Seungyoon di GIGSent, masa ff debut dia beginian? *tepok jidat* sebenernya bisa pake James abisnya dia juga bisa main gitar. Tapi Sseungyoon-nya ngegodain terus jadi yah.... *hela napas* aku g punya pilihan lain.
Okeh, makasih buat yg baca. *disenyumin luhan* good night
Comments
Post a Comment