Actually




 Sebenarnya hanya sebuah cerita yang teramat sederhana sih..

....
  



Sungguh, kurasa aku punya kecenderungan membesar-besarkan sebuah kisah yang amat sederhana menjadi sesuatu yang istimewa, agak norak sih sepertinya. Yah, kalau memang tidak, pasti aku tidak akan mengungkit secuil kisah di tengah sesaknya suasana bus kota yang penuh dengan berbagai aroma, yang kadang membuatku–mau tidak mau–menarik napas pendek-pendek karena tidak kuat menahan aroma yang tumpang tindih.





Jadi begini ceritanya dimulai saat aku masuk ke dalam bus kota setelah berjalan cukup jauh dari gedung kampus ke tempat pemberhentian bus terdekat. Pada saat itu masih tersisa beberapa bangku kosong. Aku memutuskan untuk duduk di sebelah seorang ibu berkacamata hitam yang modis. Aku duduk di bangku barisan kedua dari pintu.





Seperti yang selalu kulakukan setelah memperbaiki posisi duduk, aku mengambil ponsel warna biru keluaran lama milikku dari dalam tas–yang ngomong-ngomong masih bermodel candy-bar–kemudian memutar deretan lagu yang tersimpan di dalamnya dengan headset putih yang perlu dipelintir di sana  di sini agar suaranya bisa terdengar.





Awalnya masih sama seperti perjalanan pulangku biasanya. Aku mendengarkan lagu yang sama, bus berhenti beberapa kali dan para penumpang semakin banyak. Kini tak ada lagi bangku kosong, semua sudah ditempati dan mau tidak mau beberapa orang harus rela berdiri. Sampai di sini ceritaku masih tak begitu menarik.





Kemudian bus kembali berhenti dan penumpang baru berdatangan. Karena tempat dudukku berdekatan dengan pintu, aku bisa melihat seorang ibu–yang kalau dilihat dari penampilannya sepertinya ia seorang guru atau pegawai yang bekerja di instansi pemerintahan–masuk dengan wajah celingukan. Sepertinya ia berharap ada satu bangku kosong yang bisa ia tempati, tapi sayangnya benar-benar tidak ada.





Dengan berat hati iapun berdiri di bangku deretan pertama–tepatnya bangku di depanku–sambil berpegang kuat pada pegangan khusus yang terjulur dari langit-langit bus. Namun tak lama berselang, tanpa seorangpun perkirakan seorang pemuda yang duduk di bangku di depanku berdiri dan memberikannya pada si ibu.





“ Terimakasih,” ucap si ibu sambil mengulas senyum penuh terimakasih.





Pemuda itu hanya tersenyum simpul–sangat simpul menurutku–sambil mengangguk santai. Dengan kadar santai yang sama, tangannya berpegangan pada tiang yang menjulang di dekat pintu. Pandangannya mengarah ke luar, hingga aku tidak bisa melihat tampak depan wajahnya. Hanya tampak samping kirinya saja.





Sebelum ia menunjukkan aksi heroiknya, aku tidak begitu memperhatikannya. Lagipula aku bukan anak perempuan yang suka ingin tahu urusan orang. Sebelumnya aku hanya tahu ia duduk bersebelahan dengan seorang ibu muda di depanku. Dari tempatku, aku hanya bisa melihat rambutnya yang dikuncir asal atau mungkin orang itu memang sengaja tidar menguncir semua rambutnya. Kalau dilihat dari rambutnya yang tergerai, bisa kutebak rambutnya cukup panjang untuk ukuran seorang laki-laki. Rambutnya sebatas leher, warnanya hitam legam. Sebelumnya hanya itu yang kutahu.





Namun setelah ia berdiri, aku mencermati tampilannya lebih banyak. Ia memakai kemeja bercorak dengan warna dasar abu-abu serta celana jeans selutut yang tampak tidak rata di bagian ujung. Proporsi tubuhnya cukup bagus. Ia tinggi dan tubuhnya tidak terlalu berisi tapi juga tidak terlalu kurus. Rahangnya tegas, hidungnya mancung dan ukuran matanya sedang, tapi memiliki cara memandang yang tajam. Yah, kurasa begitu.  






Aku tidak bisa bilang dia itu tampan atau menawan, tapi bohong saja kalau kubilang aku tidak tertarik untuk memperhatikannya. Ia sungguh bukan sosok pria impian semua anak perempuan yang menginginkan seorang pangeran entah dari kerajaan mana. Ia bukan tipe pria rapi, bahkan setelah mengamatinya lebih cermat, ia menggunakan sandal gunung berwarna hitam yang mulai pudar sebagai alas kakinya.





Ia memang tidak tampan, tapi juga tidak jelek. Kalau disuruh memilih kata yang tepat untuk menggambarkan sosoknya adalah keren. Ia memang terlihat seperti itu. Namun terlepas dari tampilan fisiknya, menurutku ia keren karena perbuatan heroiknya tadi. Ia memang hanya memberikan tempat duduknya pada seorang ibu, bukan baru saja membela negara, tapi tindakan kecilnya itu sesuatu yang sangat istimewa. Terserah mau bilang aku berlebihan atau apa, tapi menurut pandanganku seorang pria yang memberikan tempatnya pada seorang wanita yang bahkan tidak dikenalnya adalah pria yang cukup baik.  






Pengamatanku saat itu masih berlanjut. Karena ia tidak kunjung berbalik dan memberiku kesempatan untuk melihat wajahnya lebih jelas, pandanganku turun dari hidung mancungnya merangkak turun ke rahang tegasnya lalu turun lagi ke lengannya yang masih mencengkeram tiang di sampingnya. Entah aku tidak waras atau bagaimana, menurutku lengannya itu sangat keren. Terlihat gagah dan penuh kekuatan. Entah apa yang ia kerjakan sehari-hari, tapi kurasa ia bukan seorang pegawai di sebuah perusahaan atau instansi manapun. 





Aku harus bilang bahwa perjalananku saat itu tidak begitu membosankan seperti biasanya. Ternyata mengamati sosoknya dan terus dibuat penasaran dengan kesan misterius dari dirinya membuat perjalanan panjang sore itu tidak terasa. Tiba-tiba bus sudah sampai di tempat perhentianku.





Beberapa orang sudah turun dari bus dan beberapa yang lainnya masih bergegas, begitupun denganku. Cukup sesak karena semua orang ingin cepat turun. Begitu aku hendak turun, rasa penasaran yang tak kunjung terjawab menghampiri.




Pria berkuncir itu sudah kembali ke tempat duduknya setelah ibu tadi turun. Bukankah aku punya kesempatan untuk melihat wajahnya secara jelas?





Dengan rasa penasaran yang tidak wajar aku melangkah kecil menuju pintu keluar yang dipenuhi dengan penumpang yang berdesakan ingin turun. Dari ekor mataku, dapat kulihat sosoknya yang menghenyakkan tubuhnya dengan santai ke bangku sambil menaikkan salah satu kakinya ke bangku. Harusnya aku mengangkat pandanganku dan menoleh ke arahnya, tapi sial, kepalaku terasa kaku hingga tak bisa melihat wajahnya dengan jelas.





Singkatnya aku tidak bisa melihat pria itu dengan sangat jelas. Yeah, pria berantakan yang tidak terlalu tampan tapi keren di mataku itu. Yeah, pria santai yang sangat santai tapi begitu heroik karena memberikan tempat duduknya pada seorang ibu. Yeah, sebenarnya hanya begitu saja. Tapi tetap saja keren. Karena sosoknya yang berantakan lebih baik dari pada seorang pria berkemeja rapi dengan sepatu mengilat di deretan bangku sebelahku atau beberapa penumpang pria yang pura-pura tertidur agar tidak perlu merasa kasihan pada penumpang wanita yang berdiri.





Dan intinya tetap saja aku tidak bisa melupakan sosoknya dan tindakannya. Lagipula ia keren juga kok, heheheh..







End

Semuanya apa kabar?? Sehat yah??

Aku belum update apa-apa kan minggu ini? Dan tararara… Bukan ff sih, tapi semoga bisa menghibur. This little piece from me, semoga bisa mengisi waktu kalian.. hehehe..


Dari beberapa hari yang lalu aku udah usaha buat ngetik ff kok, aku mau ngelanjutin little secret atau finding father. Tapi aku cuma bisa nambahin dua kalimat di little secret, dan finding father masih jalan di tempat.


Udah hopeless bgt tuh, sempet mikir buat udahan nulis trus gak nongol lagi di mana-mana. Tapi aku masih batu aja, masih pengen nulis.



Terus tadi siang aku baru aja baca ori-fic gitu, dan alhasil jadi tergugah buat nulis. Tapi berhubung lagi seret ide terus juga lagi males mikir karena besok UTS, jadi aku nulis ini aja…
Jadi kalo ada yg mau nanya, kejadian di atas itu beneran atau enggak, jawabannya iya.. Beneran.. Gambaran cowok yang asli juga hampir kayak cowok di cover.. dikuncirnya juga gitu, Cuma poninya gak dijembrengin gtu, kalo yg asli poninya tuh diselipin ke kuping terus warna rambutnya hitam.. idungnya, matanya, rahangnya hampir kya gtu..



Kurus-kurusnya juga kyak gitu.. pas aku inget-inget ciri-ciri orang itu, aku inget kalo aku punya foto ulzzang yang memenuhi kriteria kyak gtu.. Walo gak mirip banget sih.. seenggaknya gaya nguncir rambutnya sama…


Dan kenapa sih aku seneng bgt nulisin hal-hal kecil kyak gini? Well..menurut aku kadang kita mikirin sesuatu yang terlalu besar atau maunya yang wah-wah, tapi gak sadar kalo hal kecil dan sederhana itu kadang udah cukup. Maksudku, aku lagi seret ide. Aku mau bikin ff atau tulisan dengan tema cetar membahana gitu, tapi sekali lagi aku inget aku lagi seret ide. Jadi, kenapa pusing-pusing nyari yang ribet kalau ada yang simpel tapi menarik buat dibagi *silver queen kaleee* 


Yah intinya suka-suka aku mau nulis apa, heheheh *author egois*. Pokoknya itu aja deh, aku udah terlalu banyak ngomong ini dan itu, lama-lama jadi gak berkonsep deh nih cuap-cuap kalo dilanjut *masalahnya emang pernah yah, omongan loe itu berkonsep* #SLAPP!!# Wokelah makasih buat siapapun yang udah baca, semoga menghibur, kalo ada waktu dan ada ide boleh kali kolom komentarnya diisi.. baiklah dadahhhh…




See You,

GSB

Comments

  1. wkwkwkwkwk aku juga merasa,. lelaki yang seperti itu cowok gentle dan keren,. :D
    aku juga pernah melihat beberapa lelaki yang melakukan hal seperti itu,. :D
    aku bersyukur masih ada lelaki yang peduli dan, mengutamakan orang tua,. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. keren kan cowok begitu???? iya...perlu bersyukur tuh laki" kya gitu masih eksis..oke..makasih tia komennya.. jangan bosen maen di gigsent yahh..^^

      Delete

Post a Comment

Popular Posts