Love in Work
main cast:
Mark Tuan & Hwang Jiyeong (oc)
minor cast:
Park Jinyoung, Wang Jackson, Im Jaaebum, Song Ahri (oc), Hong Junho (oc), Ahn Boram (oc)
o O O O o
Hwang Jiyeong, seorang gadis yang tengah menempuh pendidikan
di bidang kesehatan itu tengah sibuk mempersiapkan dirinya untuk menghadapi
masa pendidikan lapangan dimana ia harus terjun langsung ke suatu tempat dan
mempraktekan apa saja yang telah ia dapatkan selama berada di kelas dalam kurun
waktu tiga tahun belakangan ini. Memang pendidikan lapangan adalah saat yang
sangat ia tunggu-tunggu. Tak ada dosen. Tak ada presentasi. Tak ada mahasiswa
yang mencari muka. Tak ada hal-hal menyebalkan yang ia benci jika tengah berada
di kelas.
Namun ada hal yang tengah mengusiknya terkait dengan masa
pendidikan lapangan tersebut. Hal tersebut adalah, ia harus menerima kenyataan
bahwa ia atau lebih tepatnya timnya akan di tempatkan disuatu desa yang lumayan
terpencil di daerah Daegu. Tak hanya itu saja, ada hal lain yang membuatnya tak
mampu untuk mengendalikan dirinya. Ya.. apa lagi kalau tak berhubungan dengan
pria.
Entah apa yang harus gadis itu rasakan. dan lakukan. Apakah ia harus
merasa senang dan melompat kegirangan? Ataukah ia harus merasa sedih dengan
menangis di samping ranjang tidurnya? Yang jelas, setelah pertemuannya dengan
anggota timnya yang lain, gadis itu langsung bergegas meninggalkan ruang
pertemuan begitu dosen pembimbing mereka meninggalkan ruangan. Gadis itu
terlalu panik untuk tetap berada di sana dan membiarkan dirinya terus berada di
samping pria yang telah menarik perhatiannya selama tiga tahun. Yap.. tiga
tahun! Waktu yang tak singkat bukan??
Dan kini dengan masih mengenakan pakaian yang sama seperti
saat ia pergi ke kampus, Jiyeong memandangi langit-langit kamarnya yang
berwallpaperkan gambar langit. Gadis itu masih tak mempercayai bahwa dirinya
berada di satu tim yang sama dengan sosok Mark Tuan. Pria berkebangsaan Taiwan
yang tengah menempuh pendidikan dokternya di Universitas Seoul, universitas
yang sama dengannya.
Selama ini ia selalu berharap agar bisa berada di kelas yang
sama dengan pria itu, tapi Tuhan tak pernah mendengar permintaannya. Ia selalu
merasa iri pada teman-temannya yang berhasil berada di kelas yang sama dengan
Mark. Bahkan ia sampai mencurahkan rasa kekesalannya pada sahabat-sahabatnya
yang juga tengah menempuh pendidikan di universitas yang sama dengannya, hanya
saja berbeda disiplin ilmu. Dan sahabatnya selalu menghiburnya dengan
mengatakan Apakah kau siap jika berada di
kelas yang sama dengan Mark? atau Kau
kan bukan seperti teman-teman mu yang lain, yang mudah berbaur. Kau itu Hwang
jiyeong, gadis berusia 21 tahun yang tak pernah menjadi dewasa dan selalu
menjadi manusia planet lain jika berada di lingkungan yang baru!.
Terdengar aneh jika kalimat-kalimat seperti itu dapat
menghibur Jiyeong. Tapi memang benar. Gadis itu selalu merasa terhibur jika
sahabat-sahabatnya itu mengatakan segala sesuatu yang sesuai dengan kenyataan
yang ada.
Dan kini, ia ingin sekali menarik permintaannya itu dan
menggantinya dengan yang lain. Namun hal seperti itu tak mungkin. Ia tak
mungkin meminta pada Tuhan agar mengubah komposisi timnya, karena pasti hal itu
tak mungkin terjadi. Ia juga tak mungkin meminta untuk dipindahkan ke tim lain,
karena semua itu telah ditentukan oleh koordinator mata kuliah tersebut,
terlebih keberangkatan seluruh tim menuju desa tujuan masing-masing itu besok.
Ya.. besok. Dan Jiyeong masih terus saja berada di atas ranjangnya dan belum
menyiapkan perlengkapan apa pun untuk keberangkatannya.
o
O O O o
Pagi itu, di saat matahari masih belum menampakan cahayanya,
seluruh mahasiswa kesehatan Universitas Seoul telah berkumpul di tempat tunggu
stasiun kereta bawah tanah. Mereka dengan berbagai barang-barang yang dibawa
terlihat begitu bersemangat untuk memulai pengalaman baru mereka. Tak terkecuali
sosok Jiyeong, gadis itu dengan membawa ransel beroda, berjalan menembus
keramaian tempat tunggu guna mencari keberadaan teman-teman timnya.
Selama menyusuri ruang tunggu yang cukup besar itu, nafasnya
telah terhembus beberapa kali dengan kasar. Tangannya telah mendingin dan
jantungnya semakin berpacu dengan cepat. Terlebih di saat matanya telah melihat
dimana keberadaan timnya, Jiyeong semakin tak dapat mengontrol detakan
jantungnya. Ia begitu gugup. Ia tak sanggup untuk berada di sana, tapi ia harus
tetap berada di sana. Dan ketika hanya tersisa beberapa langkah saja sebelum ia
benar-benar bergabung dengan teman-temannya, Jiyeong menghentikan langkahnya
dan memejamkan matanya. Ia mencoba untuk menenangkan dirinya dan mengurangi
sedikit rasa gugupnya. Namun seseorang memanggil namanya dan membuat matanya
langsung terbuka dan menatap tajam pada sosok Jinyoung yang ia yakini sebagai
dalang yang baru saja menguarkan suara melengkingnya itu.
Jiyeong memasang senyumnya dan kemudian melangkah
menghampiri anggota timnya yang lain. Ia merundukan badannya memberikan salam
dengan masih menyunggingkan senyumnya.
“kenapa kau baru tiba??” Ahri, teman satu timnya serta teman
satu fakultasnya itu segera menghampirinya. Gadis itu merangkul pundak Jiyeong
yang hanya menjawab pertanyaannya tersebut dengan senyumnya.
“lalu kenapa kemarin kau pergi begitu saja?” Kini giliran
Jaebum yang membuka suaranya untuk menghilangkan rasa bingungnya karena
kepergian Jiyeong dari ruang pertemuan kemarin secara tiba-tiba.
“oh.. itu. kemarin aku........”
Belum sempat Jiyeong
menyelesaikan ucapannya, seorang koordinator telah memerintahkan seluruh mahasiswa
untuk segera memasuki kereta sesuai dengan tempat tujuan mereka. Jiyeong
beserta anggota timnya yang mendengar itu ikut bergegas seperti mahasiswa lainnya
memasuki salah satu gerbong. Di tengah langkahnya memasuki gerbong, Jiyeong
menghembuskan nafasnya yang terasa sedikit sesak saat mengingat pertanyaan
Jaebum tadi.
Jiyeong segera menyimpan ranselnya pada tempat penyimpanan
yang berada di bagian atas kursi penumpang dan kemudian menempati bagian yang
dekat dengan pintu gerbong. Gadis itu
mengeluarkan ponselnya dari saku jaket dan memasang headsetnya begitu pemutar
musik pada perangkat elektronik tersebut telah ia putar. Namun fokusnya
kemudian teralih begitu mendapati sosok Mark yang tengah berdiri di depannya.
Pria itu tengah menyimpan tasnya pada tempat penyimpanan, dan Jiyeong tak mampu
untuk mengalihkan pandangannya dari pria itu.
Di dalam hati, gadis itu tengah memuja ketampanan wajah pria
yang masih sibuk dengan barang-barangnya. Ia tak tahu lagi harus berkata apa
mengenai pria itu. Semua yang ada dipikirannya telah ia curahkan seluruhnya
kepada sahabat-sahabatnya. Dan ketika ia ingin menceritakan pada sahabatnya
yang tengah sibuk dengan tugas-tugasnya melalui pesan singkat mengenai Mark yang berdiri di depannya, Mark malah mendudukan tubuhnya di
samping Jiyeong dan membuat gadis itu secara refleks membulatkan matanya.
Untung saja saat itu wajahnya tengah tertunduk. Kalau tidak, ia tak tahu akan
seperti apa nanti kehidupannya selama di desa.
Jiyeong yang sebelumnya telah membuka software pesan singkat
tersebut buru-buru menutup software itu kembali dan beralih membuka akun sosial
medianya. Ia tak ingin Mark mengetahui bahwa wallpaper software tersebut adalah
foto dirinya. Mau ditaruh dimana wajahnya dan mau memberikan penjelasan apa ia
pada Mark.
Tak lama setelah Mark menempati kursi di samping Jiyeong,
kereta yang membawa mahasiswa dengan tujuan Daegu mulai bergerak meninggalkan
stasiun. Seluruh mahasiswa pun mulai terlarut dengan perangkat elektronik
masing-masing, termasuk dengan Jiyeong. Walaupun sosok Mark tengah duduk di
sampingnya dengan pundak mereka yang saling menempel, gadis itu tetap mencoba
untuk menyibukan dirinya dengan ponsel pribadi guna menghindari hal-hal buruk
yang mungkin terjadi pada wajahnya.
o O
O O o
Jiyeong dan anggota timnya yang lain baru saja tiba di salah
satu rumah yang memang telah dipersiapkan untuk mereka. Mereka yaitu Mark,
Jinyoung, Jaebum, Jackson, Ahri dan juga Jiyeong segera memasuki rumah tersebut
dan menyimpan barang bawaan mereka sebelum beralih menuju tempat acara.
Ketika sampai di tempat acara, beberapa mahasiswa dari
universitas lain yang juga tengah mengikuti pendidikan lapangan telah sampai
dan telah memenuhi tempat pertemuan tersebut. Mahasiswa-mahasiswa tersebut
merupakan para mahasiswa yang mempelajari ilmu kesehatan dan akan membantu
masyarakat di desa tersebut untuk hidup lebih baik dan tentunya sehat, dengan
bekal ilmu yang telah mereka dapatkan.
Jiyeong dan anggota timnya segera menempati kursi yang masih
kosong dan mulai mendengarkan pengarahan dari penyelenggara acara dan seorang
perwakilan desa tersebut. Cukup lama mereka berada di tempat itu hanya untuk
mendengar berebagai macam kalimat yang sebelumnya telah mereka dengar dari
dosen pembimbing mereka. Hingga membuat Jinyoung akhirnya memutuskan untuk
menghibur dirinya beserta teman-temannya dengan melontarkan kalimat yang
berhasil menimbulkan tewa tertahan dari teman-temannya.
“hei kalian.. para calon dokter. berhati-hatilah dengan
wanita di desa ini. biasnya wanita di desa itu lebih agresif pada laki-laki
tampan seperti kita.” Ujarnya pelan namun masih dapat terdengar oleh
teman-teman timnya.
Ketiga pria yang merupakan calon dokter tersebut menahan
tawa mereka begitu pun dengan Ahri. Mereka tak menyangka bahwa kalimat seperti
itu akan terlontar dari bibir seorang Park Jinyoung. Walaupun mereka tahu kalau
Jinyoung merupakan pria yang penuh dengan kejutan. Namun mereka tak menyangka
bahwa Jinyoung akan mengucapkan kalimat seperti itu. Terlebih kini mereka
berada di tempat yang dipenuhi oleh banyak mahasiswa lain.
Semenatara Jiyeong, gadis itu berbeda dengan teman-teman
timnya. Ia tak tertawa atau merasa lucu dengan ucapan Jinyoung, tapi ia lebih
merasa terkejut dan tak percaya bahwa Jinyoung mempunyai pikiran seperti itu.
Ia tak pernah mengira bahwa Jinyoung dapat berpikiran seperti itu juga. Ia kira
Jinyoung adalah pria yang hanya mau memikirkan hal-hal serius saja mengingat ia
adalah seorang calon dokter.
“hei aku serius!”
“ya ya ya.. kami percaya! hanya saja ini terlalu lucu karena
disaat semua orang tengah fokus mendengarkan pembicara, kau tiba-tiba saja
mengatakan hal seperti itu.” Ujar Jackson yang masih berusaha mengendalikan
tawanya.
Setelah ucapan mengejutkan dari Jinyoung, mereka pun
akhirnya larut pada perbincangan dengan topik yang mereka buat. Mereka tak
memperdulikan apa yang tengah kedua pembicara itu katakan di depan. Mereka yakin
bahwa apa yang pembicara-pembicara itu katakan pasti sama dengan apa yang
mereka dengar dari dosen pembimbing mereka. Hingga akhirnya acara tersebut
berakhir dan tugas mereka sebagai para calon tenaga kesehatan pun dimulai.
Ahri dan Jiyeong yang mendapat bekal untuk memberikan
pengarahan keapda masyarakat pun segera menuju ke tempat mereka harus bertugas,
sedangkan Mark, Jinyoung, Jaebum dan Jackson yang mendapat tugas sebagai
seorang dokter segera menuju tempat perawatan dimana telah banyak masyarakat
yang mengantri untuk mendapatkan pemeriksaan.
~~~~~
Hari itu semua tugas yang harus mereka kerjakan telah
berhasil mereka lakukan dengan baik. Hingga matahari telah hampir terbenam,
belum ada satu pun komplen dari masyarakat di sana mengenai kinerja atau pun
cara penanganan mereka. Semua berjalan begitu lancar dan cepat hingga kini
mereka pun telah kembali sampai di tempat penginapan mereka.
Ahri yang telah diakui kemampuan memasaknya, selama mereka
berada di desa tersebut mendapatkan tugas untuk memasak. Jiyeong yang tak dapat
memasak lebih memilih untuk merapihkan rumah dibantu dengan Jackson dan
Jinyoung. Sedangkan Mark dan Jaebum, mereka bertanggung jawab dalam persiapan
untuk hari esok.
Di saat semua orang tengah disibukan dengan tugas
maisng-masing, suara ketukan berhasil membuat keenamnya menghentikan kegiatan
mereka. Mereka secara serempak menatap pada daun pintu bercatkan warna coklat tersebut
dan menanti salah seorang dari mereka untuk membuka pintu tersebut.
“hhhh... baiklah. aku yang akan membukanya.”
Jackson meletakan lembaran-lembaran kertas yang sebelumnya
tengah ia susun di atas meja dan kemudian beralih menuju pintu yang masih
diketuk dan membukanya. Seorang wanita dengan mengenakan pakaian berwarna biru
muncul dari balik pintu tersebut dengan membawa satu buah tempat makan di tangannya.
“maaf mengganggu.. aku hanya ingin mengantarkan makanan ini
untuk kalian.” Ujarnya sembari menyerahkan
tempat makan tersebut kepada Jackson.
Jackson menatap wanita itu dengan alis yang menaut. Ia
menatap wanita itu dengan seksama. Sementara sang wanita, ia tak menyadari
bahwa Jackson tengah menatapnya. Pasalnya matanya terus saja menatap Mark yang
tengah sibuk dengan alat-alat medisnya.
“ehm... untuk kami.. atau hanya untuk Mark?” Tanya Jackson
dengan menekankan kata kami serta nama Mark.
Wanita itu menoleh dan tersenyum canggung. Ia juga menggaruk
tengkuknya yang sebenarnya baik-baik saja.
“untuk kalian.. aku memang sengaja membuatnya supaya kalian
mencicipi makanan khas desa ini.”
“oh begitukah?? kalau begitu terima kasih Ahn Boram.”
“oh.. ya sama-sama. kalau begitu aku permisi.”
Setelah kepergian wanita itu -Ahn Boram-, Jackson kemudian
meletakan tempat makan tersebut setelah menutup pintu kembali. Pria itu
tersenyum usil pada Mark begitu ia meletakan tempat makan itu.
“apa?” Tanya Mark yang tak mengerti maksud dari senyum pria
bermarga Wang itu.
“kau harus berhati-hati Mark. sepertinnya Ahn Boram menaruh
hati pada mu.”
o O
O O o
Pagi itu, Jiyeong telah siap dengan mengenakan kemeja
berwarna hitam dengan motif sayap yang menutupi setengah bagian depan kemeja.
Sementara Ahri, gadis itu telah memasangkan segala sesuatu yang berwarna ungu
ditubuhnya. Lalu Jackson dan Jinyoung, keduanya lebih memilih kemeja denim yang
dipadukan dengan celana berwarna tan dan abu-abu. Sedangkan Mark dan Jaebum,
mereka mengenakan kemeja yang dibalut dengan sweater tipis sebagai pemanis
kemeja yang mereka pakai.
Keenamnya bergegas meninggalkan rumah setelah memastikan
bahwa peralatan makan mereka telah bersih. Jiyeong yang telah selesai
membersihkannya terlebih dulu, memutuskan untuk menunggu teman-temannya di
depan rumah sembari memainkan ponselnya. Tak lama setelahnnya, Jackson,
Jinyoung, Mark serta Jaebum muncul.
Disaat mereka tengah menunggu Ahri yang masih mengambil tasnya, seorang pria
muncul dengan mengulurkan sebuah pulpen pada Jiyeong.
“ini milik mu kan?”
Jiyeong yang sebelumnya tengah asik dengan ponselnya,
mengangkat kepalanya dan menatap pria itu dengan tatapan bingungnya.
“aku Hong Junho. kemarin aku meminjam pulpen mu, dan ketika
aku ingin mengembalikannya kau sudah pergi. Tapi tak ku sangka kita bisa
bertemu sepagi ini dan di sini.”
Jiyeong hanya tersenyum menanggapi ucapan pria di depannya
itu. Ia terlalu terkejut atas kehadiran serta tindakan pria itu yang menurutnya
begitu mengganggu dirinya.
“oh iya, ini pulpen mu.”
Jiyeong mengambil pupen berwarna biru tersebut dari tangan
pria di depannya. Masih dengan menyunggingkan senyum canggungnya, ia
mengucapkan terimakasih karena pria itu sudah mau mengembalikan pulpennya.
Selain itu, di dalam hatinya, ia juga berharap bahwa ucapan terimakasihnya mampu membuat pria itu
enyah dari hadapannya. Namun alih-alih pergi, pria itu malah membuat topik baru
yang mau tak mau membuat Jiyeong harus menanggapinya.
“maaf lama..”
Ahri muncul dengan mengenakan tas berwarna hitam di
lengannya. Gadis itu masih belum menyadari keberadaan sosok lain karena ia
masih disibukan dengan pintu rumah yang belum terkunci. Namun ketika ia
berbalik dan mendapati sosok itu, alisnya langsung bertaut dan menatap pria itu
dengan mata yang memicing.
“siapa dia?”
“tak tahu.. tapi jika dilihatr dari jaketnya, sepertinya ia
mahasiswa dari Universitas Kkangnam.”
“lalu untuk apa dia di sini dan berbicara dengan Jiyeong?”
“entahlah!”
Sontak Ahri memalingkan wajahnya menatap sosok yang baru
saja menjawab pertanyaannya dengan nada kesal. Ia menatap sosok tersebut dengan
penuh selidik. Seperti seorang detektif yang tengah menyelidiki sebuah kasus.
“kenapa nada bicara mu seperti itu Mark?” Tanya Ahri dengan
masih menatap Mark.
“seperti apa? aku bicara biasa saja.”
“biasa? kau berbicara seperti orang kesal. ah.. aku tahu. kau cemburu bukan??”
Mark mendelik begitu mendengar ucapan Jinyoung. Pria itu
hendak memberikan sedikit pelajaran pada temannya itu agar tak bicara
sembarangan andai saja Jaebum menghentikannya.
“lebih baik kau tolong Jiyeong karena gadis itu terlihat
sudah tak nyaman!”
Jaebum mendorong Mark hingga ia tepat berada di samping
Jiyeong. Awalnya ia tak tahu harus melakukan apa dan ingin segera pergi
sendiri. Tapi begitu melihat raut Jiyeong yang seakan tengah meminta
pertolongan darinya, ia pun mengurungkan niatnya. Pria itu lantas menggenggam
tangan Jiyeong dan menatap gadis itu dengan tersenyum bagaikan seorang
malaikat.
“sepertinya kami sudah terlambat, jadi kami harus berangkat
sekarang.” Ujarnya pada Junho. Pria itu menganggukan kepalanya singkat dan segera
membawa Jiyeong pergi.
“terimakasih..” Bisik Jiyeong begitu mereka telah melangkah
jauh meninggalkan sosok Junho yang masih menatapi kepergian mereka.
“sama-sama...”
o O
O O o
Jiyeong beserta Ahri tengah disibukan dengan beberapa warga
yang menginginkan informasi lebih terkait hidup sehat yang ingin mereka jalani.
Keduanya terus saja menjelaskan pada setiap warga yang bertanya mengenai apa
itu hidup sehat. Bagaimana melakukan pola hidup sehat. Apa saja yang dapat
dilakukan agar bisa menjadi masyarakat yang sehat. Dan masih banyak lagi
pertanyaan-pertanyaan yang sangat membuat Jiyeong dan Ahri lelah.
Hingga tiba saatnya dimana mereka dapat berhenti sejenak
untuk mengistirahatkan tubuh mereka serta kembali mengisi tenaga yang telah
terkuras habis. Kedua gadis itu serentak mendudukan tubuh mereka pada kursi dan
meregangkan otot mereka yang terasa mengaku. Jiyeong mengeluarkan ponselnya dari
dalam tas. Gadis itu ingin sekali bermain-main singkat dengan benda
kesayangannya itu. Namun saat ia ingin mengoperasikan benda tersebut sesuai
dengan apa yang ingin dilakukannya, benda itu bergetar dengan memunculkan nama
Jinyoung di layar.
Jiyeong mengernyitkan dahinya namun ia tetap mengusap layar
tersebut dan kemudian mendekatkan benda itu pada telinganya.
“ada apa?”
“.....”
“haruskah? aku baru saja selesai.”
“.....”
“baiklah. aku akan segera ke sana.”
Jiyeong kembali menjauhkan ponselnya dan menyimpannya ke
dalam tas. Gadis itu kemudian beralih menatap Ahri yang ternyata juga tengah
sibuk dengan ponselnya.
“aku akan pergi ke posko perawatan. kalau kau ingin makan,
makan saja lebih dulu. nanti aku akan menyusul.”
Ahri menganggukan kepalanya tanda mengerti dengan apa yang
dikatakan Jiyeong. Ketika gadis itu melihat anggukan kepala tersebut, ia pun
segera bergegas meninggalkan tempat tugasnya dan segera menuju posko perawatan
yang untungnya tak terlalu jauh dari tempatnya saat itu.
Di lain tempat, Jackson masih terus menunggu kedatangan
Jiyeong di depan pintu posko universitas mereka. Pria itu terlihat begitu gusar
dengan sesekali melirik sekilas pada ruangan dimana pintu dengan cat warna putih
masih tertutup dengan rapat sejak tiga puluh menit yang lalu.
“bagaimana? apakah sudah ada tanda-tanda kedatangan
Jiyeong?” Jinyoung berjalan menghampiri Jackson dan memukul pundak temannya itu
ringan.
“belum. tapi apakah benar ia akan datang?”
“tenang saja, aku yakin Jiyeong pasti datang.” Jaebum
menghampiri Jackson dan juga menepukan tangannya pada pundak Jackson.
Tak lama setelah itu, Jiyeong tiba dengan nafas yang sedikit
memburu. Gadis itu segera memasuki posko dan menghampiri ketiga temannya itu.
“ada apa?” Tanya nya dengan nafasnya yang begitu tak
beraturan.
“tolong selamatkan Mark. kami tak ingin sesuatu terjadi
padanya.”
“Mark? memangnya apa yang terjadi padanya?”
“kau akan tahu sendiri. jadi sekarang kau masuklah ke dalam
ruangannya.”
Jinyoung mendorong tubuh Jiyeong dengan Jackson yang telah berdiri
di depan pintu yang sejak tadi masih tertutup. Jackson menekan gagang pintu
tersebut dan Jinyoung mendorong Jiyeong masuk ke dalamnya. Setelahnya Jackson
kembali menutup pintu tersebut dan menepukan tangannya dengan tangan Jinyoung.
“kita berhasil!”
Jiyeong yang begitu terkejut atas tindakan Jinyoung dan
Jackson masih tak menyadari keadaan apa yang ada di depannya. Gadis itu masih
berusaha untuk membuka pintu yang ternyata sengaja ditahan oleh kedua pria itu
dari luar. Ia berulang kali menekan gagang pintu tapi tetap saja pintu putih
tersebut tak terbuka. Rasa kesal dan frustasi mulai menyergapnya hingga
akhirnya ia memutuskan untuk menghentikan aksinya. Saat ia memutar tubuhnya,
matanya langsung terbelalak dan ia merasa seperti berada di dunia antah
berantah saat melihat sosok Mark serta wanita yang kemarin mengantarkan makanan
ke tempat tinggal sementara mereka.
Tubuhnya menegang dan Jiyeong tak tahu harus melakukan apa.
Ia ingin pergi, tapi ia tak bisa membuka pintu itu. Ia ingin menghampiri
keduanya dan bertingkah seperti tak terjadi apa-apa, tapi ia tak memiliki
keberanian untuk melakukannya. Alhasil ia hanya berdiri di sana dengan jantung
yang berdetak melebihi detakan pada umumnya serta tubuhnya yang mulai merasa
memanas.
“aa... eemm.... eee... mmm... sepertinya, aku.....”
“hei.. kenapa kau hanya di sana. ayo kemari..”
Mark bangkit dari kursinya. Ia berjalan menghampiri Jiyeong
dan kemudian menuntun gadis itu untuk berjalan mendekati mejanya.
“Boram kenalkan ini Jiyeong, kekasih ku. dan Jiyeong
kenalkan ini Boram.”
Jiyeong kembali membulatkan matanya dan menatap Mark dengan
tatapan meminta penjelasan. Namun Mark, ia hanya membalas tatapan tersebut
dengan menyunggingkan senyumnya yang berhasil membuat jantung Jiyeong berdetak
tak karuan serta darahnya yang berdesir dengan begitu kencang.
“oh.. Ahn Boram.”
“Hwang Jiyeong. senang berkenalan dengan mu.”
o O
O O o
“lalu setelahnya apa yang terjadi?” Ahri semakin tertarik
untuk mendengar penuturan Jinyoung dengan semakin mencondongkan tubuhnya. Gadis
itu begitu penasaran dengan kejadian yang membuat Mark dan Jiyeong kini tengah
berbicara berdua di kamar kedua gadis itu.
“ya.. tak lama Boram keluar dari ruang pemeriksaan dengan
terburu. ia bahkan tak sempat berpamitan dengan kami.”
“benarkah? berarti apa yang kau perkirakan sebelumnya benar
terjadi Park Jinyoung.”
Jinyoung hanya mengangkat bahunya mendengar hal itu. Ia tak
tahu kenapa apa yang ia katakan benar-benar terjadi. Ia juga masih bingung
kenapa orang yang pertama kali ada dipikirannya adalah Hwang Jiyeong ketika
Boram datang dan memaksa untuk bertemu dengan Mark, hanya dengan Mark di ruang
pemeriksaan.
Apakah aku memiliki
bakat menjadi seorang peramal?, pikir Jinyoung begitu ia menyenderkan
tubuhnya pada senderan sofa.
Tak lama, Mark keluar dari kamar dan ikut bergabung dengan
temannya. Pria itu menghela nafasnya begitu saja ketika tubuhnya baru saja
terduduk di atas sofa. Dan hal tersebut berhasil membuat Jinyoung, Jackson,
Ahri, bahkan Jaebum yang tengah sibuk membaca bahan-bahan untuk esok langsung menghentikan
kegiatannya dan beralih memperhatikan Mark.
“apa yang kalian bicarakan di dalam?”
“tidak ada.”
“tidak ada? jangan bohong Mark Tuan! kami tahu kalau kau
menyembunyikan sesuatu.”
“sudah ku katakan tidak ada, ya tidak ada. sudahlah aku
lelah. aku ingin beristirahat.”
Mark bangkit dari duduknya dan pergi menuju kamarnya dengan
meninggalkan berbagai pertanyaan dalam benak teman-temannya.
o O
O O o
Masyarakat datang silih berganti ke tempat dimana para
mahasiswa kesehatan tengah menjalani pendidikan lapangan sesuai dengan disiplin
ilmu yang mereka pelajari. Tak henti-hentinya seluruh mahasiswa yang terdiri
dari beberapa universitas berbeda tersebut dihampiri oleh masyarakat mulai dari
yang ingin melakukan pemeriksaan kesehatan, meminta perawatan, atau hanya ingin
mengetahui informasi mengenai kesehatan itu sendiri. Walaupun begitu,
mahasiswa-mahasiswa tersebut tak merasa terbebani dengan banyaknya masyarakat
yang datang. Mereka malah merasa begitu senang karena dengan banyaknya masyarakat
yang datang itu berarti bahwa apa yang tengah mereka lakukan itu tidak sia-sia.
Namun di antara mahasiswa-mahasiswa tersebut, sosok
Jiyeong-lah yang nampak tak menikmati apa yang tengah ia lakukan. Senyumnya
memang tak pernah sirna dari wajah cantiknya. Ia juga tetap berbicara dengan
bahasa yang baik dan sopan kepada orang-orang yang datang kepadanya. Namun
pikiran serta hatinya-lah yang menjadi penyebab ia tak menikmati kegiatannya
hari itu.
Ia tak menyangka bahwa pembicaraan dirinya dengan Mark kemarin
malam dapat memberikan pengaruh yang begitu besar kepadanya. Ia kira setelah ia
terbangun, ia akan kembali seperti saat ia baru sampai di desa tersebut. Tapi
sayangnya, perkirannya salah. Apa yang mereka berdua bicarakan masih terus
terngiang dan tak dapat ia hilangkan begitu saja.
Setiap kalimat, bahkan setiap kata yang terlontar dari mulut
Mark masih dapat ia ingat dan seperti sebuah pemutar musik yang masih terus
mengalun ke dalam telinganya. Mengiangkan kalimat demi kalimat yang menimbulkan
rasa sesak di dalam dirinya. Yang membuat matanya terasa memerih dan ingin
mengalirkan cairan bening dari sana. Yang membuat ia tak dapat bernafas dengan
normal. Yang membuat ia dapat mendengar desiran darahnya serta detakan
jantungnya.
Ia tak tahu mengapa dirinya menjadi seperti itu. Yang jelas
ia tak mau merasakan perasaan seperti itu terus menerus. Ia tak mau kegiatannya
selama di desa itu terganggu hanya karena perkataan pria itu. Ia tak mau!! Tapi
ia tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk membuat dirinya kembali seperti
sedia kala.
Dan disaat pergulatan tengah terjadi di dalam batinnya.
Deringan ponsel berhasil membuat Jiyeong tersadar dan membuat gadis itu kembali
kekehidupan nyatanya setelah beberapa saat terlarut dalam pikiran serta
perasaannya. Ia menatap layar benda elektronik tersebut dan kemudian menautkan
kedua alisnya. Awalnya ia ingin mengabaikan panggilan tersebut. Namun entah
kenapa jarinya malah menyentuh layar benda itu hingga akhirnya panggilan dari
sosok di seberang sana tersambung dengannya.
“ada apa?”
“Jiyeong.. Jiyeong!! kau harus-”
“jika ini hanya akal-akalan kalian seperti kemarin, lebih
baik kau hubungi Ahri saja. aku sedang banyak tugas. ma-”
“yak! dengarkan. ini berbeda. oke.. aku ingin minta maaf
untuk kejadian kemarin. tapi tolong, sekarang ini benar-benar terjadi. Mark
membutuhkan bantuan mu!!”
~~~~~
Jiyeong berlari secepat yang ia mampu. Ia tak memperdulikan
tatapan dari masyarakat sekitar yang menatapnya dengan penuh tanya. Ia juga tak
perduli jika nanti nilainya akan dikurangi karena meninggalkan pasien sebelum
ia menyelesaikan tugasnya walaupun saat itu adalah waktu istirahat. Yang ia
perdulikan hanyalah Mark. Mark, pria itu tengah membutuhkan bantuannya.
Ketika ia telah sampai di tempat dimana Mark tengah
bertugas, gadis itu segera memasuki ruangan yang ia yakini bahwa Mark berada di
sana. Ia menutup pintu ruangan tersebut dengan cukup keras dan segera mencari
dimana keberadaan pria itu. Namun ia sama sekali tak menemukan Mark di sana.
Ruangan itu kosong. Tak ada siapa pun di sana.
Mengetahui bahwa nampaknya ia telah kembali tertipu, rasa
kesal mulai menjalar ke seluruh tubuhnya dan membuat tangannya terkepal. Ia
hendak berbalik dan pergi meninggalkan ruangan itu andai saja sosok Mark tak
muncul di belakangnya dan membuat ia terkejut.
“ka-kau baik-baik saja? kata Jaebum kau sakit??”
Mendengar pertanyaan itu Mark hanya diam. Ia sama sekali tak
merespon pertanyaan Jiyeong. Ia hanya terus menutup rapat mulutnya dan menatap
Jiyeong dengan tatapan yang tak dapat gadis itu jelaskan.
“apakah kalian menipu ku lagi?? ha! seharusnya aku tak
datang!!!”
Jiyeong segera pergi meninggalkan ruangan tersebut. Ia
menekan gagang pintu dan hendak keluar. Namun langkahnya terhenti saat Mark
tiba-tiba saja menutup kembali pintu tersebut dan menarik Jiyeong hingga ke
tengah ruangan.
“apa yang kau lakukan?!” Ronta Jiyeong. Gadis itu berusaha
melepaskan cengkraman Mark dari lengannya. Tapi tangan pria itu begitu kuat
hingga membuat ia tak mampu melepaskan dirinya.
Sementara Mark, pria itu masih diam dan terus menatap Jiyeong
tajam. Ia sama sekali tak melepaskan pandangannya dari gadis itu. Seperti
seekor harimau yang tengah mengincar mangsanya dan siap untuk menerkamnya.
Begitulah gambaran wajah pria itu saat itu.
Jiyeong yang menyadari tatapan tajam pria itu lantas
menghentikan aksinya. Entah mengapa perasaan takut tiba-tiba muncul dan
mengusik dirinya. Namun di samping perasaan takut, sebuah perasaan senang
mencuat begitu saja saat matanya bertemu pandang dengan mata Mark.
Inilah alasan kenapa aku
jatuh hati pada mu Mark. Ini juga yang membuat ku merasa tak keberatan saat kau
mengatakan bahwa aku adalah kekasih mu. Tapi ini juga yang membuat ku kesal
pada mu saat kita bicara kemarin malam. Itu semua karena mata mu Mark!!,
ungkap Jiyeong dalam hatinya.
“lepaskan Mark!! aku tak mau orang lain melihat dan
menyangkakan yang tidak baik pada kita.”
“biarkan saja. aku tak keberatan jika hal itu sampai
terjadi.”
Mata Jiyeong kembali membulat begitu mendengar jawaban Mark.
Ia bingung dengan pria di depannya dan juga tak menyangka bahwa Mark akan
mengatakan hal gila seperti itu.
“apa?? kau gila, eo?!!”
“ya. aku gila! aku gila karena mencintai mu Hwang Jiyeong! aku gila karena harus merasa kesal saat melihat mu bersama mahasiswa dari
Universitas Kkangnam itu! dan aku akan terus menjadi pria gila jika ini
berhubungan dengan mu!! apakah kau tak mengerti?!?!”
Mark melepaskan cengkramannya. Pria itu berbalik dan
mengacak rambutnya. Ia tak menyangka bahwa ia akan mengatakan hal seperti itu
saat itu juga. Terlebih disaat mereka tengah melakukan pendidikan lapangan dan
di tempat yang tak seharusnya menjadi tempat untuk ia mengatakan semuanya pada
Jiyeong.
Sementara Jiyeong, gadis itu masih tak dapat mempercayai apa
yang baru saja didengarnya. Ia bahkan merasa bahwa itu hanyalah halusinasinya
saja. Namun saat ia mencoba untuk membuktikan bahwa apa yang ia dengar itu
salah, jantungnya malah berdetak dengan semakin kencang.
“M... Ma.. Ma-rk... kau, emmm... ka-ka..u ber-can-”
Mark berbalik dan kembali mencengkram lengan Jiyeong.
“aku tidak bercanda! apa yang aku katakan itu tulus dari
dalam hati ku!! apakah kau tidak merasakannya??!” Mark menjeda ucapannya. Ia
menarik nafasnya dalam dan kemudian menghembuskannya dengan kasar.
“hhhaahhh... aku gila! Ssudahlah lupakan saja. anggap apa
yang aku katakan tadi, tak pernah aku katakan! maaf telah membuat mu khawatir.”
Mark melepaskan tangannya. Ia kemudian beralih menuju
kursinya dan menghela kasar.
“Ma..rk...”
“sudahlah Jiyeong. aku ingin sendiri, kau bisa pergi. dan aku juga tidak sakit. aku membohongi mu.”
“ta..tapi Ma-rk...”
“Jiyeong tak apa. anggap saja tidak terjadi apa pun.”
“Mark-”
“Hwang Jiyeong..”
“MARK TUAN BISAKAH KAU MEMBERIKAN AKU KESEMPATAN!!!” Teriak
Jiyeong yang kesal pada Mark yang terus saja menyela ucapannya.
Gadis itu kemudian menghampiri Mark dan berdiri tepat di
samping pria itu. Ia menatap Mark dan
kemudian menghembuskan nafasnya perlahan.
“aku juga menyayangi mu Mark.”
Jiyeong berkata cepat seperti sebuah perlombaan marathon
untuk merebutkan hadiah milyaran won dan kemudian berjalan pergi. Ia tak mau
berada di sana dan ia juga tak ingin Mark melihat wajahnya yang mungkin telah
berubah memerah. Namun langkahnya harus kembali terhenti karena Mark langsung
menariknya ke dalam dekapannya sesaat setelah pria itu berhasil mencerna kata
demi kata yang Jiyeong katakan.
Tak ada suara. Tak ada gerakan berarti. Tak ada apa pun
selain sebuah pelukan hangat yang keduanya berikan untuk satu sama lain.
“Mark, lebih baik kau melepaskan rangkulan mu. perasaan ku
tak enak.”
“tidak. aku tidak akan melepaskannya. aku ingin terus
memeluk mu..”
“tapi Mark...”
Di saat Jiyeong masih berusaha untuk menyampaikan
kekhawatiran akan perasaan aneh yang dirasakannya, tiba-tiba saja pintu ruangan
tersebut terbuka dan menampakan sosok Jinyoung, Jackson serta Jaebum. Sontak
Jiyeong melepaskan rangkulannya dan mendorong tubuh Mark menjauh. Namun Mark
masih tetap merangkul gadis itu walaupun ia telah mendapatkan tatapan tajam
dari Jiyeong.
“jadi kalian telah resmi menjadi sepasang kekasih??”
“menurut mu? yak! kalian baru saja merusak momen bahagia
kami!! cepat keluar!!!” Hardik Mark pada ketiga temannya itu.
Ia lantas mendorong ketiga temannya itu keluar. Walaupun
sulit bahkan sangat sulit karena tubuh ketiganya yang tak kecil serta rasa
keingintahuan mereka yang begitu besar. Namun Mark berhasil menutup pintu putih
tersebut dan membuat di ruangan itu hanya ada dirinya dan Jiyeong.
“ya Mark Tuan!!”
“buka pintunya!”
“apa yang akan kau lakukan Mark? tolong buka pintunya!!”
Mark kembali menghampiri Jiyeong dengan tanpa memperduliakn
teriakan dari ketiga temannya itu. Baginya teriakan-teriakan tersebut seperti
iringan lagu yang mengalun sebagai musik latar untuk hari bahagianya itu.
“maaf untuk semalam. aku tak bermaksud membuat mu marah
karena penjelasan ku. tapi apa yang aku katakan semalam itu benar. aku
mengatakan bahwa kau adalah kekasih ku bukan tanpa maksud tapi memang aku
memiliki maksud.” Ungkap Mark. Pria itu dengan menggenggam tangan Jiyeong
berusaha untuk membuat gadis itu yakin dan percaya dengan ucapannya. Ia tak mau
gadis itu kembali marah padanya seperti yang terjadi kemarin malam saat mereka
tengah bicara berdua.
Jiyeong menganggukan kepalanya. Sejujurnya malam itu ia tak
marah atas ucapan pria itu. Ia hanya merasakan perasaan aneh yang membuat
jantungnya berdebar dengan kencang. Dan untuk menutupinya, akhirnya ia
memutuskan untuk marah.
“terimakasih..” Balas Mark. Pria itu kemudian menarik tubuh
Jiyeong dan kembali memberikan pelukan terhangatnya pada gadis itu. Tak lama,
karena setelahnya ia melepaskan pelukannya dan beralih menatap wajah Jiyeong.
Ia terus menatap manik coklat gadis itu. Sampai akhirnya
sebuah lengkungan terpatri dari keduanya saat Mark mendaratkan ciumannya pada
bibir gadis itu. Bukan sebuah tautan panas yang membuat lenguhan keluar dari
kedunya, atau membuat suara decakan terdengar memenuhi ruangan. Tetapi hanya
sekedar menempelkan bibir, namun tetap dapat memberikan sensasi tersendiri
untuk keduanya hingga mereka tak mau mengakhirinya.
E N D
hhhhhhhhh.... i know it's so weird and also absurd!!!
but...... mau gimana lagi. tiba-tiba aja feelnya ilang gak tau kemana. jadi maaf ya... :(
dan maaf juga mungkin akan ada cerita lain yang lagi-lagi ada unsur kesehatan di dalamnya. semua itu karena cadok yang ada di sana. jadi kalau kalian mau marah, silahkan marah sama cadok di sana ya.. dan kalau kalian seneng karena aku masukin unsur-unsur kesehatan, ucapkan terimakasih juga sama dia.
oke aku gak akan berlama-lama di sini. jadi semoga kalian terhibur dan see you guys.....감사합니다 ^^
Comments
Post a Comment