Stop Thinking








Ini akan jadi sesuatu yang hits, serius!


Wow, ini ide tergilaku selama dua bulan terakhir!



Namun kapan akan kumulai?


Lalu bagaimana aku memulainya?





Rasanya ingin tertawa di depan kaca kemudian melirik sinis pada pantulan gadis remaja di dalamnya. Kebingungan ini, rasa antusias ini, imaginasi yang berlebihan ini benar-benar tidak berguna, serius. Ide gila yang kupikir akan jadi hits-ku tahun ini mungkin hanya akan jadi heboh di kepalaku saja. Karena pada kenyataannya, aku masih di depan cermin mengamati pantulan diriku. Aku berdiri di sana setelah beberapa waktu yang lalu bolak-balik mengelilingi ruang tengah dengan telinga tersumpal headset. Beberapa lagu yang sama kuputar berulang-ulang, sejalan dengan itu imajinasiku terbangun.





Aku hanyut ke dalam dunia dimana melodi dari lagu yang kudengar lambat-lambat menciptakan dunia asing yang semakin jelas hingga aku bisa merasa bahwa ini bukan sekedar imajinasi. Sangat jelas di kepalaku. Ini memang kedengaran abnormal. Aku membayangkan seorang gadis tengah terduduk di samping jendela sambil memikirkan kekasihnya, ngomong-ngomong mereka baru saja putus. Gadis itu menitikan air matanya tanpa sedikitpun suara. Menelan suara rintihnya, tak ingin membagi kepiluannya pada siapapun. Aku dapat merasakan napasnya yang tersengal, dadanya yang bergemuruh dan kelelahan di matanya.




“ Ini payah! Hubungan kita benar-benar payah! Dengar, aku ingin seperti teman-temanku yang lain!”




Pandangan gadis itu kian sayu, ia mengerjap dengan lemah, kembali meloloskan air mata.





“ Bisa pergi kencan sesukanya, mencium gadisnya kapan saja, bukan hanya pergi ke kafe untuk minum susu kocok dengan kue-kue lucu! Karena itu aku ingin kita putus.”





Gadis rapuh itu menarik napas panjang. Baginya cukup sulit melakukan hal sesederhana itu, rasanya berat dan begitu menyakitkan. Seolah tarikan napas panjang yang ia lakukan adalah tarikan napasnya yang terakhir, yang begitu sulit dan menyakitkan.





“ Aku sudah muak dengan hubungan payah ini! Aku muak dengan gadis kolot sepertimu!”






Rasa sesak memenuhi dadaku, hingga tak terasa air mataku mengalir. Dan napasku jadi tersengal hingga terasa seperti banyak beban yang kutanggung. Tubuhku gemetar, bayangan si lelaki brengsek itu membuatku sangat emosional. Perasaan benci tak ayal melingkupiku. Dan sialnya dentingan piano pada lagu yang sedang kudengar memperparah semuanya. 





Aku menekuri tampilanku di depan. Jalur air mata yang telah mengering di pipiku dan sorot mata penuh gejolak yang tampak jelas, membuktikan betapa idiot dan abnormalnya diriku. Oh, aku juga tak pernah bilang aku adalah manusia dengan kadar kenormalan yang baik kan?




Kembali ke ide gilaku. Ideku cukup keren bukan? Gadis konservatif yang menjaga nila-nilai dan norma menjalin kasih dengan pria brengsek yang benar-benar brengsek, yang mengukur cinta dari seintim apa kontak fisik yang ia lakukan dengan pasangannya. Harus kuakui cerita semacam itu adalah salah satu cerita yang paling kubenci. Aku benci pria brengsek. Ughh..





Namun entah kenapa ide itu muncul dan aku tenggelam di dalamnya. Padahal karakter pria yang biasa kumasukkan dalam cerita adalah pria cuek yang sebenarnya begitu perhatian, pria menyebalkan yang memiliki sisi manis dengan caranya sendiri, pria bawel yang membuat siapapun kesal dan nyaman di saat yang bersamaan atau pria dengan sikap dewasa yang membuat para gadis merasa aman di dekatnya. Dan pria brengsek seperti yang kubayangkan beberapa menit yang lalu belum pernah. Yah, walau pernah kumasukkan dalam cerita, tapi bukan sebagai tokoh pria utamanya.  





Walau begitu percuma saja rasa antusias ini kalau yang kulakukan sekarang hanya membayangkan, merangkai kisah selanjutnya sambil berdiri di depan cermin. Toh, cerita itu tidak akan pernah diketahui siapapun. Cerita itu hanya akan ada di dalam kepalaku, hingga kemudian hilang perlahan-lahan. Emosi yang kini kurasakan tak ada gunanya kalau aku tidak membuka laptopku dan mulai mengetik kepingan ide yang terhampar di kepala. 




Tapi aku ingat, aku masih memiliki tugas proposal yang mesti kukumpulkan hari rabu nanti. Aku mendesah. Aku harus mendahulukan kewajibanku kan? Tapi…





Sambil menghela napas dengan gusar aku membuka aplikasi blackberry messenger di ponselku. Mencari nama seseorang di dalam daftar kontak. Oke, ini dia!





Aku baru saja mendapat ide gila untuk cerita terbaruku! Aku benar-benar ingin menulisnya, tapi kau tahu? Tugas-tugas sialan itu tak pernah berhenti menghantuiku. Menurutmu apa yang harus kulakukan?  





Aku mendesah panjang sambil kembali menekuri pesan yang baru kukirim. Yah, kurasa aku terkesan terlalu menyusahkan di pesan itu.





Sambil menunggu balasan dari orang itu, aku beralih menuju ruang sempit di sudut ruangan. Aku kemudian duduk di sana, tanpa alas apapun. 





Sekali lagi kulirik layar ponselku. Masih belum ada balasan. Akhirnya aku memutuskan untuk membalikkan ponselku, membiarkan layarnya menemui pangkuanku. Huft…apa sih yang membuatnya sangat lama?





Kubiarkan pikiranku kembali menerawang, merangkai kelanjutan dari kisah gadis tadi. Kurasa lebih baik kupikirkan sekarang sebelum emosi yang tengah melingkupi hatiku menghilang. Dan akhirnya kisah tadi hanya akan bernasib sama seperti kisah-kisah lainnya yang tak mampu kuselesaikan.




Baiklah, darimana ya aku memulainya…




TING!





Tanda pesan masuk mengalihkan perhatianku. Dengan cekatan aku langsung menggenggam ponselku dan menekurinya dengan serius. Napasku berembus waspada. Pesan darinya! Tanpa berpikir dua kali aku langsung membukanya.





Percayalah, berhenti merisaukan apapun! Berhenti merasa bingung! Dan berhenti berpikir! Ceritamu tidak akan pernah selesai kalau kerjaanmu hanya berpikir, yang perlu kau lakukan sekarang hanya menulis. Dan untuk tugasmu, hei…malam masih panjang dan ingat besok kita libur!! Anyway, kali ini ide gila macam apa yang kau pikirkan?





Aku mendesah puas setelah membaca pesannya. Aku sudah mengira akan seperti itu. Lagipula ini bukan pertama kalinya aku menanyakan hal serupa padanya. Setidaknya hampir setiap kali aku merasa bingung mau menulis cerita atau mengerjakan tugas lebih dulu, aku pasti meminta pendapatnya. Bukan berarti aku tidak punya pendapat sendiri. Aku hanya butuh diyakinkan, dan aku tahu tiap hal gila yang ingin kulakukan pasti akan selalu mendapat dukungan darinya.





Dan yah, lagi-lagi ia benar. Aku hanya harus berhenti merasa bingung dan merisaukan tugas-tugasku. Aku perlu berhenti memikirkan yang macam-macam, yang perlu kulakukan adalah….make it!   





Seperti yang selalu ia katakan ‘kadang terlalu banyak berpikir membuatmu menjadi idiot dan tidak berguna’, aku tak bisa tak setuju dengannya. Jadi berhentilah berpikir, sekarang waktunya bertindak!






End..



 



Udah? Gitu doang? Pffftt…



Untuk kesekian kalinya bukan tulisan yang diharapkan. Aku juga pengennya nulis ff entah siapalah castnya, tapi karena aku lagi kebanyakan mikir belakangan ini jadi Cuma ini yg bisa kutulis…



Lagian setelah intensitas nulis menurun, agak canggung buat aku nulis ff. rasanya susah buat mulai nulis, kayak mau nulis tapi kayak kehalang sama rasa bersalah karna tugas plus.. aku udah jarang bgt bacain ff yg jalan ceritanya agak panjang, rumit, dan kadang butuh keberanian ekstra buat nulis kyak gitu. Jadi agak kaku buat nulisnya… Dan kenapa aku nulis ini. aku mikirnya, tulisan ini bisa jadi ajang latihan buat aku biar gak canggung lagi dan akhirnya mulai biasa lagi… Jadi yah tujuan dari tulisan-tulisan kayak gini di samping karena aku emg mau ngebahas ide yang ada di pikiranku (di tulisan ini, aku mau ngasih tau ke kalian ‘stop thinking, start doing’) plus..sebagai pembiasaan buat aku pribadi..



Yah…pokoknya aku cuma mau nulis, dan kebetulan ide ini yang dateng di kepala… Makasih buat siapapun yg udah baca, kritik dan saran kalian sangat aku harapkan..tapi kalo gak, y udahlah terserah kalian.. Goodnight!!



 



 



Hoamhm,



 



GSB

Comments

Popular Posts