The Story
Don't expect more.
This is not romantic, funny or something like usual.
o O O O o
Ini adalah kisah ku.
Kisah tentang sebuah harapan.
Harapan yang membuat aku berpikir bahwa aku telah menjadi
manusia yang tak bersyukur. Manusia yang tak dapat menyukuri karunia yang telah
Tuhan berikan. Tapi... harapan itu juga yang sudah membuat aku sadar bahwa aku
ini adalah manusia yang penuh dengan keinginan. Manusia yang ya... mungkin bisa
dikatakan ambisius. Manusia yang selalu merasa kurang.
Ya.. itulah gambaran ku.
Aku hanyalah seorang manusia biasa yang memiliki banyak
sekali harapan. Bahkan harapan ku ini mungkin sulit untuk ku capai. Tapi inilah
aku. Aku hanyalah gadis berusia sembilan belas tahun yang ingin sekali bisa mencapai
semua harapan ku itu. Aku ingin sekali bisa menjadi apa yang telah aku
cita-citakan sejak kecil.
Bergelar sebagai seorang dokter.
Mengenakan jas putih dokter.
Bekerja di rumah sakit.
Melakukan praktik-praktik dengan peralatan dokter.
Ya.. itulah cita-cita ku. Itulah harapan yang sampai saat
ini masih aku pendam dan aku harapkan dapat terwujud. Harapan yang membuat aku
kembali mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu agar bisa mencapinya.
Sejak masa istirahat setelah lima bulan penuh ku habiskan
waktu ku untuk menuntut ilmu di salah satu universitas yang menjadi idaman
semua anak muda tiba, aku sudah memutuskan untuk kembali mengikuti ujian masuk
perguruan tinggi untuk mencapai cita-cita ku itu. Ku buat berbagai kalimat
penyemangat di dalam sebuah buku yang akan aku gunakan sebagai bahan untuk
mempersiapkan diri mengikuti ujian tersebut.
Tapi bukan aku jika aku sendiri yang membuat buku itu tetap
bersih walaupun aku sudah merencanakan dan mengatur segala persiapannya agar
ketika hari pelaksanaan ujian tersebut tiba, aku bisa melaluinya dengan baik. Ya..
aku melanggar apa yang telah aku rencanakan.
Dan saat itulah aku merasa bahwa aku akan kembali gagal. Aku
akan merasakan kegagalan untuk kedua kalinya. Aku tak akan bisa mewujudkan
cita-cita ku. Aku tak akan pernah bisa mencapai semua harapan ku.
Tapi disaat aku merasa semua yang telah aku rencanakan tak
akan berjalan dengan baik, ada sesuatu yang membuat aku tersadar dan berusaha
untuk membuat rencana baru agar apa yang aku inginkan, semua harapan ku itu,
dapat terwujud.
Mengingat bagaimana satu tahun yang lalu, aku merasa begitu
terbebani dengan segala proses untuk bisa mengubah statusku menjadi seorang mahasiswi.
Bagaimana perasaan kalut, takut, cemas, berbaur menjadi satu. Bagaimana perasaan
itu mengontrolku. Mengatur setiap gerak-gerikku. Bahkan membuat aku tak dapat
bernapas dengan baik. Rasanya seperti terikat tambang yang membuat ku sulit
untuk benapas.
Dan karena itulah, kini hal yang aku lakukan pertama kali
adalah meminta kepada Tuhan untuk kebaikan diri ku. Kalian tahu bukan, banyak
dari manusia saat ini lebih mengutamakan usaha dibandingkan dengan berdoa. Mereka
melakukan segala usaha dan ketika mereka merasa akan gagal, barulah mereka
berdoa dan meminta pada Tuhan. Dan itulah yang aku lakukan satu tahun yang
lalu.
Aku berusaha mati-matian agar bisa menjadi mahasiswi di
universitas yang menjadi idaman anak-anak muda itu dengan jurusan yang akan
membawa ku menjadi seorang yang bergelar sebagai dokter. Tapi ketika aku merasa
bahwa sepertinya itu tak akan bisa, semua usaha yang aku lakukan itu tak akan
berhasil, barulah aku berdoa pada Tuhan. Meminta bantuan Tuhan agar setidaknya
aku bisa menjadi mahasiswi di universitas tersebut walaupun gelar yang akan aku
dapat nanti bukanlah dokter.
Dan apa yang aku lakukan itu salah. Tak seharusnya aku
menduakan Tuhan. Seharusnya yang aku lakukan pertama kali adalah aku memohon
kepada Tuhan dan baru berusaha. Eeeiiii... bukan memohon pada Tuhan terlebih
dahulu berarti aku menyerah sebelum berperang. Tapi itulah yang seharusnya kita
lakukan. Dan jika kalian berpikiran bahwa usaha adalah hal yang pertama kali
harus dilakukan, kalian salah! Karena tanpa izin Tuhan, usaha apa pun yang
kalian lakukan tak akan membuahkan hasil.
Karena itu, kini aku mengubahnya. Yang pertama aku lakukan
adalah bukan berusaha, melainkan berdoa. Memohon bantuan Tuhan. Memohon untuk
dipilihkan yang terbaik oleh Tuhan. Dan setelahnya baru aku melakuakn segala
usaha yang bisa aku lakukan. Belajar. Belajar. Dan belajar. Ya itulah usaha ku.
Dan kini setelah masa genting itu telah berhasil aku lalui, aku kembali memohon
kepada Tuhan agar Ia mau mewujudkan keinginan ku.
Permohonan yang setiap selesai beribadah ku panjatkan dalam
bentuk doa. Doa yang aku panjatkan kepada Tuhan tersebut ku harap tak mendikte-Nya.
Dan ku harap sesuai dengan apa yang aku harapkan dan aku cita-citakan. Karena seperti
kalian tahu, Tuhan adalah segalanya. Kita hanya manusia biasa yang tak pantas
mendikte Tuhan. Namun aku juga tak ingin kembali mengulangi kebodohan ku.
Karena ketakutan ku akan doa ku yang menjadi sebuah dikte
untuk Tuhan, aku akhirnya berdoa untuk setidaknya diluluskan di universitas
yang menjadi idaman tersebut tanpa mengutarakan keinginan ku untuk menjadi
seorang dokter. Dan benar saja, Tuhan mengabulkannya. Ya Ia mengabulkan
permohonan ku itu. Aku lulus menjadi mahasiswi universitas tersebut. Aku telah
berhasil memiliki jaket idaman universitas itu yang sangat diinginkan oleh banyak
anak muda di luar sana.
Tapi hati kecil ku menolak. Itu bukanlah hal yang sangat aku
inginkan. Ya.. aku akui bahwa menjadi mahasiswi di univeristas tersebut adalah
satu dari banyak keinginan ku, tapi itu bukan keinginan terbesar ku. Keinginan terbesar
ku adalah menjadi seorang dokter. Dan tempat yang Tuhan pilihkan saat ini tidak
bisa membuat ku menjadi seorang dokter.
Keluhan ku itu terdengar seperti ungkapan kekecewaan ku kepada
Tuhan bukan??
Ya.. aku akui, awalnya ada rasa kecewa karena pilihan
tersebut. Tapi saat ini, setelah aku melalui masa dimana aku mengetahui bahwa pilihan
itu tercipta karena doa, karena permohonan yang aku pinta sendiri pada Tuhan
satu tahun yang lalu, itu membuat aku sadar untuk tak melakukan hal seperti itu
lagi. Berdoa, memohon untuk dipilihkan yang terbaik, tapi tanpa mengutarakan
keinginan terbesar ku. Aku tak mau melakukan hal itu lagi. Aku tak mau kembali
kecewa untuk kedua kalinya. Aku tak mau terus menerus diikuti denga rasa
penyesalan. Seperti sekarang ini. Rasa penyesalan karena tak berdoa dengan benar
terus menghantui ku. Membuat rasa
ketakutan yang dulu sempat sirna, kini kembali hinggap pada diri ku.
Ya... karena itulah kini aku benar-benar memohon kepada
Tuhan agar Ia mau mewujudkan cita-cita ku itu. Aku sudah melakukan segala usaha
yang bisa aku lakukan. Dan hasil akhirnya ku serahkan semua kepada Tuhan. Karena
bagaimana pun, Ia adalah Zat yang telah menetapkan segalanya dan yang
mengetahui segalanya.
Menuliskan hal ini membuat aku kembali teringat akan alasan
ku untuk memutuskan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi ini. Alasan terbesar
ku yang membuat tekad ku kembali membesar. Membuat tekad yang sebelumnya
terhalangi oleh perasaan takut kembali membara di dalam diri ku.
Kalian tahu salah satu sinema elektronik di salah satu
stasiun tv swasta yang menayangkan bagaimana kehidupan anak-anak muda bangsa
kita saat ini???
Ya.. pada salah satu episodenya, mereka menceritakan tentang
bagaimana seorang anak muda yang berusaha untuk lolos menjadi seorang pegawai
negeri melalui jalan suap menyuap. Dan kalian tahu salah satu dialognya apa???
āsaat ini banyak
sekali pegawai negeri yang bekerja melayani masyarakat dengan tidak baik. semua
itu terjaid karena apa yang mereka lakukan bukanlah apa yang mereka cintai. mereka
melakukan itu hanya karena fasilitas-fasilitas yang akan mereka dapatkan,
seperti asuransi, tunjangan-tunjangan, dan lainnya...ā
Dan juga yang satu ini...
āapakah menjadi
pegawai negeri merupakan impian mu atau karena orangtua mu?ā
āmemangnya kenapa?ā
ājika karena orangtua
mu, lebih baik jangan. karena aku takut kamu akan menjadi pegawai negeri yang
tak bisa mengemban tugasnya dengan baik.ā
āalah! kenapa kamu
jadi mengatur ku! kamu tak tahu apa-apa!..ā
Dialog-dialog itulah yang membuat tekad ku semakin besar. Karena
sejujurnya aku takut. Aku takut jika sampai saat ini aku tak bisa mengendalikan
rasa ingin ku. Aku tak bisa mengendalikan harapan dan cita-cita ku itu.
Sehingga membuat aku tak mampu untuk mencintai apa yang telah Tuhan pilihkan
ini. Mencintai apa yang akan menjadi masa depan ku.
Aku takut akan bernasib sama seperti para oknum pegawai
negeri yang tak melakukan pekerjaannya dengan baik hanya karena apa yang mereka
lakukan bukanlah apa yang mereka inginkan. Aku tak ingin menambah catatan
keburukan di hidup ku karena tak memaksimalkan apa yang telah dipilihkan Tuhan.
Aku tak mau semua itu terjadi. Tak mau!!
Dan hal itulah yang mendasari semua hal ini terjadi. Awal dari
keinginan ku untuk kembali menempuh ujian bukanlah karena aku ingin mencapai
cita-cita ku, tetapi lebih tepatnya karena rasa takut ku itu. Aku takut jika
pada akhirnya nanti aku hanya akan merugikan orang lain.
Karena kalau boleh jujur, tempat ku saat ini bukanlah tempat
yang sesuai dengan ku. Tempat yang tak sesuai dengan bakat dan minta ku. Aku bukanlah
orang yang suka banyak berbicara, tetapi di tempat ini aku dituntut untuk
banyak berbicara. Aku tak suka tampil menjadi fokus. Tapi di tempat ini aku
diharuskan menarik fokus orang lain untuk mencapai suatu tujuan.
Memang manusia tak pernah tahu apa yang terbaik untuk
dirinya. Mungkin apa yang mereka kira baik belum tentu baik dimata Tuhan, dan
begitu pun sebaliknya. Sama halnya dengan masalah yang tengah aku hadapai ini. Tentang
bakan dan minat serta kenyataan yang tengah aku jalani.
Tapi dalam masalah ku ini, apakah salah untuk aku berpikir
bahwa saat ini aku merasa berada di dunia lain yang bukan dunia ku. Aku merasa
seperti manusia asing di tengah-tengah teman-teman ku sendiri. Aku merasa
sangat berbeda dengan mereka.
Aku sendiri tak tahu apakah aku ini salah atau benar. Tapi yang
jelas, mau aku salah atau benar, aku telah mengusahakan yang terbaik untuk masa
depan ku sendiri. Karena seperti yang sering kita dengar bahwa Tuhan tak akan pernah mengubah nasib suatu
kaum jika kaum itu tak mengubhanya sendiri. Aku telah berusaha untuk
mengubah apa yang ku kira tak sesuai dengan diri ku. Dan hasilnya, seperti yang
ku katakan sebelumnya, aku menyerahkan semuanya pada Tuhan.
Sebenarnya ini hanyalah sebagian kecil dari kisah hidupku
yang ku harap dapat menginspirasi kalian. Tak ada akhir dari cerita ini. Karena
aku sendiri tak tahu bagaimana akhir dari keputusan ku ini. Aku tak tahu apakah
cita-citaku dapat terwujud atau malah tidak. Dan jika tidak, aku tak tahu
apakah aku bisa menerima apa yang Tuhan telah pilihkan dan menghapuskan semua
keinginan ku ini. Dan aku juga tak tahu kapan aku bisa mencintai apa yang telah
Tuhan pilihkan untuk hidupku. Tapi jika hal itu benar-benar terjadi, aku akan
berusaha untuk mencintai apa yang Tuhan pilihkan. Karena jika tidak, mungkin
selamanya aku tak akan bisa untuk menjalani hidup ku dengan baik.
Semoga tulisan tak jelas ini dapat membuat kalian tersadar
dengan apa yang kalian inginkan dan harapkan. Intinya adalah jangan pernah
menyerah dan pastikan jangan pernah jadikan Tuhan yang kedua. Karena tanpa
Tuhan, kalian bukanlah apa-apa.
Dan mengenai masa depan, berusahalah untuk meraih apa yang
kalian inginkan. Dan jika tidak bisa, berusahalah untuk mencintai apa yang
ternyata bukan bagian dari keinginan kalian. Karena jika tidak, bukan kalian
yang akan merasakan dampaknya, tetapi orang lain yang merasakannya, seperti masyarakat
yang menderita karena ulah para oknum pegawai negeri yang aku maksud tadi.
Ini adalah kisah ku. Lalu bagimana kisah kalian???
F I N . . .
excusatory.....ź°ģ¬ķ©ėė¤ ^^
Comments
Post a Comment