Catatan Hati Seorang Jongin - 1/2
Cast:
Kim Jongin ā Han Jieun ā Oh Sehun ā Jung Soojung
Author:
GSB
Genre:
Romance, Angst
Seoul, 2010
Halo semuanya, namaku Kim Jongin.
Aku berasal dari Daegu dan baru saja pindah ke Seoul karena suatu alasan. Di
Daegu aku tinggal bersama ibuku dan suami barunya atau sebut saja ayahku, ayah
tiri maksudnya. Kehidupanku di Daegu baik-baik saja, meski sebenarnya sering
kali aku dipukuli ayah tiriku, mendengar ibuku menjerit setiap kali mereka
bertengkar, menelan kenyataan kalau sampai kapanpun ibu tak akan pernah membela
dirikuāwalau suaminya itu kasar dan tukang mabuk, ibuku jauh lebih mencintai
pria itu daripada diriku, ibuku juga lebih mencintai adik tiriku, dan satu hal
lagi yang paling membuat kesal adalah ibu tidak bisa berbuat apapun saat pria
itu tidak lagi bersedia membiayai iuran sekolahku dan membiarkanku putus
sekolah.
Setelah membiarkanku putus
sekolah, akhirnya ibupun putus asa pada segala hal terutama pada diriku. Sering
kali aku menemukan dirinya tengah menangis tanpa bersuara sedikitpun. Setelah
beberapa waktu berlalu, tangisan ibu akhirnya berujung pada sebuah keputusan.
Ibu akan menyerahkan tanggung jawab atas diriku kepada ayah, maksudku ayah
kandungku. Karena itulah aku pindah ke Seoul dan tinggal bersama nenekku. Meski
seharusnya aku tinggal bersama ayah, namun tidak begitu kenyataannya. Ayah
bilang aku akan tinggal di rumah nenek untuk sementara waktu, sampai ia bisa
membeli rumah yang lebih besar yang bisa menampung istri barunya, anak-anak
barunya, dan juga diriku.
Aku tak peduli apakah ayah sungguh-sungguh
dengan ucapannya. Aku juga tak peduli dengan kenyataan bahwa nenek dan bibi
Junhee benar-benar tidak menyukaiku, lagipula ibuku saja sudah tidak
menyayangiku. Bukan masalah besar, kan? Aku sudah tidak peduli sekalipun tak
ada orang yang mengharapkan keberadaanku. Aku tahu aku sangat mencintai diriku,
kenyataan itu sudah cukup untukku bertahan.
****
Author POV
Rasa nyeri menerjang sekujur
tubuhnya saat ia berniat beranjak dari kasurnya. Jongin mengembuskan napas
perlahan, ia memejamkan mata sambil menggigit bibir bawahnya, menahan rasa
sakit yang menyerangnya tanpa ampun. Rintihannya terdengar pelan begitu kakinya
menyentuh lantai dan melangkah masuk ke kamar mandi. Meski rasanya benar-benar
tersiksa dengan rasa nyeri yang menghujam tubuhnya, tapi Jongin harus
menahannya, ia harus bersiap sebelum bibinya datang dan meneriakinya.
Setelah ibunya menikah dengan
Yoongil, Jongin sudah terbiasa diteriaki dan dipukuli. Ia sudah terbiasa
diabaikan dan terbiasa juga dihina atas kesalahan kecil yang ia perbuat.
Singkatnya ia sudah terbiasa diperlakukan dengan tidak baik. Sehingga ia tidak
lagi menangis begitu sang ayah memukulinya kemarin malam. Ia dipukuli karena
tak sengaja menghilangkan ponsel yang diberikan ayahnya. Ia sangat menyayangi
ponsel itu, biar bagaimanapun benda itu adalah satu-satunya hal yang bisa
membuatnya merasa senang. Ia ingin bilang pada ayahnya kalau ia sangat
menyesal, namun ayahnya tak akan memberinya kesempatan untuk bicara. Ayahnya
bukan pendengar yang baik, jelas-jelas ia adalah tukang pukul yang hebat.
Sambil mengaduh kesakitan ia
memakai kemejanya, ia menatap sosoknya di dalam cermin. Tanda merah di pipi
kanannya samar-samar masih terlihat. Ia menyesal karena tidak melindungi
wajahnya dari serangan sang ayah tadi malam. Ia bisa bertahan diperlakukan
tidak baik, namun ia tidak tahan dipandangi dengan rasa kasihan. Orang-orang di
sekolahnya pasti akan meringis begitu melihat wajahnya dan menaruh rasa iba.
Itu benar-benar mengerikan. Jongin tidak suka dipandangi seolah ia patut
dikasihani.
Sekali lagi ia memandangi
penampilannya sambil merapikan tatanan rambutnya. Setelah itu ia menyambar
tasnya dan keluar dari kamar.
āJongin, bisa bantu aku?ā Itu
Sinbi, putri bibi Junhee satu-satunya. Perempuan berusia dua puluh lima tahun
itu merupakan satu-satunya penghuni rumah yang bersikap baik padanya.
Jongin menghampiri Sinbi dan
membantunya tanpa banyak bertanya. Ia sudah mengerti dengan tugasnya di pagi
hari, membantu gadis itu menyiapkan sarapan pagi dan mengatur meja makan. Ia
sudah tinggal di rumah itu selama setahun, ia sudah mengerti dengan sangat baik
apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan.
āAigoo, anak malas ini sudah bangun.ā Kali ini suara bibi Junhee
yang terdengar. Wanita paruh baya itu selalu mengatakan hal yang sama setiap
kali menemukannya di meja makan pada pagi hari seolah ia benar-benar seorang
pemalas. Padahal ia selalu bangun pagi dan membantu menyiapkan sarapan.
Wanita itu duduk di kursinya
sambil meneguk air putih yang baru saja Jongin tuangkan. Seperti rutinitasnya
setiap pagi, wanita itu selalu mengeluhkan berbagai hal, seperti halnya
pelanggan di toko kosmetiknya, para tetangga yang menganggapnya sombong, bibi
Bokyung si tetangga sebelah yang memiliki kulit lebih baik darinya, atau para pegawai
di tokonya yang ceroboh. Namun Jongin melupakan satu hal, bibi Junhee tidak
hanya mengeluh di pagi hari, melainkan setiap saat.
āāaku berani bertaruh kalau si
Bokyung itu baru saja melakukan operasi kecil pada wajahnya. Lihat saja kulit
wajahnya yang semakin kencang,ā tandas bibi Junhee dengan nada iri.
Bibi Junhee adalah tipe orang
yang akan bicara dengan keras seolah semua orang tertarik dengan ucapannya.
Padahal baik ia dan Sinbi tidak ada yang tertarik mendengarnya, bahkan Sinbi
terlihat mendenguskan napas sambil memutar bola matanya.
āSiapa yang melakukan operasi?ā
Nah, yang ini adalah Im Jae Suk, si nenek tua yang tak kalah kejam dari
anaknya, Kim Junhee.
Wanita berambut putih itu
langsung duduk di kursinya dan menatap hidangan di atas meja dengan penuh
minat.
āCha Bokyung, si tetangga
sebelah. Aku melihatnya kemarin. Ia kelihatan tampak berbeda. Kulit wajahnya
tampak lebih kencang dan tulang pipinya tampak lebih tinggi dari terakhir kali
aku melihatnya. Wanita itu pasti itu telah melakukan operasi untuk
mendapatkannya. Aigoo, ia pikir para
pria akan melirik wanita tua seperti dirinya,ā sahut bibi Junhee di tengah
kegiatan mengunyahnya.
Sepertinya percakapan pagi hari
ini akan berjalan dengan sangat seru dan Jongin berharap ia bisa menghabiskan
makanannya dengan cepat. Duduk bersama seorang wanita tua yang begitu banyak
bicara sangatlah menyebalkan, apalagi dua orang wanita tua sekaligus. Terlebih
obrolan bibi dan neneknya benar-benar tidak menarik. Kedua wanita itu begitu
senang membicarakan keburukan orang lain seolah mereka adalah manusia paling
benar di muka bumi.
Jongin segera bangkit dari
kursinya, membawa serta peralatan makannya ke bak cuci piring. Dengan cepat ia
membersihkan semuanya dan meletakkannya ke tempat asalnya.
āNenek.ā Ia menghadap neneknya,
kemudian beralih menatap bibi dan Sinbi secara berurutan, āBibi, aku berangkat
dulu.ā Ia membungkukkan badannya dengan santun.
āPergilah dan jangan membuat
masalah lagi. Kau tidak ingin dipukuli ayahmu seperti tadi malam, bukan?ā Pesan
neneknya sebelum ia berlalu untuk memakai sepatunya.
Ketika ia memijak jalanan di
depan rumah, ia mengembuskan napas lega. Akhirnya ia terlepas dari jeratan dua
nenek sihir itu, walau hanya untuk beberapa jam saja. Tentunya ia akan kembali
bertemu mereka setelah pulang sekolah. Namun bukan masalah besar, setiap hari
ia menghadapinya, bukan?
****
Jongin bergeming menatap benda di
atas mejanya. Mulutnya menganga lebar dan matanya tak berkedip selama beberapa
detik. Ia dipukuli ayahnya dan harus menahan rasa sakitnya karena ketololan Oh
Sehun? Demi Tuhan ia ingin mencekik pemuda di sebelahnya.
āSoojung membantuku untuk
mengambil ponselmu kemarin. Hebat, kan? Kau pasti sangat terkejut.ā Jongin
beralih menatap Sehun sambil mendengus pendek.
āBenar, aku sangat terkejut
sampai ingin membunuhmu.ā Sehun tersentak mendengar suara Jongin yang begitu
serius dan menyeramkan.
Biar bagaimanapun ia tidak
bermaksud jahat. Ia, Soojung, dan Jongin memang biasa melakukan hal-hal semacam
itu. Menjahili satu sama lain hingga membuat salah satu di antara mereka kesal.
Namun baru kali ini Jongin semurka ini.
āAigoo, kenapa kau marah sekali? Kau benar-benar tidak tahu caranya
bersenang-senang, ya?ā Jongin berdecak sebelum akhirnya beralih menatap ponselnya
dan memasukkannya ke dalam saku celana.
Setelah itu Jongin tak bicara
lagi, ia duduk dengan pandangan menghadap ke depan. Melihat reaksi tak wajar
pada diri Jongin, Sehun hendak menepuk bahunya dan kembali mengoceh. Namun
semuanya tertelan kembali begitu menemukan tanda merah yang mulai berubah warna
menjadi keunguan di pipi kanan Jongin. Seingatnya ia tidak melihat tanda merah
itu tadi pagi. Sehun menelan ludahnya, perlahan ia menjulurkan telunjuknya
untuk menyentuh tanda itu.
āJangan menyentuhnya atau aku
akan membuat tanda merah seperti ini di pipimu,ā cegah Jongin.
Jongin tak mengalihkan
pandangannya, ia masih menatap ke arah papan tulis di depan sana. Di
sebelahnya, Sehun terdiam dengan rasa sesal yang tiba-tiba mencekiknya.
Jongin dipukuli ayahnya lagi.
Lagi. Yah, ia sudah mengetahui sikap kasar ayah temannya itu. Bukan hal baru
lagi menemukan Jongin meringis kesakitan ketika ia tak sengaja menepuk
pundaknya. Bahkan Jongin pernah dipukuli karena ulah dirinya. Kalau tidak salah
dua kali. Yang pertama karena ia mengajak Jongin pergi hingga larut malam dan
yang kedua kalinya, karena Jongin membantunya melawan para berandal di sekitar
sekolah. Dan karena dirinya juga, Jongin dipukuli lagi sekarang.
āAku tidak melihat kalian di
kantin. Tidak lapar, huh?ā Sehun memutar bola matanya melihat Soojung yang
datang dengan wajah kesal.
Astaga, bisa tidak gadis ini
membaca situasi? Geram Sehun dalam hati.
Soojung duduk menghadap Jongin
dengan menampilkan ekspresi kesal. āAda apa? Sejak tadi pagi kau terlihat
berbeda,ā racau Soojung sambil meminum susu cokelatnya.
Jongin tak menjawab, bahkan
pemuda itu tak berniat menatap gadis di hadapannya. Ia menjatuhkan pandangannya
pada buku catatannya, singkatnya ia mengabaikan Soojung yang membuat gadis
setengah ramah itu mendengus kesal kemudian melotot ke arahnya.
āKau marah padaku? Karena
ponselmu?ā Soojung mendesah tak habis pikir.
āYak! Lihat aku! Kim Jongin! Kau
mengabaikanku, huh?ā
Sehun berulang kali mengirim
sinyal pada Soojung untuk menghentikan konfrontasinya dan meninggalkan Jongin
sendirian. Namun gadis itu sangat tolol saat sedang marah. Gadis itu malah
balik memelototinya dan meluapkan amarahnya dengan mencerocos panjang.
āJangan menyuruhku diam! Kenapa
aku harus diam? Aku ingin memberitahu pada anak ini kalau ia benar-benarāā
āBenar-benar menyebalkan,
membosankan, dan menyedihkan.ā Jongin akhirnya angkat bicara, ia menatap
Soojung dengan luapan kekesalan yang tak dapat ia sembunyikan, hal itu membuat
Soojung bertambah kesal.
āKauā"
Jongin tak menanggapi kekesalan
Soojung, ia beranjak dari kursinya dan bersiap untuk meninggalkan kelas. Ia
mengayunkan kakinya tanpa peduli dengan sumpah serapah yang dilayangkan Soojung
kepadanya. Ia terus berjalan dan sadar telah berada cukup jauh dari kelasnya.
Ia memang sudah terbiasa
diabaikan dan kekurangan kasih sayang, tapi bukan berarti ia senang dipukuli.
Ia tidak suka dipukuli terlebih atas sesuatu yang bukan kesalahannya. Saat
dipukuli ia merasakan sesuatu dalam dirinya berteriak ketakutan, belum lagi
rasa sakit yang mendera sekujur tubuhnya. Setelah ayahnya berhenti memukulnya,
rasa sakit itu belum terasa jelas. Namun saat ia meringkuk di kasurnya barulah
rasa sakit itu terasa sangat jelas dan akan semakin jelas begitu ia terbangun
dari tidurnya.
Ketika ia keluar dari rumah
ibunya, ia merasa cukup bersyukur karena setidaknya ia terbebas dari amukan
Yoongil setiap kali pria itu pulang dalam keadaan mabuk. Namun ia lupa kalau
sang ayah bisa memukulinya di saat pria itu dalam keadaan sadar.
Dalam kurun waktu setahun ia
sudah sering dipukuli dengan berbagai alasan. Ia pernah dipukuli karena hal-hal
sepele, seperti saat gurunya melapor pada ayahnya kalau ia sering tidak
mengerjakan PR. Ayahnya bukan tipe orang tua yang mau mendengarkan keluhan
anaknya dan mendiskusikan solusinya. Pria itu lebih percaya bahwa pukulan bisa
membuat anaknya lebih patuh. Dan Jongin berusaha sebaik mungkin untuk tidak
membuat masalah.
Namun usahanya sia-sia karena
kedua orang temannya itu. Padahal sudah cukup lama ayahnya tidak memukuli
dirinya, ia pikir hal itu akan berlangsung lebih lama. Ia tahu ini semua bukan
salah Soojung dan Sehun sepenuhnya. Ayahnya tidak akan sebegitu marahnya kalau
saja nenek dan bibinya tidak ikut campur. Yah, kedua nenek sihir itu memang
senang melihatnya dipukuli.
Jongin menghentikan langkahnya,
ia menatap pelakat besi yang melekat pada pintu di depannya. UKS. Setelah
berpikir ulang, ia segera mendorong pintunya ke dalam dan kembali menutupnya
seperti sedia kala. Ini bukan pertama kalinya ia masuk ke ruangan itu. Bisa
dibilang ia sangat sering datang ke sana, entah karena membutuhkan obat merah,
merasa pusing atau karena sekedar mencari-cari alasan untuk bertemu seseorang
di sana. Ia memang suka berkunjung ke ruangan itu untuk bertemu dengan
seseorang, ia bisa menemukannya kalau sedang beruntung. Dan kali ini ia sedang
beruntung.
Ia menemukan gadis itu sedang
menumpuk beberapa selimut ke dalam lemari bercat putih yang mulai keropos di
sisi bawahnya. Tak lama berselang sosok itu berpindah ke rak tempat dimana
obat-obatan berada. Gadis itu mengamati segalanya dengan cermat sambil
menggumamkan sebuah lagu dengan nada sumbang.
Jongin berjalan ke arahnya dengan
degup tak karuan. Ia melewatinya dan duduk di pinggiran kasur yang berada di
ruangan itu. Gadis itu berhenti dan menatapnya sambil menggelengkan kepala.
Dari tempatnya, Jongin bisa mendengar suaranya yang sedang menggerutu.
Kedatangannya memang tak pernah disambut dengan senyum hangat atau tatapan
penuh perhatian. Oh, mungkin pernah. Itupun saat pertama kali ia datang kemari,
sebelum ia meneriaki gadis itu dan bersikap menyebalkan.
āKau terlihat baik-baik saja.
Kali ini ada apa?ā tanyanya tanpa minat. Kedua tangannya melekat di
pinggangnya.
Namanya Han Jieun. Gadis dengan
rambut panjang berwarna hitam yang sering bertugas di ruangan ini. Gadis itu
salah satu anggota PMR di sekolahnya, sehingga bisa menjelaskan kenapa gadis
itu bisa berada di ruangan ini dan menyentuh segala barang dengan leluasa.
āApa kau selalu menyambut semua
orang yang datang dengan wajah seperti itu? Kau membuat orang sakit semakin
sakit,ā cibir Jongin yang sudah berbaring di atas kasur.
Gadis itu berbalik, mengabaikan
Jongin yang tengah mengamati pergerakannya. Gadis itu tak lagi menawari ini dan
itu pada Kim Jongin. Ia memang bertanggung jawab memberi bantuan pada setiap
orang yang datang, tapi tidak setelah Jongin meneriakinya tahun lalu, ditambah
Jongin juga tak menginginkan bantuannya. Jongin selalu memasang wajah garang setiap
kali datang ke ruang UKS, seolah memperjelas bahwa pemuda itu tidak ingin
dibantu.
Namun Han Jieun hanya tidak
mengerti betapa Jongin menginginkan perhatiannya. Awalnya Jongin memang tidak
membutuhkan apapun dari gadis itu, terlebih pada saat pertama kali ia datang ke
ruangan itu. Saat itu kakinya terkilir di tengah-tengah sesi latihan.
Tapi segalanya berubah secara
perlahan. Gadis itu tetap memberinya obat merah atau obat sakit perut sekalipun
ia memintanya dengan kasar. Membuatnya berharap ia bisa jatuh sakit setiap
hari. Itu harapan paling payah, bukan? Huh, bahkan tak jarang ia bertandang ke
tempat itu hanya untuk menemui Han Jieun. Hanya saja Jongin tidak bisa
mengendalikan sikapnya di depan gadis itu. Ia selalu datang dengan harapan bisa
bersikap baik pada gadis itu, tapi begitu melihat wajah Jieun semua rencananya
sia-sia. Ia hanya kembali menjadi sinis dan arogan.
āYak, siapa namamu? Kenapa aku
sering sekali bertemu denganmu di sini?ā
Gadis itu menatap Jongin dari
tempat duduknya, mengutuk Kim Jongin dalam hati. Jieun mendesah, mengabaikan
buku besar yang sedang dibacanya. Ia mengamati Jongin dengan tidak habis pikir.
Ia tahu pria itu cukup populer. Pria itu murid pindahan dari Daegu yang meraih
popularitas dengan cepat karena penampilannya yang menawan, ditambah lagi
dengan keikut sertaannya di dalam grup tari sekolahnya.
Pria itu menjelma menjadi salah
satu selebriti di sekolahnya. Tapi apakah semua itu membuat dirinya nampak tak
penting untuk dikenali? Pria itu sering bertemu dengannya di ruangan itu. Ia
yang memberikannya obat merah dan beragam obat lainnya, ia yang berada di
dekatnya saat pria itu merintih kesakitan atau termenung dalam kesedihan, dan
pria itu tidak tahu namanya? Serius?
āKau serius tidak tahu namaku?
Sekalipun kau sering datang ke tempat ini?ā
Jongin ingin tertawa melihat
ekspresi kesal Jieun saat menanggapinya. Gadis itu terlihat dan terdengar amat
murka dengan kenyataan palsu yang baru ditemukannya. Jelas saja Jongin ingin
tertawa sambil memegangi perutnya. Sebenarnya Jongin mengetahui nama gadis itu
setelah kunjungannya yang kedua kali. Saat itu ia tak sengaja melihat nama
Jieun tercantum di atas buku jaga yang terletak di atas meja yang Jieun
bentangkan saat ini.
Selain namanya, Jongin mengetahui
beberapa hal tentang Han Jieun. Gadis itu seorang anggota PMR, ia mendapat
giliran jaga pada hari selasa dan kamis, gadis itu merupakan tipe orang yang
ramah pada siapa saja namun bisa bertingkah sangat gila di depan teman-teman
dekatnya, gadis itu berteman baik dengan Jiwon, Ri Kyeong, dan Eunbi, gadis itu
murid kelas 3-2, gadis itu memiliki tawa yang membuat orang di sekitarnya ikut
merasa senang entah bagaimana, karena terlalu ramah gadis itu merupakan salah
satu objek yang mudah ditindas, dan yang terakhir, tanpa gadis itu sadari ada
beberapa orang pria di sekolah yang mencoba untuk mendekatinya, termasuk Oh
Sehun.
Jieun bukan sosok gadis yang
sangat amat cantik, bukan sosok yang membuatmu meneteskan air liur hanya karena
menatapnya. Gadis itu punya aura yang menyenangkan, yang membuatmu ikut merasa
senang. Setelah mengamati gadis itu diam-diam selama ini, Jongin merasa ia pun
harus tertawa seperti yang gadis itu lakukan. Jongin selalu suka melihat
tingkah anehnya, seperti ekspresi-ekspresi yang gadis itu tunjukkan saat sedang
bersama teman-temannya. Jieun bukanlah gadis pendiam yang lemah lembut, gadis
itu malah suka tertawa keras-keras sampai membuat teman-temannya malu. Tapi
itulah pesonanya, ia terlihat cemerlang dengan tawanya.
āJangan salahkan aku, kau tidak
pernah mengenalkan dirimu,ā sahut Jongin tak peduli.
āAku bahkan tahu namamu sekalipun
kau tidak pernah mengatakannya. Apa orang populer sepertimu memang seperti itu?
Kalian tidak akanāā
āApa yang ingin kau katakan? Aku
takāā
āWae? Orang sombong sepertimu memang begitu, kan? Kalian tidak akan
bergaul dengan seseorang yang tidak berada dalam status sosial yang sama.
Kalian tidak peduli dengan orang-orang sepertiku. Kalian menganggap orang-orang
sepertiku merusak citra kalian dan mengganggu keseimbangan dunia. Aku sudah
mengetahuinya sejak awal, tapiāā
āYak, Han Jieun! Bisakah kau berhenti? Kau benar-benar sudah keterlaluan! Bukan salahku kalau aku begitu populer. Lagipula apa maksudmu dengan āorang-orang sepertikuā dan āorang-orang sepertimuā?ā Jongin akhirnya angkat bicara. Ia benar-benar tidak tahan dengan semua tuduhan Jieun. Ia tak menyangka bahwa pendapat Jieun tentangnya begitu buruk.
Di lain sisi, Jieun terkejut
bukan main. Ia tidak salah dengar, kan? Barusan Jongin menyebut namanya. Nama
lengkapnya!
āWae? Kenapa sekarang kau diam? Merasa bersalah, huh? Yak, Han
Jieun! Bicaralah! Aku yakinā¦.ā Perlahan suara Jongin menghilang begitu pemuda
itu menyadari alasan membisunya Han Jieun. Astaga! Gadis itu pasti terkejut karena
ia menyebut namanya.
Jongin meringis, matanya terpejam
dengan rasa malu. Matanya kembali terbuka lebar begitu merasakan pandangan
Jieun yang menghujam ke arahnya.
āApa? Berhenti menatapku! Aku
tidak bisa beristirahat-ARGGH!ā Jongin memegangi punggungnya yang merasa nyeri
begitu ia tak sengaja menggerakkan tubuhnya.
Dengan sigap Jieun beranjak dari
kursinya dan menghampiri Jongin. Namun Jongin mengangkat tangannya, meminta
gadis itu untuk tidak mendekat.
Jieun pun tak melanjutkan
langkahnya, ia memutar tumit dan berjalan ke arah rak obat-obatan. Sementara
Jongin kembali merebahkan tubuhnya sambil meringis, Jieun sedang sibuk mencari
krim penghilang rasa nyeri.
Ia kembali menghampiri Jongin
yang masih meringis dengan mata terpejam. Botol krim sudah berada dalam
genggamannya dan begitu Jongin membuka matanya, Jieun langsung memberikannya.
Jongin tak segera menerimanya, pemuda itu menatapnya sebentar kemudian
mendengus kesal dan menyambar botol itu.
āApa ada petugas laki-laki yang
bisa membantuku?ā Jongin mengangkat botol krimnya.
āAku akan memanggil dokter Seo.
Tunggu sebentar, oke?ā
Setelahnya Jieun melesat pergi
meninggalkan Jongin sendirian. Jongin terdiam menatapi kepergian gadis itu,
entah kenapa ia merasakan sebuah ledakan di dalam dadanya dan membuatnya
merasakan kehangatan. Ia merasa nyaman, ia merasa begitu senang saat Jieun
bicara padanya dengan penuh perhatian. Ia merasa berarti ketika Jieun tersenyum
kecil sebelum pergi meninggalkannya. Tanpa ia sadari perasaan hangat itu
berubah menjadi panas yang menjalar ke daerah matanya. Air mata mengalir
membasahi pipinya dan dengan cepat ia menyekanya sambil meringis kesakitan.
Tak lama berselang dokter Seo
datang, Jieun mengekor di belakangnya. Pandangan mereka bertemu, gadis itu
kemudian mengangguk dan mengacungkan jempolnya. Ia tak mengerti maksud gadis
itu, namun ia balas mengangguk dan tersenyum, membuat Jieun melakukan hal yang
sama.
Segalanya berubah setelah hari
itu. Jongin menyadarinya, begitupun dengan Jieun yang perlahan mulai merindukan
kedatangan pemuda itu dan wajah masamnya. Namun Jongin bukan lelaki yang akrab
dengan hal-hal semacam itu. Ia hanya seseorang yang sibuk berjuang untuk tetap
baik-baik saja dengan segala keburukan yang hadir dalam hidupnya. Ia tidak
terbiasa dengan perasaan hangat yang bisa membuatnya begitu lincah dan
sumringah seperti orang gila.
Beberapa hari setelah hari itu,
Jongin berusaha menghindari Jieun. Bahkan saat pandangan mereka tak sengaja
bertemu saat berada di kantin, di lorong, atau di lapangan. Sementara itu Jieun
akan terus memandangi Jongin sampai pemuda itu tak lagi terlihat, kemudian
mendesah kecewa karena pemuda itu menghindarinya untuk alasan yang tidak ia
ketahui.
Dua hari setelah kejadian di UKS
waktu itu, ia hendak menghampiri Jongin yang sedang berjalan dari arah
berlawanan, namun Jongin berhenti dan memutar tumitnya. Pemuda itu
menghindarinya seolah ia adalah seorang pengganggu. Padahal ia hanya ingin
menanyakan keadaannya saja. Menurut informasi yang ia dapat dari dokter Seo,
lebam-lebam di tubuh Jongin cukup serius. Entah kenapa hal itu membuatnya
khawatir.
Dan setelah beberapa kali
mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari Jongin, akhirnya Jieun berhenti.
Ia memendam keinginannya untuk menghampiri pemuda itu dengan alasan apapun.
Kelihatannya Jongin sudah baik-baik saja, lagipula mereka tidak berteman, jadi
untuk apa ia begitu memedulikan pemuda itu?
****
āJangan hanya memandanginya!
Datangi dan bicara padanya! Payah!ā
Jongin mengalihkan perhatiannya
pada Soojung yang sedang mengunyah makanannya. Gadis itu memelototinya kemudian
mencebikkan mulutnya. Ia kembali mengamati sosok Jieun yang duduk cukup jauh
dari mejanya. Gadis itu sedang mengatakan sesuatu pada temannya, sebelum
akhirnya tertawa.
āSudah kubilang bocah ini tidak
akan berani.ā Kini giliran Sehun yang bersuara. Jongin memalingkan wajahnya,
meminta Sehun menutup mulutnya.
āKau benar! Ia benar-benar
payah,ā sahut Soojung tak kalah sinis.
Jongin memandangi kedua temannya
secara bergantian. Sehun menjingkatkan alisnya sementara Soojung memutar bola
matanya dan kembali menjejalkan makanan ke dalam mulutnya.
āBerhenti membicarakanku seolah
aku tidak ada!ā protes Jongin.
Soojung mendesah, ia benar-benar
jengah dengan Jongin. āKalau begitu berhenti membuat kami gemas! Berhenti
bertingkah seperti orang payah yang cuma bisa memandangi orang yang disukai
dari kejauhan!ā timpal Soojung dengan volume suara cukup tinggi, hingga
beberapa orang menatap ke arahnya.
Namun bukan Jung Soojung namanya
kalau tidak bisa membuat orang lain takut dengan delikan matanya. Ia kembali
mencurahkan perhatiannya pada Jongin.
āJangan bicara yang macam-macam.ā
Mendengar ucapan Jongin, membuat Soojung merasa kesal. Gadis itu melebarkan
matanya sambil mencebikkan mulutnya.
āMemangnya aku tidak tahu? Kau
sedang memandangi Han Jieun seperti orang idiot! Bahkan kau terus melakukannya
belakangan ini.ā Jongin melebarkan matanya, dengan cepat ia menyumpal mulut
Soojung dengan roti milik Sehun.
āAishh..itu milikku. Astaga!
Benar-benar,ā gerutu Sehun mendapati rotinya berlabuh di dalam mulut Soojung.
āSudah kubilang jangan bicara
yang macam-macam.ā
Soojung yang tengah berjuang
menelan sisa roti di mulutnya hanya mampu memutar bola matanya dengan kesal,
sementara Sehun berdecak keras yang membuat Jongin beralih menatapnya.
āKau pikir kami itu tolol? Kau
terus memandanginya beberapa hari belakangan ini, belum lagi kau bertingkah
aneh setiap kali bertemu dengannya.ā Sehun menggelengkan kepala dan menatapnya
dengan kasihan.
āMemangnya aku tidak tahu? Kau
sering datang ke UKS untuk bertemu dengannya, kan?ā tuduh Soojung dengan yakin.
Setelah itu Jongin tidak bisa
mengelak lagi. Teman-temannya sudah menangkah basah dirinya. Mereka sudah
menelanjanginya dengan fakta-fakta yang tak dapat ia sangkal. Ia menjatuhkan
pandangannya ke permukaan meja, kemudian menggaruk kepalanya serba salah.
āKusarankan agar kau menemuinya.
Katakan apa yang ingin kau katakan, kau tak harus memedulikan tanggapannya,ā
ucap Soojung memberi saran.
Sehun mengangguk-angguk dengan
kedua tangan terlipat di depan dada. āBerhenti menjadi pecundangāā
āKau tidak keberatan?ā Jongin
menyorot Sehun dengan mata terbuka lebar, membuat Sehun sedikit terkejut.
āBukankah kau menyukainya?ā
āHuh?ā
Sehun tak mengerti dengan ucapan
Jongin. Memangnya sejak kapan ia menyukai Han Jieun. Apa selama ini Jongin
tidak mengatakan perasaannya, karena berpikir ia menyukai Jieun?
āKau terlihat cukup akrab
dengannya, aku bahkan pernah melihatmu bergurau dengannya,ā tutur Jongin penuh
kecurigaan. Setelah beberapa detik, Sehun melenguh panjang.
āSekalipun aku menyukai seorang
gadis bermarga Han, tapi tetap saja bukan Han Jieun. Aku menyukai Han Jihyun.
Kebetulan Jihyun itu adiknya Jieun,ā ucap Sehun dengan santai.
Jongin melongo tak percaya. Han
Jihyun? Siswi kelas 1 yang merupakan salah satu anggota baru tim tarinya. Sehun
bilang gadis itu cerewet dan menyebalkan. Aigoo..benar-benar
munafik. Di lain sisi, Soojung tengah menatap jengah kedua temannya. Ia
memangku dagunya dengan bosan.
āAstaga, aku tak percaya berteman
dengan dua idiot seperti kalian,ā komentarnya sambil menggeleng-gelengkan
kepala.
āDiam dan khawatirkan saja
Minhyuk-mu! Kurasa ada banyak gadis yang lebih menarik di SMA Hwaran,ā tandas
Sehun tak peduli.
āAku juga tak menyangka Minhyuk
yang baik hati dan penyabar itu mau dengan gadis kasar dan manja sepertinya. Aigoo, aku kasihan pada Minhyuk. Entah
keburukan macam apa yang ia perbuat di masa lalu, sampai harus bertemu dengan
gadis ini.ā Jongin menatap Soojung dengan mengejek, membuat gadis itu semakin
kesal dan sudah siap membenturkan kepalanya ke meja.
To be continued
Thanks,
GSB
Comments
Post a Comment