How Come





starring:
Jinhwan iKON  ~  Jimin AOA



cameo: iKON members





o  O  O  O  o










Setiap hari pasti matahari akan selalu menyinari bumi dikala pagi layaknya bulan yang menerangi bumi dengan cahaya temaramnya dikala malam. Hal itu pasti terjadi walaupun musim berganti sekali pun.



Namun Jinhwan -pria berusia 22 tahun- yang saat ini tengah menunggu waktu dimana ia dan groupnya akan secara resmi terjun ke dalam dunia hiburan, malah merasa tak disinari oleh sang pemilik energi terbesar itu. Ia merasa harinya begitu gelap dengan awan hitam yang selalu menyertainya.



Ia tak tahu sejak kapan dan bagaimana perasaan semacam itu bisa menjalari dirinya. Yang jelas, saat seseorang yang sudah sangat tak asing lagi baginya mengirimkan sebuah pesan singkat terkait isu yang baru saja merebak bak bakteri yang berkembang, perasaan itu langsung timbul dan kerap membuat ia merasa ketakutan.



Perasaan itu kerap muncul dengan tanpa mengenal waktu dan tempat. Seperti hal nya saat ini, perasaan takut itu tiba-tiba saja menyergapnya dikala ia tengah berlatih bersama anggota lainnya.



Di tengah-tengah tubuhnya yang tengah meliuk mengikuti irama musik, rasa takut itu muncul dan membuat tubuhnya menampilkan gerakan yang tak seharusnya ia lakukan. Hal itu berhasil membuat Hanbin -pemimpin groupnya- bergerak menuju meja komputer dan mematikan pemutar musik di sana.



“Hyung..” Panggil Hanbin yang tak mendapatkan sautan dari Jinhwan. Pria itu masih diam dengan pandangannya yang terlihat tak menentu.



Tingkah Jinhwan yang tiba-tiba berubah aneh membuat anggota lainnya merasa khawatir. Terlebih perubahan sikap pria itu sudah terjadi sekitar hampir satu minggu.



“Jinhwan hyung..” Panggil Hanbin untuk kesekian kalinya.



“Ada apa?” Tanya Jinhwan yang seakan tak menyadari dengan apa yang baru saja dirinya lakukan.



Hanbin segera membawa Jinhwan ke pinggir ruangan dan memberikannya satu botol air mineral. Berdasarkan apa yang ia ketahui serta beberapa kampanye tentang manfaat air mineral, air mineral itu bisa membantu seseorang menjadi lebih fokus pada apa yang tengah orang itu kerjakan. Dan menurutnya, saat itu Jinhwan sangat butuh konsumsi air mineral untuk membuat dirinya kembali fokus.



“Apakah ini ada hubungannya dengan Jimin noona?” Tebak Hanbin yang langsung membuat Jinhwan tersentak dan menghela nafasnya kasar.

“Sudah ku duga.” Gumam Hanbin begitu melihat tingkah Jinhwan yang terlihat rapuh, seakan tengah berdiri di sebatang kayu yang suatu saat akan patah dengan tiba-tiba dan membuat tubuh pria itu melayang di udara sebelum terjatuh ke bawah.



“Apakah hyung telah membicarakannya dengan sajangnim?”



Jinhwan kembali menghela. Rasanya kini ada beban berat yang tengah menggelayuti pundaknya begitu ia mendengar kata sajangnim.



“Sudah.. bahkan tanpa aku harus mengatakan apa pun, sajangnim pasti akan mengetahuinya. Ia kan pemimpin perusahaan, tak mungkin tak memiliki karyawan yang bertugas mencari tahu hal-hal macam ini.”



Hanbin menganggukan kepalanya. Ucapan Jinhwan ada benarnya. Yang Hyun Suk adalah pemimpin sekaligus pemilik sah YG Entertainment, tak mungkin pria itu tak memiliki bawahan yang bertugas untuk mencari tahu segala informasi mengenai artis naungannya.



Disaat pikiran akan YG masih menggelayut di dalam benaknya, Hanbin segera menggelengkan kepalanya dengan harapan bahwa ia dapat kembali fokus pada apa yang tengah ia dan Jinhwan bicarakan sebelumnya. Bukan mengenai bossnya, melainkan mengenai Jinhwan. Ah lebih tepatnya hubungan pria itu dengan wanita bernama Jimin yang ia panggil dengan sebutan noona.



“Lalu bagaimana? Apakah sajangnim memarahi mu atau.....”



“Ia tak mengatakan apa pun.” Potong Jinhwan cepat.



“Apa??!?”



Jinhwan kembali menghela nafasnya. Walaupun tak sekasar sebelumnya, tetapi masih terasa seperti beban yang tengah dipikulnya belum kunjung juga pergi.



“Ini yang paling aku takutkan. Sajangnim tak mengatakan apa pun saat aku mengatakan yang sebenarnya. Ia hanya diam dan kemudian menyuruh ku keluar dari ruangannya.”



Jinhwan mencoba untuk mengingat kembali kejadian yang terjadi dua hari yang lalu itu, saat ia memberanikan dirinya untuk datang menemui Yang Hyun Suk di ruang kerjanya.



“Diamnya ia membuat berbagai spekulasi muncul dibenakku. Aku lebih suka jika ia mengatakan sesuatu, apa pun itu. Bahkan jika ia meminta ku untuk mengakhiri hubungan kami, itu jauh lebih baik. Walaupun aku tak tahu apakah aku bisa melakukannya atau tidak.”



Masih dengat menatap Jinhwan serius, kini Hanbin mengubah posisinya dengan ikut mengistirahatkan tubuhnya seperti yang tengah Jinhwan lakukan. Duduk dengan kaki yang lurus dan tubuh yang bersandar pada dinding.



“Lalu sekarang, apa yang akan hyung lakukan?”



Jinhwan menatap Hanbin kemudian mengendikan bahunya. “Entahlah.” Jawabnya singkat. Pria itu tak tahu apa yang harus ia lakukan. Otaknya sudah terlalu lelah untuk memikirkan masalahnya itu.



“Yang jelas, sepertinya aku akan pergi bertemu dengan Jimin nanti malam.”



“Untuk apa? Bukankah akan lebih baik jika hyung tak bertemu dulu dengan Jimin noona sampai isu kencan kalian tak menjadi perbincangan hangat lagi?”



“Entahlah. Aku sudah tak tahu apa yang harus aku lakukan. Yang jelas, nanti malam, aku akan tetap menemuinya karena ia sendiri yang meminta bertemu.”



Jinhwan bangkit dari duduknya. Ia kemudian memberikan botol air mineral yang sedari tadi dipegangnya pada Hanbin, dan pergi meninggalkan ruang latihan.



o O O O o



Malam itu angin berhembus lebih kencang dari biasnaya. Dan Jinhwan merasakannya. Ia tak tahu kenapa alam pun bisa sampai ikut merasakan kekacawan dirinya hari itu.



Apakah sebegitu menyedihkannya ia sampai-sampai alam ikut bersedih akan dirinya?



Tak tahu. Mungkin saja iya. Yang pasti malam itu tak ada satu pun bintang yang bersinar menemasi sang bulan. Pohon-pohon pun terus bergerak tertiup angin malam.



Dan Jinhwan, pria itu masih terus melangkahkan kakinya menembus keheningan malam dengan perasaan kacau yang berkecamuk di dalam dirinya.



Ia tak menyadari sudah sejauh apa kakinya melangkah dan seberapa lama ia berada di luar. Yang ia sadari hanya kini ia telah berdiri di depan sebuah bangunan bertingkat dimana sosok yang tengah memenuhi pikirannya belakangan ini tinggal.



Jinhwan menatap bangunan tersebut dengan penuh kesedihan. Rasanya ingin menangis. Tapi ia tak bisa. Ia tak mau semakin memperburuk keadaan yang menurutnya sudah cukup buruk.



Pria itu menghembuskan nafasnya dan kemudian mengeluarkan ponsel hitam miliknya dari saku celana. Ia mengoperasikan benda itu dengan mengetikan beberapa kata pada perangkat pesan singkat dan kemudian menekan tombol kirim sampai pemberitahuan bahwa pesannya telah terkirim akhirnya muncul.



Pria itu menatap sejenak pada penampakan depan bangunan tersebut sebelum kembali melangkahkan kakinya pergi meninggalkan tempat itu.



o O O O o



Hembusan angin yang dingin, menampar wajah tampannya terus menerus. Ia tak melakukan apa pun selain hanya diam dengan menatap lurus ke depan. Pandangannya begitu kosong serta tubuhnya yang perlahan mulai bergetar.



Ya.. pria itu -Jinhwan- tengah menangis di bawah temaramnya sinar bulan dengan terus memegangi dadanya.



Sakit. Sangat sakit. Dadanya begitu sakit. Ia tak tahu bahwa apa yang baru saja dilakukannya akan memberikan efek yang sangat dahsyat pada dirinya.



Ia tak menyangka bahwa rasa sakit itu akan sangat terasa sakit. Membuat ia merasa seakan sulit untuk bernafas. Membuat jantungnya seperti ingin melompat keluar dari dalam tubuhnya.



Mengingat bagaimana raut wanita itu, air matanya semakin mengalir dan semakin memabasahi pipinya. Bahkan isakannya membuat rasa sakit itu semakin tumbuh dan memenuhi relung hatinya.



“Apa?” Tanya wanita itu yang masih tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.



Benarkah??



Benarkah pria itu mengatakan kalimat tersebut?



“Iya, aku ingin semua ini berakhir. Aku tak mau membuat usaha yang telah anggotaku lakukan menjadi sia-sia. dan aku juga tidak mau masalah lain muncul karena hubungan kita. Maaf Jimin-ah maaf...”



Dengan tubuh yang masih bergetar, pria itu memutuskan untuk segera pergi meninggalkan tempat itu. Sudah tak ada gunanya lagi ia di sana. Wanita yang telah ia sakiti itu telah pergi. Jadi lebih baik ia juga pergi sebelum ada yang menyadari keberadaannya.



o O O O o



“Hyung kau darimana saja? Manajer hyung tadi menca.. Hyung apakah kau mendengarku? Jinhwan hyung!!”



Jinhwan terus berjalan dan tak menggubris sosok tinggi yang tadi membukakan pintu untuknya. Ia seakan tuli pada sekitarnya, karena hatinya yang begitu sakit, yang telah membuat ia lupa akan semuanya.



“ya Junhoe.. sudahlah. Biarkan Jinhwan hyung sendiri. Jangan ganggu dia.”



“Tapi hyung, bagaimana dengan manajer hyung?”



“Aku akan mengurusnya. Kau kembalilah ke kamarmu.”



Junhoe menganggukan kepalanya. Ia tak ingin mendebat ucapan Hanbin, karena menurutnya membiarkan hyung tertuanya itu sendiri lebih baik jika dibandingkan dengan membuat hyungnya itu bertemu dengan sang manajer.



Dan karena ia juga bukan seorang cenayang yang akan tahu suatu hal dimasa depan. Jadi ia tak tahu apa yang akan terjadi jika ia tetap memaksa Jinhwan untuk menemui sang manajer. Dan pilihan untuk membiarkan Jinhwan sendiri adalah pilihan yang tepat untuknya saat itu.

Walaupun ia bukan seorang cenayang atau pun paranormal, tetapi ia tetap dapat memprediksi kemungkinan yang akan terjadi. Dan menurutnya, jika ia tetap memaksa Jinhwan untuk bertemu dengan sang manajer dan Jinhwan menyetujuinya, pasti akan ada hal yang buruk yang akan dialami hyungnya itu.



Di sisi lain, Jinhwan tengah merebahkan tubuhnya setelah menutup rapat pintu kamar. Ia menenggelamkan wajahnya pada selimut tebal yang tersimpan pada sisi bawah ranjang.



Ia ingin sekali berteriak. Ia ingin sekali meluapkan seluruh perasaannya dengan melakukan segala macam hal ayng dapat membuat dirinya merasa lebih baik. Tapi itu hanya keinginan. Nyatanya ia tak melakukan apa pun karena tubuhnya yang bagaikan tak bernyawa. Terkulai lemas di atas ranjang.



Setiap kalimat yang baru saja ia ucapkan pada Jimin, kekasihnya. Ah.. apakah masih boleh jika ia menyebut atau memanggil Jimin sebagai kekasihnya, setelah apa yang baru saja dilakukannya pada wanita itu???



Kembali lagi kepada sosok Jinhwan di atas ranjang kamarnya. Kalimat-kalimat yang ia lontarkan pada Jimin masih terus terngiang di telinganya. Membuat ia sulit untuk memejamkan mata. Terlebih saat air mata gadis itu jatuh, ia juga tak bisa melupakannya. Semua itu membuat ia sulit untuk terlelap walaupun ia sangat ingin, karena dengan begitu ia bisa melupakan hal buruk itu untuk sejenak.



Hanbin membuka pintu kamar dan mendapati Jihwan yang tengah menatapi langit-langit. Terlalu fokus sampai-sampai Jinhwan tak menyadari kehadirannya yang telah ikut mendudukan tubuhnya pada ranjang di sebelah Jinhwan.



Hanbin tak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia hanya diam dan memandangi Jinhwan dengan tatapan perihatin.



Ia tahu bagaimana perasaan yang dimiliki Jinhwan untuk Jimin. Ia juga tahu bagaimana perjalanan cinta mereka. Ia tahu.. bahkan terlalu tahu sampai-sampai membuat dirinya sendiri dapat merasakan apa yang tengah dirasakan Jinhwan.



“Hyung..” Panggil Hanbin pelan karena tak ingin membuat Jinhwan terkejut karena kehadirannya.



“Semua sudah berakhir Hanbin-ah. Hubungan kami...”



“Berakhir? Tapi kenapa?? Bukankah hyung sangat mencintai Jimin noona?” Tanya Hanbin tak percaya.



Sejujurnya ia sudah mengira bahwa hal itu akan terjadi. Tapi ia tak menyangka bahwa ia akan mendengar kabar tersebut di malam itu.



“Kau pernah mendengar ungkapan kalau cinta tak harus memiliki bukan?”



Hanbin menganggukan kepalanya. Sejurus dengan itu, Jinhwan mengalihkan pandangannya pada Hanbin yang masih menatapnya dengan tatapan meminta penjelasan.



“Itulah yang aku lakukan. Aku mencintai Jimin, bahkan sangat mencintainya. Tapi jika aku tetap memaksakan perasaanku, aku hanya akan melukainya.”



“Tapi hyung... kenapa kau tak mencoba untuk bertahan? Maksudku, kenapa kau tak menunggu sampai berita tentang hubungan kalian mereda dan barulah kau mengambil keputusan..”



“Karena aku tahu.. jika aku tak melakukannya sekarang, bukan hanya ia yang akan menderita. Tetapi anggota yang lainnya juga akan menderita, termasuk kau. Kau tahu kan, sebesar apa usaha yang telah kita lakukan untuk bisa debut di industri hiburan ini??”



Jinhwan menelan salivanya dan menarik nafasnya sangat dalam.



“Aku tak mau merusak mimpi anggota lainnya karena hubunganku. Karena hubungan ini akan membuat natizen melakukan hal-hal tak terduga yang mungkin saja akan menghancurkan segala usaha yang telah kita lakukan.”



Jinhwan kembali memalingkan wajahnya pada langit-langit. Pria itu kembali menatap bagian atas kamarnya itu, seakan tengah mencoba untuk menerawang.



“Dan kau pasti tahu tempat bernaung kita. YG Entertainment, salah satu dari tiga perusahaan hiburan terbesar yang memiliki banyak pendukung. Dan hal itu pasti akan memberikan dampak juga pada Jimin dan kelompoknya. Hal itu pasti akan semakin mempersulitnya, dan aku tak mau itu sampai terjadi.”



Hanbin menganggukan kepalanya. Kini ia benar-benar mengerti kenapa Jinhwan mengakhiri hubungannya. Ia merasa sedih dengan hyungnya itu, tapi di sisi lain, ia juga salut pada Jinhwan. Mungkin, jika hal seperti itu menimpa dirinya, ia yakin, ia tak akan mampu mengatasinya atau bahkan melakukan hal yang sama seperti apa yang Jinhwan lakukan.



Merelakan hubungannya berakhir demi membuat mimpi anggota kelompoknya tetap ada dan tak hancur. Merelakan sosok yang sangat ia cintai pergi demi kebahagiaan wanita itu dimasa depan. Walaupun apa yang telah ia lakukan itu, sebenarnya telah membuat dirinya hancur dengan tak tersisa.





E . N . D






wwwooohhhh Happy 4th Anniv GIGSEnt...!

because i 'm running out of words, so i just wanted to say that.. this story was a challenge from Salsa. i don't know this story appropriate with her expectation or not, but i hope this story fit with her imagination and the important thing is this story can entertain all of you guys, and also can be more enliven the anniversary of this beloved blog.

oke.. that's from me and see you babay.....감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts