Roommate - Difficult vs Impossible





Cast: Jung Cheonsa – Kris Wu
Also read: Feels Great




There is difference between ‘difficult’ and ‘impossible’
– Kris Wu –




Mengenal dan merasa semakin dekat dengan seseorang bukanlah sesuatu yang mudah untuk orang seperti dirinya. Jung Cheonsa tahu betul bagaimana ia selalu memberi batasan pada orang lain untuk mengenalnya. Jadi gagasan bahwa ia akan berinteraksi dengan baik pada penghuni kamar di sebelahnya mungkin hanya sebatas angan.





Namun yang terjadi justru sebaliknya dan Cheonsa tak menyangka hal seperti itu akan terjadi. Ia dan pria itu memang bukan sepasang tetangga yang selalu menyapa dengan formal dan ramah. Mereka malah hanya menyapa dengan seadanya dan tentunya tanpa bahasa formal. Hal itu cukup memuaskan Cheonsa, karena setidaknya ia tidak perlu berpura-pura untuk menjadi tetangga ramah yang senang berbasa-basi.




Untuk mencapai keadaan seperti itu mereka perlu saling menyesuaikan selama lima bulan terakhir–waktu yang terlalu panjang untuk orang normal saling mengakrabkan diri, tapi itu wajar saja untuk Jung Cheonsa.




Dan waktu sepanjang itu nampak sepadan dengan keadaan mereka saat ini. Mereka tak lagi mengangguk penuh kesopanan saat bertemu di pagi hari, atau harus tersenyum saat salah satu di antara mereka melintas di ruang tengah pada malam hari. Tidak, mereka sudah tidak sepayah itu lagi. 




“Jadi, tadi siang Chanyeol datang kemari?” Kris mengelap tangannya setelah semua piring kotor selesai ia keringkan.





Pria itu beranjak menghampiri kulkas, membuka pintunya dan mengambil sekaleng kola milik Cheonsa dari dalam sana.





“Ya.” Cheonsa hanya menjawab singkat. Gadis itu masih sibuk membaca jurnal psikologinya hingga tak menyadari hal aneh dari pertanyaan Kris. Sementra itu Kris sudah menempati sofa berukuran satu orang di seberangnya.




Alisnya masih berkerut. Ya, Tuhan… Sampai kapan aku harus membaca ini semua, keluhnya dalam hati. Ia menarik napas dalam-dalam, sekilas matanya melirik sosok Kris yang sedang memegang sebuah berkas, kemudian menatap sekaleng kola di atas meja. Napasnya berembus kasar.




Tunggu, ada sesuatu yang aneh. Bagaimana bisa Kris tahu Chanyeol datang kemari?





Cheonsa kemudian mengamati sekelilingnya, mulai dari dinding-dinding, meja televisi, hingga pintu masuk. Ia lantas kembali menatap Kris yang tengah mempelajari berkas miliknya sendiri sambil menyesap kola. Jangan bilang pria itu memasang sebuah kamera tersembunyi dan memantau segala yang terjadi dari ponselnya.





Kepalanya menggeleng. Tidak. Ia tidak perlu khawatir sekalipun hal itu memang benar, karena ia dan Chanyeol tidak melakukan sesuatu yang aneh tadi siang. Ia hanya menawari Chanyeol masuk untuk istirahat sebentar. Hanya untuk secangkir cappuccino dan sepiring cheese cake yang Kris beli kemarin sore. 




“Ibu Hong yang memberitahu. Ia bilang tadi siang adik tiriku membawa seorang pria masuk ke dalam rumah,” jelas Kris tanpa mengalihkan pandangan dari berkasnya.






Ibu Hong, seorang wanita paruh baya yang hobinya suka membicarakan kehidupan orang lain. Ia tinggal tepat di sebelah rumah mereka. Dan berkat wanita tua itu, ia dan Kris harus mengarang cerita kalau mereka adalah sepasang kakak beradik, tiri. Tadinya mereka ingin membiarkan orang-orang tahu kalau mereka hanyalah dua orang asing yang tidak saling mengenal dan berbagi apartemen yang sama. Namun hal itu tidak terjadi mengingat Ibu Hong senang sekali melebih-lebihkan sesuatu. 





“Kupikir kau memasang sesuatu untuk memantau semuanya.” Cheonsa mendesah tak peduli dan menyambar kaleng kola dari tangan Kris.





Kris terkekeh, benar-benar terhibur dengan pemikiran Cheonsa. Satu hal yang selalu membuatnya tak habis pikir, Cheonsa selalu memiliki imajinasi yang menakjubkan. 




“Buang-buang uang saja. Lagipula aku tidak ingin menikmati adegan kotormu dengan pria senyum lebar itu. Pasti sangat konyol.”





Cheonsa tersedak, ia benar-benar tidak memperkirakan tanggapan seperti itu terlontar dari mulut Kris. Tapi, Kris memang selalu seperti itu. Ia selalu menyampaikan isi pikirannya dengan sederhana dan sesantai itu. Dan terkadang membuat Cheonsa terkejut setengah mati.





Sementara itu Kris terkekeh kencang menyaksikan aksi terbatuk Cheonsa dan mata melototnya. Tangannya mengambil alih kaleng kola dan meneguknya dengan santai.





Ia benar-benar terhibur dengan reaksi gadis di hadapannya. Ia tidak benar-benar percaya omongan Ibu Hong tadi siang. Wanita itu bilang kalau dirinya mendengar suara desahan dan kegaduhan yang terjadi di dalam apartemennya. Dengan wajah meyakinkan, wanita itu melanjutkan kalau ia yakin seratus persen Cheonsa melakukan hubungan seks dengan pria yang dibawanya.






Namun ia tidak setolol itu. Ia memang tidak mengenal Park Chanyeol secara khusus, ia hanya tahu pria itu dari cerita-cerita singkat yang Cheonsa tuturkan. Tapi ia mengenal Cheonsa dengan cukup baik, gadis itu terlalu naif. Walau begitu Cheonsa bukan tipe gadis tolol, ia hanya punya pemikirannya sendiri mengenai kehidupan yang serba bebas. Seperti misalnya ia tidak peduli jika orang lain melakukan hubungan seks tanpa ikatan, tapi ia hanya akan melakukannya setelah menikah. Dan itu sudah cukup untuk Kris.






Cheonsa dan pacar lucunya itu tidak melakukan hal yang dikatakan Ibu Hong. Sebenarnya ia juga tidak begitu peduli, sekalipun mereka memang melakukannya. Yah, tapi ia cukup menyayangkannya. Kalau memang benar, tentu itu akan menjadi pengalaman pertama untuk gadis itu. Dan pastinya terasa sakit, dan… seharusnya Cheonsa tak melakukan itu. Dan… Dan… Kenapa ia malah memikirkannya sampai sejauh itu? Kris menggaruk kepalanya.





“Tega sekali kau berpikir begitu! Aku tidak akan melakukannya begitu saja.”





Kris menyeringai kaku, ia masih rikuh dengan pemikirannya beberapa waktu lalu. Ckk, ia tak seharusnya menghawatirkan Cheonsa sampai sejauh itu.





“Memang apa saja yang Ibu Hong katakan?”





Alis Kris berkerut tegang, ia mengalihkan pandangannya ke berkasnya. Lantas memijat keningnya dengan tidak tenang.





“Katanya ia mendengar suara desahan dan kegaduhan, jadi ia menyimpulkan kalau adik tiriku–“





“Ah Jinjja!! Aku perlu menuangkan cairan serangga atau racun apapun ke dalam susunya supaya ia berhenti bicara yang macam-macam!”




Cheonsa kelihatan sangat kesal, ia kembali merenggut kaleng kola dan menenggaknya hingga tandas. Ia kemudian bersendawa dengan keras yang membuat Kris membelalakkan matanya dengan takjub.





“Bisa saja kan ia mengatakan hal itu pada yang lainnya? Bagaimana kalau semua penghuni gedung ini sudah mendengarnya?”




“Astaga! Bagaimana ka–“





“Aku akan bilang pada semua orang kalau adikku tidak melakukan apapun. Adikku seorang gadis suci yang nyaris jadi biarawati dan aku akan menyuruhmu mengikuti tes apapun untuk membuktikan pada semua orang kalau kau tidak melakukan perbuatan mesum dengan pria manapun, oke?” Kris sudah duduk di sebelah Cheonsa sambil memegangi kedua tangan gadis itu. Cheonsa punya kebiasaan menggerakkan tangannya dengan berlebihan ketika sedang sangat panik, antusias, atau marah dan terkadang itu membuatnya terganggu.





Kris menatap Cheonsa, “Berhenti menghawatirkan semua itu. Aku akan memerankan peran kakak laki-laki yang baik–“





Kris menggantungkan kalimatnya di udara begitu Cheonsa melepaskan kedua tangan dari genggamannya. Gadis itu mengempaskan tubuhnya ke belakang sambil mengembuskan napas panjang. Bahu mereka bersentuhan dan Kris kira Cheonsa akan bergeser, namun tidak, gadis itu tidak melakukannya.





“Kau memang harus membelaku mati-matian. Awas saja kalau tidak.”





Suasana canggung dirasakan keduanya dan hal seperti itu kerap terjadi di setiap perbincangan mereka. Kris dan Cheonsa sama-sama menyadari bahwa terkadang ada waktu dimana mereka terdiam dan kehabisan kata. Pada saat itu terjadi mereka akan merasakan sekujur tubuh mereka menegang dan udara di sekitar terasa panas.





Kris hanya menggumam setuju kemudian mengulurkan tangan untuk mengambil berkas yang ia letakkan di atas meja. Sedangkan Cheonsa kembali menyibukkan dirinya dengan bagian kesimpulan di jurnalnya.





Dan keduanya tak saling bicara selama lebih dari tiga puluh menit. Cheonsa sibuk menganalisis jurnalnya sementara Kris sudah beralih dengan ponselnya. Beberapa menit yang lalu ponselnya berdering dan bergetar. Ada sebuah panggilan yang dibiarkan tak terjawab dan beberapa pesan terlihat masuk.





“Astaga, aku benar-benar tidak mengira hal ini akan terjadi. bagaimana bisa?” ucap Kris tanpa sadar.




“Gila, memangnya ia ingin aku melakukan apa?”



“Ckk.. Menyusahkan–“




Cheonsa yang sudah tidak tahan akhirnya menepikan buku catatan dan i-padnya. Ia menatap Kris, “Kegelisahanmu itu sangat mengganggu, kau tahu itu?” keluhnya tanpa menyembunyikan kekesalannya.




Sorry.” Kris menatap Cheonsa sekilas lantas kembali menekuri layar ponselnya.





Namun bukan ucapan maaf yang Cheonsa inginkan, gadis itu berharap Kris mengatakan semua yang mengganggu pikirannya. Itu memang terdengar sangat aneh, tapi Cheonsa senang mendengar Kris bicara dan mengeluarkan berbagai macam ekspresi sepanjang pembicarannya. Lagipula ia butuh sebuah alasan untuk bisa duduk berduaan dengan Kris lebih lama. Tugas review jurnalnya hampir selesai, dan ia hampir kehilangan alasan untuk bisa duduk di tempat itu lebih lama.





Cheonsa masih mengamati Kris dan hal itu disadari pria itu ketika ia mengangkat pandangannya. Alis Kris berkerut, kemudian kembali tenang.





“Aku ada sebuah misi sebenarnya,” ucap Kris memulai. Entah kenapa ia merasa ia perlu mengatakan masalahnya pada gadis yang masih menatapnya dengan penasaran.





Yah, terkadang ia hanya ingin bersama dengan gadis itu lebih lama. Itu menggelikan, bukan?





Alis Cheonsa terjingkat curiga, “Misi apa? Kau terlibat tindakan kriminal atau–“





“Tidak. Aku hanya harus menyembunyikan seorang bajingan,” potong Kris yang membuat Cheonsa melongo tidak percaya.




Gadis itu berdecak keras, “Dan kau akan melakukannya?”




Kris mengangkat bahu, “Kurasa begitu. Bajingan itu temanku, jadi aku harus melakukannya,” jawabnya dengan santai.




“Omong kosong macam apa itu? Kau mau menyembunyikan kriminal seperti itu hanya karena ia temanmu? Kau itu idiot ya?”




Kris mendengus keras. Ia sadar bahwa perdebatannya dengan Cheonsa sudah dimulai.




“Temanku itu bukan kriminal. Ia hanya, hanya harus bersembunyi untuk sementara waktu,” ujar Kris mengajukan pembelaan.




Cheonsa memutar bola matanya, “Kalau bukan seorang kriminal, kenapa ia harus bersembunyi? Ia pasti sudah melakukan kesalahan dan saat ini sedang dalam ketakutan!” sahutnya tegas.




“Ia memang melakukan kesalahan, tapi–“





Cheonsa mencodongkan tubuhnya, gadis itu benar-benar terlarut dalam perdebatannya.





“Tapi apa? Kau mau bilang ia cuma habis memecahkan kaca jendela tetangganya karena bermain bola sembarangan?” suara Cheonsa terdengar melengking dan tak ingin dibantah. Kris mengusap wajahnya dengan kacau.





“Ia menghamili pacarnya. Ckk,” ucap Kris tak tahan.





Kemudian Cheonsa bungkam, suaranya seolah tertelan begitu saja dan tatapan matanya tampak menyudutkan.





“Dan kau akan membantunya?” Cheonsa mendengus keras, benar-benar tidak terima dengan keputusan Kris.




Kris yang hendak menanggapi harus menutup mulutnya kembali begitu Cheonsa kembali berpendapat.





“Kalau kau membantunya kau sama brengseknya dengan orang itu. Dan ingat, kalau sampai kau membantunya aku akan bilang pada Ibu Hong kalau kakakku itu telah menghamili seorang gadis dan mengancam untuk membunuhnya. Lihat saja!” Cheonsa menudingkan telunjuk ke arah wajah Kris, suatu tindakan yang benar-benar tidak tepat. Kris benci dihakimi seperti itu.





“Dan kalau kau berani melakukannya aku akan bilang pada semua penghuni gedung ini kalau adikku maniak seks dan tengah mengandung anak Park Chanyeol!” mata Cheonsa terbelalak. Spontan ia langsung menarik rambut Kris dan mendorong pria itu hingga punggungnya menabrak penyangga tangan.





Belum puas, Cheonsa pun menendang Kris hingga pria itu nyaris berguling.






“Kau mau membunuhku, huh? Berhenti, oke?” Kris balas mendorong Cheonsa. Menghadang gadis bertubuh jauh lebih kecil darinya itu untuk kembali menyiksanya.





Kris membenarkan posisi duduknya, begitupun Cheonsa. Keduanya sama-sama masih merasa kesal.





“Gadis itu pacarnya, kan? Lalu kenapa pria itu lari?”





Sebenarnya Cheonsa hanya mengeluh pada dirinya sendiri, namun Kris menanggapinya. Ia menatap gadis di sebelahnya itu dengan sisa-sisa kekesalan yang tak mau pergi.



“Siapa yang siap menjadi seorang ayah di usia dua puluh lima? Lagipula Jinyoung tidak siap terikat dengan satu orang saja, atau mungkin tidak akan pernah siap.”





Cheonsa kembali menghadap Kris, menatap pria itu dengan segudang amarah yang tak kunjung meluruh.



“Brengsek!”



“Bukan aku!”




Cheonsa mendelik tak peduli, “Kau pun tidak jauh berbeda Tuan Wu,” ucapnya asal.





“Tidak semua orang ingin menjalani kehidupan orang sucimu, Jung.” Kris menahan  kekesalannya dan membiarkannya terus seperti itu.





Terkadang ada saatnya Kris membenci kedekatannya dengan Cheonsa. Mereka terlalu dekat hingga ia bisa menyadari perbedaan yang membentang di antara dirinya dan Cheonsa. Ia sadar bahwa perbedaan diantara mereka bukanlah perbedaan yang bisa diubah atau sesuatu yang dimaklumi. Ini adalah sebuah perbedaan yang membuat Kris tak akan melangkah lebih jauh.





“Kris…” Cheonsa tak tahu kenapa ia memanggil pria itu. Namun ia tahu ia sudah kelewatan. Tidak seharusnya ia bicara seperti itu.





Cukup. Ia memang bersalah namun tidak sepenuhnya bersalah. Cheonsa mengulangi kalimat itu dalam hati sebelum akhirnya memberanikan diri untuk bersikap biasa.




“Hei.” Cheonsa menatap Kris tanpa kecanggungan, setidaknya ia berusaha untuk terlihat seperti itu.




Ia membasahi bibirnya. Benar-benar gugup saat mendapati ekspresi datar di wajah Kris. 




“Seandainya Elena yang mengandung anakmu, apa kau akan lari juga?”




Kris beralih menatap ponselnya, ia tak mengira Cheonsa akan mengajukan pertanyaan seperti itu. Ia mendesah panjang, lantas menatap ke arah Cheonsa.




“Kris..”




“Entahlah. Aku tak pernah punya rencana untuk membuatnya hamil. Lagipula–“ Kris menggantungkan kalimatnya. Ia menyadari tatapan penuh tanya yang Cheonsa berikan.




Ia mendesah panjang, “Yah, kami memang melakukannya beberapa kali, tapi itu dulu. Sudah sangat lama. Dan aku pastikan itu semua aman, lagipula aku tidak akan menanggung sesuatu yang tidak bisa kubayangkan,” tuturnya.




“Lagipula Elena tidak suka anak kecil. Ia juga tidak ingin hamil dan memiliki anaknya sendiri. Ia pernah bilang padaku, ia pasti akan melakukan aborsi kalau kejadian tidak diinginkan seperti itu terjadi.” Bibir Kris terulas datar dan Cheonsa pun kelihatan begitu.




Gadis itu nampak terkejut, namun hanya menampakkan ekspresi datar. Mulutnya terbuka dan tertutup, ia hendak mengatakan sesuatu tapi tidak sampai hati mengatakannya.




“Aku akan menghamili gadis lain dan tidak akan lari kemanapun–“




“Tapi kau membiarkan Elena terus menguasai hatimu. Aku kasihan pada siapapun ‘gadis lain’ yang kau maksud itu,” tanggap Cheonsa menyelak.




Kris menatap Cheonsa lebih dalam, ia ingin gadis itu menaruh sedikit kepercayaan padanya.




“Atau mungkin perkiraanmu salah. Kau tidak selalu benar, Cheonsa.” Cheonsa tersenyum kecut sambil menggelengkan kepala.




“Aku mungkin akan memberikan segalanya pada gadis itu. Diriku seutuhnya. Bisa saja, kan?”




Cheonsa mengangguk lantas terkekeh kecil, “Tapi itu sulit,” tandasnya mengejek.





“Sulit dan mustahil itu dua hal yang berbeda Jung Cheonsa dan pada kasusku itu sulit bukan mustahil. Aku hanya membutuhkan lebih banyak waktu dan usaha untuk menjadikannya kenyataan.” Kris menatap lekat sepang iris hitam di hadapannya.





Ia tak membiarkan mata itu beralih darinya barang sedetikpun. Dan mungkin itulah yang mendorongnya untuk memangkas jarak yang memisahkan dirinya dan Cheonsa. Ia menangkup wajah di hadapannya, membuat sang pemilik menghela waspada.





Dengan begitu Kris bisa merasakan embusan panas di wajahnya begitu mendaratkan sebuah ciuman di pipi Cheonsa.





Waktu berjalan lebih lambat begitu bibir penuh milik Kris merekat di pipi Cheonsa. Dengan sengaja Kris menjauhkan wajahnya perlahan-lahan, membuat segalanya terasa lebih dramatis dan mendebarkan. Dan itu benar-benar norak. Kris tidak pernah melakukan yang sepelan itu selama ini.





Selagi Kris menjauhkan wajahnya, Cheonsa bisa merasakan napas pria itu manakala hidung mereka bersentuhan. Ia meneguk ludahnya perlahan, tak ingin menampakkan gelagat kikuk di depan Kris. Untuk sekali saja ia tidak ingin Kris menatapnya seperti anak kecil.





Kris mengusap rahang Cheonsa sebelum akhirnya beranjak, ia berdiri dan membawa semua barang-barangnya. Berkas dan ponsel sudah ada di tangannya. Sebelum pergi Kris mengulurkan tangannya ke arah Cheonsa dan kembali mengusap wajah gadis itu dengan perasaan puas.  




“Selamat malam gadis suci,” ucap Kris sebelum melangkah ke kamarnya. 




Cheonsa mendesah panjang, “Selamat malam pangeran kodok,” ucapnya nyaris berbisik.  





Ia harus mengingat hari ini, malam ini. Kris baru saja mengecupnya. Yah, walaupun hanya pipi. Namun ia tak bisa menghentikan debaran yang memenuhi dadanya dan sensasi hangat yang menyelimuti sekujur tubuhnya. 




Dan satu hal lagi. Sulit dan mustahil adalah dua hal yang berbeda. Cheonsa mendesah panjang merasakan debaran yang kian jelas. Ya Tuhan…







End



Heihoooo..aku balik lagi…dan lagi-lagi bawa CheonRis. Aku masih kangen sama mereka, udah lama banget ga nulis mereka padahal udah sering banget ngayalin mereka. Aku harap semoga kalian ga eneg ketemu mereka lagi.


Oiya, sekedar ngasih tau.. tanggal 16 nanti GIGSent ultah lhoo… Kira-kira event tahun ini apa yah?? Makanya tungguin kita yahh..*sok eksisnya mulai*


Balik lagi ke ff ini. info aja nih, format ff ini tuh semacem oneshoot series yang judul utamanya Rommate. Berhubung aku masih suka trauma nulis ff yang chapter gtu, mkanya aku bikin ff ini dengan format yg agak berbeda. Aku gak ngerasa bersalah krna g bertanggung jawab g nyelesain ff dan yang baca pun ga ngerasa digantung. 


Hehehe…sebenernya sih ini alternatif aja karena sampe sekarang aku masih ga tau bisa konsisten atau enggak kalau nulis ff chapter. Terus gimana sama ff yg ‘Feels Great’ kemarin? Nah..itu semacam intro dari aku buat kalian. Dan gimana nasib Chanyeol dan Elena? Mereka bakal muncul gak? Mereka bakal muncul kok di scene-scene selanjutnya, jadi bagi yang berminat sama kelanjutan ceritanya tungguin aja yahh…


Oke deh…aku udh nyampein semua yang mau aku kasih tau. Big thanks buat kalian yg udah baca dan yah…apalagi yang bersedia ninggalin komentarnya..baiklah semuanya, aku pamit.. DAHHH… 




Regards,

GSB

Comments

Popular Posts