The Assasins




Main Cast = TOP, GD, Seungri, Daesung, Taeyang, Kim So Hyun
Length = Oneshoot
Genre = absurd (?)
Author = Salsa
Note = please excuse my brain XD



***




Seorang pria menyodorkan koper hitam di atas meja. TOP langsung menegakkan badan, tak bisa menahan senyumnya. Koper hitam itu terlihat sangat berkilau, dan ia tahu isi di dalamnya pasti lebih menyilaukan lagi.


“Kalau kau berhasil, semuanya menjadi milikmu,” kata sang pria.
“Aku pasti berhasil.” TOP nyaris menyentuh benda itu saat tangannya jatuh ke meja—koper itu ditarik kembali oleh sang pria. Kali ini ia menyodorkan selembar foto anak perempuan.


“Kim So Hyun. 16 tahun.”
“Apa? Tapi… tapi dia masih… kecil… dan dia perempuan.”
“Kalau kau tak tega, aku bisa mencari orang lain.” Pria itu mengedikan bahu, lantas mundur menyandarkan punggung.


“Lalu uangnya?”
“Akan kuberikan pada orang yang cukup berani tentu saja. Kalau cuma membunuh orang biasa, aku tak akan memberi uang sebanyak itu, kan?”


TOP mengusap mukanya.


“Kenapa kau ingin membunuh anak perempuan?”
“Jadi Ya atau Tidak?”
“Kau harus menjelaskan dulu.”
“Aku tak pernah bertemu pembunuh bayaran secerewet ini. Jawab saja Ya atau Tidak.”


TOP melirik sekitarnya. Dua pria di meja sebelah sudah melotot sambil memimikkan kata ‘Ya’ dengan sewot. Pria di meja lain mengangkat jempolnya. Dan sekarang pelayan pria tiba-tiba datang ke meja mereka sambil membawa minuman.


“Kami tak memesan ini.” Pria di depan TOP menghentikan gerakan pelayan itu.
“Tidak. Ini hadiah dari restoran.” Si pelayan tersenyum. Matanya lantas bertemu dengan TOP, ia merundukkan kepalanya ke dekat pria itu sambil membisikkan sesuatu. “Kalau kau berani bilang tidak, kau yang akan mati,” bisiknya sambil meletakkan minuman-minuman, kemudian berlalu.


“Sudah membuat keputusan?” Jemarinya mengetuk-ngetuk meja, menghasilkan irama mengintimidasi.


Melihat pria di depannya yang semakin tidak sabar, TOP pun mengangguk lemas. “Ya. Aku terima.”


“Tentu saja. Bodoh jika kau menolak. Ini uang mukanya.” Ia mengambil dua tumpuk uang dan menyodorkannya pada TOP. “Bekerjalah dengan rapi. Aku tak mau kita berurusan dengan polisi,” ucapnya sembari berdiri. TOP lagi-lagi mengangguk lemas, lalu memerhatikan pria itu sampai benar-benar menghilang dari pandangannya.


GD dan Taeyang yang duduk di meja sebelah langsung beranjak ke meja TOP.


“Wow! Dia bilang ini uang muka?” Taeyang mengambil uang di atas meja.


Seungri berdiri dari meja seorang gadis—yang tadinya sedang duduk sendiri—dan kembali ke kelompoknya. “Itu pilihan yang sulit, dude. Tapi percayalah ini yang terbaik.”


“Aku tak tahu mananya yang baik dari membunuh orang, tapi aku setuju dengan Seungri,” ucap GD sambil mengangguk-angguk.


Daesung menghampiri meja mereka sambil melepas apron. “Gadis itu pasti bukan orang biasa. Hei, ini terima kasih.” Kalimat terakhirnya ditujukan pada pelayan wanita yang apronnya ia pinjam.


“Apa kita punya waktu untuk mencari tahu siapa gadis ini?” Daesung mengangkat foto yang tergeletak di atas meja, lalu mengamatinya dengan serius. Sementara GD, Seungri dan Taeyang sibuk menghitung uang dengan wajah berbinar.


“Entahlah. Ju Il cuma memberikan waktu seminggu,” jawab TOP, masih tak percaya korban pertamanya adalah seorang anak kecil.


“Jadi apa rencananya?”
“Entahlah.” TOP menangkupkan jemarinya. “Sejujurnya aku berpikir untuk membatalkannya.”


“TIDAK!” teriak empat orang di depannya refleks. Daesung menjadi orang pertama yang menyadari tatapan kaget beberapa pelayan di belakang konter, lalu menyiasatinya dengan tawa pendek yang disambut oleh seisi meja.


“Ini pekerjaan pertama kita sebagai pembunuh bayaran.” Daesung berbisik. “Aku tak mau kehilangannya.”


“Benar. Jangan harap aku mau mengembalikan uang ini,” kata GD, mendekap uangnya erat-erat.


“Tapi bagaimana bisa kalian tega?”
“Konyol. Siapa yang mengajak kita berempat untuk terjun ke profesi ini?” tanya Taeyang. “Kau!” Kemudian menjawab sendiri.


Mereka berlima dipecat dari kantor masing-masing di hari yang sama. Lalu melampiaskan kefrustasiannya dengan menonton film di bioskop. Kebetulan sekali mereka memilih flm berjudul ‘The Target’, bercerita tentang kehidupan 3 orang pembunuh bayaran yang penuh dengan aksi-aksi keren dan menegangkan, yang bisa mendapat uang puluhan juta dalam waktu singkat. TOP menjadi orang pertama yang terinspirasi, lalu mengajak keempat temannya untuk mengikuti jejak karakter di film tersebut.


“Ini tugas pertama kita. Lebih baik dicoba dulu, kalau ternyata kita memang tidak bisa ya tidak apa-apa, anggap ini uji coba,” kata Seungri.


“Aku setuju dengan Seungri.” GD memang selalu setuju dengan Seungri.
“Membunuh orang dibilang uji coba?” Daesung menggeleng-geleng. “Well, itu terdengar sangat salah. Tapi uhm sedikit banyak ada benarnya, maksudku, kalau ternyata kita tidak tega ya kita lepas saja anak itu. Big Bang bubar, kita cari pekerjaan yang benar, masing-masing.”


“Aku setuju!” seru Taeyang.  Seungri dan GD juga mengangguk.
“Sebenarnya tidak ada gunanya lagi kita berdebat sekarang. Pria tadi akan mengirimiku informasi lanjutan mengenai gadis ini, sebenarnya kita memang tak bisa membatalkannya di tengah jalan jadi yahh.. ayo lakukan!”



**********



Kelima pria yang menamakan kelompok mereka sebagai ‘Big Bang’ itu sudah bersiap di sekitar sekolah, berpencar. TOP mengamati dari balik pohon, lengkap dengan kostum dan kacamata serba hitam ala pembunuh bayaran, ia juga membawa teropong, persis seperti di film ‘the target’ yang ia tonton. Daesung seperti biasa berkamuflase dengan keadaan sekitar, ia membaca koran dan mengobrol santai dengan beberapa sopir pribadi yang menunggu anak-anak pulang sekolah. Sementara tiga orang lainnya berdiri, duduk, bersandar di mesin soda tak jauh dari sana.


Saat itu, melalui teropongnya, TOP melihat seorang anak perempuan keluar dari balik gerbang. Wajah yang familiar. TOP langsung mengecek foto Kim So Hyun dan tersenyum. Tidak salah lagi, itu adalah targetnya. Tanpa membuang waktu, TOP segera memberikan kode pada teman-temannya, aksi pun dimulai. Daesung berpamitan pada para sopir dan lekas keluar parkiran. Sebelumnya ia berhasil mengelabui Tuan Kang, sopir Kim So Hyun, untuk pulang lebih awal. Dan sulit dipercaya, pria itu ternyata mudah sekali percaya dengan orang baru. Daesung hanya mengatakan ‘ah! Tuan Kang? Kau disini? Aku baru saja mengantar Aerin dan Kim So Hyun ke rumah. Dia sakit jadi pulang lebih awal. Apa kau pergi tadi? Dia tak menemukanmu disini, jadi aku yang mengantarnya’. Hanya dengan kalimat dan acting pas-pasan, Daesung berhasil membuat pria itu panik dan segera menyalakan mesin mobilnya.


GD meremas kaleng sodanya dan mengulurkannya ke samping, kaleng itu bergerak estafet ke Seungri, ke Taeyang, lalu masuk ke tempat sampah.  Mereka berjalan dengan langkah keren, bertemu dengan Daesung dan TOP di tengah hingga membentuk barisan menyamping sembari tetap berjalan mengikuti langkah sang target. So Hyun terlihat kesal, tentu saja. Bagaimana tidak? Sopir beserta mobilnya menghilang dari parkiran.


Saat itu, So Hyun yang merasa diikuti menoleh ke belakang. Big Bang berhenti, memperlihatkan wajah tenang dengan selipan senyum. Seungri melambaikan tangan.  “Hai,” sapa pria itu dan ZEPPPP!



**********



“Ya ya ya kemari! Dia sadar!” Seru Seungri. TOP setengah berlari menghampirinya. Gadis yang dua hari lalu mereka culik dari sekolah itu akhirnya membuka mata.


“Kukira dia sudah mati,” bisik TOP.
“Kukira juga begitu. Tapi tiba-tiba tangannya bergerak.”


GD memberikan So Hyun obat tidur dengan dosis serampangan di hari penculikan, lalu membawa gadis itu ke markas mereka—rumah kontrakan hasil patungan lima orang. Dan setelah itu, selama dua hari dua malam ia tak sadarkan diri. Dan mereka semua mengira misi pembunuhannya telah berhasil.


“Hai, kau belum makan dari hari selasa. Mau makan apa?” tanya TOP canggung. So Hyun yang mulutnya ditutup kain itu menatapnya dengan takut, lalu merapatkan badannya ke tembok. Pucat pasi.


Saat itu, terdengar suara pintu terbuka di belakang mereka. Taeyang, Daesung dan GD masuk sambil tertawa keras. Namun detik berikutnya, suara tawa Taeyang dan Daesung berhenti. Taeyang menyikut GD yang masih tertawa, menyuruhnya melihat ke  arah depan.


“Astaga! KAU BANGUN!” teriak GD, refleks menjatuhkan kantong kreseknya dan berlari ke arah So Hyun. Ia duduk berlutut di samping gadis itu dengan senyum penuh syukur. So Hyun semakin ketakutan.


“Kau membuatnya takut! Minggir!” Taeyang mendorong GD, lalu gantian duduk di posisinya.


“Hai, aku Taeyang. Jangan takut padaku. Dia yang mencekokimu dengan obat tidur, bukan aku,” ucapnya sambil menunjuk GD.


“Kau yang menyuruhku memberinya obat tidur!” GD membela diri.
“Teman-teman, diamlah. Kita harus memberinya makan sekarang. Kau mau makan apa?” TOP kembali bertanya, kali ini tidak terdengar canggung. So Hyun mengalihkan pandangannya pada pria itu dan menunduk, bahunya bergetar ketakutan.


“Tidak. Tidak. Jangan takut, kami tidak jahat!” seru TOP.
“Kita jahat, TOP. Kita menculiknya, dan sebentar lagi akan membunuhnya,” kata Taeyang. Semua orang langsung menoleh padanya. So Hyun terperanjat kaget sampai terdengar tarikan napas, dan wajahnya langsung terlihat seperti ingin menangis.


“Terima kasih banyak. Kau membuatnya menangis.” TOP menggeram.
“Teman-teman, kupikir sebaiknya kalian pergi membeli makanan,” kata Seungri, “kecuali jika membiarkannya mati kelaparan adalah ide pembunuhan kita.”


“Tidak. Kita tak boleh membiarkannnya mati kelaparan. Ayo cari makanan!” Daesung berdiri. Seorang diri. “Tak ada yang mau menemaniku? Ayolah salah satu!” Semua pria di ruangan itu menghindari tatapannya. Daesung mendengus, lalu memerhatikan mereka satu persatu.


“Heh kau! Ikut aku!” Daesung menarik jaket Taeyang.
“YAA! Kenapa aku?”  keluhnya, namun tetap berdiri.
“Yah, GD~a… kau tak ada gunanya disini! Lebih baik kau ikut mereka,” kata TOP. GD yang sedang mengamati So Hyun sambil tersenyum itu sontak menoleh.


“Aku tak ada gunanya? Memangnya apa gunamu disini?”
“Setidaknya aku tidak membuatnya takut.”
“Aku juga tidak membuatnya takut.”
“GD, kau membuatnya takut,” kata Seungri, menoleh pada So Hyun yang terus merapatkan diri ke tembok. GD menatapnya dari jarak dekat sambil tersenyum lebar, jelas itu menyeramkan. Belum lagi rambut merah menyalanya yang menjuntai menusuk-nusuk wajah sang gadis.


“So Hyun~a, aku tidak membuatmu takut kan?”
“Kau membuatnya takut. Lihat dia!”
“Tapi aku flower boy.”
“GD! Ikut kami!” teriak Daesung dari ambang pintu. GD mendecak keras, memukul tembok di samping kepala So Hyun dan berdiri. Kemudian berjalan pergi sambil menggerutu.


Terdengar suara berisik tiga orang selama bebarapa saat, diikuti dengan pintu tertutup di belakang mereka.


“Aku akan mengambilkan air putih. Kau jaga dia disini ya..”


TOP mengangguk, namun jauh di dalam lubuk hatinya ia menolak. Seungri menghilang di balik tembok dan kini tinggal mereka berdua di ruangan itu. TOP melirik gadis itu—masih menarik-narik tangannya yang diikat dengan raut ketakutan. TOP benar-benar tidak tega.


“Jangan. Pergelangan tanganmu sudah merah, nanti kalau berdarah bagaimana?” TOP menghentikannya. So Hyun langsung menarik diri, menjauh. TOP menghela napas dan duduk menyandar di samping So Hyun. Ia menekuk sebelah kakinya.


“Aku mengerti. Kau pasti sangat ketakutan dan membenci kami semua. Maksudku, diculik tiba-tiba saat pulang sekolah pasti sangat tidak enak, iya kan? Aku sudah bilang pada mereka kalau lebih baik kita menculikmu di rumah, saat kau sudah istirahat. Tapi mereka semua tak mau mendengar.”


So Hyun tak mendengarkan. Ia sibuk menggeser badan, menggunakan sisa-sisa energinya untuk menjauh dari TOP.


“Namaku TOP. Yang sedang mengambilkan air itu Seungri. Yang rambutnya merah dan terus-terusan menatapmu seperti psikopat itu GD. Yang paling pendek Taeyang. Sisanya Daesung. Beberapa hari ke depan kau akan melihat kami berlima terus, jadi lebih baik kau cepat mengingat nama kami. Kau tahu Kim So Hyun-ssi, kami semua punya nasib yang sama, tinggal di panti asuhan sejak kecil, bermain bersama, tumbuh bersama, mengalami masa-masa sulit bersama. Lalu saat dewasa mengontrak rumah bersama-sama.”


TOP menghela napas lagi.


“Kim So Hyun-ssi, sebenarnya aku juga tak mau menculikmu. Tapi keadaan ekonomi memaksaku melakukan ini. Dan…”


Saat ia menoleh, So Hyun sudah sangat jauh darinya. TOP segera berdiri dan kembali duduk di sebelah So Hyun, di sisi yang lain—dengan tujuan gadis itu bisa bergeser lagi ke tempat semula.


“Aku akan mencari cara agar bisa membunuhmu tanpa rasa sakit. Tenang saja! Sebenarnya kami semua adalah orang baik.” Mata So Hyun melebar, dan ia terlihat ingin bicara. TOP terkekeh dan mengulurkan tangannya ke wajah gadis itu, menurunkan kain yang menutupi mulutnya.


“Kalau mau bicara, bicara saja!” So Hyun tetap tidak bicara. Tapi mulutnya bergetar-getar.


Tatapan TOP menerawang ke langit-langit. “Aku harap ada cara dimana aku bisa mendapatkan uang Ju Il tanpa harus membunuhmu.”



**********



“Apa Ju Il bilang kalau anak itu bisu?” Daesung melirik TOP yang sedang makan. Pria itu cuma menggeleng singkat.


“Aneh. Dia tidak bicara dari kemarin, menurutku dia bisu,” tambah Daesung. Ia mengambil sumpit di rak dan bergabung dengan yang lain di meja makan. Tak lupa melirik So Hyun yang tak bergerak, menunduk menatap lantai.  


“Coba saja tanyakan langsung pada Ju Il,” sahut Taeyang.
“Tidak. Kata Ju Il kita tidak boleh menghubunginya.”
“Apa? Kenapa? Lalu bagaimana cara kita memberitahu Ju Il kalau anak itu sudah dibunuh?”


“Kami sudah janjian sebelumnya. Hari sabtu besok kita bawa mayat So Hyun ke bukit Yeouido. Ju Il akan memberikan uangnya disitu.”


“Berarti 3 hari lagi? Anak manis itu hanya punya 3 hari lagi.” GD mencondongkan badannya ke belakang dan memandangi So Hyun dengan sedih.


“Jadi kapan kita membunuhnya? Dan bagaimana caranya?” Seungri memelankan suaranya dan menoleh pada TOP—yang langsung menghindari pertanyaannya. Pria itu menjejalkan sesendok besar nasi ke mulutnya yang masih penuh, lalu menjejalkan sesendok lagi dan lagi.


Yang lain cuma menggeleng-geleng menatapnya.


“Menurutku sebaiknya diracun,” usul Daesung, “aku tak akan tega jika harus menggunakan pisau atau…”


“atau mencekiknya sampai mati, memukulnya dengan kayu, membenturkan kepalanya ke tembok, menggantung lehernya di…”


“GD HENTIKAN!” Seungri berteriak. Temannya yang berambut merah itu benar-benar gemar bicara tanpa otak. TOP mengangguk-angguk dengan geram. Ia masih sibuk menelan makanannya dengan mulut menggembung, tapi wajahnya jelas menyatakan kalau ia juga terganggu dengan ucapan GD.


“Aku cuma menyebutkan hal-hal yang sebaiknya tidak kita lakukan!”
“Kami semua juga tak mau melakukan hal itu! So Hyun mungkin saja mendengarmu sekarang. Kita tak boleh membuatnya takut!” omel Seungri. TOP mengangguk-angguk lagi.



**********



T.O.P mengulurkan dua bungkus roti.


“Ini rasa cokelat, dan yang ini keju. Kau mau yang mana So Hyun~a?”  So Hyun membuang muka.


“Itu artinya keju,” simpulnya sendiri—dengan alasan ia ingin memakan yang cokelat. Ia membuka bungkusnya dan merobek sebagian kecil dari roti itu, lalu menyodorkannya ke mulut sang gadis. So Hyun langsung berpaling menyembunyikan mulutnya.


“Kau tak mau? Tapi kau belum makan apa-apa pagi ini,” katanya sembari memasukkan roti itu ke mulutnya sendiri.


“Uh, payah. Kau akan menyesal. Ini benar-benar enak.” TOP memasukkan sisa rotinya ke mulut, merobeknya dengan gigi dan mengunyahnya sambil terus mengajak So Hyun bicara.


“Kalau kau butuh apa-apa, katakan saja padaku. Makan, minum, ke toilet, selimut, teman curhat, apapun. Oke? Aku mau tidur siang.” Ia membuka bungkus roti cokelatnya.


“Kau mau?” So Hyun membuang muka lagi.
“Kata orang tua, tidak baik kalau marah terlalu lama…” TOP melipat bagian yang sudah dibuka ke belakang dan meletakkan roti itu di samping So Hyun, lantas berdiri.


Ia berjalan menuju pintu keluar. So Hyun merundukkan badannya untuk mengambil roti itu dengan mulut, namun tiba-tiba TOP berbalik. “Apa kau sungguh bisu?” tanyanya tiba-tiba.


“Ini hari keempatmu disini, maksudku, jika kau ingin bicara, bicaralah! Jangan malu-malu. Di seberang sana ada supermarket dan starbucks, kalau kau mau sesuatu akan kubelikan. Ju Il memberikan kami uang muka yang banyak. Jangan sungkan!”



**********



Mereka berlima tidur di ruang tengah, persis di depan kamar tempat So Hyun disekap. Di malam keenam sejak penyekapan, saat semua sudah tidur, GD terbangun. Ia mendengus melihat betapa tidak karuannya posisi tidur mereka sekarang; telapak kaki Taeyang berada tepat di kepalanya dan tangan Daesung di lehernya. Ia segera menyingkirkan tangan itu dan berdiri sambil menggerutu mengusap-usap rambutnya.


GD tengah memutar kepalanya mencari tempat tidur yang lebih layak saat suara aneh terdengar. Suara isakan perempuan. Pria itu refleks menoleh ke ruangan So Hyun, lalu tanpa sadar sudah memasukinya. So Hyun masih duduk bersandar di tembok dengan tangan dan kaki terikat, GD menghampirinya. So Hyun yang terkejut dengan kedatangan GD segera merapat ke tembok. Matanya bergetar takut.


“Kau menangis lagi?” GD berjongkok di hadapannya. So Hyun—seperti biasa—tak menjawab. Pria itu menghela napas, lalu mengulurkan tangannya dan mengambil kedua tangan So Hyun yang diikat. GD bisa mendengar suara tarikan napas tercekat dari sang gadis.


“Tenang saja. Kau masih kecil, aku bukan phedofil.” GD bicara dengan nada bercanda. Ia mengurai ikatan tangan So Hyun dan tersenyum.


“Ini malam terakhirmu disini. Tidurlah lebih nyaman,” ucapnya, sembari duduk bersandar persis di samping So Hyun.


“Bagaimana rasanya diculik flower boy?” GD melirik gadis itu sambil mendorong poninya—lagi-lagi mengumbar senyum. Ia kemudian mengeluarkan ponsel.


“Mau dengar lagu?” tanyanya. “Ng, lagu macam apa yang sedang digandrungi anak muda sekarang?” GD bergumam sambil melihat-lihat playlist-nya. “Aku bertanya begini bukan karena aku sudah tua.” Pria itu meralat.


“Aku tak tahu apa kau menyukai ini, tapi ini lagu kesukaanku. Dan selera musikku bagus,” ucapnya kemudian, sambil menyelipkan sebelah earphone di telinga So Hyun. GD mulai bersenandung pelan, menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri dengan mata memejam. Lagu demi lagu terus berputar, So Hyun sudah setengah tertidur. Saat ia menggerakkan kepalanya, earphone di telinganya terjatuh. Gadis itu mengerjap, lalu menoleh pada GD yang sudah tertidur pulas, earphone di telinganya juga sudah terjatuh. Handphone GD yang masih memutar musik itu tergeletak persis di sampingnya.



**********



Hari sabtu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Mereka akan membarter mayat So Hyun dengan uang satu koper di tempat yang sudah disepakati, bukit Yeouido. TOP adalah orang pertama yang bangun. Ia menyingkirkan kaki Seungri dari perutnya dengan kasar—yang kontan membuat sang pemilik kaki terbangun.


“Jam berapa ini?” tanya TOP, menggeser badannya dan bersandar di tembok. Seungri merogoh sakunya, mengeluarkan ponsel.


“Jam 11.”
“Oh.. oke.”


Mereka berdua sama-sama mengangguk dan kembali memejamkan mata.


“Seungri~a.”
“Wae?”
“Hari apa ini?” Seungri mendengus dan mengintip layar ponselnya lagi.
“Sabtu. Berhentilah bertanya padaku!” TOP sesaat terkekeh. Hanya sesaat, karena detik berikutnya mata pria itu sudah terbelalak.


“TIDAK. TIDAK. BANGUN! HEH SEMUANYA BANGUN BANGUN!” TOP menendang semua pria di sekelilingnya satu persatu.


“Yah! Kau menginjak kakiku!” teriak Daesung. Taeyang ikut berteriak karena hal yang sama.


“Makanya bangun! Ini hari sabtu!”
“Memangnya kenapa kalau sabtu?” tanya Seungri.
“Bodoh! uangnya! Ini adalah hari bersejarah, hari dimana kita berlima akan menjadi milyuner!” kata Taeyang.


“Lucu sekali, kita bahkan belum membunuh So Hyun.” Daesung memutar mata.
“Itu masalahnya! Jadi kalian sudah mengerti kenapa kusuruh bangun? Sekarang bagaimana?”
“Dimana GD?” tanya Seungri. Kontan keempat orang itu menoleh kesana kemari. Taeyang mulai menggerutu, sementara TOP berdiri dan mengecek ruangan So Hyun—yang cuma terhalang kain.


“Dia disini!”



**********



Satu jam berlalu. Mereka berlima masih heboh mengoper pistol dari satu tangan ke tangan yang lain, saling merendahkan diri demi terbebas dari tanggung jawab.


“Yah! Seungri, cepat tembak saja! Apa susahnya?”
“Kalau kau bilang ‘apa susahnya?’ kenapa tidak kau saja huh? Aku ini yang paling muda di antara kalian semua. ”


“Apa urusannya?”
“Ya tentu saja ada urusannya! Heh TOP, sebagai yang paling tua, kau harus tanggung jawab. Lagipula ini semua idemu!” Pistol itu beralih ke tangan TOP.


“Tidak bisa. Kami sudah sangat dekat, aku selalu menyuapinya makan. Dia sudah seperti anakku sendiri. Kau saja!” Ia mendorong pistol itu ke arah Daesung.


“Aku tidak tega. GD saja!”
“Hei, semalaman kami berbagi earphone berdua. Aku dan So Hyun sudah terikat secara batin.” GD mendorong benda berpeluru itu pada Taeyang.


“Apa-apaan itu!”
“Ayolah kawan-kawan, 3 jam lagi kita sudah harus memberikan mayatnya pada Ju Il.”
“Benar. Ayolah salah satu!”
“Kalau tidak ada yang mau juga,… apa boleh buat?” Taeyang mendorong pistol di hadapannya ke tengah. “Biarkan pistol ini yang menentukan,” ujarnya serius. Kelima orang yang tengah duduk melingkar itu menelan ludah bersamaan. Gugup setengah mati. Semua berdoa diam-diam. Siapapun kecuali aku.


Taeyang memutar pistol itu dengan kuat. Pistol itu berputar-putar cepat, semua orang menahan napas. Selang 5 detik, kecepatannya mulai berkurang, semakin berkurang. Tek.. tek… tek…. Benda itu mulai bergoyang tidak seimbang di tengah-tengah. GD menggerakkan badannya ke kiri, tak mau kena tunjuk, dan…


“TIDAK!”
“YEAAAAAAA!”



**********



So Hyun mengerjap, lalu terkejut bukan main begitu melihat seorang pria tengah duduk berlutut di depannya, kepalanya tertunduk. Begitu menyadari So Hyun terbangun, pria itu perlahan-lahan mengeluarkan pistol dari balik punggungnya. So Hyun terkesiap.


“Aku…” Pria itu adalah TOP.
“Aku tak bisa membunuhmu So Hyun~a.” Suaranya bergetar. “Sebenarnya aku bisa, aku punya pistol. Tapi aku tidak mau.”


TOP menghela napas, matanya terlihat benar-benar merah. Entah karena habis menangis atau mau menangis. So Hyun dibuat terenyuh.


“Tapi mau tak mau, aku harus.” TOP mengangkat pistolnya dengan gerakan tiba-tiba. Benda itu kini berada persis di kening So Hyun. Pupil mata gadis itu langsung melebar, memancarkan ketakutan yang teramat sangat. So Hyun bisa melihat betapa gemetarnya tangan TOP, dan betapa banyak peluh di wajahnya. TOP semakin menekan moncong pistolnya di kening sang gadis. Ia menarik napas kuat-kuat dan menghitung dalam hati, satu dua…


DORR!!


Tidak. Tembakan itu tidak berasal dari pistol TOP. Saat ia menoleh, tubuhnya langsung ditubruk hingga jatuh ke lantai. Dua orang polisi menahannya dari dua sisi, ia tak bisa bergerak, mukanya ditekan ke lantai. Melalui kain yang melambai-lambai, ia bisa melihat keempat temannya yang lain juga sedang tiarap di lantai. Markas mereka dikepung oleh belasan polisi.


“Ternyata ini semua ulah pamanku, Ju Il.” TOP terbelalak mendengar suara itu. So Hyun bicara. Ia memaksakan diri untuk menoleh ke sisi yang lain. So Hyun sudah dibebaskan oleh seorang pria tua berjas rapi. Gadis itu merapikan rambutnya yang kusut dengan raut serius.


“Ini sulit dipercaya. Dia selalu berada di sisiku, ternyata ini semua cuma pura-pura.”
“Seharusnya aku mendengarmu, tuan Han. Paman Ju Il punya banyak keuntungan jika aku mati. Perusahaan akan jatuh ke tangannya.”


“Aku yakin selama ini yang melakukan percobaan pembunuhan padaku adalah paman Ju Il juga. Benar-benar keterlaluan.”


“Jangan khawatir nona, sekarang kita punya bukti.” Pria tua itu menoleh pada TOP. So Hyun ikut menoleh padanya.


“Bisa tolong lepaskan dia? Aku punya rencana untuk menjebak paman.”



**********



Mereka pergi ke bukit Yeouido untuk menjebak Ju Il. TOP terus memerhatikan So Hyun dengan takjub. Bahkan setelah Ju Il berhasil dibekuk oleh segerombolan polisi pun, TOP tetap memerhatikan anak itu. So Hyun terlihat benar-benar berbeda tanpa raut ketakutan, dia terlihat sangat dewasa, dan pintar. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan pesawat dan sebagai anak satu-satunya, semua perusahaan pun akan jatuh ke tangan So Hyun. Tetapi karena So Hyun belum cukup umur, perusahaan mereka untuk sementara dipimpin oleh sang paman, Kim Ju Il. Dan keserakahan pun timbul. Ju Il tak ingin ada kata ‘sementara’, dia ingin menguasai perusahaan itu selamanya. Dan satu-satunya cara untuk merealisasikan keinginannya itu adalah membunuh si pewaris tunggal, keponakannya sendiri.


Mobil polisi yang membawa Ju Il baru saja melaju. Sekarang giliran TOP dan kawan-kawannya yang digiring ke mobil polisi. Karena memang bersalah, tak ada satu pun dari mereka berlima yang berontak. TOP terus menoleh pada So Hyun. Gadis itu sedang bersedekap sambil bicara serius dengan kepala polisi, juga pria tua berjas yang terus menempel di sampingnya.


“Tunggu!” teriak gadis itu tiba-tiba. Lantas berlari menghampiri mereka semua.
“Aku ingin bicara dengan ajussi-ajussi ini sebentar.” Polisi-polisi itu saling berpandangan sebelum akhirnya mengangguk dan mengambil jarak. “5 menit, So Hyun-ssi.” So Hyun mengangguk, lalu menatap kelima pria di depannya sambil menghela napas.


“Terima kasih.”
“Kau bicara,” kata GD, kecewa. “Kenapa kau tak pernah bicara pada kami sebelumnya?”
“Maaf. Tapi aku harus menggali informasi dari kalian. Semuanya akan lebih mudah jika kalian berkata blak-blakan karena mengira aku tak bisa bicara. Dan aku benar. Akhirnya aku mengetahui dalang dari semua percobaan pembunuhanku. Terima kasih.” So Hyun membungkuk dalam-dalam.


“Apa kami akan dipenjara?” tanya Daesung.
“Tentu saja. Kita sudah menculiknya, bodoh!” seru Taeyang.
“Tidak tidak tidak. Tenang saja, kalian tidak akan dipenjara. Aku cuma butuh kesaksian kalian di pengadilan.” So Hyun mengibaskan tangannya dan tersenyum.


“Dan tuan Han akan memberikan pekerjaan untuk kalian. Iya kan pak Han?” Pria tua berjas di belakangnya terlihat terkejut, namun tetap memaksakan diri untuk mengangguk kikuk. Hampir semua dari mereka memiliki tindik, dan tato, dan model rambut yang aneh. Bahkan ada yang mencat rambutnya dengan warna merah. Tuan Han langsung berpikir posisi macam apa yang cocok untuk orang-orang seperti ini di perusahaan?


“Mereka sangat baik, kau harus memberi pekerjaan yang baik juga. Kau tahu? Bahkan TOP ahjussi menawarkanku starbucks saat diculik.” So Hyun terkekeh, sementara lima pria di depannya memalingkan wajah dengan malu. Mereka terdengar sangat konyol. Tuan Han tak bisa menyembunyikan wajah herannya.


“Oh, GD ahjussi.”
“Ahjussi?” ulang GD tak terima.


So Hyun mencoba panggilan lain dengan kening berkerut. “Oppa?”


“Ya. Itu lebih baik.” GD mengangguk.
“Aku menelfon polisi dengan handphonemu semalam. Aku akan ganti pulsanya.”
“Apa?” teriak GD.


So Hyun meringis. “Maaf.”


“Astaga! Jadi ini semua gara-gara aku?” Mereka semua menoleh pada pria berambut merah itu dengan tatapan menyalahkan.


“Kalian tidak menyesal kan sudah membantuku? Aku minta maaf.”
“Berhentilah minta maaf, kami yang seharusnya melakukan itu.” TOP yang tak tahan mendengar ucapan maaf berkali-kali itu akhirnya buka suara. “Kami sudah menculikmu So Hyun~a.”


“Bagaimanapun kau tidak membunuhku. Jadi lupakan saja soal penculikan itu.”


TOP mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Tapi karena kedua tangannya diborgol satu sama lain, kedua tangannya itu pun otomatis terulur. So Hyun tersenyum miris melihat rangkaian besi di tangan pria itu.


“Tuan Han, bisakah kau minta polisi itu untuk melepaskan borgol mereka?”
“Maaf nona, tidak bisa. Ini prosedur penangkapan.”
“Tapi mereka—“
“Tidak apa-apa, So Hyun~a. Anggap saja ini balasan karena sudah mengikatmu seminggu kemarin,” kata TOP sembari tersenyum. Keempat pria di belakangnya mengangguk setuju. So Hyun tersenyum sedih, lalu menjabat tangan TOP.


“Aku benar-benar bersyukur polisi-polisi itu datang tepat waktu, aku tak akan memaafkan diriku sendiri jika peluru di pistolku tadi mengenaimu.” TOP mengingat betapa kuatnya ia menekan moncong pistol ke kening So Hyun.


“Ya.. untung saja tak ada yang terluka.”
“Nona, semua orang sudah menunggu. Pemeriksaan akan segera dimulai. Dan anda harus istirahat.”


“Benar, So Hyun~a.. kau harus istirahat.” TOP melepas jabatan tangannya dan mundur hingga sejajar dengan yang lain. Para polisi yang tadi kembali berdatangan, kemudian menyuruh mereka berlima berjalan mengikutinya.



**********



“Hahahaha.” Ruang bioskop yang sudah sepi itu dipenuhi oleh tawa empat orang pria dewasa. Mereka baru saja membangunkan temannya yang tertidur, TOP. Lubang hidungnya mereka sumpal dengan popcorn sampai tak bisa bernapas.


“Makanya jangan tidur!” kata Daesung, lalu kembali tertawa. TOP masih tersedak-sedak.
“Bisakah kalian membangunkanku dengan cara yang normal sedikit?”
“Itu sudah yang paling normal.”
“Kurasa ada rempah popcorn di hidungku.” TOP menggosok-gosok hidungnya sampai bersin.


“Cepat bangun! Kita sudah disuruh keluar dari tadi!”
“Tunggu dulu!” seru TOP, kontan membuat gerakan keempat temannya terhenti. “Aku tahu pekerjaan apa yang cocok untuk kita berlima. Aku terinspirasi dari film ini, dan mimpiku barusan,” lanjutnya sambil tersenyum puas. Mengabaikan fakta bahwa ia hanya sempat menonton 30 menit pertama dari film tadi.


Keempat temannya saling berpandangan. GD menyedot colanya sampai berbunyi slurppp, lalu bertanya dengan bosan. “Pekerjaan apa?”


TOP tersenyum semakin lebar. “Pembunuh bayaran.”


GD refleks melemparkan gelas colanya ke muka TOP, memutar mata.


“Tolol!”
“Sudah tinggalkan saja dia.” Keempat orang itu menggerutu sambil berjalan meninggalkan TOP yang masih duduk di kursi.


“Pembunuh bayaran dia bilang? Lihat darah saja pingsan.”
“Pegang pistol juga belum pernah.”
“Dia semakin sinting.”
“Heh! Teman-teman tunggu! Dengarkan aku dulu!”




END



Hai^^


Hmm, sebenernya harusnya ini TOP yang jadi main cast, tapi aku cuma kepikiran cerita ini dan deadline-nya udah deket. Daripada aku kekeh nyari cerita lain trus akhirnya ga bisa selesai pas hari H, mending aku bikin ini… yg penting ada TOP-nya hehe..


Buat GIGSent yang udah umur 4 taun, cie lagi lucu-lucunya… semoga kita bertiga (Kim Dhira, GSB, dan aku) bisa makin rajin publish, kualitas ceritanya makin bagus, dan semakin banyak readersnya Amin^^


Well, aku bener-bener g tau mau ngomong apa… dagh

Comments

Popular Posts