The Chronicles of Bae Suzy


 
Cast: 

Bae Suzy – Wang Jackson – Im Jaebum






“Hei Suzy, my girl.”




Aku akan tersenyum malu kemudian melarikan pandangan ke arah lain. Sementara itu ia akan melingkarkan lengannya di sekeliling tubuhku, kemudian menanyakan ini dan itu. seperti ‘apa kau sudah makan?’, ‘kau mau dengar ceritaku, tidak?’ atau ‘apa yang ingin kau lakukan hari ini?’ Aku akan menjawabnya sambil menahan seulas senyum yang tak kunjung hilang.



Aku benar-benar memalukan saat itu. Tersipu malu begitu melihatnya menyambutku dengan senyum sumringahnya. Kurasa aku sangat tolol pada saat itu.




Ia memperlakukanku dengan sangat manis, memanggilku dengan sebutan ‘my girl’, melingkarkan lengannya di bahuku. Memangnya siapa yang tidak akan senang diperlakukan seperti itu?



Namun harusnya aku tak berpikir terlalu jauh. Jackson tidak seperti yang kupikirkan. Yah, namanya Jackson Wang. Pria dengan binar semangat yang selalu terpancar dari wajahnya. Ia selalu berpakaian dengan mode anak hip-hop masa kini. Ia memang tidak tampan, tapi bagiku itu tidak penting. Jackson adalah seseorang yang membuatku tertawa, yang membuatku merasa berharga, dan juga membuatku merasa beruntung.



Tapi ternyata tidak seberuntung itu.



“Hei Suzy, my girl!




Aku menghentakkan kaki dengan malas, berjalan ke arahnya yang tengah terkekeh bersama Junho oppa. Caranya tertawa masih sama, masih begitu sepenuh hati. Seolah lelucon Junho oppa sangatlah lucu. Ugh.. atau mungkin aku saja yang tidak mengerti obrolan mereka.




“Namanya Heo Youngji, menurutmu bagaimana?”




Begitu aku sampai di depannya, ia menunjukkan sebuah foto di layar ponselnya. Terlihat seorang gadis dengan senyum cemerlang di sana.





Aku beralih menatapnya kemudian melirik Junho oppa yang mengerling jahil. Sepupuku itu tahu betapa aku memuja Jackson Wang. Pasti ia sangat senang melihatku tersiksa seperti ini




“Yah.. Lumayan. Kelihatannya cukup manis,” ucapku tak bergairah.




Kemudian ia bersorak dengan heboh, “Kau pasti akan menyukainya Suzy! Youngji adalah gadis yang sangat menarik. Ia memiliki….” Blablablabla…




Aku tak mendengarkannya sementara ia terus membangga-banggakan pacar barunya. Iya, benar sekali. Heo Youngji itu pacar barunya.




Kupikir semua perlakuannya padaku selama ini adalah wujud ketertariknya padaku. Tapi tidak seperti itu. Bagi Jackson, aku hanyalah adik dari kakak kelasnya di kampus. Ia hanya menganggapku seperti adiknya!




“Yah, walau begitu aku tidak akan pernah menyukai Heo Youngji,” ucapku tegas.




Kedua pria itu menatapku bergantian. Jackson nampak terkejut dan tak terima, sementara Junho oppa terlihat tak sabar dengan aksiku selanjutnya. Pria bermata segaris itu menatapku dengan mengejek. Ckk, aku tahu apa yang ia pikirkan.




“Memangnya kenapa?”




Junho oppa menyeringai, “Kenapa Suzy? Kenapa kau bersikap seperti itu?”




“Aku tidak mungkin menyukai Heo Youngji. Kalau kalian lupa, aku masih menyukai laki-laki. Jadi aku tidak akan pernah menyukai si Youngji itu,” jelasku yang membuat Jackson bernapas lega. Namun Junho oppa terlihat tidak puas.




“Memangnya aku lesbian apa?”




Aigoo, pengecut sekali,” decaknya sambil mendorong kepalaku.



Yah, aku memang pengecut. Si pengecut yang memendam perasaannya pada Jackson Wang.




**** 




Setelah beberapa kali bertemu langsung dengan Heo Youngji aku mulai berusaha melupakan Jackson. Yah, walau bukan berarti benar-benar melupakannya. Bagaimana bisa aku melupakannya kalau ia sering sekali muncul? Well.. Kurasa aku tak bisa melupakannya seperti itu, lagipula aku hanya perlu melupakan perasaan menjijikkan itu saja. 




Sepertinya usahaku berhasil, karena tak lama setelah itu aku tak lagi memandang Jackson dengan cara yang sama. Sekarang aku bisa melihat betapa konyol dan idiotnya tingkah Jackson atau sikap narsisnya yang menyebalkan.




Aku sudah pulih dari virus Jackson. Dan setelah memasuki awal tahun perkuliahan, aku kembali jatuh cinta dengan seorang senior di kampus. Namanya Choi Joo Won.




Ia seorang ketua organisasi di kampus yang membuatnya sangat populer. Meski begitu, ia tidak seperti kebanyakan anak populer di kampus. Ia benar-benar berbeda. Ia tidak membawa mobil kemanapun ia pergi, ia tidak menggunakan benda-benda dengan merek tertentu seperti yang biasanya anak keren gunakan, ia juga tidak bersikap angkuh seperti kebanyakan ‘most wanted male’ kebanyakan.




Ia hanya Choi Joo Won. Si senior yang begitu memesona dan sederhana.




Yah, selain pintar dan aktif dalam organisasi, Joo Won sunbae adalah putra yang sangat berbakti. Ia bahkan membantu ibunya di toko daging di hari sabtu dan minggu.





Bagiku Joo Won sunbae begitu sempurna. Bagaimana bisa aku tidak terpikat padanya?




Karenanya aku bahkan bergabung dalam kegiatan organisasinya. Langkah yang kuambil cukup bagus, karena setelahnya aku menjadi cukup akrab dengannya. Kami sering berbicara satu sama lain, bahkan tak canggung untuk melemparkan gurauan.




“Ambil ini.” Ia memberiku sebuah amplop berwarna cokelat muda.





Aku meraihnya dengan penuh dugaan. Surat apa ini? Kenapa Joo Won sunbae memberikannya padaku. Berkat pikiran-pikiran itu, kini aku merasa jantungku berdegup tidak normal.



“Surat apa ini?”



“Surat cinta,” jawabnya santai.




Ketegangan langsung menjalari wajahku. Yang benar saja? Aku bisa merasakan sekujur tubuhku kaku seperti kayu.

 


“Aigoo, jangan bercanda sunbae.” Aku menyorotnya setengah kesal, aku benar-benar benci melihatnya terkekeh ringan seolah tak ada yang salah.



“Serius, itu memang surat cinta.”



“Jeongmal?”




Ia hanya mengangguk santai sambil menggumam riang. Oke, jadi surat cinta ini–




“Kau tahu, aku tidak cukup berani untuk mengatakannya secara langsung. Jadi yah, aku tulis saja semua yang kurasakan di dalam sana,” jelasnya sambil menunjuk amplop cokelat muda di tanganku.




Ia menatap benda itu dengan penuh kasih yang membuatku semakin tak keruan. Aku merasa sebentar lagi aku akan jatuh terkapar dalam kedamaian. Pria yang kusukai menulis surat cinta untukku. Mimpi apa aku semalam?




“Aku tahu aku memang payah, tapi mau bagaimana lagi? Aku tidak akan pernah bisa mengungkapkan perasaanku kalau tidak menulisnya dalam surat.”




Aku mengulas senyum, pelan-pelan mencoba merangkai semua kata yang sudah menumpuk di dalam kepala.





“Tidak payah, kok. Kau sudah menulis sebuah surat, dan kurasa itu sangat romantis. Memangnya siapa yang menulis surat untuk mengungkapkan perasaannya pada saat seperti ini?”



“Benarkah? Semoga Saehee juga berpikir seperti itu,” ujarnya sumringah.



Kemudian tubuhku kaku tiba-tiba. Kali ini karena aku begitu terkejut dengan ucapannya. Rasa sesak pelan-pelan menerjang dadaku. Ya Tuhan, tidak mungkin kan–




“Saehee?”




“Iya, aku minta bantuanmu untuk memberikan surat itu pada Saehee. Kalian teman dekat, kan?”




OH, NO!! 



Jadi, ia memintaku untuk memberikan surat cinta ini pada Ahn Saehee? Teman baikku itu?





*****




Terhitung tiga bulan aku mengurangi intensitas pertemuanku dengan Joo Won sunbae. Memangnya untuk urusan apa lagi aku bertemu dengannya? Urusan organisasi? Persetan! Aku bahkan bergabung di organisasi supaya bisa lebih dekat dengannya. Tapi apa yang terjadi? Aku malah menjadi saksi dari peristiwa tak terlupakan di kampus, peristiwa bersatunya Choi Joo Won dan Ahn Saehee.




Yah, Saehee menyambut perasaan Joo Won sunbae dengan baik. Sebagai teman baiknya aku benar-benar terkejut, karena aku tidak pernah tahu kalau gadis itu menyukai Joo Won sunbae.  




Tapi, ya sudahlah…





Aku telah melanjutkan hidup dengan membawa cerita cinta yang tragis. Dianggap adik oleh orang yang kusukai hingga membantu Joo Won sunbae mengirimkan surat cintanya. Kurang tragis apa lagi nasibku?




Bagiku pengalaman-pengalaman itu meninggalkan trauma yang mendalam. Dan semenjak itu aku menutup diri, mundur perlahan ketika seseorang mulai mendekati. Memang tidak adil rasanya. Karena belum tentu juga mereka akan mengejutkanku seperti yang telah Jackson dan Joo Won sunbae lakukan. Namun tetap saja, aku tak bisa melupakannya dengan mudah.





Alurnya selalu begini, ada seorang pria mendekatiku, membuatku merasa nyaman hingga membuatku berpikir bahwa ia juga merasakan perasaan yang sama denganku. Kemudian hubungan kami semakin dekat, sampai aku yakin seratus persen bahwa kami akan menjadi pasangan sebentar lagi. Namun kejutan datang mengguncang semuanya; perasaan, harapan, dan pikiran. Kisah cintaku pasti berakhir dengan alur yang sama. Selalu diakhiri dengan ledakan yang membuatku membeku tak berdaya.




“Kalau begitu, bagaimana kalau kuantar sampai halte?”





Dan inilah kisahku selanjutnya. Aku kembali jatuh cinta setelah dua tahun lebih berusaha memulihkan diri. Kali ini dengan Im Jaebum, rekan kerjaku di kantor.




Ia baru saja menawariku makan malam bersama yang langsung kutolak begitu saja, kemudian ia menawarkan tumpangan untuk pulang ke rumah, yang kujawab dengan jawab yang sama. Panggil aku sombong, sok jual mahal, atau apapun. Namun inilah yang bisa kulakukan untuk mencegah diriku mengharapkan sesuatu yang terlalu muluk.




Aku sudah dewasa sekarang. Aku mengerti bahwa semakin tinggi harapanku melambung semakin sakit pula saat terjatuh. Yah, kurasa langkahku kali ini cukup tepat. Aku hanya ingin melindungi diriku sendiri.




“Ayolah, Bae Suzy! Kau selalu menolakku, bahkan sejak pertama kali aku mengajakmu waktu itu,” protesnya yang tak kudengar.




“Kukira kita berteman.” Ia menyingkir dari tempat sebelumnya, membiarkanku membenahi barang-barang di meja dengan leluasa.




“Yah, memang kita berteman,” sahutku sambil lalu.




Aku tak begitu memperhatikan apa yang sedang dilakukannya, tapi kurasa ia sedang menggumam sambil menyiapkan argumen selanjutnya.


 

“Tapi kau tidak pernah mau pergi denganku. Maksudku hanya pergi denganku, kita berdua, di luar urusan kantor–“



“Memangnya apa yang harus kita bahas di luar urusan kantor? Kurasa kita baik-baik saja,” potongku cepat.




Kumasukkan ponsel dan buku catatanku ke dalam tas jinjing. Kemudian memutar tubuh menatapnya yang tengah menyandarkan tubuhnya ke dinding.




Ia mendesah keras, kemudian mengalihkan pandangan ke ruang kosong di sampingku. Tangannya menarik asal kaitan dasinya. Oh ya, dari semua pria yang pernah kusukai hanya Im Jaebum yang memiliki tempramen buruk.




“Jangan bilang kau tidak tahu?”





Aku hanya menatapnya penuh perhitungan. Aku tak menanggapinya atau berusaha memikirkan jawabannya. Aku hanya sedang tidak ingin ‘terjatuh’ saat ini.




“Jadi, kau benar-benar tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Serius, Suzy–“ Ia maju selangkah ke arahku, menatapku dengan raut frustasi.




“Kau pikir kenapa terus menghampiri ruanganmu padahal semua orang juga tahu jarak antara ruanganku dan ruanganmu itu sangat jauh.”




“Menurutmu kenapa aku terus menawari tumpangan, mengajakmu makan malam, dan atau bersedia menemanimu ke halte kalau saja kau mau?”





“Aku tidak tahu, Jaebum. Mungkin kau belum tahu, tapi aku tidak pernah memiliki kemampuan membaca pikiran. Jadi kalau kau punya keluhan terhadapku, langsung saja katakan,” tandasku dengan nada bicara ditahan. Rasanya mau gila, aku bisa saja berteriak kemudian lenyap dari ruangan ini.





Jaebum tercenung selama beberapa saat sebelum akhirnya mendecak sambil mengusap wajahnya. Ia kembali menatapku, kali ini dengan kobaran amarah yang berkilat di matanya.




“Oke, aku akan mengatakannya dengan sangat jelas agar kau mengerti,” tegasnya.



Napasnya berembus kasar sebelum ia kembali bicara, “Aku menyukaimu dan kupikir kau sudah mengetahuinya dari perlakuanku selama ini.”



Tunggu, tadi apa katanya? Ia menyukaiku? Im Jaebum menyukaiku? Ia benar-benar menyukaiku?




“Padahal aku terus memikirkan cara yang tepat untuk mengatakannya padamu, tapi baiklah, kupikir seperti ini lebih baik. Jadi, bagaimana?”





Kedua matanya menyorotku dengan serius, membuatku tak bisa beralih menatapnya. Momen yang selama ini kuimpikan, momen yang selama ini kutunggu, momen yang dalam beberapa waktu belakangan coba kulupakan, kini menjadi kenyataan.




Seorang pria menyatakan perasaannya padaku.




“Kau tidak mengharapkan sebuket bunga, musik romantis, atau makan malam penuh lilin, kan?” Ucapannya membuyarkan lamunanku.




Kurasa ia mulai kehilangan kesabarannya dan kurasa tidak baik membuatnya menunggu lebih lama. Bagaimana kalau tiba-tiba ia berubah pikiran?



“Jadi… Bae Suzy, ayo kita berkencan.”




Tanpa diminta senyumku terulas begitu lebar beriringan dengan anggukan kepala yang membuatku mirip orang idiot. Ckk, masa bodo. Seperti aku peduli saja.




“Bisa kita pergi sekarang, Im Jaebum?”




Ia mendecak lantas mengerucutkan bibirnya. Suara kekehan terdengar samar-samar dari mulutnya ketika tangan besar miliknya menggenggam tanganku.




Ini memang tidak sama persis dengan yang kubayangkan. Tidak ada sebuket bunga, tidak ada musik romantis, ataupun makan malam penuh lilin. Tapi siapa yang peduli? Yang terpenting adalah ada aku dan ada pria yang kusukai, Im Jaebum si pemarah.



Jadi beginilah kisahku, bagaimana denganmu?




END


Haloooo…..

Oiya…nyanyi dulu deh!!! Happy birthday GIGSent, Happy birthday GIGSent, happy birthday2x, Happy birthday GIGSent!!! Selamat ulang tahun yang ke-4 GIGSent!!!

Ckk..aku tahu udah basi banget, ultahnya udah lewat dan aku baru nongol sekarang. Huft… btw inilah proyek ultah kita tahun ini. Kita para author saling tuker misi, dan aku dapet misi dari Kim Dhira. Cast-nya suzy, Jackie, ama JB, terus genre romens dan si Suzy suka ama dua cwok itu.

Aku yakin seyakin-yakinnya, pasti ff ini gak sesuai banget sama imajinasinya Kim Dhira. Tapi apa boleh buat ff ini pun gak sesuai imajinasiku. Padahal aku udah ngaret beberapa hari tapi tetep aja ff ini gak cetar. Pokoknya aku minta maaf sama semuanya… Oke deh guys..dadah dulu yah.. mau publish ff yang satu lagi.. 


Sorry,

GSB


Comments

Popular Posts