JOURNEY OF LOVE THE SERIES: There Is A Will There Is A Way - Chapter 2





Hara POV


Aku mengangguk pelan kemudian mengalihkan pandangan. Namun tak lama aku kembali menoleh padanya ketika sebuah pemikiran melintas di kepala




“ Pasti sangat sulit menjalaninya,” Ucapku dengan nada simpatik. Aku tak tahu kenapa aku bisa berkata seperti itu. Tapi mengetahui kenyataan semacam ini membuatku takjub. Seseorang yang menurutku, yah begitulah, ternyata mempunyai kehidupan yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya.



“ Ya..tapi lama kelamaan terbiasa karena banyak orang sekitar yang membantuku,” Tanggapnya dengan bijak.



Ia meraih salah satu cangkir dari nampan yang tadi ia bawa. Kemudian duduk di sofa seberangku, tak ketinggalan dengan gadis kecil bernama Wei An itu.



“ Memang sangat menakjubkan, di usia semuda ini kau sudah mengalami hal semacam ini.” aku terus mengeluarkan semua pemikiranku, ini sangat tidak bisa dipercaya aku yang biasanya sangat malas bicara dengan Yixing, kini malah dengan senang hati bicara tanpa berhenti.



“ Memangnya istrimu kemana?” ia melebarkan matanya, membuatku berhenti bertanya. Aisshh…aku baru sadar kalau aku baru saja bertanya masalah pribadinya.



“ Maaf, jadi kau, maksudku single parent?”



Ia semakin intens menatapku kemudian beralih menatap gadis kecil di sampingnya. Gadis itu terkekeh pelan, menahan tawa di balik tangannya yang masih menutup mulutnya.



“ Hhhh.. kau pikir dia putriku?” aku hanya mengangguk pelan.



“ Dia adikku.”




Mataku melebar seketika. Seolah baru saja memberi jawaban yang salah pada kuis saat di kelas, aku sekarang merasa sangat malu. Hanya meringis saja yang bisa kulakukan demi menutupi rasa malu, terlebih kala sepasang adik kakak di depanku tengah tertawa, dan sudah aku tahu siapa yang sedang mereka tertawakan. Siapa lagi kalau bukan aku?


********



Author POV


At Chung Ang University


Hara masih serius mencatat di bukunya, sesekali tangannya berhenti saat Baek seosangnim bicara guna memberi penjelasan. Ia mengangguk kemudian kembali menulis, di tengah aktivitasnya, entah kenapa ia memalingkan wajahnya, beralih pada sosok Yixing yang berada di kursi belakang.

Ia menggeleng ketika menemukan Yixing tengah menekuri ponselnya. Lelaki itu tengah memainkan ponselnya secara sembunyi-sembunyi. Memang bukan urusan Hara untuk mengarahkan pria itu tentang tindakan macam apa yang pantas diperbuat di kelas, tapi jika dibiarkan seperti ini, usahanya membantu Yixing untuk memperbaiki nilai-nilainya sia-sia.

“ Berhubungan dengan tes kemarin, aku cukup puas dengan nilai kalian yang memuaskan. Namun aku heran, karena dari sekian banyak peserta didik di sini masih ada satu orang yang tak mampu mencapai nilai minimum.” Kepala Hara langsung berbalik ke depan. Ia memerhatikan dosennya dengan seksama.


“ Zhang Yixing! Sebenarnya apa yang bisa kau kerjakan dengan baik? Aku heran kenapa nilaimu tidak kunjung membaik.”


Hara mendesah pelan, ia sudah tahu jika orang yang dimaksud oleh Baek seosangnim adalah Yixing. Pasalnya siapa lagi orang di kelasnya yang mempunyai prestasi seperti itu selain Zhang Yixing?


“ Aku akan berusaha lebih baik lagi seosangnim,” Balas Yixing santai.


Hara menoleh ke belakang,  detik kemudian embusan napasnya terdengar berat. Orang seperti inikah yang harus ia bimbing?



****** 


Begitu hening, hingga suara tarikan napaspun terdengar. Suara helaan napas Yixing bahkan terdengar begitu lelah dan dramatis. Sudah hampir satu jam bokongnya menempel di salah satu kursi yang berjejer di ruang perpustakaan. Sebenarnya ia bisa saja pergi dari tempat itu karena nyatanya  perpustakaan telah membunuh seluruh minat hidupnya, namun ekspresi dingin gadis di depannya benar-benar telah merenggut nyalinya.


Yixing mengangkat kepalanya, melirik Hara dengan was-was. “ Sepertinya untuk hari ini cukup.” Pria itu menelan ludahnya manakala Hara balas menatapnya. Tiba-tiba kepala serta seluruh saraf di tubuhnya menegang, entah kenapa ia merasa serba salah. Oh ayolah, yang di depannya ini hanya seorang gadis yang bahkan berumur lebih muda darinya. Kenapa mesti takut?


“ Ya…kurasa juga cukup. Tak ada gunanya berlama-lama disini, kau juga tak mendapatkan apa-apa,” jawab Hara sekenanya. Ia bergerak membereskan buku-bukunya dan berniat untuk bangkit dari duduknya.



Yixing meringis pelan, seketika rasa malu dan gengsinya naik hingga ke tingkat paling tinggi. Zhang Yixing, seorang pria yang biasa dipuja oleh para gadis, kini turun derajat karena seorang gadis. Meski tak mengatakan secara langsung, Hara sudah pasti bermaksud merendahkan tingkat intelektualnya.



Pria itu mendehem pelan, “ Ahh…sepertinya, kita lanjutkan saja. Itupun kalau kau tidak keberatan,” Ujar Yixing takut-takut.



Hara menilik sejenak pria itu. “ Maaf, tapi sepertinya aku mesti pulang sekarang. Kau bisa lanjutkan sendiri.” Gadis itu melenggang santai, meninggalkan Yixing yang masih mematung di tempatnya. Pria itu masih tak habis pikir dengan sikap dingin Hara. Sesulit itukah berbaur dengan Lee Hara? Gadis pintar, rajin dan berhati dingin. Huftt…sepertinya akan sangat sulit.

****



Makan siang kali ini nampaknya menjadi makan siang paling menyebalkan untuk seorang Lee Hara. Bagaimana tidak? Orang yang dua minggu belakangan ini merusak waktu santainya, kini muncul dan lebih parahnya ikut bergabung makan siang bersama. Haruskah sesulit ini? Tidak cukupkah di kelas kepalanya pusing karena ulah orang itu, Zhang Yixing.


“ Ya…kampung halamanku di Changsa,” Balas Yixing yang sudah kelihatan akrab dengan beberapa teman Hara.



Sementara di sisi lain Hara hanya menelan bulat-bulat kekesalannya yang tidak terlampiaskan. Sebenarnya ingin marah, tapi haruskah dia berteriak dan menghancurkan seluruh isi kantin? Ah…nampaknya tidak, lebih baik ia segera menghabiskan makanannya dan pergi dari tempat itu secepatnya.



Tanpa sepengetahuannya, Sora mendapati Hara yang nampak terburu-buru menghabiskan makanannya. Gadis itu hanya menggelang pelan. Hah…benar-benar kekanakkan.


“ Aku sudah selesai, kalau begitu aku duluan.” Hara menatap teman-temannya sambil tersenyum, -walaupun dipaksakan. Gadis itu beranjak dari kursinya dan sudah menenteng tasnya.


“ Kau tak ingin menunggu sampai temanmu ini selesai?” tanya Nayoung jahil yang merujuk pada Yixing, ia tahu pasti Hara akan sangat kesal mendengarnya.

Namun siapa sangka jika Hara malah tersenyum angker seperti boneka voodoo di film horror? Ia kelihatan seperti makhluk berdarah dingin yang tak memiliki emosi. Sumpah demi apapun Nayoung menyesal sudah berkata seperti tadi.



“ Bukankah dia juga temanmu? Lebih baik kau saja yang menunggunya. Aku ada tugas yang harus dikerjakan,” Tukas Hara tenang, ia benar-benar bisa mengendalikan emosinya. Merasa sudah tak memiliki kepentingan, gadis itupun memutar langkahnya, bergerak menjauh dari teman-temannya. Lebih tepatnya menjauh dan kalau bisa menghilang ke tempat dimana ia tak bisa bertemu seorang pemuda bernama Zhang Yixing.




******




Desah kecewa meluncur saat keadaan tak membiarkan impian menjadi nyata, Hara mendesah panjang. Hari ini sebenarnya hari libur, akhir pekan, seharusnya ia bisa bersantai ria atau paling tidak, pergi bersama teman-temannya, tapi apa yang mesti ia lakukan? Ia malah harus menghabiskan waktu senggangnya bersama pria bodoh yang otaknya entah terbuat dari apa.


Dari tadi ia dan Yixing atau lebih tepatnya lagi dengan Wei An, adik Yixing. Hanya berkeliling di sekitar taman hiburan tanpa merasa terhibur sama sekali, lalu apa gunanya taman hiburan? Menyebalkan.

Memang bukan salah Yixing jika gadis yang tertinggal di belakangnya benar-benar tak bisa merasa bahagia, karena dari awal ia sudah mencoba berbaik hati menawarkan ini itu padanya, tapi gadis itu kekeh menolak dan terus berjalan sambil memasang wajah datar.


“ Hara Jie, apa kau ingin naik itu?” Hara menoleh ke arah yang sama dengan Wei An, ke arah bianglala besar.



“ Aku tak mau, hari ini tugasku hanya membantu seseorang untuk menyelesaikan makalahnya,” Jawab Hara sambil melirik ke arah Yixing yang langsung mendehem pelan. pasalnya Yixing menyuruh Hara datang ke rumahnya untuk mengerjakan makalah, tapi sesampainya di rumah, pria itu justru mengajak Hara ke taman bermain.



“ Wei An… Hara Jie tidak mau, lebih baik kita naik yang lain…” ucap Yixing sambil meraih lengan kecil adiknya, menuntun gadis kecil itu mengikuti langkahnya.


“ Hara jie takut ketinggian, makanya dia tidak mau.”


Hara yang mendengar ucapan Yixing hanya mendelikkan matanya kesal. Entah hukuman mental macam apa yang tengah dihadapinya.


******



Rasanya lelah sekali, meski nyatanya tak banyak yang dilakukan oleh Hara. Dari tadi gadis itu hanya menunggui sepasang adik-kakak yang  sedang bermain wahana di taman bermain. Ia kelihatan seperti seorang pengasuh saat ini, dititipi tas merah jambu milik Wei An sambil menunggu dua orang itu selesai bermain.

Merasa terlalu bosan, ia pun  mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Ia benar-benar penyegaran sekarang juga. Mungkin saja berita seputar boyband terkini bisa membuat otaknya kembali dingin.

Begitu asyik berkutat dengan ponselnya, Hara sampai tak sadar jika seorang gadis kecil sedang menatapnya dengan intens. Gadis itu, Wei An, kelihatan begitu tertarik dengan ekspresi Hara yang terbilang jarang terlihat. Melihat seorang Lee Hara tersenyum senang memang bukan hal yang mudah, bahkan sangat langka.

“ Apa ponselmu lebih menyenangkan daripada aku?” tanya suara kecil yang menggemaskan.



Hara terkesiap, pandangannya langsung beralih pada sosok mungil yang entah sejak kapan sudah berada di sebelahnya. Ia tak berkata apapun, jelas ia merasa bingung saat melihat ekspresi murung gadis kecil di sampingnya.

Setelah pertanyaan tadi, Hara sadar jika sikapnya seharian ini sangat menyebalkan bahkan pada gadis kecil yang sebenarnya tak salah apa-apa. Ia kan hanya kesal pada kakaknya, kenapa ia mesti kesal dengan adiknya yang jelas-jelas tak bersalah.

“ Aku tahu ponsel itu jauh lebih menyenangkan daripada aku, anak kecil menyebalkan yang menyusahkan. Cengeng dan manja. Bahkan kau hanya perlu mengisi baterainya jika daya ponselmu mulai habis, tapi jika aku menangis, mungkin perlu waktu dan energi yang banyak untuk membuatku diam,” Racau gadis itu sambil menggoyangkan kakinya yang tak menyentuh lantai.

Wajah lucu yang mestinya berhias dengan senyuman manis, kini tinggal raut murung serta sedih. Gadis kecil yang mestinya senang, kini terlihat begitu rapuh, benar-benar menyedihkan. Sampai hal tak terdugapun terjadi. Hara  menggenggam lembut tangan kecil yang nampak begitu lemah tak bertenaga.


“ Bukankah anak kecil memang begitu? Aku juga dulu begitu. Gege-mu juga pasti begitu, semua orang pernah kecil. Jadi wajar, anak kecil menangis karena ia tak bisa melakukan sesuatu dengan baik tanpa bantuan orang lain.” urai Hara. Wei An menyimak kata-kata Hara dengan serius, tapi tak lama kepalanya tertunduk lagi. Tertunduk seperti tak punya harapan.


“ Tapi ayah bilang aku menyebalkan, aku pembawa sial, dia bahkan tak ingin bertemu denganku. Saat aku sakit  dia tak menjengukku sekalipun…” terenyuh…begitulah kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan saat ini. jujur meski bukan tipikal gadis melankolis, Lee Hara tetaplah manusia yang dianugerahi hati oleh Tuhan. Ia bisa merasakan betapa beratnya kesedihan yang ditanggung oleh gadis kecil itu.


Wei An menatap Hara dengan sorot mata lemah, selemah jiwanya yang kerdil. “…Apa salah aku lahir ke dunia ini? Apa kelahiranku membuat ayah malu?”

Suara lucu yang mestinya terdengar begitu menggemaskan kini hanya menjadi lantunan melodi lemah yang begitu menyedihkan. Hara membuang nafasnya, ia mengeratkan genggamannya pada tangan kecil Wei An. “ Tidak…mungkin….” Hara seperti kehabisan kata-kata, seumur hidup ia baru pertama kali mendengar gadis berusia delapan tahun menanyakan hal seperti ini padanya.

“ Tidak…ayahmu tidak malu. Terkadang orang dewasa punya masalah yang tak bisa dijelaskan, mungkin saja ayahmu sedang dalam masalah yang rumit sehingga ia tak bisa memperhatikanmu. Ayahku juga begitu, ia pernah mendiamkanku karena sedang ada masalah besar di kantornya. Tapi setelah itu, ia kembali baik bahkan ia mengajakku jalan-jalan.” Jawab Hara meyakinkan sosok kecil Wei An.


“ Percayalah….kadang orang dewasa suka bertingkah lebih aneh dari anak kecil.” Ucap Hara sembari melebarkan senyumnya.



********



Suasana hening tak kunjung runtuh, yah…mungkin dalam keadaan seperti ini tindakan jauh lebih berguna daripada sekedar ucapan. Nyatanya Hara langsung melepas sabuk pengamannya saat mobil Yixing berhenti sampai di depan rumah. pergerakan gadis itu begitu sunyi, benar-benar tak ingin membuat kebisingan sedikitpun.


Sebelum meraih knop pintu, Hara melirik ke kursi penumpang, tepat dimana seorang gadis kecil tengah tertidur pulas sambil memeluk boneka beruang besar yang dibeli di taman hiburan tadi. Seulas senyum langsung menghiasi wajahnya, dalam hati ia merasa prihatin dengan apa yang dihadapi Wei An kecil.


“ Gomawo..”


Hara lantas menoleh cepat ke arah Yixing yang masih tak bergeming. Ia sedikit terkejut dengan ucapan pria itu, namun tahu sendiri bagaimana sikap Hara, dingin dan tertutup, sehingga ekspresi datar langsung menutupi keterkejutannya.


Yixing menatap Hara dengan santai dan ramah, “ Terimakasih telah mendengarkan Wei An, aku senang dia punya teman bicara.” Hara hanya mengangguk pelan.


“ Dan terimakasih juga karena sudah membantuku.”




******



Yixing berjalan santai melewati tiap lorong yang begitu ramai dengan orang-orang yang terburu-buru menuju kelas masing-masing. Suasananya hatinya sedang sangat baik hari ini, tadi tepatnya sebelum bel masuk berbunyi, ia datang ke ruang Baek seosangnim untuk mengumpulkan makalahnya. Pria itu tersenyum senang mengingat bagaimana reaksi terkejut dosennya itu saat ia mengangsurkan sebuah makalah di atas mejanya. Pak tua itu hampir saja terjengkang dari kursinya karena terlalu kaget.


Melihat respon tercengang pak tua itu, Yixing rasanya ingin membusungkan dadanya setinggi mungkin merayakan kejayaannya. Selama ini semua pendidik di kampusnya selalu meremehkannya, meragukan kemampuannya.


“ Bagaimana saem, aku bisa diandalkan bukan?”


Lagi-lagi Yixing mengulum bibirnya yang tak berhenti tersenyum. Tapi baru saja ia merasa senang, Ia kembali teringat kejadian beberapa hari yang lalu. Hari-hari yang telah ia nobatkan sebagai hari paling mencekam dalam hidupnya. Bagaimana tidak? selama beberapa hari yang lalu ia mesti mendekam di dalam perpustakaan!

Mungkin semua tak akan  terlalu buruk jika Hara tidak mengawasinya. Hara…ya, Lee Hara. Gadis dingin berotak cemerlang yang menjelma menjadi sipir penjara saat berhadapan dengannya.


Gadis itu…awalnya Yixing tak merasakan apapun, ia pikir belajar bersama Hara jauh lebih baik daripada harus dikeluarkan dari kampus, tapi seiring berjalannya waktu semua berjungkir seratus delapan puluh derajat. Rasanya ia lebih memilih dikeluarkan dari kampus dibandingkan bertemu gadis itu sampai ujian akhir semester, yang artinya ia mesti melewati waktu dua bulannya bersama si dingin itu. hah….benar-benar menyeramkan.


Masih dengan pikirannya yang kacau, Yixing berbelok ke kiri. Berbagai sapaan ramah hingga centil menyambut dirinya saat ia baru saja masuk ke dalam kelasnya. Seperti biasa, gadis-gadis memang selalu bertingkah seperti itu padanya.


Walau merasa risih, tapi tak masalah. Toh…ia tetap membalas lambaian gadis-gadis itu.


Dengan gaya sok tenang, pria berbalut kaos pas badan itu berhenti tepat di sebuah kursi terdepan. Kelihatan agak aneh seorang Zhang Yixing duduk di kursi depan karena biasanya ia selalu duduk di kursi paling belakang.


“ Matta!! Itu sangat lucu! Aku tidak tahu kenapa!”


Dan alasan menggegerkan dari kelakuan anehnya adalah seorang gadis dingin yang duduk di belakangnya. Entah ada angin apa, Yixing merasa tertarik untuk duduk di depan gadis itu. tadi saat mencari tempat duduk, matanya tak sengaja menemukan ekspresi asing bahkan sangat asing untuk seorang gadis kutub itu, Lee Hara.


Pria itu tak kunjung memalingkan pandangannya dari Hara yang masih terlihat asik berbicara dengan teman sebelahnya. Jadi seorang Lee Hara tertarik dengan grup idola? Ternyata kau tertarik pada pria tampan juga? Pria itu terkekeh, sebuah fakta menarik baru saja ia temukan. Seorang Lee Hara masih normal.



“ Aku ingin datang, tapi sebentar lagi ujian. Kau tahukan berapa banyak tugas yang diberikan dosen tak berhati itu pada kita?” keluh Hara.


“ WOA!! Kau juga merasa tugas kita terlalu banyak? Aiishhh…bahkan orang pintar saja punya pikiran yang sama denganku!” cetus Yixing tanpa sadar.

Tanpa ia sadari, kini ia sudah berdiri setelah sebelumnya telah meracau heboh. Rasanya benar-benar tak bisa bergeming saat ia tahu Hara tengah memandanginya dengan tidak suka. Tidak hanya gadis itu, banyak orang di kelasnya tengah melihat dirinya dengan penuh tanda tanya.

Ia menghela nafasnya kemudian beranjak duduk dan menghadap ke depan. Sungguh..ia menyesal dan sekarang rasanya ingin melenyapkan diri saja.

Sementara Yixing tengah berdoa demi keselamatannya, Hara mendesah pelan saat matanya menemukan sosok tua telah berada di ambang pintu. Gadis itu mendesah, kemudian mengeluarkan beberapa buku dari dalam tasnya.


Seburuk apapun suasana hatinya, jika guru telah datang Hara akan tetap konsisten dengan perhatiannya. Ia menatap lurus ke depan, tepat pada pria paruh baya yang sebentar lagi akan memulai kelasnya.

Namun apa yang dibayangkannya tak semudah itu, saat menatap ke depan ia malah merasa emosi. Orang di depannya sedang merentangkan tangannya ke atas dan ke samping, membuatnya merasa terusik.


Sebenarnya ia ingin menjambak rambut orang itu atau paling tidak menoyor kepalanya agar menghentikan sikap bodohnya itu. namun dosennya sudah keburu memulai pembicaraannya.


 Selama kelas berlangsung, selama itu juga Hara menahan kekesalannya. Ia menekan emosinya yang rasanya ingin meledak tak lama lagi. Ia tak mengerti apa yang terjadi dengan orang di depannya, tapi kelihatannya orang itu cacingan. Dari tadi pria itu tak henti-hentinya menggerakkan tangannya, entah meregangkan tangannya atau tidak menggaruk-garuk kepala belakangnya.


*****



Setelah kelas selesai, ia kira sebuah ketenangan dapat direngkuhnya. Tapi lagi-lagi nasib sial sedang senang menggelayutinya beberapa waktu belakangan ini. Ia tak tahu mesti menyebutnya bagaimana, namun pria menyebalkan dengan kadar intelektual di bawah rata-rata itu tengah mengintilinya.

Hara mendesah pelan, tangannya yang bertumpu pada sebuah tiang pembatas terasa bergetar. Ia kesal. Jujur saja kesal. Memangnya siapa yang tidak kesal jika terus diikuti oleh orang asing?.



“ Kau suka Shinee?” orang itu menoleh pada Hara. Ia terlihat sedang berusaha untuk membangun hubungan yang lebih bersahabat. Bagaimanapun Hara adalah tutornya, orang yang akan membimbingnya. Paling tidak ia mesti berkomunikasi dengan gadis itu. yah…setidaknya.


Bola mata Hara berputar, anggap saja ia sudah menjawab pertanyaan orang itu dengan ekspresi sinisnya.


Tak kehabisan akal, pria bernama Zhang Yixing itu melangkah mundur kira-kira dua sampai tiga langkah. Meski merasa ada yang aneh, Hara sama sekali tak mempedulikan pria itu. Menurutnya lebih baik ia terus memandang ke depan daripada harus sakit mata setelah melihat Yixing.


Jentikan jari yang terdengar seperti tempo mengawali pergerakan pria yang entah kenapa memutuskan untuk meliuk-liukan badannya di depan gadis yang bahkan tak ingin melihatnya. Dengan gemulai serta sentuhan lembut yang maskulin, pria itu menggerakkan tubuhnya dengan gerakan beraturan yang menarik mata.



Suaranya terdengar indah saat melantukan beberapa baris lirik lagu Shinee berjudul Hello. Tak pelak ia-pun menjadi pusat perhatian, orang-orang yang sedang berjalan bahkan menyempatkan diri untuk menyaksikan penampilan memukau pria itu.


Decak kagum serta bisikan pujian terdengar begitu saja. Kelihatannya aksi Yixing memang sangat menarik, tapi tidak untuk Hara yang terlihat semakin kesal.




Riuh tepuk tangan terdengar begitu meriah kala gerakan lincah kaki Yixing mengakhiri penampilan singkatnya. Ia membungkukkan badannya sambil berterimakasih pada orang-orang yang terus melemparkan pujian. Ia tersenyum kikuk, ia tak menyangka jika tindakannya begitu menarik bagi orang-orang.


Namun detik kemudian bahunya yang terlihat begitu gagah jatuh begitu saja. ia tak paham, kenapa…kenapa gadis itu bisa mengacuhkannya seperti ini? bahkan gadis itu tak kunjung berbalik menatapnya. Orang normal pasti akan berkumpul pada sebuah keramaian, tapi gadis ini? oh tuhan! Gadis macam apa yang ada di depannya?.


“ Aku memang suka menari, jadi tidak heran jika gerakanku begitu apik. Meski tak begitu mengikuti perkembangan musik sekarang,  aku tahu beberapa gerakan bagus.” Yixing kembali merapat pada Hara yang terlihat tak mempedulikan dirinya.


Pria itu menoleh sekilas, gadis di sebelahnya entah kenapa kelihatan begitu aneh di matanya. Oke…ia tak masalah, jika gadis itu tak menyukainya karena tak ingin menjadi tutornya. Tapi…bisakah gadis itu sedikit lebih ramah? Sedikit saja.




******





Beberapa hari setelah tindakan Yixing yang menari di depan banyak orang sambil bernyanyi lagu Hello, banyak kekacauan yang terjadi. gosip dan kabar tidak enak merebak bagai virus yang tumbuh subur. Entah bagaimana kronologinya, kabar buruk yang terus beredar di kalangan mahasiswa chung-ang kelihatan sulit untuk dilenyapkan.


Lee Hara dan Zhang Yixing berkencan.


Tatapan aneh serta suara desisan terus mengikuti kemanapun Hara pergi. entah ke kantin, ke kelas, bahkan ke toilet. Awalnya ia tak mengambil serius masalah itu, tapi semakin lama rasanya gerah juga mendapat perlakuan seperti itu terus menerus.

Hingga akhirnya iapun menjauh dari pria yang telah mengirimnya berbagai macam kesialan. Sudah hampir satu minggu Hara selalu menghindar dan bersembunyi, rutinitasnya sekarang kelihatan jauh lebih konyol. Pasalnya ia selalu menghilang ketika matanya menemui sosok Yixing di sekitarnya. Mungkin dengan menghindar ia pikir bisa menenggelamkan isu bodoh yang menerpa dirinya.


Namun apa yang tengah ia hadapi saat ini, detik ini, membuka matanya lebar-lebar. Sejauh apapun ia pergi dan menghilang, ia tetap akan bertemu dengan sosok itu, sosok yang tengah duduk di hadapannya.


Siapa sangka jika bel masuk beberapa menit yang lalu merupakan tanda-tanda kesialan yang menimpanya sekarang.



Dosen yang masuk ke kelasnya, memberikan tugas kelompok yang mesti ia kerjakan bersama pria yang sedang menatapnya dengan ragu. Cihh…tugas seperti ini saja, bisa ia kerjakan sendiri!.


“ Jadi…kau mau memulai darimana? Menurutku bagaimana kalau kita memulai dengan perbedaan hak hukum yang terjadi di masyarakat.”


Yixing membuka diskusi dengan serius. Meski pria itu tahu sia-sia saja usahanya,  karena dimata Hara ia tak lebih dari sebuah beban yang mesti dibuang jauh-jauh. 

Ia baca lembaran materi yang diberikan dosennya beberapa waktu lalu dengan tekun, meski ini bukan gayanya, tapi sekali saja ia ingin terlihat berguna di depan Hara. Yah…walaupun tak bermaksud untuk menarik perhatian gadis itu, tapi Yixing teguh. Ia tak ingin dipandang rendah oleh gadis itu.


Hara tak banyak berkomentar ia hanya menuliskan beberapa kalimat penting yang diucapkan Yixing. Tak jarang ia mengubah kata-kata yang terdengar kurang tepat. Sampai sejauh ini keadaan dua orang yang begitu bertolak belakang itu kelihatan lancar-lancar saja.

“ Bagaimana ya aku mengatakannya? Hmm…semakin tajam pisau…semakin…” Yixing nampak kebingungan saat ingin mengutarakan sebuah pengandaian. Bahasa korea-nya memang sudah lancar namun kemampuan idiomnya masih payah.

“ Semakin ke atas pisau akan semakin tumpul namun semakin ke bawah malah semakin tajam..” dikte Hara yang sedang menuliskan kata-kata itu ke dalam bukunya.


“ Ah iya! Begitu maksudku! Memang hukum kelihatan begitu memberatkan kalangan bawah. Aku tak tahu kenapa, tapi sepertinya permasalahan itu berlaku bagi semua Negara.” Gumam Yixing, pria itu menatap ke depan, menerawang jauh pada masa depan.


“ Karena orang licik jauh lebih banyak daripada orang berhati bersih.” Desis Hara menanggapi ucapan Yixing.

Berbagai argumen, pendapat serta masukan terus mengalir sepanjang perbincangan Yixing dan Hara yang entah kenapa begitu menarik untuk dibahas. Kesenjangan hukum memang bahasan yang menarik, bahkan bisa membuat Hara mau membuka mulutnya.




*****




Seperti api yang terus membesar, gosip mengenai hubungan Hara dan Yixing terdengar semakin meyakinkan. Terlebih dua lakon utama yang menjadi sorotan, terlihat semakin sering bersama. dimana ada Hara bersiap-siaplah patah hati karena di dekatnya ada Zhang Yixing. Entah mesti disebut kutukan atau sial semata, yang jelas hari-hari gadis berkulit putih susu itu berubah menjadi sangat menyebalkan.


“ Aku tak menyangka jika beritanya sampai sejauh ini. huahh…sepertinya hari-harimu kelihatan lebih menarik nona Lee.” Ceplos Ji Eun santai. Gadis itu sedikit terhibur dengan ekspresi kesal Hara, bermain-main dengan si gadis es untuk sejenak tidak masalah kan?


Tak mau kalah Cheonsa menambahkan. “ Yah…lihat saja betapa terkenalnya dia sekarang. Kemanapun melangkah semua mata akan tertuju padanya. Ckk…ckk…rupanya ia menjadi selebriti dadakan.”


Cheonsa menatap Ji Eun sambil menyeringai puas. Nampaknya dua gadis itu merasa puas bisa membuat seorang Hara jengkel setengah mati.


****



Segerombolan gadis dengan wajah garang memagari jalan yang tengah di lalui Hara serta beberapa temannya. Gadis itu tak begitu mempedulikan orang-orang di depannya yang sedang memasang wajah kesal padanya.


Langkahnya berhenti seiring dengan kepalanya yang terangkat. Ia pandangi baik-baik wajah di depannya, ah..rupanya bukan orang asing. Mereka semua adalah teman sekelasnya, yah…walaupun tidak begitu akrab.


“ Kau begitu naif Lee Hara!” tandas seorang gadis yang bisa dibilang ketua kawanan gerombolan itu.


“ Nde! Kau kelihatan tidak mengindahkan Yixing, tapi apa nyatanya?” tambah orang lainnya yang masih dari rombongan itu. “ Kau menggodanya..” sambung yang lain dengan nada horror.


Astaga…sejak kapan ia terlihat menggoda Zhang Yixing, bahkan seingatnya ia selalu bertingkah acuh pada pria itu. jikapun mereka bicara, itu hanya karena tugas. Tidak lebih.


“ Terserah kalian mau bicara apa.” Hara menerobos benteng yang dibuat gadis-gadis tadi. Cheonsa serta Ji Eun mengekor di belakang gadis itu. sesekali mereka melempar pandangan angker pada gadis-gadis penggosip itu, hingga akhirnya langkah mereka terhenti seiring dengan Hara yang mematung di tempatnya.


“ Nampaknya telah terjadi kesalahpahaman.” Seorang pria yang tengah menyenderkan tubuhnya di dinding, kini beranjak menghampiri Hara.


Pria itu tersenyum jahil, ia tahu apa yang baru saja terjadi pada Hara. Bahkan sebelumnya ia sudah yakin jika kejadian seperti ini pasti akan terjadi cepat atau lambat. Bukan maksud menyombongkan diri, tapi ia tahu betul bagaimana popularitasnya dimata gadis-gadis. Ia begitu disenangi hingga rasanya seperti bintang idola terkenal. Jadi tak heran berita sekecil apapun, jika itu terkait dengan namanya pasti akan menjadi berita heboh.

“ Sudahlah tak usah dipikirkan, mereka itu hanya memikirkan apa yang mereka lihat.” Dengan santai pria itu meletakkan tangannya di bahu Hara, dalam arti kata lain ia sedang merangkul seorang Lee Hara.


Benar-benar terkejut, bahkan hampir pingsan melihat apa yang terjadi di depannya. Cheonsa dan Ji Eun tak berhenti meringis, dua gadis yang menyaksikan betapa beraninya seorang Zhang Yixing merangkul temannya itu, hanya bisa berdoa semoga pria itu tetap dalam lindungan tuhan.

Sementara tatapan tajam yang meminta agar pria itu melepaskan rangkulannya, menguar begitu menakutkan. “ Lepas atau kubuat kau menyesal! Jangan main-main denganku!” geram Hara tertahan.

“ Siapa juga yang ingin bermain? Bukankah hari ini waktunya untuk mengejar materi yang tertinggal?” Balas Yixing santai. Pria itu nampak tenang merangkul Hara melewati beberapa orang yang terus memandangnya sambil berbisik.

Seperti menerobos belengggu yang memenjarakan keberaniannya, lelaki itu dengan penuh percaya diri membawa Hara pergi dari keramaian.



******




Penat sudah dirinya kali ini, ia menarik nafas panjang kemudian menghembuskan dengan dalam. Kepalanya pegal, otot sekitar lehernya menegang, ia sudah tak tahu mesti mengungkapkan lelahnya belajar. Memang ia baru menekuni bukunya sekitar tigapuluh menit, tapi untuk orang yang tak hobi membaca seperti dirinya, setengah jam sama lamanya dengan dua hari.


Ia ingin menyerah, rasanya ingin angkat tangan, mengibarkan bendera putih agar ia bisa lepas dari kepenatan ini. Tapi lagi-lagi ia hanya bisa mendesah kecewa. Seorang gadis yang duduk di hadapannya seperti menguarkan aura mencekam yang menahannya untuk berhenti. Walau sebenarnya gadis itu tak melakukan apa-apa, tapi tetap saja membuatnya was-was. Di matanya gadis yang sedang berfokus dengan terlepon selulernya itu makhluk berdarah dingin yang bisa memangsa incarannya tanpa bisa ditebak. Nampaknya frustasi membuat Zhang yixing mulai berfantasi yang aneh-aneh.

“ Aku tak tahu jika indeks nilaimu serendah itu.” Dengan malas Yixing mengangkat kepalanya. ia memandangi gadis yang baru saja mengejeknya. Yah…ia anggap ucapan gadis itu sebagai ejekan untuknya.

Gadis itu menggelengkan kepalanya pelan, kelihatannya ia cukup frustasi dengan nilai Yixing yang hanya berkisar antara C dan D . Biasanya C adalah nilai terendahnya dan itupun sangat jarang.

Yixing tak melakukan banyak hal, pria itu masih menatap Hara dengan tak bergairah. Ia paham, pasti gadis itu akan menghinanya sebentar lagi.


“ Ckkk…..kalau seperti ini aku juga bingung harus bagaimana…” Hara menghela pelan, “ Untuk mengubah indeks nilaimu meningkat sampai ujian semester nanti, sangat sulit.” Tandas Hara pasrah.

Gadis itu mengubah posisi duduknya, sejenak ia berpikir. “ tapi…siapa tahu apa yang akan terjadi dua bulan ke depan? lakukan saja dengan baik. tidak ada usaha yang sia-sia.” Tak seperti biasanya, Hara kelihatan lebih bijak meski uratnya sudah terlanjur menegang. Sebenarnya ia ingin menyerah dan mundur menjadi tutor pria itu, namun tak asik rasanya jika melakukan sesuatu tidak sampai akhir. Bagaimanapun ia ingin menyelesaikannya dengan baik.


“ Kalau begitu mulai dari sekarang kerahkan semua tenaga dan perhatianmu. Mengerti?” Yixing hanya mengangguk pelan. ia ingin menggelang, tapi mendengar suara Hara yang penuh penuntutan membuatnya memutuskan untuk menurut.


*******



 Hei..Tuan Zhang! Jangan lupa kerjakan tugas essai-mu!

Kau ini bagaimana? Kenapa nilaimu hancur begini?

Ya ampun…apa sih yang bisa kau lakukan dengan baik?!

ARGGH…jangan membuat usahaku sia-sia Yixing!

Coba baca buku-buku itu dengan benar!


Kepalanya mau pecah sekarang juga saat kata-kata Hara terus menghantui dirinya setiap saat. Jika bukan mengomelin, pasti Hara akan menyuruhnya untuk mengerjakan tugas. Huftt…dia lelah, bahkan sudah hampir frustasi.

Langkahnya ragu, jarinya bergerak-gerak selama dirinya sedang menimbang sesuatu. Pikirannya sedang mencoba memutuskan mana yang mesti ia lakukan. Haruskah ia tidak datang ke kampus untuk mendampingi trip school adiknya atau tetap masuk seperti biasa dan membuat Wei An kecewa.

Ia mengembuskan napasnya, ini keputusan yang berat. Dua-duanya penting, jika hari ini ia bolos pasti makin banyak materi yang ia lewatkan namun jika hari ini ia tidak menemani adiknya lalu siapa lagi yang akan menjaganya? Paman Ken? Pria itu ada di kantornya, ia tidak cukup gila dengan meminta pamannya tidak bekerja untuk menemani Wei An.


“ Ge…” ia mengalihkan pandangannya, Wei An baru saja menarik kaosnya. Gadis kecil itu kelihatan sudah tidak sabar melihat kakaknya yang tak kunjung menutup pintu rumah. Yah…karena terlalu lama melamun, pria itu sampai tidak sadar jika ia sudah berdiri di depan pintu sangat lama.

“ Cepatlah ge!! Nanti aku terlambat!” tuntut Wei An. Iapun mengangguk pelan, yah…rasanya menemani Wei An jauh lebih penting untuk sekarang. Abaikan apapun yang berhubungan dengan kuliahnya, pikirkan nanti saja. Bukankah ada Hara yang akan membimbingnya jika ia melewatkan banyak pelajaran?


******





Riang dan menyenangkan. Begitulah suasana dalam bus yang sedang ditumpangi Yixing dan Wei An. Karena ini kegiatan anak sekolah dasar, maka sepanjang perjalanan seluruh penghuni bus terus bernyanyi riang sambil bertepuk tangan.

Yixing hanya tersenyum melihat adiknya tengah tertawa bersama temannya, melihat hal seperti itu membuatnya tenang. Senyum Wei An, apapun akan ia lakukan agar senyum itu dapat terus ia lihat.

“ Zao an, -selamat siang, mister Yixing!” lelaki itu langsung mengalihkan pandangannya dari jendela. Ia kemudian tersenyum ramah membalas sapaan heboh dari seorang wanita yang tengah tersenyum centil ke arahnya. Kalau kalian pernah menonton drama remaja, pastinya kalian akan menemukan karakter ibu guru genit dan centil. Begitulah Shin Sun Hee, Guru di kelas Wei An.

Sementara Yixing masih tenang, wanita usia tigapuluh tahunan itu sibuk mengedipkan matanya seperti orang cacingan. Melihat tingkah gurunya, Wei An hanya menggelang. Ia sudah tidak aneh melihat tingkah ajaib gurunya ketika kakaknya datang.

“ Selamat Siang, bu Sun Hee. Kau mau kripik?” Yixing mengangsurkan sebungkus kripik kentang yang dari tadi berada dalam genggamannya. Dengan hati berdebar wanita itu menerima bungkusan makanan ringan dari Yixing, ia tersenyum aneh sambil memasang tampang seelegan mungkin.

“ Ah ya, terimakasih. Ngomong-ngomong kenapa kau menemani Wei An? Memangnya tidak pergi ke kampus?”

“ Yah…kebetulan aku sedang tidak sibuk, jadi tidak ada salahnya ikut. Sepertinya menarik juga.” Entah apa yang salah, namun sepertinya kejiwaan ibu Sun Hee yang salah, karena semakin lama wanita itu semakin aneh. Dia terus melebarkan senyumannya dan menatap Yixing seolah ingin menelannya hidup-hidup.




“ Aigoo…kau itu memang kakak yang baik! tapi jika lain kali kau tidak sempat ikut, titipkan saja Wei An padaku.”

“ Terimakasih, mungkin nanti lain kali.” Balas Yixing sembari menganggukkan kepalanya.



******



Jika ada yang bersenang-senang tak menutup kemungkinan jika ada yang tengah bersuram ria dengan tugas kuliah. Siapa lagi kalau bukan Lee Hara?. Entah sudah keberapa kalinya ia mencaci Yixing dalam setiap gerutuannya. Kemana sih pria itu? dia itu amnesia atau bagaimana? Dia sengaja ingin membuatku gila apa? dari tadi hanya kata-kata itu yang terus berputar dalam benak serta pikiran gadis yang tengah tergolek lemas di atas kursi meja belajarnya.


Hari ini merupakan hari sial untuknya meski nyatanya semenjak Yixing masuk dalam kehidupannya, hari-harinya memang selalu ditimpa kesialan. Tadi siang sesuatu yang tak terduga terjadi. Pria itu, Zhang Yixing, tidak datang ke sekolah. Hingga ia pun terpaksa membuatkan catatan untuk pria itu, mungkin jika hanya satu catatan ia tak masalah, namun nyatanya ada sekitar empat mata kuliah hari ini, itu tandanya ia mesti membuat empat catatan untuk pria itu.

Entah pergi kemana bocah itu, ia sudah malas mencari tahu keberadaan pria itu. Dari tadi siang sampai terakhir ia ingat, beberapa menit yang lalu, ia sudah menghubungi Yixing sebanyak duapuluh kali. Bayangkan duapuluh kali!.


Ia tatap lampu meja di samping lengannya, dengan tatapan kosong matanya bergerak menuju sebuah buku yang berada di deretan buku-bukunya yang lain. Sekilas buku itu terlihat sama seperti buku-buku yang lain, namun jika dilihat lebih dekat buku itu jelas berbeda dan tentunya Hara sudah sangat hafal buku apa itu.


Tangannya mengambil buku itu, lantas membuka lembaran demi lembarannya. Senyum tipis mengembang ketika beberapa foto ia lihat, rupanya buku itu buku tahunan saat ia smp dulu. Masa sekolah yang menyimpan berbagai kisah manis untuknya.

Matanya tak jengah menyorot berbagai foto, mulai dari foto teman-teman smp-nya sampai guru-gurunya. Namun matanya kian berbinar saat akhirnya ia tiba di sebuah halaman yang memuat sebuah foto pria tampan di dalamnya.

Detak jantungnya kian cepat hingga sistem pernafasannya terasa berpacu dengan waktu.


Sosok itu, sosok pria dalam foto itu. membangkitkan nostalgia yang tersimpan baik dalam relung hatinya, setiap kenangan dan kejadian masih teringat jelas olehnya. Rasa rindu menyeruak begitu saja, tanpa sadar Hara tak melepas fokusnya pada foto itu.

Dialah yang mampu membuat dunia smp Hara berwarna, dialah yang membuat seorang Lee Hara membuka dirinya. dialah pria yang mampu menjalin hubungan pertemanan dengan gadis dingin seperti dirinya, dialah alasan Hara kenapa ia selalu semangat, dan ialah pria pertama yang sukses membuat Hara jatuh cinta. Dialah cinta pertama Hara.

Membuka-buka buku penuh kenangan itu rupanya membuat Hara lupa akan problema dirinya, bahkan rasa kesalnya sudah berganti dengan senang tak karuan. Memang langka melihat Lee Hara girang dan berdebar, tapi itulah kenyataannya. Hara begitu senang hanya karena melihat foto cinta pertamanya.




******



Yixing POV


Sial! Kenapa aku terlambat? Benar-benar sial! Kenapa hari ini tak ada satu hal menarik yang mendatangiku? Setelah tadi diusir dari kelas karena terlambat datang, sekarang aku harus berlapang dada menerima setumpuk tugas tak berkemanusian dari si pak tua, Park seosangnim.


Aku heran kenapa dia senang sekali memberiku tugas, entah ia memang tak suka padaku atau bagaimana. Yang jelas dia itu menyebalkan!.


Dengan minat hidup yang mulai menipis kakiku terus menyisir jalan dengan langkah gontai. Aku tak tahu apa yang salah tapi aku merasa hari-hariku di kampus begitu berat dan melelahkan. Seingatku, aku bukan bocah bodoh tak berotak, aku pernah beberapa kali menjadi juara kelas saat SD, aku juga sering mendapat peringkat sepuluh besar di SMP atau SMA, tapi kenapa sekarang aku seperti pria idiot?.


Tubuhku sedikit mengejang, langkah ini berhenti mendadak ketika mataku menemukan Hara tak jauh di depanku. Ia tengah berjalan ke arahku, meski aku tak yakin jika ia melihatku atau tidak karena yang aku lihat ia sedang sibuk bicara dengan Ra-In.


Awalnya aku ingin berbalik arah agar tak bersisipan dengannya, namun percuma saja gadis itu sudah terlebih dulu melewatiku. Kali ini dia melihatku, bisa kulihat ia langsung membuang pandangannya dariku. Dari tadi pagi memang wajahnya begitu menyebalkan, dia seperti mempunyai dendam padaku. Padahal jika dipikir-pikir aku tak pernah melakukan kesalahan.


Tapi tunggu! Bukankah aku punya tugas yang mesti dikerjakan? Kenapa aku tak meminta bantuannya saja? bukankah dia memang ditugaskan untuk membimbingku? Benar!.


Aku langsung berlarian menghampirinya. “ Hara!” gadis itu berbalik, tentunya dengan wajah mau apa kau memanggilku?.


Ia menatapku dengan perasaan sudi dan tidak. “ Tadi Park Seosangnim memberiku beberapa tugas..aku..”

“ Kau ingin aku membantumu untuk mengerjakan tugasmu itu, ya kan?” aku terdiam sambil mengangguk ketika ia menyelak ucapanku. Ia kelihatan sudah tidak aneh lagi dengan kebiasaanku meminta pertolongannya, lihatlah! Bahkan tanpa kusebutkan dia sudah mengerti. Selain pintar gadis ini punya bakat membaca pikiran orang. Hebat!.



*****



Aku tak tahu harus mengatakan apa, haruskah aku menyesal atau bersyukur karena akhirnya bisa mengerjakan tugasku walaupun ujung-ujungnya mesti terdampar di perpustakaan. Sebenarnya aku bukan pria berintelegen rendah dan berotak dungu yang tak suka membaca, tapi aku juga tak bilang kalau aku suka membaca,  aku tipikal orang yang membaca di saat tertentu saja, jadi membaca bukan hobi tapi tak lebih dari kebutuhan saja untukku.

Aku memang tak begitu menyukai perpustakaan, tapi bukan karena aku membenci tempat ini. Suasana dalam perpustakaan yang begitu sepi membuatku merasa senyap, aku merasakan hawa-hawa aneh yang mengganggu kulitku. Aku heran kenapa petugas perpustakaan tidak memutar sebuah lagu, paling tidak instrument yang membuat para pembaca jauh lebih tenang daripada stress dalam kebisuan.

Dan sekarang aku juga benci karena aku mesti menggumpal dalam kebisuan itu, dengan pikiran yang semakin kusut. Dari tadi aku dijejali buku-buku tebal dan tak ketinggalan beberapa lembar tugas dari Park seosangnim.


“ Ingat bagian ini! ini merupakan pasal penting yang mesti diingat dalam peraturan penetapan batas kewilayahan. Biasanya ini akan sangat rumit jika kau tak mengingatnya.” Aku mengikuti arah telunjuknya yang sedang menunjuk deretan pasal dan bunyinya.


Aku mengangguk pelan sambil membaca buku itu dengan seksama, sesekali ku lafalkan pasal panjang yang membuat kepalaku hampir pecah itu. aku tak tahu kenapa aku bisa masuk fakultas hukum, tapi yang jelas sekarang aku menyesal.

Sementara aku sedang pusing dihadapkan dengan begitu banyak buku, gadis itu justru tengah santai menatap layar ponselnya. Aku tak tahu apa yang sedang ia lakukan, tapi bisakah ia tidak memperlihatkan ekspresi senangnya di saat aku sedang frustasi seperti ini?. membuat iri saja.



“ Kemarin kemana?” tanganku berhenti menulis, tatapanku beralih padanya sebentar. “ Pergi.” jawabku pelan, aku kembali menyalin tugasku tanpa ingin membahas hal ini lebih panjang lagi.

“ Ckkk…mudah sekali kau mengatakan hal itu. benar-benar!” decaknya. Aku hanya menarik nafas panjang, aku memang penyabar tapi jika setiap hari mendengar cercaan rasanya kesal juga.

Walau aku ingin sekali menentang ucapannya, aku mencoba bersabar. Tidak lucukan jika aku dikeluarkan dari tempat ini setelah membentaknya.

“ Benar-benar merepotkan!” gerutunya lagi.

“ Lebih baik kau katakan dari sekarang, jika kau memang tak serius dengan pendidikanmu katakan. Jadi aku tidak perlu repot-repot melakukan ini-itu. toh..kau sendiri tidak peduli.”

Ku letakkan pulpen dalam genggamanku ke atas meja hingga terdengar suara dentuman pelan, ia sedikit terkejut namun sepertinya ia adalah makhluk yang pandai mengendalikan ekspresi karena setelahnya ia menatapku dengan tenang.

“ Dengar ya! Jika kau memang tak ingin membantuku ya sudah! Aku akan bilang pada Baek seosangnim. Aku benar-benar tidak keberatan, dan ingat! Kau memang pintar tapi bukan berarti kau berhak mengatakan hal seperti itu!” tekanku dengan suara yang tak begitu kencang namun cukup jelas untuk didengar olehnya.

Aku langsung beranjak tanpa lupa membawa buku-buku serta lembaran milikku. Ia kelihatan bingung namun sama sekali tak bergeming.

“ Aku memang butuh bantuanmu tapi tidak seharusnya kau memperlakukanku seperti itu. dan satu lagi…” ku hembuskan nafas dengan kasar. “ …terimakasih karena sudah membantuku sebelumnya. permisi.” Aku langsung meninggalkannya.


Aku keluar dari perpustakaan dengan perasaan kesal. Aku merasa kehabisan rasa sabar, ku sadari aku perlu kesabaran ekstra jika ingin memenuhi target semester ini, tapi jika caranya seperti ini terus aku tidak terima. Baiklah…mungkin dia memang dingin, tapi jika dia terus mengatakan hal-hal menyebalkan, maaf…lebih baik aku berusaha sendiri. walau harus ku akui akan lebih sulit.


*******




Hara POV


“ Tentu saja dia marah! Kau sudah terlalu sering mengatakan hal buruk tentangnya, memangnya siapa yang tidak marah jika dihina terus-terusan?” ujar Ji Eun menanggapi ceritaku tentang kejadian beberapa hari yang lalu di perpustakaan.

Semenjak kejadian itu Yixing dan aku tak lagi saling bicara, dia juga kelihatannya sudah sangat membenciku. Saat berpapasan saja dia nampak begitu enggan untuk melihatku. Oh tuhan…kenapa malah dia yang memperlakukanku seperti itu? bukankah awalnya aku yang seperti itu?.

“ Menurutku dia sudah cukup sabar dengan menahan dirinya selama ini dan berarti apa yang kau lakukan kemarin sudah benar-benar keterlaluan.” Oceh Nayoung.

Aku benci membicarakan hal ini pada mereka karena akhirnya aku hanya akan menjadi pihak yang terpojokkan. Pasti selalu aku yang salah.


“ Hei..hei..aku tak seburuk itu! kalau memang aku keterlaluan, aku tak mungkin sabar membantunya, mencarikan buku ini dan itu untuknya. Jangan lupa aku bahkan membuatkan salinan catatan untuknya saat ia tidak masuk. Apa kalian masih berpikir ini semua salahku?”

Mereka hanya mengalihkan pandangan mereka seakan tak mendengar ucapanku barusan.


“ Yang kau lakukan sudah benar, tapi ucapanmu itu yang tidak bisa diterima! Bayangkan jika dirimu dihina setiap hari, pasti kau juga akan kesal seperti dia!” sergah Cheonsa yang langsung diangguki oleh yang lain.

“ Tapi aku hanya mengatakan yang sebenarnya! apa itu salah? Ya sudahlah! Lagipula semuanya sudah selesai, dia juga sudah tak ingin kubantu!”

“ Tidak bisa seperti itu! selama semester ini belum berakhir Zhang Yixing masih dalam tanggung jawabmu, itu berarti bagaimanapun caranya kau masih harus membantunya. Bukankah itu yang dikatakan dosen padamu?” aku mendesah pelan, lebih tepatnya lelah. aku tak bisa mematahkan opini Sora, karena nyatanya memang begitu.


ku mundurkan tubuhku agar lebih relaks, “ Bahkan dia sudah enggan untuk melihatku, bagaimana bisa aku membantunya?” lirihku sudah putus asa.

“ Lakukan bagaimanapun caranya! Berusahalah!”



TBC
Aku tau ini ngaretnya udah kayak apa tau. Padahal tinggal publish doang sebenarnya, tapi gitu dehh…aku terjangkit penyakit malas tak berkesudahan. Yaudahlah, pokoknya terimakasih buat siapapun yg udah baca.

Thanks,

GSB

Comments

  1. Story ini selalu akan ditunggu :") tetap semangat dalam menulis yaaa.. hwaiting

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts