JOURNEY OF LOVE THE SERIES: There Is A Will There Is A Way - Chapter 3





Suasana kelas menegang, semua mata melirik sana sini dengan waspada. Tanpa membuat suara sedikitpun, seisi kelas terlihat begitu fokus, salah, lebih tepatnya terpaksa bungkam. Pasalnya beberapa menit yang lalu sebuah insiden tak terduga menyentak seluruh isi kelas tersebut.





Datangnya Park seosangnim ke kelas rupanya serangan tak terduga yang mampu semua terdiam. Menunduk takut dengan posisi duduk  yang tak tenang.





“Aku sudah bersabar menghadapimu! Tapi, kenapa kau sama sekali tak bisa memanfaatkan kesempatan itu? HAHHH!!!”




Hening. Tak ada yang yang berani menyahuti ucapan pria paruh baya itu, hanya desisan yang terdengar membisikkan berbagai pertanyaan pada orang di sebelahnya. Sementara yang lain sibuk mengobrol, Hara kelihatan lebih tertarik untuk mengarahkan pandangannya pada seorang pria yang terduduk di bangku pojok pada baris kedua dari belakang.




Jika ada yang bertanya kenapa Park seosangnim bisa semarah itu, jawabannya adalah pria itu. Pria yang tengah menundukkan kepalanya dengan keduan tangan yang mengepal sangat erat.





Pria itu, Yixing menjadi amukan dosen kaku itu karena tak berhasil menyelesaikan tugasnya dan menurut prinsip dosen itu, mahasiswa yang tak mampu mengerjakan tugasnya sama saja seperti menghina dirinya secara tidak langsung. Karena dengan seperti itu, tercermin jelas jika mahasiswa itu tak menghargai dirinya sebagai jajaran pendidik. Dan lebih parahnya, Yixing malah bersikap santai seolah tak terjadi apa-apa yang sudah pasti membuat pria tua itu semakin naik darah. Dia merasa Yixing melemparkan kotoran ke wajahnya.




Suara yang begitu bulat dan dalam tak lagi terdengar , namun seperti bunyi gemaan yang tak kunjung menghilang, suara itu terus terngiang di benak masing-masing.




Keadaan semakin mencekam ketika langkah dosen Park melaju ke arah Yixing yang hingga kini tak sudi memandangnya. Seperti detik-detik menjelang hukuman mati, langkah Park seosangnim terkesan begitu menakutkan.



Desisan siswa yang lain makin jelas terdengar saat pria berkacamata itu berhenti tepat di hadapan Yixing. Pandangan marah dan murka langsung menyorot pria muda itu tanpa ampun. Rupanya tak akan ada amnesti untuk kali ini. Cukup, ia sudah memberikan banyak kesempatan pada bocah ini. sekarang sudah saatnya anak ini belajar sesuatu.



“Daripada membuang masa mudamu, lebih baik kau keluar saja. Berhenti dan temukan duniamu di luar sana, mungkin lembaga ini tidak cocok untuk orang berandal seperti dirimu,” tegas Park seosangnim tenang namun sangat jelas ia tengah memojokkan pemuda di depannya.



Sreeggg




Bunyi decitan kaki kursi pada lantai terdengar pilu seiring dengan Yixing yang sudah bangkit dari kursinya. ia mendengus pelan sembari tersenyum miring. Kepalanya terangkat, ia menatap dalam orang di depannya.



“Sehebat apapun diri anda, namun anda tetap tak memiliki hak untuk menentukan tempat yang pantas untuk seseorang,” ucapnya dengan tenang namun mengena, cukup memojokkan pria tua dengan gelar master itu.



“Anda memang orang hebat, tapi sepertinya kau mesti banyak belajar untuk memperbaiki etikamu. Permisi,” tandas Yixing



Yixing langsung melenggang keluar, ia sudah tidak peduli dengan tarikan nafas kasar dosennya yang terdengar begitu murka. Namun…tetap saja. ia tak bisa mentolerir lagi, dan yang mesti ia lakukan hanyalah keluar, keluar dari dunia yang selalu menjatuhkannya tanpa tertarik melihat sisi baiknya.




Ia terus berjalan seperti dedaunan kering yang terhempas oleh angin kencang, dibawa entah kemana dan sampai kapan. Ia hanya ingin membuat dirinya terus bergerak, mungkin dengan begini suasana hatinya akan membaik dari berbagai masalah yang berlomba-lomba menjadi pikiran utamanya. Hingga akhirnya ia berhenti, matanya tertuju pada hamparan rerumputan yang tumbuh bebas di halaman.



Hah, napasnya terasa begitu berat, mungkin hanya ia saja yang kelewat berlebihan, tapi ia memang merasa lelah. Jelas ia lelah dengan orang-orang yang terus mengucapkan spekulasi tentang dirinya tanpa ingin tahu kenapa ia seperti itu.



Banyak sekali orang yang menilainya sebagai orang tak berpendidikan dengan tingkat kecerdasan di bawah rata-rata. Ya baiklah ini memang salahnya karena terlalu sibuk hingga sesuatu yang menjadi tugas utamanya tak bisa ia tuntaskan. Tapi tetap saja, ia punya alasan dan ia ingin orang-orang mendengarkannya.




*****




Hara menyeret kakinya dengan malas, entah apa yang mesti ia permasalahkan, yang jelas hari ini ia kehilangan gairahnya. Selepas menyelesaikan kuliah Nam seosangnim, ia berjalan keluar menyusuri lorong-lorong yang dipadati oleh beberapa orang yang juga baru keluar dari kelas. Di sampingnya sudah ada Ra-In yang sebenarnya terus mengikutinya, bisa dibilang gadis itu adalah teman dekatnya di kelas.




Gadis itu terus menyelami lautan kesuraman yang terpancar dari wajah Hara, ia mencoba menebak dan membaca isi pikiran serta alasan kenapa gadis itu kelihatan tak fokus.



Walau sadar sedang diperhatikan, Hara tak tertarik untuk menanggapi. Ia tetap tak membuka suaranya dan memilih untuk menyatukan potongan teka-teki di kepalanya. Terkadang orang membuat pertanyaan dan juga jawaban sendiri, begitulah yang sedang ia lakukan.



Ia mencoba menenangkan pikirannya dengan menjawab pertanyaan yang terus menggerayangi akal sehatnya. Semenjak seminggu yang lalu, pria itu, Yixing tak kelihatan lagi dimanapun, ia tidak menemukannya dimana-mana. Pria itu seperti menghilang tanpa kabar. Awalnya ia pikir pria itu akan kembali, namun sampai hari ini pria itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.



Ada perasaan yang mengusik titik nyamannya, ia merasa bersalah. Mungkin jika saat itu ia tak berkata yang macam-macam, mungkin Park  seosangnim tak akan membentak pria itu dan pastinya ia masih berada di sekolah. Dan pertanyaannya sekarang adalah kemana pria itu selama ini? Apa pria itu benar-benar berhenti kuliah seperti apa yang dikatakan Park seosangnim?




*****





Gadis itu masih tak cukup percaya jika rasa bersalah telah membawanya berlabuh di depan pintu sebuah rumah. Mestinya ia mengetuk pintu itu dan segera masuk ke dalamnya setelah sang pemilik rumah membukakan. Tapi haruskah? Jujur ia merasa tidak percaya diri, terlebih ia juga pernah melakukan kesalahan pada salah satu penghuni rumah itu.




Ini tak akan berakhir jika mengawalinya saja kau tak berani. Desis Hara pada dirinya sendiri, hingga ia pun memutuskan untuk mengentuk pintu itu. Sekitar tiga ketukan telah ia bubuhkan pada hamparan kayu yang berdiri vertical di depannya.



Pandangannya kembali beralih melihat sepasang sepatunya yang kelihata tak bermasalah, hanya ia merasa kakinya sedikit basah. Segugup inikah?


“Siapa?” Hara menengadahkan kepalanya, ia terdiam sejenak saat mendapati seorang gadis muda yang mungkin seusia dengannya di depan pintu. Siapa lagi ini? Apa gadis itu adiknya Yixing juga?


Gadis itu menaikkan alisnya, sedikit heran karena Hara tak kunjung membuka mulutnya.



“Apa Yixing-nya ada? Aku ingin bertemu dengannya.” Akhirnya Hara buka suara.


Gadis itu semakin menajamkan pandangannya terhadap sosok gadis putih di hadapannya. Yixing? Mau apa dia mencari Yixing. Astaga, gadis itu akan seperti pengawal pribadi jika sudah menyangkut hal-hal kepemilikannya, belahan jiwanya, Zhang Yixing.



Hara melempar jauh pandangannya ke arah bawah, memastikan baju serta alas kaki yang ia kenakan tak bermasalah. Heran saja, padahal tak ada yang salah tapi gadis ini terus menatapinya seperti petugas keamanan di pusat perbelanjaan.



“Baiklah, silahkan masuk.” Gadis itu sedikit menyingkir memberi ruang untuk Hara lewati. Matanya yang waspada terus mengawasi gerak gerik Hara.




****



Hara masih nampak tenang duduk di sebuah sofa seorang diri sambil menunggu gadis tadi yang katanya sedang memanggil Yixing. Dan memang benar, beberapa kali ia mendengar suara pria itu.




“ Memangnya siapa Shen?”




Hara melongokkan kepalanya lebih dalam pada sisi tengah rumah itu, ia hanya ingin tahu dimana sosok Yixing, tak lebih.



“Mana ku tahu. Lihat saja nanti kau juga akan tahu,” jawab gadis yang dipanggil Shen oleh Yixing itu. dengan percakapan bahasa mandarin, keduanya terus berseteru tentang siapa orang yang datang.



Keduanya terus melangkah hingga akhirnya memasuki ruang tamu, Yixing sangat tak menyangka jika Hara-lah orang yang dimaksud, ia benar-benar tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Ia nampak begitu terkejut mendapati gadis dingin itu berada di ruang tamunya, namun berhubung ia masih merasa kesal dengan gadis itu, ia kembali mengubah ekspresinya menjadi tenang seperti tak pernah terjadi apa-apa.



“Ada apa datang kemari?” Yixing mendekat kemudian duduk di atas sofa empuk yang berhadapan dengan gadis kutub itu. Sementara gadis yang bernama Shen Ruo hanya berdiri di samping sofa yang diduduki Yixing, walau sebenarnya dalam masalah ini ia adalah pihak yang tak memiliki kepentingan di sana. Tapi jika sudah berhubungan dengan Zhang Yixing, itu berarti masalahnya juga.
Apapun masalah Zhang Yixing, itu berarti masalahnya juga.


“ Aku…” Hara merutuki dirinya sendiri, hampir saja ia merendahkan dirinya sendiri. Walau merasa bersalah, tetap saja ia tak bisa mengenyampingkan harga dirinya.




“ Aku datang karena ingin memberi tahumu jika lusa ada kuis penting.” Ia bernapas lega, akhirnya ia tak perlu terlihat menyedihkan dengan meminta maaf secara terang-terangan.



Yixing mengangguk pelan, beda dengan Shen Ruo yang menyorot Hara kian tajam. Ia merasa ada sesuatu yang aneh pada gadis itu.


“Kuis? Bahkan hal seperti itu saja harus kau beritahu? Memangnya kau tak punya ponsel, kau bisa menelponnya. Kenapa mesti repot-repot datang?” cecar Shen Ruo sinis.


“Aku jadi semakin yakin kalau sebenarnya kau hanya ingin bertemu dengan Yixing, ya kan?” tembak gadis itu masih dengan nada tajam.



Hara mendecak. Apa maksud gadis kurus kering itu? Ia datang hanya ingin bertemu dengan pria itu? Jangan bercanda! Jika bukan karena merasa bersalah, ia pun tak akan melakukan hal ini.



“Shen…masuklah. Aku dan Hara butuh bicara berdua,” tegas Yixing dalam bahasa cina, pancaran matanya yang tegas membuat Shen Ruo membuang naPasnya kasar.



Ia pun beranjak meninggalkan ruang tamu, walau merasa tak rela, tapi tetap saja jika Yixing sudah menatapnya seperti itu ia tak akan bisa membantah.




Yixing kembali menatap Hara, gadis itu terlihat cukup puas karena akhirnya gadis menyebalkan yang telah melemparkan sangkaan keji padanya tadi telah menghilang. Hara tersenyum tipis, merayakan kejayaannya namun matanya membulat kala mendapati Yixing yang sedang menatapnya.



Sepertinya Yixing tak ingin berbasa-basi, ia menumpukan tangannya ke depan. Ia terlihat benar-benar sedang mengintimidasi Hara.





“Kenapa? Apa orang kampus memintamu untuk datang mencariku?” tembak Yixing dengan nada tak mengenakan.



“Bukan, aku datang karena ingin membicarakan tugas semester padamu. Ehmm aku…” Hara memangku tasnya kemudian mulai bergerak menarik resleting benda itu.



“Tidak perlu. Untuk apa? Aku sudah memutuskan untuk berhenti kuliah, jadi kau tidak usah mencariku lagi.” Yixing bangun dari duduknya, melihat hal itu Hara terdiam.



Baru kali ini ia diperlakukan seperti itu oleh seseorang, ia merasa dibuang namun ada rasa lain yang membuatnya jauh lebih penting daripada merasa terhina. Ia melihat kelelahan yang tersirat pada wajah pria itu, sedikitnya ia mengerti, pria itu sedang merasa kacau.




Tangannya bersedekap di depan dada dengan tatapan tenang, Yixing terus memerhatikan Hara yang justru sedang beradu pandangan dengannya. Bukankah harusnya gadis itu segera pergi dari rumahnya? Kenapa malah memandanginya dengan pandangan sepolos itu?


“Sekarang apa lagi? Tak ada yang perlu dibicarakan lagi, bukan? Kau bisa menyingkir dari sana,” ketus Yixing.




Hara segera membereskan tasnya dan beranjak dengan  cepat, awalnya ia merasa bersalah namun sekarang ia sedikit emosi. Tidak bisakah pria itu melihat maksud baiknya? Tidakkah pria itu sudah memperlakukannya berlebihan?



“Selain berandal kau juga pecundang ternyata! Baguslah aku jadi tidak perlu berurusan denganmu lebih lama lagi,” sinis Hara, ia melemparkan sebuah buku tebal ke atas meja di depannya. Tanpa mengucapkan hal yang pantas, ia segera keluar dari tempat itu. ia tak peduli bagaimana Yixing memandangnya setelah ini, bukankah pria itu sendiri yang bilang jika dia akan berhenti kuliah? Itu artinya tidak ada kepentingan lagi antara  mereka berdua, kan?




*****




Hari ini rupanya sangat terik dan yang lebih menyedihkannya, Hara mesti mengawali kegiatannya pada siang hari. Karena suatu masalah jadwal untuk hari ini diganti menjadi siang, tentu banyak yang merasa keberatan. Tapi tetap saja kebijakan tetaplah kebijakan, sekeras apapun para mahasiswa meraung-raung tetap saja jadwal sudah tidak bisa diubah.




Ia baru saja duduk, masih dengan wajah tak bersahabat, Hara membuka bukunya untuk sekedar memastikan jika ia tak lupa mengerjakan tugas yang diberikan dosen. Uluran waktu yang terus berputar hingga rasa bosan tak pelak menggelantungi batin yang memang tak dalam kondisi baik. Jika pun hari ini tak ada kuis bulanan, ia lebih memilih tidak datang dan bersantai ria di kamarnya.




Matanya yang teliti menyorot untaian kata yang terangkai di atas buku tugasnya, sesekali ia menggumamkan tulisan tangannya itu. Sedikit demi sedikit ia menyerap kembali ilmu yang terkandung dalam rentetan paragraf di buku tebalnya. Ia membalik halaman selanjutnya kemudian melakukan aktivitas yang sama seperti sebelumnya.



“Aishh…benarkah? Kau bercanda?”


“Keajaiban!”



“Bagus jika itu memang benar-benar terjadi!”



“Jika? Kau bilang jika? Bahkan orang itu sudah ada di depan mata!! Aigoo…”




Ada gula ada semut, dimana ada hal menarik pasti ada keramaian. Begitulah kondisi terakhir kelas yang mendadak menjadi lebih hidup. Kedatangan seorang pemuda yang sudah seminggu menghilang, kini menjadi kehebohan tersendiri bagi penghuni kelas, terutama para gadis yang kelihatan begitu antusias menyambut pria itu. Seperti biasa ia tetap membalas senyum orang-orang yang menyambutnya dengan ramah, nampaknya tak banyak yang berubah pada sosok itu hanya tujuannya saja yang berubah. Hanya tujuannya kali ini cukup berbeda, ia duduk pada barisan pertama. Hei, bukankah seorang Zhang Yixing lebih senang duduk di kursi paling belakang?




Bisik-bisik heboh tak kunjung surut, apalagi saat sosok itu membalikkan tubuhnya ke belakang. Ia memasang wajah datar, kemudian menarik ujung bibirnya. Seorang gadis yang yang tak terusik dengan kehebohan sekitar membuatnya cukup paham jika musik yang mengalun pada telinga gadis itu berada di volume yang sangat keras.




Gadis itu mendecak pelan, wajahnya yang memang sudah tak bersahabat kian menguarkan aura membunuh. Langsung saja kepalanya terangkat saat tiba-tiba ada sebuah tangan yang menutup bukunya. Namun bukannya marah, gadis itu terperangah hebat saat yang ia dapati adalah seorang pria yang tengah mengambil alih buku tugasnya.



Zhang Yixing? Bagaimana bisa pria itu bisa ada disini? Bukankah dia sudah… Tunggu! Jangan bilang ia tidak jadi berhenti kuliah? Hara terus mengamati Yixing yang masih tak bersuara, pria itu lebih memilih untuk membaca tulisan pada bukunya.



Waktu seolah berjalan lebih lambat dari biasanya, dan entah kenapa semua terasa seperti adegan slow motion yang bisa ia saksikan dengan begitu jelas. Mata fokus itu, wajah serius yang dapat ia temukan pada sosok di hadapannya mengingatkan pada seseorang. Seseorang yang ia kenal begitu gigih dan giat. Yong Guk? Ia segera menggelangkan kepalanya, tanpa sadar khayalannya telah melayang jauh hingga sudut tersempit di hatinya. Kenapa ia mengingat orang itu lagi?



“Memang kuis untuk mata kuliah apa?” Hara tersadar dari lamunannya, ia kembali menatap lawan pria yang akhirnya mengajak dirinya bicara.



“Hmm..Park seosangnim?” pria itu menegaskan pandangannya, berharap mendapat jawaban bukan malah pernyataan yang terdengar ragu.



“Maksudku ada Park seosangnim di belakangmu.”


Yixing terdiam, bagaimana ini? Apa yang mesti ia lakukan? Haruskah kabur agar tak bertemu dengan si tua itu? Tapi percuma ia kabur, karena nyatanya si tua yang ia maksud sudah berada di depan mejanya. Mau tidak mau, ia berbalik ke depan, mencoba untuk duduk setenang mungkin.



Sementara Yixing berusaha untuk menyibukkan dirinya dengan mengeluarkan beberapa buku serta pulpen dari tasnya, Park seosangnim justru terus memandangi pemuda itu. Seulas senyum terukir di wajahnya, setelah puas melihat murid ‘kesayangannya’ ia lantas kembali ke mejanya.




Seperti biasa pria itu memulai kelasnya sambil berdehem pelan. Tak ada yang aneh, pria itu sama sekali tak membahas masalah Yixing atau mencoba untuk menyindir pada apa yang terjadi tempo hari. Ia mengajar seperti biasa, seolah tak ada yang pernah terjadi antara ia dan salah satu anak didiknya itu.



*****



At Cafetaria



“ Boleh aku duduk di sini?”




Gadis itu mengangguk, toh meja serta bangku yang ada di sini bukan miliknya jadi terserah saja jika orang itu ingin duduk di sana. Tanpa terusik dengan orang yang secara tak langsung menjadi teman makannya kali ini, ia terus menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Sesekali ia melirik ponselnya yang tiba-tiba menyala saat pesan elektronik masuk.



“Terimakasih untuk catatannya.” Ia tetap tak bersuara, ia hanya terdiam kemudian melanjutkan makannya kembali. Dalam hati ia merasa sedikit senang menyadari bahwa apa yang ia lakukan berguna untuk orang lain.



“ Jadi, apa kau masih bersedia menjadi rekanku? Maksudku menjadi rekanku lagi?” tanya lelaki itu dengan penuh harap.



Walau beberapa hari yang lalu ia sempat menolak mentah-mentah bantuan gadis itu, ia sadar ia masih membutuhkan gadis itu. kali ini ia tak peduli sekalipun gadis itu memakinya dan menghinanya terus-terusan asalkan ia bisa merampungkan semester ini dengan baik, ia tak keberatan.


Ia hanya bisa berdoa dalam hati menanti jawaban yang keluar dari mulut gadis di depannya, ia tak berharap muluk-muluk ia hanya ingin gadis itu mengatakan ‘ya’. Dan ia bersumpah akan memulainya lagi dengan serius.



“ Terserah, jika kau masih menginginkannya aku tak masalah.”




Semburat bahagia tak pelak menyergapnya, ia kembali menatap gadis di depannya dengan penuh terimakasih. Meski nyatanya gadis itu masih sibuk makan, ia terus memandanginya, ia akan berusaha dengan baik. Pasti.



TBC


Halo semuanya… Yeayy.. akhirnya publish walopun bru minggu kemarin publish. Yah.. kebetulan aku lagi ada waktu luang sebelum akhirnya meluncur ke jalanan buat berangkat ngampus. Jadi mumpung sempet dan kebetulan lagi waras juga, ya udah aku publish aja.

Soalnya kalo inget pengalaman sebelumnya, ff ini jadi jarang diupdate karna sering banget aku tunda-tunda. Sebenernya sih ada lagi yang mau aku updet, tpi nanti aja dehh.. FF ini aja dulu..  Kalo ff ini udah tamat, aku bakal mulai publish ff baruku*promo*..

Lagian ff baru itu masih dalam proses dan belakangan ini aku lagi ketiban tugas-tugas yang gak abis-abis kayak Magnum infinity gitu… Jadi yah..Minggu ini sama minggu depan itu benar-benar minggu tegang, minggu capek, minggu-minggu yg bikin kesel parah.

Oke balik lagi masalah ff ini. kalian yang udah pernah baca mysterious sight atau painfully smile ngerti kan kalo ff ini tuh seri berikutnya di JOURNEY OF LOVE THE SERIES. Kalo ada yg gak nyadar, aku tegasin lagi ff ini tuh bagian dari seriesnya journey of love, jadi yah bocah-bocahnya yang itu lagi Cuma beda fokus..


Di Mysterious Sight kan si Sora, Painfully Smile itu Gyuri, nah ff ini Hara.. terus berikutnya?



Nah… itu yang bikin aku bingung. Aku tuh bikin konsep ff ini dari SMA kelas 2 atau 1 gitu, pokoknya waktu EXO masih seger-segernya.. waktu itu sih aku udah bikin konsep kasar, jadi pertama sora, kedua Gyuri, ketiga Hara, terus Nayoung, Jieun, terakhir Cheonsa.



Tapi, aku udah berusaha sekeras mungkin untuk nulis Nayoung tapi kurang ngefeel trus dan jatohnya gagal mulu… nah makanya, alternatifnya paling aku nulis yang jieun dlu.. gak mungkin Cheonsa dlu pokoknya…  

Tapi entar aku pikirin lagi, dan untuk ff ini aku gak akan nahan-nahan ff ini lebih lama. Jadi aku bakal rajin publish ff ini sampe tamat.. Mungkin dengan cara itu aku bisa lanjut ke sesinya Nayoung/jieun. Ya udahlah…itu aja..aku mau siap-siap dulu nih gengs… dadahh…semangat hari jumatnya!!! Besok libur!!yeayyy!!! tapi tugasnya numpuk!! Yeayy!!! Y udh deh…aku pamit beneran.. DADADADADAHHHH


Cheers for Friday,


GSB

Comments

Popular Posts