Baek-Nam Story: Let Me Help You





Cast: 
Nam Taehyun - Baek Yeonjoo



Taehyun masih belum beralih dari gadis di hadapannya, Baek Yeonjoo. Seharusnya gadis itu masih ada di kampusnya, namun sejak setengah jam yang lalu gadis itu duduk bersamanya di salah satu meja di kedai kopi langganannya.



Apa yang harus ia katakan? Sebenarnya bisa saja ia membicarakan banyak hal, dari yang sangat tidak penting sampai yang agak penting. Namun ia belum pulih dari rasa heran yang melingkupinya. Melihat Baek Yeonjoo datang ke tempat itu di jam kuliah adalah salah satu hal yang membuatnya tak berhenti berpikir.



Sementara itu Yeonjoo kelihatan jengah. Ia paham dengan sikap Taehyun saat ini; menatapnya dengan sangat takjub, seolah ia baru memenangkan olimpiade sains. Ia membolos hari ini. Dengan sadar dan atas dasar inisiatifnya sendiri. Sudah barang tentu Taehyun merasa topik ini menarik untuk dibahas. Huh, yang benar saja.



“Jadi, sekarang kau hobi membolos?” Akhirnya Taehyun angkat bicara. Matanya berkilat penuh minat serta sudut bibirnya terangkat antusias.



Yeonjoo memutar bola matanya, benar-benar tidak tertarik. Namun ia tahu topik semacam ini adalah favorit seorang Nam Taehyun.


Taehyun mendecak terhibur, “Kalau tidak salah ingat, minggu kemarin pun kau melakukannya,” tambahnya sambil menunjukkan wajah sok berpikir. Cih, seperti punya otak saja.




Karena sedang tidak ingin berdebat, Yeonjoo tak menanggapi. Ia menyesap vanilla latte-nya dengan tenang. Dan Taehyun menangkap rasa enggan Yeonjoo.



“Kenapa? Maksudku ada apa?” kali ini Taehyun mengalah, ia menepikan seringai jahilnya.



Biar bagaimanapun ia tidak merasa senang melihat Yeonjoo gusar. Serius, pasalnya Yeonjoo tidak pernah segusar itu. Dan karena itulah ia merasa perlu membantu gadis itu. Yah, walau bukan membantu dalam arti sebenarnya.


“Aku hanya ingin melakukannya, Nam,” jawab Yeonjoo sambil meloloskan desahan lelah.


Alis Taehyun berkerut, bibir tipisnya mengerut. Tatapan matanya menyorot Yeonjoo penuh pertimbangan.


“Lagipula aku bukan orang yang benar-benar rajin, jadi kenapa hal seperti itu menjadi sangat aneh?”


Benar, Yeonjoo memang bukan mahasiswi paling rajin tapi bukan berarti ia adalah orang yang tidak punya tanggung jawab. Taehyun mengenal gadis itu sejak sekolah menengah atas. Setidaknya ia tahu kalau gadis itu tipe orang yang peduli pada pendidikannya.



“Aku tahu kau memang tidak serajin Kang Seungyeon, tapi kau…” Taehyun mendesah, ia menyadari bahwa gadis di depannya tengah menghadapi masa yang sulit. Ini bukan hanya karena gadis itu malas, ada hal lain yang membuat kegiatan membolos menjadi nampak wajar.



Ia menyandarkan punggungnya ke belakang, bantalan sofa yang tak cukup nyaman menyambut punggung kurusnya.



“Katakan, sebenarnya apa yang sedang mengganggu pikiranmu?” Taehyun kembali bertanya.



“Aku memang tidak bisa memberi bantuan yang berarti, tapi muntahkan saja. Aku siap jadi tempat sampahmu,” sambungnya yang memuncul decakan dari Yeonjoo.



Gadis itu menatapnya ragu dan kesal. Ia pasti ingin mengatakan sesuatu, namun di lain sisi ia memiliki ego yang begitu besar untuk melakukannya. Kira-kira begitulah Baek Yeonjoo.



“Gunakan aku dengan sebaik mungkin nona.”



Baiklah. Yeonjoo sudah membuat keputusannya. Ditatapnya kuku-kuku jemarinya yang polos tanpa cat. Ckk, memangnya kapan ia pernah mengecat kuku-kukunya?



Yeonjoo mengembuskan napas panjang kemudian beralih menatap Taehyun, “Entahlah, Namtae. Aku hanya sedang merasa bosan.” Kini ia tak benar-benar menatap pria itu, ia menerawang jauh ke tempat yang bahkan tidak ia ketahui letak pastinya.



Masa depan.



“Aku juga merasa takut dan kebingungan. Mungkin ini kedengaran aneh bagimu, tapi memang itulah yang membuatku malas untuk pergi ke kampus. Kurasa bukan di sana tempatku seharusnya berada, namun sesuatu di dalam kepalaku bertanya lagi. Dimanakah seharusnya aku berada? Itu semua membuatku kehilangan minat. Aku benar-benar tidak tahu lagi,” lanjutnya tak begitu bersemangat.



Dengar? Firasatnya benar tentang Yeonjoo. Ada sesuatu yang serius yang membuatnya begitu. Taehyun menggenggam salah satu tangan gadis di depannya. Meremasnya perlahan, memberi usapan-usapan kecil dengan ibu jarinya.



“Aku tidak ingin kuliah lagi, Nam Taehyun. Aku tahu itu tolol sekali, tapi aku rasa tidak ada gunanya aku kuliah. Ya, Tuhan..”




Taehyun menggenggam kedua tangan Yeonjoo kali ini, membuat gadis yang tengah mendenguskan napasnya itu berhenti lantas mengamatinya.



“Apa kali ini kau mau memainkan peran ‘pacar yang baik’ lagi?” tanya Yeonjoo sinis.




Ia tak menjawab, hanya mengecupi buku-buku jari Yeonjoo dengan caranya. Kecup-usap-kecup-usap. Jujur saja itu cukup berhasil membuat kegusaran Yeonjoo berganti dengan rasa menggelitik yang merangkak naik ke dadanya.



“Kenapa kau bisa berpikir begitu?” pandangan mereka bertaut, Yeonjoo lantas menghela panjang.



“Karena banyak hal. Beberapa di antaranya karena ceramah dosen Kang dua hari yang lalu. Pria itu bilang kita harus tahu siapa diri kita yang sebenarnya, karena kalau tidak percuma saja. Dan tentu saja karena hal-hal seperti ‘aku tidak tahu apa yang akan kulakukan setelah lulus nanti’, ‘apa aku akan lulus?’, ‘apa aku akan langsung mendapat tawaran untuk bekerja?’, atau ‘mungkin aku hanya akan menjadi pengangguran dan menambah daftar orang tidak berguna di dunia?’. Masih banyak lagi sebenarnya, tapi cukup segitu saja.” Yeonjoo menampakkan ekspresi kesal begitu mendapati kepala Taehyun yang mengangguk berulang kali.

          

“Dan satu lagi, aku tidak benar-benar tahu apa yang benar-benar bisa kulakukan. Kurasa aku tidak punya bakat dimanapun. Aku biasa-biasa saja, tidak ada yang spesial dan jelas itu membuatku sangat takut,” ucap Yeonjoo lagi yang kali ini membuat Taehyun mengulas senyum gaibnya.



“Cukup serius ternyata.” Taehyun melepaskan kedua tangan Yeonjoo.




“Baiklah, biar kubantu sedikit.” Taehyun mendenguskan napasnya sebelum kembali bicara, “Kau itu Baek Yeonjoo, putri pertama dari kedua orang tuamu. Kau itu pacarku sejak satu setengah tahun yang lalu. Kau suka menulis dan melakukannya dengan baik, walau begitu kau tidak pernah benar-benar yakin dengan kemampuanmu itu. Kau selalu berpikir kau itu tidak pantas untuk mencoba peluang-peluang besar karena kau yakin kau tidak akan mampu untuk melakukannya.” 




“Kau selalu meragukan identitasmu, berkilah bahwa kau memiliki identitas lain. Kau terus mencari yang pada akhirnya membuatmu terperangkap dengan pertanyaan ‘siapa aku?’. Kau lebih suka berkhayal daripada bermimpi dan berusaha mewujudkannya.” Taehyun  menatap Yeonjoo, ingin tahu ekspresi seperti apa yang sedang ditunjukkan gadis itu. Namun Yeonjoo hanya kelihatan serius, gadis itu benar-benar mendengarkannya.




Ia mengulas senyum paling sederhana miliknya, dan tentunya senyum yang Yeonjoo sukai. Yeonjoo menyukai hal-hal sederhana, tidak berlebihan, dan tidak dibuat-buat.



“Kau itu istimewa, aku mengatakannya bukan karena kau itu pacarku. Tapi karena memang seperti itu. Asal kau tahu, keistimewaan itu hanya akan sia-sia kalau kau tak pernah benar-benar yakin dan menunjukkannya.”



Yeonjoo tergugah dengan semua yang Taehyun katakan. Pria itu memang bukan pria terbaik, tapi pria itu bisa menjadi  kepingan yang tepat untuk melengkapi dirinya.



“Berhenti menanyakan jati dirimu, kau itu Baek Yeonjoo calon penulis hebat. Kau akan lulus tepat waktu, aku jamin itu. Jadi, jangan takut lagi,” ujar Taehyun sambil menangkup wajah Yeonjoo. 



Yeonjoo memundurkan tubuhnya, menjauhkan wajahnya dari Taehyun. Huh, melakukan semua itu tidak semudah mengatakannya. Taehyun memang benar, tapi tidak serta membuat ketakutannya menghilang secara ajaib.



Huh, memangnya Nam Taehyun itu ibu peri?



Yeonjoo melarikan pandangannya ke permukaan meja, menatap jemari panjang dengan kuku-kuku mengilap milik Taehyun.



“Bisa kau duduk di sini?” Yeonjoo melirik sisa tempat di sofanya.

Tanpa bertanya sedikitpun, Taehyun langsung beranjak dari tempat duduknya dan menghenyakkan tubuhnya di sebelah Yeonjoo yang langsung menyandarkan kepala di bahunya. Tangan gadis itu melingkari tubuhnya. Ouh, ia berharap Yeonjoo merasa gusar setiap hari.



Tangannya balas melingkupi gadis itu, “Ada untungnya juga kau merasa kacau seperti ini,” ujarnya dengan mengejek.



“Jangan bolos lagi, Joo.”


“Tidak janji, tapi akan kuusahakan,” balas gadis itu tanpa semangat.


Gadis ini, batin Taehyun.



“Bisa usap kepalaku? Aku mau tidur sebentar.” Yeonjoo mendongak, menatapnya dengan menuntut.




Ia memutar bola mata mendengarnya. Akhirnya dengan mulut bersungut, Taehyun melakukan apa yang Yeonjoo katakan. Mengusap kepala gadis itu pelan-pelan. 



Ini kejam, tapi Taehyun berharap setidaknya Yeonjoo merasa kacau setiap dua kali dalam sebulan. Well, ini menyenangkan, man.




Fin

Hallo good people…
Oke.. it’s another Baek-Nam moment.. sebenernya ff ini gak baru-baru banget dan aku baru inget kalau aku punya ff ini. Untung tadi ngerapihin dokumen-dokumen yang berserakan kayak sampah di Jakarta, dan tiba-tiba nemu ff ini. pas aku buka, lah… ff ini? aku pernah nulis ff ini? dan ternyata aku ngetik ff ini tuh tanggal 11 september…

Dan…daripada mubazir, makanya aku publish aja..
Ya udahdeh.. aku lagi males ngetik, udahan dlu yaa cuap-cuap kali ini. sampe ketemu di postingan selanjutnya~


Regards,

GSB

Comments

Popular Posts