JOURNEY OF LOVE THE SERIES: There Is A Will There Is A Way - Chapter 4
Pemandangan yang tadinya terlihat
tak biasa menjadi hal lumrah seiring berjalannya waktu. Ada ungkapan jika
batupun akan hancur jika ditetesi air setiap harinya, apalagi hanya sebuah hati
manusia? Untuk membuatnya sedikit melunak memang bukan perkara mudah, namun
dengan berjalannya waktu tanpa ada paksaan sedikitpun pasti hati yang keras
bisa menjadi sangat lembut.
Melihat Lee Hara bisa akrab
berdiskusi dengan pria bernama Zhang Yixing awalnya tak pernah terpikirkan oleh
siapapun, tapi siapa jamin jika hal seperti itu tak bisa terjadi? Karena
kenyataannya hal itulah yang sering dilihat entah itu di kelas, perpustakaan,
kantin atau mungkin rumah Yixing.
Walau tak bisa berubah secara
signifikan, namun setidaknya Hara sudah sedikit melunak. Sikapnya juga sudah
tak seangkuh sebelumnya, sekerang ia bisa menerima kehadiran Yixing meski belum
sepenuhnya. Tapi itu sudah lebih baik daripada beberapa waktu yang lalu.
āAhh, melelahkan sekali. Aku
sudah pegal. Ini, gantian.ā
Yixing bangkit dari duduknya dan
menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa, setelah hampir dua jam beradu pandangan
dengan laptop rasanya lehernya sudah tak bisa menegak seperti biasanya. Rasanya
seperti ingin patah.
Matanya yang sedikit penat tak
menutup walau sebenarnya ingin ia pejamkan barang beberapa menit, tapi ia tetap
mengawasi seorang gadis yang mengambil alih tugasnya. Gadis itu duduk di bawah
sambil melanjutkan ketikannya.
āAku ke dapur dulu, minumannya
sudah habis. Tunggu di sini sebentar.ā Ia bangkit, diambilnya teko kaca yang
sudah tak berisi. Seperti katanya tadi, ia melangkah menuju dapur untuk mengisi
teko itu dengan minuman dingin.
Bunyi ketukan pada keyboard
laptop masih jelas terdengar, rupanya gadis itu masih belum lelah mengerjakan
tugas akhir semesternya. Sudah beberapa hari ini ia dan Yixing mengerjakan
tugas ini. meski masih ada waktu sebulan lagi, ia memilih untuk menyicil agar
nantinya tak menumpuk dan membuatnya semakin malas untuk mengerjakan tugas itu
dan setelah itu jangan bilang jika ia mesti mengulang semester.
Matanya masih menatap serius
layar di depannya, sorot indera penglihatannya terus beradu dengan sinar
radiasi.
āKau ini betah sekali. Ehmm, tak
heran sih, siapa juga yang bisa menolak pesona Yixing?ā tanpa sebuah undangan
atau ajakan, tiba-tiba sesosok gadis mungil sudah menghempas tubuhnya ke atas
sofa.
Hara, gadis yang dari tadi
mencurahkan segenap jiwa dan raganya pada setumpuk tugas, kini mengalihkan pandangannya
pada sosok gadis bawel yang memang selalu menjadi pengganggunya setiap datang
ke rumah ini. Awalnya ia merasa terganggu walau sekarangpun masih seperti itu,
tapi setelah tahu siapa gadis bawel itu sebenarnya, Hara hanya menanggapi gadis
itu sebagai sosok menyedihkan.
Seperti cerita yang ia dengar
dari Wei An, gadis itu bernama Shen Ruo. Dia adalah teman Yixing sejak kecil,
namun mereka tak bisa bersama lebih lama, karena setelah itu Yixing dan adiknya
pindah ke Korea mengikuti paman mereka yang dipindah tugaskan ke Korea. setelah
mendengar berbabagai cerita, Hara bisa menyimpulkan jika Shen Ruo adalah gadis
malang yang cintanya tak kunjung terbalas. Hmmm, menyedihkan.
Hara kembali mengalihkan
pandangannya, ia kembali menatap layar laptop di depannya. Tak butuh waktu lama
ia kembali tenggelam dengan aktivitasnya, deretan huruf terus ia ketikkan,
sampai jarinya berhenti bergerak ketika sebuah ketukan pintu terdengar. Ia
menoleh ke belakang, tepatnya menyuruh Shen Ruo untuk segera membukakan pintu.
Sementara gadis yang disuruh hanya mencebikkan bibirnya, tanda ia enggan. Lalu
apa yang harus ia lakukan? membukakan pintu seperti yang Hara katakan? Wake up! Ia bukan pembantu, jadi untuk
apa menuruti kata-kata Lee Hara? Memangnya dia siapa?
TOOK TOOK
Ketukan itu kian jelas dan
tentunya semakin mengganggu konsetransinya, kalau tidak ingat ini bukan
rumahnya mungkin ia sudah berlari dan membukakan pintu itu dengan segera.
ā Iya sebentar!ā seorang gadis
cilik tengah berlari menghampiri pintu, gadis itu segera memutar kunci dengan
fasihnya setelah sampai di depan pintu.
CEKLEK
Betapa kagetnya gadis itu ketika
sesosok tubuh yang dirindukannya kini berada di depan matanya. Ia tersenyum
lebar, matanya bahkan berair karena terlalu senang. Namun senyum itu menghilang
kala sosok itu justru menubruk tubuhnya dan berlalu darinya begitu saja. Tidak
adakah pelukan selamat datang atau kecupan rindu dari seorang ayah yang
merindukan anaknya? Apakah ia benar-benar tidak berarti untuk ayahnya?
Di lain tempat, Shen Ruo segera
berdiri dari duduknya. Ia langsung membungkuk saat sosok yang Ia kenal sebagai
ayah dari sahabatnya itu muncul di ruang tengah. Gadis itu menendang pelan
punggung Hara, mengingatkan gadis itu untuk meninggalkan aktivitasnya.
āUcapkan salam, Paman Yun Hai datang,ā
desis Shen Ruo pada Hara yang hendak memaki dirinya. paman Yun Hai nama siapa
lagi itu? Kenapa nama orang di rumah ini terdengar sangat aneh dan sulit
diucapkan?
Hara berdiri di samping Shen Ruo,
kemudian membungkuk seperti yang orang sebelahnya lakukan. Sosok berjas rapih
itu pun tersenyum, dari auranya pria itu terlihat seperti seorang pembisnis
sukses yang kaya raya. Terlihat dari pembawaanya yang begitu tenang dan
berwibawa. Tapi siapa pria itu sebenarnya? tanya Hara pada dirinya sendiri.
ā Kau sudah sampai Shen Ruo?
Bagaimana? Apa harimu menyenangkan selama di sini?ā
Hara menoleh ke arah Shen Ruo,
gadis yang tengah tersenyum ramah dan bertingkah penuh tata karma. Aigooā¦kemana
larinya Shen Ruo bawel dan menyebalkan itu? kenapa gadis ini bertransformasi
dengan sangat baik? Sepertinya gadis kurus kering itu mewarisi DNA bunglon atau
semacamnya.
ā Ah..ya paman. Hariku sangat
menyenangkan, selama bersama Yixing pasti aku senang,ā jawab Shen Ruo sambil
menunduk malu. sementara Hara hanya bingung sendirian, sedari awal ia sama
sekali tak mengerti dengan yang diucapkan oleh Shen Ruo ataupun pria itu. Mereka
menggunakan bahasa cina, dan sayangnya Hara benar-benar buta dalam bahasa itu.
āBenar, nikmatilah selagi kau
disini. Hmm, tapi siapa gadis di sebelahmu?ā pandangan pria itu beralih pada
sosok Hara.
Paham dengan yang dimaksup pria
itu, Shen Ruo memandang Hara tanpa gairah. Haruskah ia memperkenalkan gadis sok
dingin ini?
āDia teman satu kelasnya Yixing.ā
āHei, perkenalkan dirimu!ā desis
Shen Ruo sinis, di lain sisi hanya bisa menelan ludahnya pelan-pelan. Aigoo, kenapa
ia mesti memperkenalkan dirinya? Dan bagian terpentingnya dengan cara apa ia
mesti memperkenalkan dirinya? Bahasa cina? Jangan harap! Ia sama sekali tak
tahu bahasa itu.
āAhā¦hemmā¦.ā Hara tak bisa
mengucapkan sepatah katapun ia terus berputar pada kata ah dan hemmā¦bisa mati
ia sekarang. belum lagi dengan pria itu yang terus memandanginya dengan intens?
āTaka pa-apa, gunakan bahasa yang
biasa kau gunakan saja.ā Hara terkesiap, ia seperti orang bodoh dengan mengira
pria itu tak bisa bahasa korea, sementara ia membiarkan dirinya tetap bungkam
karena tak tahu harus mengatakan apa. Hahh.. kalau memang bisa berbahasa korea,
kenapa dari tadi menggunakan bahasa cina? Menyusahkan saja!
ā Annyeonghaseyeo, joneun Lee
Hara imnida.ā
Pria itu kembali tersenyum sambil
menganggukkan kepalanya, āRupanya anak itu punya teman juga di sini. Baguslah!
Semoga kau bisa memahami sikapnya.ā Hara hanya mengangguk, meski ia tak tahu
mengangguk untuk apa. Ia mengangguk hanya ingin terlihat menghargai orang itu,
walau ia tak bermaksud untuk memahami
sikap Yixing.
Gadis itu lantas melanjutkan
aktivitasnya setelah pria berwajah bijaksana itu masuk ke dalam, ia abaikan
wajah masam Shen Ruo. Dari tadi ia tak berhenti mendengar gumaman gadis di
belakangnya, entah menggumamkan apa.
Jemarinya berhenti, ia langsung
menolehkan kepalanya ke belakang. Ia tatap Shen Ruo yang masih uring-uringan di
atas sofa.
ā Yang tadi.. itu siapa?ā
Bukannya menjawab, gadis di
hadapannya malah membuang pandangan serta membuat ekspresi wajah menyebalkan.
Huhā¦sabar!! menghadapi orang autis memang butuh kesabaran ekstra. Ucap Hara
dalam hati.
ā Shen Ruo! Pria yang tadi itu
siapa?!ā
Gadis itu mendecak kesal, ia
tatap Hara yang sepertinya sudah berniat menelannya hidup-hidup. Ia mendengus
kasar sembari menghentakkan bantal sofa yang berada di atas pangkuannya.
ā Kau itu temannya Yixing, kan?
Tapi kenapa kau tidak tahu kalau pria yang tadi itu ayahnya?ā
Darahnya berdesir, pikirannya
kosong entah kenapa. Namun yang ia tahu pikirannya langsung melayang pada sosok
Wei An. Tunggu! Bukankah yang membukakan pintu untuk pria tadi adalah Wei An.
Aishhā¦jangan-janganā¦
Tanpa membuang waktu Hara segera
bergegas, ia melesat cepat ke arah pintu depan yang kental sekali dengan
suasana sepi dan hampa. Matanya menyisir ke berbagai sudut, ia menghembuskan nafas lega saat mendapati sosok
kecil yang tengah terduduk di belakang sebuah pot besar.
Ia tatapi sosok yang masih
menenggelamkan kepalanya diantara kedua lututnya. Tanpa dijelaskan pun ia tahu
bagaimana perasaan gadis kecil itu. dengan perlahan ia menggerakkan tangannya
untuk meraih tangan kecil Wei An. Tangannya terasa begitu kecil dan bergetar.
Ia mengelus pelan, memberi kekuatan pada anak itu.
āHei aku punya permen cokelat!
Kau mau?ā
Diam. Ia sudah tahu kalau
akhirnya sia-sia saja, semenarik apapun tawarannya, tak akan bisa membuat gadis
kecil itu berhenti menangis.
Ia menumpukan kedua tangannya di
atas punggung Wei An yang sangat hangat, dari penglihatannya ia bisa menerawang
bagaimana tampang gadis kecil itu. Pasti matanya sembab dan wajahnya basah
karena air mata.
āHmmā¦ bagaimana kalau aku libur,
kita naik bianglala? Pasti sangat menyenangkan!ā tak ada jawaban, rupanya luka
yang dirasakan Wei An jauh lebih dalam dari apa yang ia bayangkan, luka itu tak
sedangkal kelihatannya. Luka itu begitu dalam hingga sangat membekas dan
berdampak sangat serius untuk psikologis Wei An.
PRAANGGG
Refleks, Hara segera menoleh ke
belakang saat bunyi keributan jelas terdengar. Sepertinya bunyi piring pecah.
Ia kembali memutar kepalanya, dan sosok Wei An telah mengangkat kepalanya.
gadis itu masih menangis dengan tersedu terlebih saat bunyi mencekam itu kembali
terdengar, ia memeluk lututnya dengan sangat erat. Gadis kecil itu ketakutan.
Hara memahami apa yang sedang
terjadi di dalam sana, ia segera mendekap gadis kecil itu. Sebisa mungkin
memberi ketenangan pada manusia kecil itu. Ia bisa merasakan betapa takutnya
Wei An sekarang, tubuhnya bergetar
hebat.
āKau tidak tahu apa yang
dirasakannya!! Ia benar-benar mengharapkan kehadiranmu, harus berapa kali aku
mengatakannya?! HAHH!!ā
Suara pertengkaran tak lama
terdengar, Hara menatap Wei An yang semakin ketakutan. Meski ia tak tahu apa
yang sebenarnya terjadi, tapi sedikitnya
ia bisa mengerti jika saat ini pertengkaran hebat tengah mendera Yixing dan
mungkin dengan ayahnya itu.
ā KAU!! Jangan menyudahi
percakapan begitu saja! Kau harus mendengarkanku! Dengarkan aku! HEII!!ā suara
Yixing kembali terdengar, kali ini terdengar lebih menyeramkan dan penuh dengan
amarah. Namun sedikitpun ia tak bisa mengerti apa yang dikatakan Yixing, pria
itu berbicara dalam bahasa cina.
Lama setelah kejadian mencekam
itu, Hara masih mendekap Wei An kecil sambil mengusap kepalanya. Meski cukup
berat, ia tak lantas menurunkan Wei An dari pangkuannya. Sebisa mungkin ia tak
bergerak, ia tak mau membangunkan Wei An yang sudah tertidur pulas. Hari ini
adalah hari yang melelahkan untuk bocah ini, jadi biarlah ia pinjamkan
pangkuannya untuk tempat menenangkan diri bagi bocah malang ini.
ā Hara?ā
Hara mendongakkan kepalanya
setelah suara maskulin yang terdengar begitu tenang memanggil namanya. Yixing.
Ternyata orang itu dirinya. Dengan wajah sungkan, pria itu menghampiri Hara
yang masih terduduk di lantai sambil memangku adiknya yang tengah tertidur.
Ia berjongkok kemudian mengangkat
tubuh Wei An, bersamaan dengan itu, Hara pun bangun. Tanpa ia sadari ia
melangkah mengikuti Yixing yang berjalan menuju kamar Wei An. Tak ada suara,
keduanya terus menaiki anak tangga tanpa ingin membuka mulut.
Sebuah kamar yang didominasi
warna merah jambu terlihat setelah Yixing membuka pintunya perlahan. Ia segera
menidurkan adiknya ke atas ranjang, ditariknya selimut hingga sedada.
Memastikan agar bocah itu tak kedinginan. Setelah itu ia mengecup ringan kening
sambil mengelus pelan kepala sang adik, tak lupa ia mematikan lampu meja yang
masih menyala.
Iapun kembali menutup pintu itu
dan beranjak keluar, tanpa berkata apapun ia memandu Hara untuk mengikutinya ke
bawah.
āIni sudah malam, aku akan antar
kau pulang,ā ucap Yixing datar. Pria itu segera meninggalkan Hara yang masih
membereskan tas serta bukunya. Sebenarnya gadis itu ingin menolak, karena ia
merasa tidak enak, tapi karena suasana hati Yixing yang sedang tidak baik, ia
memilih untuk tak banyak protes. Diam lebih baik daripada menambahkan beban orang
lain. Mungkin itu yang sedang Hara tanamkan dalam hatinya.
*****
Mobil sedan hitam berhenti tepat
di sebuah rumah bertingkat dua yang kelihatan sudah sepi, hanya lampu taman
serta lampu luarnya saja yang masih menyala terang. Dan mungkin suasana dalam
mobil sama sepinya dengan rumah yang mungkin seluruh penghuninya sudah berada
di alam bawah sadar.
Hara mencoba untuk menengok ke
arah Yixing, ia ingin berpamitan dan segera turun dari mobil ini secepatnya.
Namun karena atmosfer tak mengenakan sejak di rumah Yixing, Hara sedikit tak
berani untuk mengatakannya.
āApa tadi Wei An menangis? Ah.. bodoh
sekali, jelas ia menangis. Pasti ia sangat sedih.ā Akhirnya Hara memberanikan
diri untuk mengalihkan pandangannya ke arah Yixing secara terang-terangan.
Pria itu masih menggenggam erat
kemudi, pandangannya dilempar jauh ke depan walau ia tahu pria itu tak
benar-benar melihat sesuatu yang ada di depannya.
āAku heran apa orang sepertinya bisa disebut ayah atau tidak. Tapi yang kutahu, ia tak pantas untuk menjadi seorang ayah. Ia tak pantasā¦ā Lirih Yixing yang kelihatan begitu kacau, pria itu meluncurkan tinjunya pada kemudi. Ia benar-benar sedih, bisa dilihat dari gelagatnya. Kepalanya langsung bersandar di depan kemudi, seolah hal itu adalah hal terakhir yang mampu membuat hatinya tenang.
āKalau boleh kutahu, apa yang
sebenarnya terjadi dengan ayahmu?ā ia tak tahu, tapi itulah yang mulutnya
katakan tanpa berdiskusi dulu dengan akal sehatnya. Semua meluncur begitu saja.
Yixing tetap diam, ia kelihatan
seperti tidak akan menjawab pertanyaannya. Hara memakluminya dan ia pun tak
akan marah jika memang Yixing tak ingin bercerita, toh itu masalah pribadi yang
sebenarnya bukan haknya.
āDelapan tahun yang lalu ayah
adalah pria yang begitu bertanggung jawab, dia adalah ayah yang sangat
menyayangi keluarganya. Walau sibuk ia tetap menyempatkan diri untuk mengajakku
ke taman hiburan atau kebun binatang, tapi semua berubah begitu kontras saat
ibu meninggal..ā
Yixing berhenti sejenak,
membiarkan hatinya tenang, menguak hal ini sama seperti mengingat mimpi buruk
yang tak terlupakan.
āAku masih mengingat bagaimana
ibu selalu mengajarkanku untuk menyayangi calon adik yang tumbuh di perutnya.
Dia selalu berkata aku harus menyayangi adikku saat ia lahir nanti, ibu juga
sering memintaku untuk menjadi kakak
yang baik dan yang paling ku ingat adalah saat ia memintaku untuk bersiap-siap
menjadi ayah untuk adikku ketika ayah tak lagi menjadi ayah yang baik. Dan
benar saja setelah Wei An lahir, ayah tidak pernah menjadi ayah yang baik.
semua berubah, kehidupan keluargaku berantakan, ayah menjadi tempramen setelah
ibu meninggal saat berjuang melahirkan Wei An. Ia membenci Wei An dan
menganggapnya sebagai bencana.ā
āLalu..apakah Wei An tahu tentang
hal ini?ā
āTidak, yang ia tahu hanyalah
ayah membecinya dan juga tidak menginginkannya. Ia sering menangis dan
bertanya-tanya kenapa ayah begitu membencinya, namun aku selalu bilang jika
ayah juga seperti itu padaku.ā
Hara tak bisa menahan kedutan di
matanya, ia begitu terenyuh dengan kisah hidup Yixing. Kenapa begitu? Ia juga
pernah mengalami permasalahan dalam keluarganya, tapi ia tak pernah merasakan
yang sehebat Yixing. Bolehkah ia bilang jika lelaki ini luar biasa?
****
Hara POV
Aku menyantap sarapan dengan
cepat, sementara kedua orang tuaku sedang begitu sibuk dengan sarapannya juga.
Appa menelan rotinya sambil terus menggenggami ponselnya, alisnya berkerut saat
menatapi layar ponselnya, sepertinya ada masalah di kantor. Hal yang biasa.
Eomma sedang sibuk menyiapkan
kotak bekal untuk si bungsu In Ha yang masih santai menyaksikan kartun pagi
kesukaannya, sedangkan Hana? Si anak tengah itu sama saja dengan appa,
menyantap sarapan pagi dengan berkutat pada ponsel masing-masing, yang
membedakan hanya alasanya saja. Kalau appa sedang berkirim pesan dengan kolega
bisnisnya, sementara Hana dengan pacarnya. Entahlah orang rumahku begitu sibuk.
Drttdrttt
Aku langsung mengeluarkan
ponselku dari dalam saku jaket yang sedang ku gunakan. Dengan cepat tangan ku
menyentuh sebuah gambar amplop pada layar ponselku.
From : Yixing
Kau mungkin terkejut, tapi bisakah kau keluar dari rumahmu sekarang
juga?
Aku sudah di luar.
Hampir saja ponsel ini terjatuh
ke bawah karena saking terkejutnya aku. Pria itu. Mau apa ada di depan rumah?
Dia menjemputku? Aigoo, aigoo, berpikir apa aku ini?
Aku langsung melahap roti yang
sudah berukuran kecil dengan sekali telan. Ku tegak susu-ku dengan cepat. ā
Appa..eommaā¦aku berangkat sekarang. annyeong!ā aku langsung berlarian keluar.
****
Benar saja, saat keluar mobil
sedannya sudah terparkir manis di depan rumah. Dia itu gila apa? bagaimana jika
appa lihat? Atau eomma? Pasti mereka akan berpikir yang macam-macam.
Aku langsung membuka pintu
mobilnya, namun betapa terkejutnya aku saat sebuah suara cempreng menyambutku.
ā Hara Jie!!!ā
Setelah memastikan sabuk pengaman
telah terpasang dengan baik, aku kembali melirik Wei An yang duduk di kursi
belakang. Sepertinya gadis itu sudah membaik, lihat saja wajahnya yang bahagia.
āKita akan mengantar Wei An dulu,
kau tidak keberatan,kan?ā aku hanya mengangkat bahuku, kemudian membalas senyum
Wei An yang dari tadi tersenyum padaku.
Tarikan mesin yang tak terlalu
cepat, membuatku cukup menikmati pemandangan sekitar. Meski cuma trotoar, zebra-cross,
lampu merah atau mungkin pejalan kaki. Tapi setidaknya dengan begini aku tak
perlu menunggu In Ha yang pasti belum bergegas hingga sekarang. biasanya aku
berangkat bersama In Ha serta Hana, appa biasanya mengantarkan In Ha dulu dan
itu membuatku mati kesal karena jarak sekolah In Ha dengan kampus sangat jauh.
āHara Jie..bagaimana kalau
liburan nanti kita ke kebun binatang?ā aku menoleh Wei An yang masih asik
bermain dengan tas pink-nya.
Aku berpikir sejenak. Kebun
binatang? Sudah lama sekali aku tidak pergi ke tempat seperti itu. Setelah
beranjak dewasa, aku sudah tak pergi ke tempat semacam itu. tempat yang biasa
ku kunjungi paling hanya mall atau tidak taman hiburan saja.
ā Hmm, lihat nanti ya. Kalau aku
bisa, kita berangkat,ā ucapku jujur. Aku tak ingin mengiming-ngimingi anak
kecil dengan janji yang tak pasti, daripada membuatnya berharap banyak lebih
baik katakan yang sebenarnya.
āyakseoke?ā
āYa.. kalau aku bisa.ā Tekanku
lagi, setelahnya ia melipat kedua tangannya di depan dada sambil mengalihkan
pandangannya ke luar jendela. Cihhā¦anak itu cepat sekali marah.
*****
āKau ingin ikut turun?ā tanya
Yixing padaku. Aku mengangguk cepat dan segera melepas sabuk pengaman.
Aku pun keluar dari mobil dan
mengikuti sepasang adik kakak yang tengah memasuki pekarangan sekolah dasar. Ku
edarkan pandanganku, tempat ini ramai sekali. Banyak anak yang berseragam sama
dengan Wei An berlarian memasuki gerbang, mereka membuat ibu mereka kelelahan
karena mengejar dari belakang. Tak jarang juga kulihat anak-anak yang diantar
oleh kedua orang tuanya, ibunya memberikan tas pada anaknya sementara sang ayah
mengecup kecil buah hatinya dengan bangga. Ah, beruntung Wei An punya Yixing
setidaknya ia masih bisa merasakan kasih sayang yang diberikan oleh kakaknya
itu.
Aku tersenyum senang, jantungku
merasa berdegup saat Wei An menarik-narik tangan Yixing, membuat pria itu
sedikit mengomel karena tidak terima.
āAhhā¦Wei An kau datang tepat
waktu. Anak baik.ā seorang wanita bertubuh sedikit tambun menyambut Wei An
dengan wajah senang, yah..dia itu semacam guru yang biasa berjaga di sekitar
halaman sekolah untuk menyambut murid yang datang serta menahan murid yang
datang terlambat seperti di SMA-ku dulu.
Aku berhenti tepat di samping
Yixing, pria itu menoleh padaku sebentar kemudian kembali menghadap wanita
tadi.
āSelamat pagi mister Yixing!
Aishh... kau bertambah tampan saja hari ini. Mungkin kau memang punya penyakit
tampan, jadi kau semakin tampan tiap harinya ya..ā aku meringis pelan, kemudian
menoleh ke samping.
Pria itu hanya tersenyum miris
membalas gombalan wanita tadi, hahahhaā¦rupanya dia tak hanya idola para gadis
tapi juga ahjumma.
āHmmm, tapi siapa gadis di
sampingmu?ā Aku hanya menunjuk diriku ketika wanita itu menatapku dengan sinis.
Ia melihatku dengan tidak suka, ia seperti sedang mengibarkan bendera perang.
Mengerikan.
āDia pacarnya Yixing gege.
Namanya Hara jie, cantik bukan?ā
āMWO? Yakā¦Wei An-aa!ā
āAh..bukan begitu. Dia ini teman kampusku
namanya Lee Hara.ā Aku menganggukkan kepalaku berusaha menyapanya dengan
tenang, walau ku tahu sia-sia saja. wanita itu sudah terlanjur memelotiku
dengan penuh kebencian, mungkin kalau Yixing tidak ada ia sudah menggilingku
dan menjadikanku daging cincang untuk sarapannya.
*****
Tao masih tak menyudahi tatapan
menyelidiknya, ia terus menatapku seolah bisa membaca isi pikiranku. Hal itu
juga terjadi pada yang lain, seperti Sora, Nayoung, Ji Eun dan Cheonsa. Mereka
sepertinya ingin alih profesi menjadi penyidik kepolisian.
āAku tidak salah mendengarmu
bicara begitu, bukankah selama sekolah dulu itu adalah pelajaran yang paling
kau benci?ā lagi-lagi kalimat itu yang dikatakan. Aisshā¦ aku sudah mendengar
pertanyaan itu hampir sepuluh kali.
Harus berapa banyak lagi aku mendengar pertanyaan itu dari mulutmu Jung Cheonsa?
ā Ya sudahlah! Kalau tidak ingin mengajarkanku!ā
aku langsung berdiri dari kursiku.
āWo Ai Niā¦itu pelajaran pertama
yang ku berikan untukmu.ā aku menoleh ke arah Cheonsa yang sedang melipat
tangannya di depan dada. Cihhā¦gadis ini bertingkah seperti tahu bahasa cina
saja.
ā Ckkkā¦ā
āHei..kau meragukan bahasa
cina-ku? Kau lupa dengan siapa kau sedang berbicara? Aku ini pemenang lomba
pidato bahasa cina antar sekolah se-Seoul!ā mulai lagi penyakit narsisnya.
Iyaā¦aku tahu, tapi tetap saja malas percaya padanya, terakhir kali aku mempercayainya
tasku sudah penuh dengan bangkai cicak yang entah berapa banyak jumlahnya.
āItu bukan kalimat buruk, aku
bisa menjamin,ā ucap Tao menyanggah gadis itu. Ya ampun, rupanya mereka sudah
berkoalisi.
*****
Kelas hari ini sudah selesai,
tapi aku belum berniat untuk beranjak keluar. Entah kenapa aku masih memikirkan
kalimat yang dikatakan Cheonsa di kantin tadi, Wo Ai Ni? Apa arti kalimat itu
sebenarnya?
ā Wo Ai Ni.. Wo Ai Ni?..hah..ā
āKau mengucapkan apa tadi?ā
tiba-tiba tanpa ku duga-duga Yixing langsung menoleh ke belakang, maksudnya ke
arahku. Ia menatap ku dengan heran namun begitu takjub. Aish, dia itu kenapa
sih?
āApa?ā
āWo Ai Niā¦ā dia tersenyum
kemudian berbalik ke depan, entah ia tadi mengulang ucapanku atau memang sedang
mengejekku. Entahlahā¦aku benar-benar tak tahu artinya. Ahā¦sial! Kenapa tadi aku
tak tanya artinya juga? Setidaknya aku tak akan seperti orang bodoh yang
mengulang satu kalimat terus-terusan tanpa tahu artinya, kan?
*****
Aku baru keluar dari kelas bersama
Yixing, kami berencana akan ke perpustakaan. Ah, lagi-lagi tempat itu,
sebenarnya aku sendiri juga sudah muak ke sana terus. Hampir setiap hari aku
datang ke sana untuk mencari bahan acuan untuk tugas-tugasku, sebenarnya daripada
mencari buku tebal yang membosankan aku lebih tertarik mencari komik, tapi
belakangan ini aku sibuk sekali hingga tak memungkinkan untuk membaca komik.
ā Ehemm.ā
Aku terkesiap saat sosok Baek
seosangnim telah berada di depanku, ia membenarkan letak kacamatanya sambil
terus memperjelas pandangannya pada Yixing. Sepertinya ia sedang berusaha untuk
mengintimidasi pria itu.
āBagaimana persiapanmu untuk
ujian semester Tuan Zhang?ā entah ia sedang menyindir atau memang sedang
bertanya, tapi menurutku ia lebih tepat sedang menyindir, menyindir dengan
sangat sinis.
āHmmā¦cukup baik, ya sejauh ini kurasa
begitu,ā jawab Yixing.
āAku yakin kau sudah berusaha
keras Hara, jadi jika nantipun hasilnya tidak sesuai seperti yang kita
harapkan, itu bukan salahmu. Ya sudah
aku duluan.ā Aku hanya mengangguk membalas senyumnya.
Pria itu pun berjalan menjauh,
hingga aku tak bisa melihat tubuh gendutnya itu. Aku langsung mengalihkan
pandanganku ke arah Yixing, ia tertunduk lemas. Aku tahu apa yang ia rasakan,
pasti ia merasa kesal.
āAyo cepat kita ke perpustakaan,
sebelum tempat itu ramai,ā ujarnya.
Ia mengambil langkah cepat, tak
peduli aku tertinggal di belakangnya. Ia terlihat sangat terburu-buru. Pasti ia
sangat sakit hati. Pasti.
-tbc-
Sebenernya aku harus publish dua minggu setelah part 3 dipublish.. tapi
apa dayalah?? Sekalinya sempet tapi males buka-buka blog, terus jadi gak sempe
karna tugas+uts. Dan yahā¦ hari ini tuh sbnrnya aku lagi ngerjain resume jurnal,
tapi tangannya gatel, dan akhirnya buka blog dan publish ff ini deh.. heheheā¦
Tapitapitapi.. walau gimanapun ff ini bakal trus dipublish sampe tamat
tahun ini. karena yahā¦ buat apa aku numpuk ff di laptop klo ga dipublish? FF
ini tuh udh kelar dari jaman dahulu kala, sebelum Kris si sableng keluar dari
exo..*wkwkwk* yah pokonya ff ini bakal tamat tahun
ini*harus-kudu-wajib-mesti-farduain*
Yaudah deh iu ajaahā¦tugas sayaah belum kelar teman-temanā¦sampai jumpa
di pertemuan selanjutnya
See You,
GSB
Comments
Post a Comment