Hello Chingu - Part 2
Main Cast: Jung Cheonsa ā Bang Minsoo
Minor Cast: Song Hyerin ā Bang Yongguk ā
Kim Namjoon
Genre: Romance, Friendship
Rating: PG ā 17
**
Cheonsa sudah melupakan
kekesalannya pada Minsoo. Kini perhatiannya tengah tersita pada pemandangan
antik kota Amsterdam dari atas perahu. Tangannya terulur merasakan air kanal
yang menggenang tenang.
Yah, salah satu objek wisata yang
terkenal di sini adalah Canal Tour Boat. Tadi setelah berkeliling menikmati
pemandangan antik di sekitar kota, Minsoo mengajaknya untuk berwisata dengan
perahu.
Awalnya mereka hanya bertukar
pertanyaan sederhana kemudian Cheonsa mengeluh karena penampilannya yang
terlampau tidak layak pandang. Kaos lusuh yang sering ia pakai untuk tidur dan
celana selutut dengan kantong banyak.
Kalau bukan karena pria itu, ia
pasti sudah berganti dengan pakaian yang lebih pantas. Tadi Minsoo bilang ia
tidak perlu berganti, akhirnya Cheonsa masuk ke kamar hanya untuk mengambil tas
selempang berisi dompet dan kameranya.
āSaat seorang perempuan bilang
āsebentarā itu artinya aku bisa menggunakan waktu āsebentarā itu untuk apa
saja, bahkan untuk menyelamatkan dunia. Jadi daripada aku harus menunggumu atau
melakukan aksi heroik menyelamatkan dunia lebih baik aku pergi sendiri.ā
Generalisasi yang menyebalkan.
Tidak semua perempuan seperti itu, Hyerin mungkin seperti itu, tapi tidak
dengannya. Ia hanya perlu mengganti kaosnya dengan atasan yang lebih layak dan
memulas bibirnya dengan lipgloss yang artinya āsebentarā versi Jung Cheonsa
memang benar-benar sebentar.
Kemudian percakapan mereka
berlanjut ke topik lainnya. Mengapa seorang Bang Minsoo bisa mengenal Eropa
dengan baik? Yang dijawab dengan santai: ākarena aku sudah tinggal di Jerman
selama tujuh tahun dan sudah berulang kali berkeliling Eropaā.
Dari percakapan panjang mereka
yang terkesan sangat hati-hati itu, Cheonsa akhirnya tahu alasan dari hobi
menghilang seorang Bang Minsoo yang sempat dibicarakan Namjoon saat makan malam
kemarin.
Kata Minsoo, ia memang selalu
berkeliling seperti ini sementara timnya beristirahat. Tujuannya untuk
memastikan tempat-tempat yang akan dikunjungi pada esok hari. Apakah tempat itu
memuaskan atau biasa saja atau mungkin sama sekali tidak menarik, kemudian
membuat daftar tempat-tempat yang akan dikunjungi untuk esok harinya.
Intinya pria itu punya alasan
untuk menghilang. Dan alasannya sungguh keren.
Setelah wisata kanal mereka
selesai, Minsoo mengajaknya makan siang. Pria itu bilang mereka perlu banyak
energi untuk tujuan selanjutnya. Dan ternyata memang benar-benar membutuhkan
banyak energi.
Mereka berjalan diantara turis
yang jumlahnya membludak. Minsoo bilang itu hal yang wajar, pasalnya semua
orang memang beramai-ramai pergi untuk
menikmati liburan musim panas. Saking banyaknya manusia di area Dam Square,
bahu Cheonsa terus saja tertabrak dan berulang kali harus meminta maaf sambil
mengulas senyum canggung.
Kemudian mereka berhenti untuk
duduk sebentar menikmati pemandangan cantik sekitar istana kerajaan yang sudah
tidak lagi ditinggali keluarga kerajaan itu. Orang-orang berlalu lalang,
obrolan dengan berbagai bahasa
terdengar, istana kerajaan yang berdiri angkuh, dan burung-burung yang
entah kenapa ikut-ikut eksis, menjadi daya tarik tersendiri bagi para
wisatawan.
Cheonsa mendekati kawanan
burung-burung merpati bersama para wisatawan lainnya. Sebenarnya ini agak absurd. Pertama, Cheonsa bahkan tidak
berani membelai hewan bersayap itu. Kedua, wisatawan yang dimaksud di sini
adalah anak-anak kecil berambut pirang berusia lima sampai sepuluh tahun. Tapi
mendekati kawanan burung di tanah Eropa memang terlihat menarik, entah kenapa.
āCheonsa, coba lihat ke sini!ā
Cekrek!
Cheonsa menoleh seperti yang
diminta Minsoo tanpa tahu pria itu sedang mengambil gambarnya. Ia buru-buru
menghampiri pria itu dan memintanya untuk menghapus fotonya. Rupanya baru
ditinggal sebentar, pria itu sudah memotret aksi sok polosnya bersama
burung-burung dalam berbagai pose.
Pria itu mengabaikannya,
mengacungkan kameranya tinggi-tinggi. Setelah usaha merebut kameranya gagal, ia
menyerah.
Alasannya: pertama, ia hanya akan
kelihatan tolol. Dan kedua, orang-orang di sekitar benar-benar terhibur dengan
aksinya. Mereka tersenyum malu-malu sambil menggelengkan kepala.
āThese love birds.ā
āThey just like us in the past, right?ā
Mereka pun berkeliling lagi, kali
ini dengan satu buah es krim di genggaman. Minsoo mulai bercerita panjang
tentang betapa jarangnya ia mengunjungi negara ini di antara negara-negara
eropa lainnya. Kemudian pria itu bertanya alasannya berwisata sejauh ini.
āMencari inspirasi, mungkin? Yah,
aku butuh penyegaran,ā jawab Cheonsa sambil mencuri pandang pada pria di
belakangnya.
Minsoo selalu berada selangkah di
belakang Cheonsa. Sepertinya sengaja tak ingin berjalan beriringan dengan
dirinya. Terkadang membuat Cheonsa ingin menarik tangannya dan menyuruhnya
jalan bersama. Memangnya ia semengerikan itu, ya?
āPenulis memang begitu ya?ā
respons Minsoo.
Cheonsa menoleh, āKau tahuāā
āHyerin itu editormu, kan? Tidak
perlu kaget begitu. Semalam Yongguk bicara banyak tentang kalian, jadi aku
tahu,ā potong Minsoo tak begitu tertarik.
Cheonsa tak berkomentar, hanya
mengangguk-anggukkan kepala tanpa melepaskan pandangannya dari sosok Minsoo
yang mulai risih.
āKenapa menatapku seperti itu?ā
āYongguk yang memberi tahu atau
kau yang mencari tahu?ā
Minsoo mendeham gugup, matanya bergerak
gelisah. āHeh! Coba kau berdiri di sana. Sepertinya di sana tempat yang bagus
untuk berfoto.ā
****
Mereka berkeliling di sekitar Dam
Square cukup lama, mengabadikan banyak foto (ngomong-ngomong fotonya bersama
Minsoo), berbagi lelucon yang sebenarnya tidak benar-benar lucu, dan
obrolan-obrolan ringan seperti: bagaimana kau bisa mengenal Julie? Kenapa kau
tidak bilang dari awal kalau pacarnya Julie itu perempuan? Dan berbagai
pertanyaan lain yang menyangkut sosok bernama lengkap Julianna Hollentz.
āAnne Frank House, Musium Van
Gough, Madame Tussauds. Kita tidak kesana sekalian?ā tanya Cheonsa pada Minsoo
ketika mereka sampai di pemberhentian bus.
āMemangnya tidak lelah? Lagipula
aku sudah janji untuk bertemu Yongguk di Coffee Shop. Mereka mungkin sudah
bergegas ke sana,ā terang Minsoo begitu mereka sampai di dalam bus.
Cheonsa duduk di dekat jendela
setelah melalui perdebatan panjang dengan Minsoo. Karena Minsoo merasa ia
adalah seorang pria sejati, ia pun mengalah dan memberikan bangku itu untuk
Cheonsa.
Di perjalanan, mereka sibuk
dengan ponsel masing-masing. Cheonsa mengecek pesan yang mungkin saja masuk,
tapi nyatanya tidak ada satupun pesan yang masuk. Bahkan Hyerin tidak memberi
kabar apapun. Sementara itu Minsoo terlihat serius menatap layar ponselnya
sambil mencentang daftar di dalam buku kecilnya.
āMungkin tidak ada Anne Frank
House atau museum Van Gough untuk perjalanan besok. Rombongan itu tidak suka
seni. Aku berani bertaruh demi kulit Namjoon yang tidak akan pernah putih,
rombongan itu hanya akan mati kebosanan kalau kita ke sana. Jadi besok hanya
ada wisata Canal Boat, pergi ke Dam Square, kemudian berakhir di Madame
tussauds.ā Minsoo menjelaskan tanpa mengalihkan pandangan dari buku kecil di
pangkuannya.
Cheonsa mengintip dari balik bahu
Minsoo. Rupanya buku kecil itu merupakan kumpulan catatan Miinsoo mengenai
beberapa tempat, kemudian ada tulisan-tulisan kecil yang melengkapinya.
Seperti: sebenarnya seru, tapi agak
melelahkan atau biasa saja, tidak
menyenangkan malah sangat membosankan.
****
Cheonsa tak kuasa mengatupkan
mulutnya ketika sampai di dalam Coffee Shop.
Konsep Coffee shop yang
dibicarakan Minsoo, rupanya berbeda jauh dari konsep tempat nyaman yang biasa
memutar lagu-lagu menenangkan yang berkeliaran di kepalanya. Tempat itu tidak
semenyenangkan ekspektasinya.
Begitu masuk, matanya disambut oleh
pemandangan sepasang perempuan tengah berciuman, kemudian sepasang gay yang sedang berangkulan dengan mesra. Cheonsa langsung memeluk lengan
Minsoo, ia perlu bersandar pada sesuatu. Ia perlu merasakan sesuatu yang
membuatnya tetap sadar.
āTunggu di sini, aku akan
kembali.ā Minsoo berpesan sebelum pergi untuk menemui temannya yang bernama
Benjamin.
Benjamin itu kakaknya Julie,
sekaligus barista di Coffee shop ini.
Cheonsa mengangguk, menunggu pria
itu seperti yang sudah dijanjikan. Tak lama setelah Minsoo pergi, seorang
pelayan memberinya piring berisi delapan potong kue brownies.
Aroma cokelat menguar, menggoda
tangannya untuk mencomot satu potong dan memasukkannya ke dalam mulut. Kemudian
sensasi lembut cokelat yang sudah dibayangkannya meledak di dalam mulut.
Kue itu benar-benar enak, ia tak
bisa menahan tangannya untuk memasukkan potongan itu lagi dan lagi hingga tak
bersisa sepotong.
Tak berapa lama, Hyerin dan
Yongguk serta pasangan Julie-Clara sampai. Mereka menceritakan perjalanan mereka
sepanjang hari, Cheonsa tak mendengar jelas apa yang dikatakan Julie dan Clara.
Aksen bahasa inggris mereka agak aneh dan kepalanya terlalu pusing untuk bisa
mencerna ucapan lawan bicaranya.
Perutnya terasa bergejolak, ia
merasa sangat mual.
āAku mau ke toilet sebentar.ā Ia
berdiri dengan susah payah, menahan isi perutnya yang sudah siap keluar dari
ujung kerongkongan.
Cheonsa menggelengkan kepala,
berusaha meneruskan langkahnya ke toilet. Namun sia-sia, kepalanya terasa
semakin berat, lebih berat daripada yang ia rasakan setelah naik salah satu
wahana ekstrim di Lotte World.
Beberapa detik kemudian ia
kehilangan kesadaran, pingsan di dekat lorong menuju toilet. Hyerin menjerit
histeris, kemudian orang-orang langsung mengerubunginya.
āDamn! She ate so much space cake!ā pekik Clara menyadari piring
kecil di mejanya yang tak bersisa apapun.
****
Cheonsa mengerjapkan matanya
sekali lagi, kemudian menemukan dirinya berada di sebuah kamar asing. Ia
mencoba bangkit dan mengingat-ingat kejadian terakhir. Kepalanya masih pusing
luar biasa, ia memutuskan untuk tetap berbaring sambil mengumpulkan ingatannya.
Semalam ia datang ke Coffee Shop
teraneh yang pernah dikunjunginya kemudian Minsoo meninggalkannya untuk bertemu
dengan Benjamin, kemudian seorang pelayan memberinya sepiring kue brownies. Ia
memakan semuanya dan merasa pusing dan mual. Selanjutnya ia tak ingat lagi.
Kepalanya menoleh ke arah pintu.
Minsoo baru saja masuk dengan membawa sebuah nampan berisi sebuah cangkir dan
mangkuk. Cangkirnya berisi teh hangat dengan campuran madu dan perasan lemon,
sedangkan mangkuknya berisi sup.
Minsoo duduk di pinggir ranjang,
membantunya untuk bangkit dan bersandar di kepala tempat tidur.
āBagaimana rasanya?ā
āMasih pusing. Sepertinya aku
tidak enak badan,ā jawab Cheonsa. Ia menanggapi cangkir berisi teh hangat yang
diberikan Minsoo.
āKau terlalu banyak makan space
cake semalam,ā kata Minsoo.
Pria itu beranjak dari tempatnya,
menghampiri lemari kecil di ujung ruangan. Mengambil sekantong makanan junk
food. Lalu kembali duduk di pinggir ranjang.
āKue brownies yang semalam kau
makan itu namanya space cake.ā Minsoo menjelaskan sambil mengunyah cheese
burger-nya dengan nikmat.
āSalah satu komposisi di dalamnya
adalah ganja dan kau makan delapan potong. Hebat sekali, Nona Jung,ā lanjutnya
dengan santai.
What the hell! Kenapa pria itu tidak bilang apa-apa sebelumnya
tentang space cake? Sumpah, ia ingin mencekik Minsoo yang masih tertawa puas
kemudian membuangnya ke kanal terdekat.
Kemudian Minsoo memberikan
pembelaan. Ia kira Cheonsa sudah tahu konsep Coffee Shop yang berlaku di tempat
ini. Coffee Shop di sini bukan tempat untuk sekadar minum kopi, biasanya tempat
seperti itu digunakan untuk menghisap ganja dan tentunya makan space cake.
Oke, Cheonsa mencoba melupakan
insiden space cake. Apa yang akan orang tuanya lakukan kalau anak perempuan
mereka satu-satunya memakan delapan potong kue berisi ganja? Tidak, ia tidak
akan menceritakan pengalaman mengerikan ini pada orang tuanya.
āAku pingsan berapa lama?ā
akhirnya ia memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan.
Ia menolak untuk memakan sup
buatan Julie lebih banyak lagi, menyuruh Minsoo untuk menaruhnya kembali ke
nakas.
āEmpat belas jamā¦ mungkin? Aku
tidak terlalu ingat.ā
Cheonsa menatap jam dinding di
depan sana, pukul tiga sore. Ya Tuhan, ia belum pernah pingsan sebelumnya, dan
sekalinya pingsan ia tak sadarkan diri selama empat belas jam. Lalu Hyerin dan
teman-teman yang lainnya bagaimana?
āMereka sudah pergi dari tadi
pagi.ā
āHyerin juga?ā
āSaat kubilang āmerekaā itu
artinya semua orang yang ikut tur ini. Tidak usah cemas begitu, kau tinggal
bersama orang yang tepat. Aku pemandu wisata terbaik di tim, kalau boleh
sesumbar.ā Minsoo mendorong kepalanya, berdecak pelan.
āTepat apanya? Kalau kau memang
pemandu terbaik harusnya kau menjelaskan tentang konsep ācoffee shopā di negara
ini dan jangan lupakan tentang space cake-nya!ā
****
Setelah memastikan kondisi Cheonsa
sudah cukup baik, mereka meninggalkan rumah pasangan Julie-Clara. Bergerak
menuju stasiun Amsterdam Centraal, di sana mereka naik kereta dengan tujuan
Berlin.
Minsoo berulang kali memastikan
Cheonsa tidak kecewa karena mereka melewatkan kunjungan ke Anne Frank House dan
museum van gough. Pria itu bilang mereka bisa berkunjung ke sana sebentar kalau
Cheonsa mau, tapi ditolak dengan cepat.
Lagipula Cheonsa sudah merasa
puas. Mereka sudah berkunjung ke Madame Tussauds dan menikmati wisata singkat
dengan bersepeda di sekeliling pinggiran kanal menuju Dam Square. Itu sudah
cukup. Lagipula ia bukan pencinta seni dan tubuhnya sudah terlalu lelah untuk
merasa penasaran.
āTidak masalah. Lagipula aku
ingin bertemu Hyerin secepatnya. Anak itu terus menanyai kabarku. Aku juga
merasa tidak enak dengan yang lain.ā Cheonsa menggeser posisi tubuhnya dengan
lebih nyaman.
āKita tidak akan bertemu mereka
di Berlin.ā
Cheonsa langsung menegakkan
posisi duduknya, menatap Minsoo penasaran. Kenapa mereka tidak akan bertemu
dengan teman-teman yang lain? ia menatap pria di sebelahnya curiga.
Barangkali Minsoo menyadari
gelagat aneh Cheonsa, ia langsung menatap gadis di sebelahnya setelah menarik
napas panjang.
āDengar, karena insiden tak
sadarkan diri selama empat belas jam itu kita ketinggalan pesawat ke Venezia.
Namjoon dan Yongguk masih mengusahakan untuk pengembalian biaya tiket, jadi aku
memutuskan untuk ke Berlin dulu karena mengurus tiket pesawat di sana lebih
mudah.ā Minsoo menjelaskan dengan sabar, walau rasanya ia sudah tidak kuat lagi
menahan kantuk yang menggelayuti matanya.
Namun gadis di sebelahnya terus
memandanginya dengan curiga dan itu tidak membuatnya merasa tenang. Kalau boleh
ia katakan, Cheonsa memang terus menatapnya dengan kadar curiga yang kelihatan
jelas.
Gadis itu pasti mencuri-curi
pandang pada kedua lengannya yang penuh tato, kemudian kelihatan ngeri.
āKarena aku memiliki visa tinggal
di Jerman, akan lebih mudah mengatur segalanya dari Berlin. Setelah masalah
tiket selesai kita akan menyusul mereka ke Roma. Jadi untuk dua hari ke depan
kita akan singgah dulu di Berlin. Kau tidak perlu khawatir,ā lanjut Minsoo
dengan sejelas mungkin.
Mereka bertukar pandangan,
Cheonsa terlihat menjingkatkan alisnya.
āTerus kapan kita ke Praha?ā
Kini giliran Minsoo yang
menjingkatkan alis. Praha? Entah apa yang sudah direncanakan gadis itu sebelum
pergi ke Eropa, tapi yang jelas Praha adalah tujuan pertama rombongan tur
mereka. Yang berarti mereka sudah mengunjungi kota itu seminggu yang lalu.
Kemudian Minsoo menjelaskan lagi
dengan sesabar mungkin. Rombongan mereka sudah mengunjungi Praha kira-kira
seminggu yang lalu dan artinya mereka tidak akan ke sana lagi.
Cheonsa menunduk lemas,
mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Salah satu tujuannya ikut Eurotrip
adalah Praha. Ia harus menemui seseorang di sana. Ia sudah berjanji akan
menemuinya pada tanggal enam belas, yang berarti lima hari lagi.
Apa yang harus ia lakukan
sekarang? Kenapa ia tidak menanyakannya dari kemarin? Bodoh. Cheonsa terus
merutuki kebodohannya.
Sisa perjalanan mereka dilewati
dengan tidur panjang. Minsoo yang sudah kelelahan tak kesulitan untuk
memejamkan mata, namun sulit sekali untuk Cheonsa. Ia masih memikirkan cara
sampai ke Praha. Seberapa jauhkah Praha dari Berlin?
Kemudian melirik Minsoo yang
tertidur pulas di sampingnya. Kepalanya tertunduk dan telinganya disumpal
headset. Kira-kira Minsoo mau tidak mengantarnya ke sana?
****
Begitu sampai di Berlin, mereka
langsung berderap mencari tempat penginapan. Sudah sepuluh hostel mereka
datangi dan jawabannya tetap sama: FULLY BOOKED.
Karena perjalanan mereka mendadak
dan juga banyak orang yang sedang menghabiskan liburan musim panasnya, banyak
penginapan yang sudah penuh.
Ini merupakan hostel kesebelas
yang mereka datangi. Minsoo masih berbicara dengan petugas hostel, entah apa
artinya. Dari tadi pria itu terus menggunakan bahasa alien yang tidak ia
mengerti.
Namun melihat Minsoo
menghampirinya tanpa sebuah kartu, ia tahu kalau mereka harus mencari tempat
penginapan lain.
āPenuh semua.ā Pria itu tetap
kelihatan santai dan tenang. Katanya memang sudah resiko tidak mendapatkan
kamar kalau mereka tidak membuat reservasi dari jauh-jauh hari.
Cheonsa melenguh panjang, sudah bersiap
untuk melangkah keluar. Namun Minsoo menariknya kembali, mencengkeram kedua
bahunya dengan raut girang.
āTapi kita dapat yang lebih
baik.ā
āLet me show you! This way, kiddo.ā
Minsoo menarik tangannya,
menggeretnya menyusuri lorong hostel kemudian tiba di penghujung pintu yang
menghubungkan dengan halaman belakang tempat tersebut.
Belasan tenda sudah didirikan di
atas lapangan hijau itu. Para turis kaukasia terlihat mundar-mandir sambil
meracau dengan beragam bahasa.
Oke, jangan bilangā
āKita menginap di tenda. Seru,
kan?ā ujar Minsoo dengan girang.
TIDAK!!! Ini bukan liburan yang
dibayangkannya selama ini!
Cheonsa mengamati kondisi di
dalam tenda. Ia baru saja memasukkan kopernya ke dalam sana, kemudian termenung
meratapi isi tenda. Hanya ada selembar tikar yang memisahkan bokongnya dengan
tanah keras di bawah.
Saat ia berpikir untuk pergi ke
Eropa, yang ada di bayangannya adalah menginap di hotel mewah, belanja banyak
barang-barang mahal, bukannya menginap di tempat semengenaskan ini.
āJangan merengut begitu anak
manja. Ini saatnya kau merasakan betapa keras dunia yang sesungguhnya,ā ujek
Minsoo sambil tertawa sinis.
Pria itu membawa dua buah kantong
tidur, memasukkan keduanya ke dalam tenda. Tunggu, inikan tenda miliknya!
āKita tidak tidur di tenda yang
sama, kan?ā tanyanya hati-hati.
Semoga tidak. Semoga tidak.
Cheonsa terus merapal kalimat yang sama. Namun Minsoo dengan cepat mematahkan
harapannya. Pria itu menyengir lebar sambil mengangguk pelan-pelan.
āAku tidak mau!ā
Minsoo masih sibuk menggelar
kantong tidur di atas hamparan tikar. Sesekali tertawa geli menanggapi
kekesalan Cheonsa.
āKita tidak boleh tidur di tenda
yang sama!ā
Pria itu menatap puas hasil
karyanya. Kemudian menatap Cheonsa dengan senyum samar.
āKita memang tidak boleh tidur di
tenda yang sama.ā Minsoo mengangguk-anggukkan kepalanya, menatap Cheonsa dengan
polos.
āNah, aku setuju!ā
āAku tidak keberatan kok kalau
kau mau tidur di luar. Kalau mau silahkan saja.ā
Tawa Minsoo langsung pecah,
membuat Cheonsa semakin kesal. Ia pun mencubit lengan pria itu dan terus
menendang-nendang tubuhnya yang tak berhenti berguncang.
āKenapa harus aku yang tidur di
luar? Kenapa bukan kau saja? Kau kan yang laki-laki dalam kasus ini,ā protes
Cheonsa.
āMemangnya kenapa? Sekarang sudah
zaman emansipasi,ā respons Minsoo yang sudah berhenti tertawa.
āDengar ya, aku tidak mau tidur di
luar apapun alasannya. Aku juga tidak keberatan tidur di tenda yang sama
denganmu. Karena, God! Kau tidak berpikir aku akan berbuat
macam-macam, kan?ā
āSejujurnya aku memang berpikir
seperti itu. Memangnya siapa yang tidak akan berpikir begitu?ā aku Cheonsa
keceplosan. Ia melirik sinis ke arah lengan Minsoo yang dipenuhi tato.
Kemudian ia menyesalinya, Minsoo
nampak memandangnya dengan lebih serius. Pria itu mendehamkan suaranya dengan
berat.
āKarena tato-tato ini? Kau tidak
mempercayaiku karena tato-tato ini, kan?ā
Tak ada jawaban. Tanpa dijawab
pun Minsoo bisa mengerti arti tatapan Cheonsa padanya. Gadis itu merasa takut,
tidak aman, dan merasa asing dengannya.
āKukira kau tidak akan
memandangku seperti yang lain.ā Minsoo pun keluar dari tenda.
Aura kekecewaan yang dirasakan
pria itu tertinggal di dalam tenda. Cheonsa bisa merasakannya dengan jelas. Damn, kenapa ia harus bicara begitu, sih?
TBC
Sebenernya aku mau publish dua minggu sekali, tapi apa daya? Aku girang
bgt punya ff baru, bawaannya pengen pamer aja. Jadiā¦yah inilah.. aku publish
lagi.
Untuk ke depannya aku masih belum tau mau seminggu sekali atau dua
minggu sekali publishnya. Liat keadaan nanti aja*sok*
Mau curhat dikit ya, masak minggu depan aku udah mulai kuliah,, hahhhā¦
berasa kurang. Time flies so fastā¦ Padahal belum puas liburnya dan belum siap
masuk kuliah lagi. entahlah aku ngerasa belum siap, tapi kalo dipikir lagi
kapan siapnya?
Aku masih belum tau jadwal kuliahku, gimna hectic dan melelahkannya
kuliah di semester 4 jadi belum bisa berspekulasi apa-apa tentang āaku bakal
jarang publish atau aku bakal rajin publishā kalopun sibuk aku berusaha buat
publish di weekend, pokoknya bakal berusaha untuk update..
Okelah sekian dari aku. padahal masih pengen curhat keresahan
hati*asik* yg minggu depan udh mulai kuliah. Tapi klo diratapi terus nanti
Nethink aja bawaannya, Posthink aja ya kn?*pdhl masih GEGANA tingkat galaksi*
ya sudahlahā¦ sampai bertemu di kesempatan berikutnya entah itu updetan ff ini
atau ff lain*eh* udahudahudah..ini beneran udahā¦
See you,
GSB
GSB-san, Si Hyunra nangis di pojokan tuh gara gara Minsoo dipasangin sama Cheonsa XDD
ReplyDeleteNgomong ngomong ada rencana ngelanjutin Marry Me nggak?
Iya tuh Hyunra-nya lagi guling2 sambil garukin tanah*WKWKKWK*
DeleteRencana sih ada, tekadnya yg udh gak ada. sejujurnya aku udh lupa sama ide+feel untuk ff itu, gitulah klo bikin ff tanpa perencanaan matang*asik* tapi tenang kok di lain kesempatan Minsoo bkl kembali ke pelukan Hyunra..*halahhalahh..
Btw, salam Shiro Usa!! tungguin next chap-nya yaa...
Yosh ditunggu ^^
DeleteUdah lama ngikutin blog ini cuma baru kali ini bisa komen *reader durhaka*
Misalnya nih ya aku pengen kirim cerita gitu, tapi cerita yang sama juga aku publish di blog aku sendiri boleh gak?
boleh kok, asal naskah cerita kamu gak mengandung unsur SARA, YAOI, dan YURI
Deleteitu aja sih, kalau mau kirim bisa langsung dikirim ke gigsent@gmail.com dgn format di subject email: [Judul cerita] - [Keterangan panjang cerita, ex: ficlet, oneshoot, chaptered] - [Nama Pena]
simpel kn ya? oke deh..semoga infonya bermanfaat^^