Hello Chingu - Part 3
Sudah tiga jam berlalu, tapi
Minsoo belum kembali ke tenda. Cheonsa menatap resah ponselnya, sudah pukul dua
siang. Tak lama cacing-cacing di perutnya mulai bernyanyi. Sial, tapi apa yang
bisa ia lakukan tanpa Minsoo di sini?
Ia mengintip keluar, di lapangan
sana kumpulan pria kaukasia yang juga turis sepertinya sedang bermain basket
bersama. Di pinggir lapangan terlihat para gadis duduk-duduk sambil memberi
semangat pada para pemain.
Cheonsa melongokkan kepalanya
sejauh yang ia mampu, namun Minsoo tetap tak kelihatan dimanapun.
Akhirnya ia memberanikan diri
untuk keluar dari tenda dan mencari Minsoo.
Di tengah perjalanan, dua orang
perempuan kaukasia yang satu berambut cokelat dan yang satunya lagi berambut
pirang menyapanya.
āYou must be the girl who come with that cute and hot Asian boy.ā
Mereka berkenalan, yang berambut
cokelat bernama Ashley dan yang pirang bernama Jessie. Mereka adalah turis dari
New York.
āWhere can I find him?ā tanya Cheonsa.
āOver there. Okay, weāll lead you the way.ā Ashley tersenyum lebar
dan memberi tahu jalan.
Kedua turis itu nampak menjulang
dan membuat Cheonsa seperti diapit dua tiang listrik. Ashley dan Jessie, kakak
beradik itu tidak habis-habisnya membicarakan āthe cute and hot Asian boyā the
one and onlyā¦ CAP atau Bang Minsoo.
Mereka sampai di sebuah selasar,
dimana banyak turis sedang bermain kartu bersama.
āCap! Your girlfriend is looking for you! You didnāt say sheās cute!ā
Jessie berseru membuat semua orang yang tengah duduk melingkar itu melihat ke
arahnya. Begitupun dengan Minsoo.
Minsoo duduk di sebelah seorang
perempuan bule yang tampak sangat nyaman bersandar di lengannya.
Minsoo tak begitu menghiraukan
kedatangannya, hanya menatap barang sebentar kemudian kembali sibuk dengan
lembaran kartu di tangannya. Sesekali membisikkan sesuatu pada gadis di
sebelahnya.
āWhoo.. I donāt know you two have some lilā fight. Go for him,ā
bisik Ashley memprovokasi.
āYeah, right! I think you wonāt let that bitch over there steal your
man. Please, just make some move,ā tambah Jessie dengan wajah lebih
meyakinkan.
Cheonsa merasa semakin jengkel.
Pria itu meninggalkannya selama tiga jam (walau dari awal itu memang salahnya),
membuatnya merasa sangat bersalah, tapi pria itu malah bersenang-senang dengan
perempuan genit menyebalkan dan tidak tahu diri itu.
Aku menunggumu dan ternyata kau sedang menggoda perempuan lain? Benar-benar
keterlaluan, geram Cheonsa.
āBang Minsoo! Aku lapar, ayo
temani aku makan,ā katanya yang berhasil membuat semua orang berhenti sebentar
dan menoleh ke arahnya.
Semua orang kecuali Bang Minsoo.
Cheonsa mendengus-denguskan napasnya,
kalau saja kepalanya bisa tumbuh tanduk, mungkin detik itu juga mereka semua bisa
melihat tonjolan runcing di kepalanya.
āMan, better approach her soon. I think Gerald will do it, if you donāt,ā
bisik seorang wisatawan bernama Maxim yang duduk di sebelah Minsoo.
Minsoo melirik Gerald, pria asal
Italia yang tengah menatap Cheonsa dengan tatapan siap serang.
āJust hold for some minutes. I donāt want to give in yet,ā sahut
Minsoo dengan suara rendah yang sama.
Kemudian kedua pria itu saling
bertatapan, berbagi senyum kecil yang hanya dimengerti keduanya.
Melihat pemandangan itu membuat
Cheonsa semakin kesal. Minsoo masih mengabaikannya, malah kelihatan tidak
masalah saat seorang pria kaukasia hendak menghampirinya. Untung saja ada Jessie,
pria itu langsung mundur dan menyumpah dengan kesal.
āMinsoo, aku minta maaf. Aku tahu
kau pasti sangat kesal padaku.ā
Cheonsa tak menyangka suaranya
terdengar begitu menyesal dan membuat orang-orangāsekali lagiāmenatapnya. Kali
ini dengan rasa iba.
Dan kali ini semua orang, tanpa
terkecuali. Termasuk āthe cute and hot Asian boyā Bang Minsoo. Pandangannya dan
Minsoo berserobok.
āAku akan belajar mempercayaimu.
Setidaknya beri aku satu kesempatan. Kumohon,ā katanya lagi.
āAku janji.ā
Pipinya memanas, saat sadar
suaranya kedengaran terlalu lembut dan bibirnya mengerucut sok imut. Ya ampun
pasti ia terlihat benar-benar menggelikan.
āHanya satu kesempatan. Jangan
lupa.ā
Lengan hangat Minsoo sudah
melingkari bahunya. Pria itu merangkulnya dengan gerakan senatural mungkin,
menuntunnya menuju tenda mereka.
****
Seharian Minsoo mengajak Cheonsa
makan siangāmakan siang yang digabung makan malam sebenarnyaākemudian bertemu
beberapa orang temannya dari perusahaan penerbangan, lalu jalan-jalan di
sekitar jantung kota sambil melahap es krim gelato yang dijual di dekat
penginapan.
Awalnya suasana di antara mereka
cukup aneh, padahal sebelum insiden menyinggung perasaan Minsoo terjadi,
hubungan mereka memang sudah aneh.
Tapi Cheonsa berusaha keras untuk
mengabaikan rasa rikuhnya, memutus urat malunya dan terus mengajukan pertanyaan
apa saja sekalipun pria itu kelihatan malas menanggapinya.
Hingga akhirnya Cheonsa tak perlu
merasa pura-pura akrab lagi. Seharian berpura-pura akrab membuat rasa canggung
dan rikuh pada pria itu hilang.
Meskipun Minsoo adalah teman
SMA-nya, seorang pria yang dulunya pernah mengiriminya surat (cinta), tapi
tetap saja Minsoo yang berdiri di sebelahnya berbeda jauh dengan Minsoo
beberapa tahun silam.
Selain bertambahnya tinggi dan
berat badan, Minsoo yang ini berpenampilan santai dengan kaos putih tipis
dipadu celana pendek selutut, dan juga kacamata hitam yang menutupi mata sipitnya.
Dari ujung sikunya tato-tato mengular dan berhenti di pergelangan tangan.
Minsoo yang ini memang sama-sama
tidak banyak bicara, tapi pria yang saat ini bersamanya tak pernah ragu untuk
mengatakan apa yang terlintas di kepalanya; entah lelucon cerdas, lelucon tidak
lucu, sampai informasi-informasi menarik keluar dari mulutnya.
Minsoo yang ini tidak akan
mengalihkan pandangannya ketika mata mereka bertemu, Minsoo yang ini juga tak
ragu untuk merangkulnya, menarik tangannya, atau mendorong kepalanya.
Minsoo yang ini adalah seorang
pria dewasa yang punya gaya santai yang bisa membuat perempuan manapun betah
bicara dengannya lama-lama. Yah, contohnya Greta.
Perempuan menyebalkan yang tadi
siang bersandar di lengan Minsoo itu namanya Greta.
Ya-ya, ia juga membicarakan Greta
di acara berkeliling mereka. Minsoo hanya terkekeh menanggapi cerita
āpenindasan Greta terhadap Jung Cheonsa si anak malangā.
Tadi sebelum mereka pergi,
tepatnya saat MInsoo berpamitan ke toilet, perempuan berambut tembaga itu
menghampirinya.
Told you, little tiny creature. Cap doesnāt deserve you! Just watch out, you minion girl!
Cih, perempuan itu kira ia takut
apa? Walau secara fisik Greta jauh lebih tinggi darinya, Cheonsa tak merasa
takut dengan ancaman perempuan itu.
Lagipula ia kan bukan pacar
Minsoo, tapi biar saja semua orang di penginapan berpikir begitu. Setidaknya predikat itu membuatnya merasa aman, karena para pria terlihat segan untuk menyapanya setiap kali Minsoo ada di sekelilingnya.
āAku tidak menyangka sepopuler
itu di kalangan perempuan,ā decak Minsoo mengagumi dirinya sendiri.
Satu hal lagi dari pria di
sebelahnya yang tak pernah ia ketahui, pria itu suka memuji dirinya sendiri.
āPraha itu jauh tidak dari sini?ā
Pertanyaan Cheonsa kali itu
membuat Minsoo berhenti dan menatap perempuan yang tertinggal dua langkah di
belakangnya. Saking terkejutnya, Minsoo sampai melepas kacamatanya, menyelipkan
di ujung kerah kaosnya.
āKau benar-benar ingin pergi ke
Praha?ā Cheonsa mengangguk yakin.
āAku ada janji untuk bertemu
seseorang.ā
āBisa tidak kita ke Praha dulu
sebelum bertemu dengan yang lain?ā
Minsoo tidak menjawab, masih
memandangi Cheonsa dengan heran.
āAtau begini saja, kau hanya
perlu mengurus penginapanku dan memberitahu rute jalannya. Aku bisa kok pergi
sendiriāā
āSekalipun aku beritahu rutenya,
kau pasti tidak akan mengingatnya dan juga kerepotan menentukan arah mata angin. Ujung-ujungnya kau akan menjadi
gadis Asia malang yang tersesat di tanah Eropa.ā
āAku bisa kok,ā elak Cheonsa
setengah yakin.
Namun Minsoo tidak menghiraukan,
berpergian bersama Cheonsa selama beberapa hari membuatnya tahu benar betapa
payahnya gadis itu menghapal jalan.
****
Keesokan paginya obrolan tentang
āmampir sebentar ke Prahaā tidak diungkit lagi, Minsoo juga kelihatan tidak
seperti mengingat percakapan mereka semalam. Cheonsa agak kesal, tapi ia tahu
yang bisa ia lakukan saat ini adalah bersabar dan meluluhkan hati pria itu
pelan-pelan.
Ia mengikuti Minsoo kemanapun
yang pria itu katakan. Mereka meninggalkan tenda pukul sembilan, berencana
makan pagi di kafe terdekat.
Tadi sebelum mereka pergi sempat
terjadi peristiwa agak menyebalkan. Greta si rambut tembaga itu tiba-tiba
muncul dan menggoda pria di sebelahnya.
Satu hal lagi yang baru ia
ketahui tentang Bang Minsoo, pria itu senang digoda.
Huh, ternyata semua pria itu sama
saja. Mereka memang senang digoda dengan kalimat-kalimat ekstrim, ditatap
dengan kerlingan nakal dan digelayuti dengan manja.
Minsoo dan gadis itu bicara
dengan bahasa Jerman, satu hal lagi yang membuat paginya semakin menyebalkan.
Mereka berbagi tawa bersama sebelum akhirnya berpelukan dan berpisah.
Ia pun mendiamkan Minsoo
sepanjang perjalanan menuju kafe, hanya ber-oohh ria setiap kali pria itu
mengatakan sesuatu. Masa bodo dengan anggapan Minsoo padanya.
Setelah berkeliling mencari
tempat makan, mereka berakhir di salah satu meja di dalam MC Donalds.
Dua bungkus cheese burger dan
sepiring penuh kentang goreng sudah tersaji di atas meja. Dua gelas cokelat
hangat juga tak ketinggalan menghiasi meja mereka.
Cheonsa melahap burgernya tanpa
bersuara begitupun Minsoo yang tak menghiraukan aksi diam perempuan di
hadapannya.
Rasanya benar-benar menyebalkan!
Ia duduk bersama seorang pria dan yang pria itu lakukan hanya mengunyah
burgernya dan terus-terusan menatap layar ponselnya. Tak sekalipun melirik
keberadaannya atau menanyakan keadaannya.
Padahal ia sudah mendiamkan pria
itu sepanjang perjalanan dan menekuk wajahnya menjadi sembilan.
Ia penasaran perempuan seperti
apa yang tahan dengan pria model Bang Minsoo. Huh, tapi memangnya Bang Minsoo
sudah memiliki pacar?
Entahlah. Masa bodo. Cheonsa
memasukkan lagi potongan kentang goreng ke mulutnya, mencoba untuk sama tidak
pedulinya.
āKita akan berangkat besok pagi,
jadi mungkin akan sampai lusanya.ā
Tak ada angin tak ada badai, pria
itu memulai pembicaraannya. Cheonsa menatap bingung pria di depannya, setengah
yakin kalau pria itu hanya menggumam pada layar ponselnya.
āKita akan berangkat ke Praha
besok pagi,ā ulang Minsoo dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti.
Gelembung kekesalan yang dari
tadi mengikutinya kemana-mana langsung pecah begitu saja. Ia menatap Bang
Minsoo dengan tidak percaya. Pria itu serius, kan?
Mereka akan berangkat ke Praha.
Besok pagi!
Rasanya ingin bersorak dan
melompat kegirangan, tapi yang ia lakukan hanya menganga lebar kemudian
menyengir kegirangan.
Jadi sesuai rencana dadakan yang
dirancang Minsoo dari tadi malam, mereka akan menikmati kota Berlin sepuasnya
untuk hari ini dan akan berangkat ke Praha besok pagi dengan bus keberangkatan
paling awal.
Walaupun merasa senang, tapi
tetap saja ia merasa tidak enak hati dengan anggota rombongan lainnya, terlebih
pada Namjoon dan Yongguk.
āTerus bagaimana dengan yang
lain? Apa rencana ini tidak akan mengganggu jadwal tur?ā
āTidak masalah. Sebenarnya urusan
akomodasi sudah cukup beres, Namjoon dan Yongguk akan mengatur sisanya.ā
****
Mereka sedang berjalan menuju
Alexander Platz. Sebagaimana rencana yang sudah disusun Minsoo, mereka akan
mengikuti walking tour gratis.
Pria itu bilang tadi ia baru saja
melihat di internet dan kegiatannya akan dimulai sebentar lagi, maka itu mereka
buru-buru menghabiskan sarapan mereka dan berderap menuju Alexander Platz.
Turnya akan dimulai dari sana.
Seperti halnya kota-kota lain di
benua Eropa, Berlin pun tampak cantik dan tak pernah berhenti menarik minat
wisatawan domestik maupun asing untuk berkunjung. Terbukti dari banyaknya turis
yang berkeliaran di ruas-ruas jalan.
āAgar kau tak hilang di tengah
lautan manusia ini.ā Minsoo mengamit tangannya, menautkan jemari mereka dengan mudahnya.
Cheonsa merasakan sengatan kecil
di telapak tangannya, namun berusaha tak menunjukkan reaksi apapun. Ia harus
berlatih untuk menahan reaksi terhadap
gesture-gesture sederhana seperti itu.
Demi Tuhan, Minsoo hanya
menggenggam tangannya. Itupun dilakukan semata-mata agar ia tidak tenggelam di
antara para turis yang bertubuh dua kali lebih besar darinya.
Minsoo menggenggam tangannya
sepanjang walking tour berlangsung,
dan Cheonsa mulai terbiasa dengan perlakuan pria itu padanya. Seperti
menariknya lebih dekat untuk melihat objek menarik, menawarinya untuk minum
dari botol yang sama, atau saat pria itu menatapnya lekat kemudian
menyingkirkan rambut-rambut yang menempel di dahinya.
Semuanya terasa sangat alami dan
menyenangkan. Cheonsa menyukainya. Maksudnya, ia suka ada seseorang yang
menjaganya. Hanya sebatas itu, tidak kurang dan tidak lebih.
Yah, semoga hanya sebatas itu.
Cheonsa menatap patahan tembok
yang menjadi ikon kota Berlin itu. Apa lagi kalau bukan 'The Infamous Berlin
Wall'. Di sebelahnya, Minsoo sedang mendengarkan dengan khidmat penjelasan si
tour guide yang penuh penghayatan. Ternyata berwisata ke tempat bersejarah
seperti itu tidak begitu buruk.
Ia bisa merasakan kengerian dan
rasa takut yang dirasakan orang-orang pada zaman itu dari si pemandu yang masih
menjelaskan. Pria bertubuh ramping itu menggiring mereka untuk melihat patahan
tembok yang penuh dengan mural tentang perang.
Pokoknya ia tidak menyesal ikut
serta dalam tur Perang Dunia Kedua. Cheonsa menyatakan pendapatnya tentang tur
mereka. Terus Minsoo bilang mereka bisa pergi ke Sachsenhausen concentration
camp kalau mau merasakan atmosfer Perang Dunia yang lebih dalam lagi. Tapi beberapa
detik kemudian pria itu langsung menambahkan lagi, mereka mungkin sudah ketinggalan
tur ke sana.
Akhirnya mereka kembali
berjalan-jalan di sekitaran Alexander platz. Entah disadari atau tidak, tangan
mereka masih bertautan bahkan setelah walking tour usai. Tautan tangan mereka
baru dilepas saat membeli kebab Lebanon super besar untuk mengisi perut.
Mereka bergabung dengan
turis-turis lain yang duduk di bundaran air mancur di depan galeri Kaufhof.
āDi Praha sudah tahu mau pergi
kemana saja?ā
Minsoo menyeka saus yang menempel
di ujung bibirnya, pria itu melakukannya tanpa malu-malu. Bahkan tidak
kelihatan canggung setelahnya, malah melahap kebabnya tanpa mengalihkan
pandangan dari Cheonsa.
Itās another side of Bang Minsoo yang membuat Cheonsa harus
membiasakan diri. Pria di sebelahnya bukan lagi pemuda usia delapan belas yang
hanya berani melempar senyum malu-malu.
āTidak tahu juga. Rencananya aku
hanya ingin bertemu seseorang, tapi tidak tahu lagi mau pergi kemana.ā Kemudian
Cheonsa terkekeh sendiri.
Kalau diingat-ingat rencana
perjalanan ke Praha-nya yang begitu absurd
membuatnya malu sendiri. Dengan begitu percaya diri ia berencana pergi ke Praha
tapi tidak tahu mau singgah di sana untuk berapa lama.
āOke, jadi ini juga salah satu
keputusan spontanmu?ā
Cheonsa mengangguk sambil menahan
tawa malu. Ya-ya, Minsoo menangkap basah dirinya. Memang keputusannya selama
perjalanan ini semuanya spontan. Bahkan keputusan untuk pergi ke Praha saja
diambil tanpa persiapan matang.
āMemangnya siapa yang ingin kau
temui?ā
Agak aneh memang mendengar Minsoo
melontarkan pertanyaan seputar masalah pribadinya. Setiap kali mereka bicara,
Minsoo hanya membicarakan masalah perjalanan mereka, mengilas balik apa saja
yang kurang dan seharusnya mereka lakukan.
Selama ini mereka belum pernah
benar-benar membicarakan masalah pribadi. Masalah seputar aku dan kau tak pernah
menjadi bahan obrolan mereka.
āItupun kalau kau mau cerita,ā
tambah pria itu dengan cepat.
Cheonsa menangkap gelagat salah
tingkah pria di sebelahnya, menundukkan kepala sambil mendehamkan suara
beratnya. Cih, pria ini bisa tersipu juga
ya?
Ia menatap lurus ke depan,
bangunan di depan sana dipenuhi oleh beberapa rombongan turis yang tengah
mengambil gambar.
āKris.ā Nama itu terucap pelan
dari mulutnya, tapi anehnya terdengar sangat jelas di telinga Minsoo.
Pria itu mengamati gerak-gerik
Cheonsa setelah menyebutkan nama itu. Kini ia mengerti, Cheonsa menempuh
perjalanan sejauh itu untuk seorang pria bernama Kris. Pastinya pria yang
sangat spesial kalau mengingat jauhnya jarak Seoul ke Praha.
āKalian hanya akan bertemu
sebentar atau mau jalan-jalan dulu?ā tanya Minsoo lagi.
Cheonsa menjatuhkan pandangannya,
āKalau aku sampai sebelum tanggal enam belas, mungkin bisa ada acara
jalan-jalan,ā jawabnya menggantung.
Pandangan mereka bertemu. Hari
ini tanggal empat belas di bulan Juli, kalau mereka berangkat besok pagi,
berarti mereka akan sampai lusanya.
āTapi kurasa tidak juga.
Entahlah.ā Cheonsa mengangkat bahunya, tak punya bayangan lebih lanjut tentang
perjalanannya di Praha.
Tadinya Minsoo ingin bertanya
āmemangnya Kris itu sangat berharga ya untukmu sampai kau harus bertemu
dengannya?ā tapi segera mengurungkan niatnya.
Kemudian ia teringat pamphlet
yang diterimanya dari Greta tadi pagi. Katanya turis-turis yang menginap di
tempat yang sama dengannya akan pergi ke The Ritter Butzke, salah satu kelab
kesohor yang ada di Berlin.
āBagaiamana kalau kita ke tempat
ini?ā Minsoo menunjukkan lembar pamphlet pada Cheonsa.
Gadis itu terpekur lama menatap
tulisan di dalam pamphlet kemudian menatap MInsoo dengan tidak percaya
bercampur rasa ngeri.
āKelab malam?ā
āBuat apa?ā tanya Cheonsa dengan
nada suara meninggi.
Minsoo melipat kembali pamphlet
itu dan memasukkan ke dalam sakunya.
āBersenang-senang tentunya,
memang apa lagi? Tapi tenang saja, aku hanya ingin menunjukkan sisi lain dari
dunia yang luas ini padamu. Tenang, oppa ada di sini untuk menjagamu,ā kata
Minsoo dengan meledek.
Tapi Cheonsa tidak tertawa sama
sekali, ia malah mencubit perut Minsoo hingga pria itu melompat dan memekik
kesakitan.
****
Cheonsa menatap sekelilingnya
dengan ngeri. Orang-orang terlihat menyebar di berbagai titik. Ada yang merapat
di sepanjang lorong, entah masih saling
menggoda atau sudah berciuman panas. Ada gerombolan manusia yang sedang
menyesaki lantai dansa, menempelkan tubuh pada siapa saja yang ada di depannya,
kemudian ada kelompok pemabuk yang sudah minum bergelas-gelas.
Uh, bukannya ia tidak pernah
datang ke tempat seperti itu, hanya saja kelab malam bukan tempat favoritnya.
Ia lebih suka mendekam di Cartoon CafƩ daripada singgah sebentar di kelab malam
manapun.
Tapi dari tadi Minsoo berkeras
agar ia mencoba sesuatu yang berbeda, merasakan sensasi baru untuk dibawa
pulang ke Seoul.
Kemudian mereka bergabung dengan
para kaukasia yang menginap di tempat yang sama dengan mereka. Terlihat Greta
di antara orang-orang yang menyambut mereka.
Oh, pantas saja Minsoo ngotot
sekali agar mereka pergi ke tempat ini. Cheonsa mendengus kesal.
TBC
Perasaan baru semalem ya aku bilang bakal publish ff ini hari sabtu
atau minggu, tapi berhubung sabtu dan minggu ternyata aku sibuk ya udah aku
publish skrg aja. Mumpung sempet, mumpung lagi rajin*asiikkk*
Untuk ke depannya bakal terus disempetin untuk publish karena ff ini
brand barunya GSB jadi pengen pamer mulu bawaannya. Buat yg penasaran siapa
Kris sebenernya di ff ini, ikutin terus kelanjutannya. Jangan bosen-bosen, terus pantengin GIGSent,
kalau ada kritik dan saran, atau mungkin mau curhat doang krna kesel abis baca
ff ini atau apapun lah, mau ngomongin perasaan kalian.
Luapkan saja, tumpahkan kalau perlu! *aku lagi suka banget kalimat sok
puitis yg kayak gini*
Okelah, itu aja dari aku. terimakasih yg udah baca, semoga terhibur dan
semoga mengikuti cerita sampai tamat.
SEE YOU,
GSB
Comments
Post a Comment