Hello Chingu - Part 6




Selama perjalanan Cheonsa terus memandangi pria di sebelahnya. Ia menjadi merasa tidak enak hati mengingat ia akan meninggalkan Minsoo sendirian, padahal selama ini Minsoo tidak pernah membiarkannya sendiri.




Ia ingin sekali menggenggam tangan pria itu, kemudian mengatakan: jangan sedih, ada aku di sini. Tapi kemudian ia tersadar, kalimat itu tidak akan membuat pria itu tenang.




Lagipula kenapa ia harus melakukan semua itu?





Ia tidak berhak melakukannya. Ia pun mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Tenggelam bersama pemandangan malam kota Praha.




Hanya terdengar suara ocehan seorang penyiar radio dan suara bertanya si supir taksi yang mengisi perjalanan panjang mereka. Kemudian Minsoo mengatakan sesuatu yang membuat si supir tertawa.





Akhirnya perjalanan panjang yang membosankan itu berakhir, mobil menepi di depan pelataran bangunan megah. Cheonsa mengedarkan pandangannya, kemudian menemukan deretan gedung-gedung bergaya gothic. Matanya lantas menuju pada sebuah bangunan yang ramai dikunjungi, kemudian di sisi kanan dan kirinya tertulis nama Kris dan Elena.




“Pestanya meriah sekali,” komentar Minsoo.




Cheonsa menoleh ke samping, membuat hidung mereka nyaris bersentuhan. Minsoo sedang mengerutkan bibirnya sambil mengangguk-angguk, masih mengagumi kemeriahan pesta dari luar.





“Kau tidak apa-apa kutinggal sendiri?” tanya Cheonsa berbisik.




“Harusnya aku yang bertanya begitu.” Minsoo terkekeh kecil, tapi tak lantas membuatnya kelihatan riang.






Minsoo bisa saja tertawa sekeras mungkin atau melakukan beragam usaha untuk menutupi kegelisahannya. Tapi mata itu masih memendarkan rasa rindu yang sama seperti yang tadi dilihatnya di kamar.






“Kalau begitu ikut saja denganku. Aku tidak akan lama di dalam sana. Setelah mengucap selamat pada Kris, aku akan langsung keluar. Lalu kita pulang sama-sama.”






Pandangan mereka berserobok, kemudian Cheonsa merasakan sentuhan telapak tangan Minsoo di wajahnya. Pria itu tak menampakkan senyumnya lagi, hanya kelihatan gugup dan tak yakin.





Minsoo menggelengkan kepalanya. “Aku akan baik-baik saja. Jangan khawatir,” kata Minsoo.



Meski tak benar-benar membicarakannya, mereka berdua sama-sama tahu apa yang Minsoo maksud dengan ‘baik-baik saja’.




“Kau yakin?”


I’ll try my best.”


Cheonsa mengangguk, akhirnya membiarkan Minsoo memilih caranya sendiri. Ia tidak akan memaksa pria itu.





Ketika tangannya meraih knop, Minsoo memanggilnya. Cheonsa menatapnya dengan heran. Pria itu menyelipkan rambutnya yang keluar dari jepitan. Tangan pria itu mengusap-usap kepala Cheonsa dengan lembut.





Astaga, kalau Minsoo terus begini Cheonsa mungkin akan berubah pikiran dan pergi bersama pria itu. Persetan dengan Kris dan pesta pernikahannya.





“Lakukan ritualmu dengan benar. Lepaskan semuanya, jangan tinggalkan sedikitpun,” ujar pria itu seraya menyentuh dagunya.


“Kau juga. Kau boleh menangis sepuasnya di kamar,” balas Cheonsa.




Ia tersenyum jahil. “Aku akan pulang secepatnya. Jaga dirimu baik-baik,” kata Cheonsa sebelum keluar dari mobil.





****  





Langit-langit yang tinggi di ruangan itu membuatnya takjub, matanya menekuri beberapa lampu Kristal yang menjutai dari atas, semakin menegaskan kemewahan pesta itu. Cheonsa melangkah canggung di sepanjang karpet merah sambil mengedarkan pandangan.





Sejauh mata memandang hanya terlihat kumpulan orang asing yang menyebar di beberapa tempat. Mereka terlihat mengobrol dengan kelompok masing-masing, seolah memang ada pengaturan seperti itu.





Dari kejauhan ia bisa melihat seorang perempuan langsing berkaki semampai dengan balutan gaun berwarna silver dan rambut dikuncir kuda, di atas kepalanya disematkan mahkota kecil.





Oh, jadi itu yang namanya Elena Tan. Pantas saja Kris tergila-gila padanya. Perempuan itu kelihatan sangat anggun dengan tinggi badan yang menjulang dan pinggang yang ramping. Jelas saja sesempurna itu. Kalau tidak salah ingat, Kris pernah bilang kalau Elena itu seorang model.





Kemudian Cheonsa merasa kecil hati kalau mengingat wujudnya sendiri. Tingginya hanya sampai seratus enam puluh dua senti, kelihatan sangat mungil dan sama sekali tidak terlihat anggun.





Ngomong-ngomong dimana Kris Wu sang pengantin pria? Cheonsa sudah frustasi mencari-cari pria itu di keramaian. Saking frustasinya ia merasa kepalanya berdenyut nyeri. Berada di tengah keramaian dengan suara dari berbagai arah, sebatang kara, dan merasa kebingungan itu merupakan perpaduan tepat untuk membuatnya panik dan merasa pusing.





Ia pikir kedatangannya kali ini akan jadi misi kecil yang mudah untuk dilakukan. Kalau kata Minsoo ‘semudah bernapas’. Ngomong-ngomong apa yang sedang dilakukan pria itu? Tiba-tiba Cheonsa merindukannya.




Cih, padahal mereka baru berpisah beberapa menit yang lalu.




“Cheonsa? Tak kusangka bertemu denganmu di sini!”





Lamunannya buyar begitu merasakan tepukan di bahu dan suara girang yang menyapanya. Ia memastikan orang sok kenal yang baru saja menepuk bahunya. Ia memekik tertahan, melompat kecil begitu menemukan pria berwajah kecil dengan mata berbinar mirip anak-anak.





Luhan!!!






Akhirnya! Ia menemukan seseorang yang ia kenal. Tanpa alasan tertentu, ia langsung memeluk pria itu dengan penuh rasa syukur. Ia menggumamkan nama pria itu berulang-ulang, membuat pria itu tertawa. Luhan memeluknya dengan sama eratnya kemudian memutar tubuhnya.





“Aneh. Selama kita mengenal kau tidak pernah memelukku. Dan hari ini, mungkin Tuhan pun terkejut melihat ‘The Great’ Jung Cheonsa memelukku, orang yang pernah kau sumpahi mati disambar petir.”





Cheonsa tertawa. Ia mengingat kejadian yang dibicarakan Luhan. Waktu ia sangat marah pada salah satu teman Kris itu. Pasalnya Luhan memutuskan hubungan dengan Gyuri begitu saja, meninggalkan sahabatnya tanpa belas kasih.





Yah, memang agak klasik. Luhan, teman baik Kris pernah menjalin hubungan dengan Park Gyuri yang merupakan salah satu sahabat Jung Cheonsa. Dan kemudian mereka berpisah.





Ia sangat murka saat mengetahui hal itu. Ia melabrak Luhan dan menyumpahinya mati disambar petir. Setelah kejadian itu mereka tidak pernah bertemu lagi.






Well, waktu itu ia masih terlalu naif untuk menyadari kebenarannya. Ia begitu membela Gyuri sampai tidak memedulikan pendapat Luhan. Setelah beberapa waktu berlalu ia baru tahu kalau Gyuri memiliki hubungan gelap dengan teman sekelasnya di kampus, namanya Kim Jongdae.





Luhan mengetahui hal itu dan meminta Gyuri memilih salah satu diantara mereka, namun Gyuri tidak bisa melakukannya. Akhirnya Luhan mengambil keputusan, pria itu mengakhiri hubungan mereka.





“Aku belum sempat minta maaf ya? Oke, maafkan aku.”





“Sudah empat tahun berlalu dan kau baru minta maaf sekarang?” pria itu terdengar sinis, namun tertawa lagi setelahnya.





“Tidak masalah. Semuanya sudah kulupakan,” kata pria itu sambil menuntunnya menyusuri ruangan luas itu.






Mereka berbagi cerita. Berbincang tentang pekerjaan, kehidupan, dan apa saja. Benar-benar tentang apa saja. Luhan bahkan terus mengeluh karena beberapa sepupu Elena terus mengerling jahil setiap kali bertemu dengannya.  





Luhan bilang ini dan itu selagi mereka mengunjungi satu persatu stand makanan. Tawa Cheonsa langsung berhenti ketika berbalik badan dan menemukan seorang pria yang dirindukannya. Kris sudah berdiri tepat di hadapannya.





“Aku yakin kalau aku tidak menghampirimu, kau pasti hanya peduli dengan makanan-makanan ini,” ujar Kris dengan mengejek. Matanya mengerling jahil, menggoda Cheonsa untuk mengulas senyum lebih lebar lagi.





Cheonsa memandangi pria itu lebih detail. Kris nampak gagah dan sangat menawan. Ia bukan lagi senior di kampusnya yang suka memakai kemeja kotak-kotak dengan jins pudar yang bolong di bagian lutut. Kris nampak sangat dewasa dengan setelan jas hitam. Rambutnya juga tidak sepanjang bahu lagi, kini rambut itu hanya sebatas telinga. Dan, rambutnya tidak berwarna cokelat madu seperti karakter manga lagi. Rambutnya hitam berkilau.





Kris yang saat ini berdiri di depannya nampak seperti model pria yang keluar dari iklan parfum.




“Kau kelihatan lebih mirip manusia sekarang,” ujar Cheonsa sebelum berlari ke dalam pelukan pria itu.




Rasanya masih hangat, masih senyaman dulu. Cheonsa memejamkan matanya, menyerap kebersamaan terakhirnya dengan pria itu.




“Semoga kau bahagia dengan Elena. I give my bless, be happy forover after,” kata Cheonsa lagi.





“Ini semacam reunian yang mengharukan sebenarnya, tapi kalau boleh jujur ini membuatku merasa tersisihkan. Ayolah kawan-kawan, jangan begini padaku.”





Kemudian Luhan bergabung, menghimpitnya dari belakang, membuatnya mirip seperti bacon yang diapit dua roti sandwich.





Kedua pria itu melepaskan pelukan mereka, membiarkan Cheonsa menarik napas. 






“Hei, semoga aku tidak mengganggu kegembiraan kalian, tapi hanya melihat dari jauh membuatku iri. Jadi aku putuskan untuk kemari.”







Sosok perempuan bergaun silver yang tadi ia lihat, menghampiri mereka. Elena mengulas senyum ramah dan menawarkan tangan untuk dijabat. Entah hanya perasaannya saja, tapi perempuan itu tidak benar-benar senang melihat kehadirannya. Senyum lebar dan deretan gigi putih yang seputih milik model iklan pasta gigi itu membuatnya takut.





Cheonsa langsung menjabatnya, berusaha tak menampilkan rasa terganggunya.





“Halo Cheonsa. Aku sudah banyak mendengar cerita tentangmu, terutama dari Nyonya Wu,” kata perempuan itu.






Seolah ingin mengukuhkan statusnya, Elena langsung memeluk lengan Kris dengan manja. Bersandar dengan gesture yang membuat siapa saja iri.





Cheonsa mengutuk perempuan itu dalam hati. Well, aku sudah memeluk lengan itu jutaan kali. Aku bahkan gadis pertama yang Kris cium. Nikmati saja kebahagianmu, tidak usah pamer denganku.






“Senang bertemu denganmu Elena. Semoga kalian bahagia.” Cheonsa tersenyum lagi.




“Ya pasti. Kami akan hidup dengan bahagia. Ya kan sayang?” perempuan itu menoleh ke arah Kris dengan senyum lebar, kemudian Kris mengangguk sambil mengusap tangan yang memeluk lengannya dengan protektif.





Cheonsa memutar matanya dengan jengkel. Minsoo benar, kedatangannya ke pesta itu memang ritual untuk melepas bayang-bayang Kris. Baru melihat Kris dan Elena beberapa menit saja sudah membuatnya jengah. Akhirnya melepas bayang-bayang Kris pun semudah bernapas.





“Kris, ayah mencarimu. Katanya ingin memperkenalkan kita dengan rekan bisnisnya.”




Kris mengangguk setuju, kemudian berpaling menatap Cheonsa.





“Teman-teman aku ke sana dulu. Nikmati pestanya,” pamit Kris.




“Kami tinggal dulu ya,” tambah Elena sambil tersenyum puas.





Setelah sepasang pengantin baru itu pergi, Cheonsa mendesah panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.





“Elena memang agak posesif.” Luhan di sebelahnya tengah menyesap wine dengan santai.




“Ya, dan aku pasti sudah menjambak rambutnya kalau saja ini bukan pesta pernikahannya,” sahut Cheonsa bercanda. Well, tidak benar-benar bercanda. Ia memang agak terobsesi untuk menjambak rambut perempuan itu.





Tak lama kemudian semua orang menghentikan segala aktivitas mereka, menoleh ke titik yang sama. Seorang pria paruh baya tengah mengetuk-ketuk mikrofon di tangannya, kemudian mulai menyapa semua tamu. Pria gagah itu ayahnya Elena, di sebelah pria itu berdiri seorang wanita yang Cheonsa yakini sebagai Istrinya.






Lalu di sisi kanan pria itu ada pasangan pengantin baru yang nampak sumringah. Elena kelihatan masih memeluk lengan Kris, kali ini lebih erat.





Cheonsa mengalihkan pandangannya lagi, menatap sosok anggun yang kelihatan sangat bijaksana. Nyonya Wu Lian, ibu Kris. Wanita itu berdiri tak jauh dari tempat Kris, mengulas senyum seadanya.





“Hadirin sekalian. Aku sangat senang bisa bertemu dan berbagi kebahagiaan dengan kalian semua di sini. Di hari yang indah ini, putriku dan pria yang dicintainya mengucap janji setia sehidup semati. Aku sangat bahagia sekaligus merasa sedih putri kecilku menemukan pasangannya. Aku–“






Pria tua itu mengusap wajahnya, yang kemudian membuat semua orang terharu. Elena langsung memeluknya, mengatakan sesuatu yang tak bisa Cheonsa dengar. Mungkin perempuan itu bilang: tidak apa ayah, aku sudah bahagia sekarang. Jangan tangisi aku.







Tapi kemudian matanya berpaling, menemukan ekspresi tidak senang dari Nyonya Wu. Wanita itu menatap adegan mengharukan itu dengan jengah sambil memutar bola matanya.






It’s just a lil’ drama from Tan. You know they are lil’ bit intriguing,” bisik Luhan sambil menyesap winenya lagi. Pria itu menenggak wine seperti menelan air putih. Hebat.




Cheonsa menatap pria itu tidak mengerti, “Sorry?” ia benar-benar tidak paham, namun Luhan hanya tertawa sambil menggedikkan bahu.





Tawa Luhan memelan, pria itu menoleh ke sana-sini sebelum akhirnya merapat ke arahnya. Pria itu membisikkan suatu di telinganya.





“Ini hanya pernikahan politik,” bisik pria itu.




Ia menatap Luhan dengan amat terkejut. Well, ia benar-benar tidak menyangka. Kris si keras kepala bersedia melakukan pernikahan seperti itu.






Long story. Tapi tenang saja, Kris dan Elena sudah mulai saling menyukai. Jadi tidak ada masalah. Kalau masalah Bibi Wu, beliau hanya kurang suka saja dengan keluarga Tan. Mereka terlalu suka pamer, kalau  boleh kusimpulkan,” ujar Luhan lagi.




Oke, jadi kisah Kris itu semacam cerita-cerita yang ada di drama. Berawal dari perjodohan kemudian jatuh cinta sungguhan.





“Semuanya ayo kita bersulang demi kebahagian Kris dan Elena. Cheers!” suara pria itu terdengar lagi.




Semua orang mengangkat gelas mereka tinggi-tinggi, termasuk Luhan dan Cheonsa.




Cheers!” seru seisi ruangan dengan riang.



Cheonsa membenturkan gelasnya dengan milik Luhan. “Cheers!” Kalau semua orang bersulang untuk kebahagiaan Kris dan Elena, Cheonsa bersulang untuk kesuksesan ritualnya.





Suara hura-hara itu timbul kemudian tenggelam lagi begitu lantunan melodi klasik samar-samar terdengar. Membuat semua orang sibuk mencari pasangan dansa mereka, lalu satu-persatu pasangan beranjak ke lantai dansa. Ada yang sudah siap, ada yang masih mencari-cari.




Begitupun dengan empat orang gadis Asia bertubuh jenjang yang tengah memperebutkan pria malang di sebelahnya.





No, Cherry! He’s mine!” kata si gadis bergaun merah pas badan.



Kemudian Luhan ditarik lagi dari sisi kanan. “What did you say? I’m the older one, so he’s mine!” kali ini gadis bergaun hitam dengan potongan backless.




You’re too old Nadine! Of course Luhan is mine!” cicit gadis bertubuh paling mungil dibandingkan tiga gadis lain. Gadis yang ini nampak too nerd dan agak imut, sih.






And you’re too small for his liking, Jane. So get away and leave him alone with me, the one and only Sharon.




Cheonsa tidak bisa menahan tawanya menyaksikan betapa frustasinya Luhan saat ini. Pria mungil itu ditarik dari berbagai sisi, disentuh, dan digoda. Cheonsa merasa agak kasihan, pasalnya Luhan seperti remaja lugu yang sedang diperebutkan empat orang wanita penggoda.






Tapi pemandangan ini terlalu lucu untuk tidak ditertawakan, lagipula Cheonsa bukan orang yang pandai menahan tawa. Namun karena tawanya yang tidak bisa ditahan itu, si kuartet Tan itu menatapnya dengan bengis. Sudah siap mengepungnya dan melemparnya ke jalanan.





Ladies, meet my other’s half. My lovely angel. Jung Cheonsa,” kata Luhan.




Pria itu menggenggam tangannya, kemudian mengecup punggung tangannya seperti pangeran Disney mengecup tangan kekasihnya. Cheonsa tak kelihatan keberatan,  malahan langsung mendalami perannya sebagai Luhan’s Lovely Angel.



Hey, nice to meet you all. Ohh, you’re too sweet, Lulu.” Ia pun mencubit pipi Luhan dengan gemas, membuat gadis-gadis itu menggeram.





Lulu? I can find a better name,” ejek salah satu dari mereka.




Angel, can I ask for some dances?



Luhan menatapnya, kalau saja keadaannya berbeda. Misalnya ia bukan Jung Cheonsa yang seperti ini dan tidak pernah mengenal Luhan sebelumnya, ia pasti sudah jatuh hati dengan pria berwajah manis itu.





No need to ask, but of course.”





Luhan menggenggam tangannya lebih erat, menuntunnya ke arah lantai dansa. Bergabung dengan puluhan pasangan yang sudah dalam posisi siap. Luhan memeluk pinggangnya, kemudian tawa mereka pecah.





“Lihat, kan? Kalau saja mereka bukan anak-anak dari keluarga Tan, aku pasti sudah meledak dari tadi. Ralat, aku pasti akan langsung membentak mereka,” keluh Luhan.





Thank God, I have you.”


Yeah, don’t worry. I’m an angel for everyone. 




****  





“Jadi kau menginap di sini?” tanya Luhan begitu mereka sampai di depan hostel tempatnya menginap.




Tadi setelah memberi salam pada Nyonya Wu dan bertemu dengan pasangan Kris-Elena untuk yang kedua kali, ia memutuskan untuk kembali ke hostel.




Luhan yang dari tadi tak pernah meninggalkannya barang sedetikpun menawarkan tumpangan pulang, yang langsung ia terima dengan senang hati.




“Ya. Dan kau sendiri?”



“Aku menginap di hotel yang Kris pesankan, tidak jauh dari gedung tadi kok.”





Cheonsa mengangguk, tangannya kemudian merogoh lembaran uang di tas kecilnya. Ia hendak memberikan lembaran itu pada seorang supir di kursi kemudi, namun Luhan mencegah.




Don’t worry, I’ll pay,” cegah Luhan sambil menarik tangannya.


Okay, if you insist.”



Thanks for the dance and funny conversation. Hope meet you soon,” kata Luhan sebelum ia keluar dari taksi.


I enjoyed it. You’re a great partner, Luhan.”




Cheonsa melambaikan tangan, baru masuk ke dalam penginapan begitu taksi yang ditumpangi Luhan sudah berjalan cukup jauh. Ia melangkah dengan perasaan ringan. Well, drama kecil yang dimainkannya tadi cukup menyenangkan. Ia masih bisa mengingat wajah-wajah cemburu Tan bersaudara.





Ia menggesek kartu kamar, masuk ke dalam ruangan itu sambil bersenandung riang. Lampu kamar masih menyala, padahal ini sudah pukul setengah dua belas malam. Keadaan kamar pun terasa begitu sepi dan senyap.





Tas kecil di tangannya langsung terjatuh. Cheonsa berlari ke kamar mandi, berharap menemukan Bang Minsoo di dalam sana. Namun pria itu tidak ada. Kemudian ia melongok ke ranjang atas, tapi sosok itu tetap tidak ada.





Ia pun keluar dari kamar, segera menghampiri seorang perempuan berambut cokelat yang sedang berjaga di belakang meja resepsionis.





Cheonsa bertanya apakah wanita melihat Minsoo, namun perempuan itu hanya tersenyum tentatif sambil meminta maaf. Cheonsa lantas kembali ke kamarnya.





Dengan buru-buru memungut tas kecilnya yang tergeletak di lantai, mengambil ponsel hitam dari dalamnya. Ia langsung menghubungi nomor Minsoo.





Sedetik kemudian terdengar suara dering ponsel tak jauh dari tempatnya. Cheonsa mencari keberadaan suara tersebut, lalu menemukan pendaran cahaya dari sudut ranjangnya.





Tak salah lagi, itu ponsel milik Minsoo. Cheonsa meraih benda tipis itu, melihat daftar panggilan tak terjawab yang muncul di layar.




Kemana sih perginya pria itu?





Cheonsa menghenyakkan tubuhnya ke atas ranjang. Kalau saja ia tidak mendengar perbincangan serius pria itu di telepon, ia pasti tidak akan sepanik ini. Ia juga tidak mengerti kenapa ia merasa panik.





Minsoo itu seorang pria dewasa, pria itu bahkan bisa menjaga dirinya selama beberapa hari belakangan. Harusnya ia tidak perlu cemas, Minsoo akan baik-baik saja. Namun wajah murung, suara paraunya, dan genangan air mata yang membasahi matanya, membuat Cheonsa tak bisa tenang.






Emosi pria itu sedang tidak stabil dan sekarang pria itu menghilang. Bukan tidak mungkin pria itu melakukan hal-hal yang hanya dirinya dan Tuhan yang tahu.





Cheonsa mengusap wajahnya, menatap frustasi layar ponsel Minsoo. Notifikasi pesan Line baru saja masuk. Ia tak begitu memerhatikan isi pesannya, hanya melihat jelas pengirimnya.





Hyunra_Jjang





Baiklah, ia akan menunggu sampai pria itu kembali. Ia akan membersihkan diri dulu dan berganti dengan pakaian yang lebih nyaman. 




Siapa tahu selesai ia mandi, Minsoo sudah kembali. Yah, semoga.





****





Cheonsa sudah keluar dari kamar mandi sekitar setengah jam yang lalu. Ia pun sudah berganti dengan kaos longgar dan celana tidur, namun Minsoo belum juga kembali. 




Ia berulang kali melirik jam di layar ponselnya, kemudian mendesah panjang. Sepuluh menit, lima belas menit, tiga puluh menit, kemudian satu jam berlalu secepat angin. Ia bergerak penuh kegelisahan. Sebenarnya kemana Minsoo pergi? Sekarang sudah pukul dua pagi. Demi Tuhan!





Mantra ‘Tenang saja, Bang Minsoo akan baik-baik saja. Ia itu pria dewasa, Jung Cheonsa’ yang berulang kali dirapalkannya tidak mampu membawa pergi keresahannya. Ia malah semakin resah dari waktu ke waktu.




Padahal ia sudah sangat lelah dan mengantuk, tapi tak bisa memaksa matanya terpejam kemudian tidur dengan lelap.




Ia langsung melompat dari ranjang begitu mendengar suara pintu kamar berderak. Dengan cepat ia melangkah ke arah pintu, menemukan Minsoo yang sudah setengah sadar. Ia memeluk tubuh itu, dengan susah payah sambil menendang pintu agar kembali tertutup.






Bau alkohol menguar dari mulut dan sekujur tubuh pria itu. Suara gelak tawa yang terdengar miris itu menegaskan kondisi kesadaran Minsoo. Pria itu mabuk berat. Sangat amat berat, entah berapa banyak alkohol yang ia tenggak.





Cheonsa dengan susah payah membaringkan Minsoo di ranjangnya, ia mendudukkan pria itu kemudian mendorong tubuhnya untuk berbaring. Minsoo masih menggumam tidak jelas saat ia membetulkan posisi bantal dan melingkupi tubuh itu dengan selembar selimut yang diberikan pihak penginapan.





“Cheonsa? Bagaimana dengan ritual membuang Kris-nya? Sudah beres? Kau sudah membuang pria itu jauh-jauh, kan?” kemudian pria itu terkekeh keras-keras. 





Cheonsa hanya mendengus tidak sabaran, sama sekali tidak menanggapi pria itu.






“Kau bilang akan baik-baik saja, kan? Ini yang kau bilang baik-baik saja?” gerutu Cheonsa sembari melepaskan sepatu Minsoo.




Namun Minsoo hanya terkekeh seperti sebelumnya, membuat gelembung kekesalannya semakin besar. Cheonsa menghentakkan kakinya dengan jengkel, ia semakin jengkel ketika Minsoo menarik-narik lengannya.






“Kumohon tidur. Jangan membuatku kehilangan kesabaran, mengerti?” Cheonsa membenarkan posisi tangan Minsoo, menarik selimut sampai sebatas bahu.





Cheonsa mendesah panjang, ia benar-benar lelah, kesal, dan mengantuk. Ia duduk lemas di atas lantai, bersandar di sisi tempat tidur. Di atasnya Minsoo masih menggumam tidak keruan, menambah pening di kepalanya.





“Orang-orang hanya tidak tahu, sebenarnya dadaku terasa sesak. Semuanya berkumpul di sini. Aku tidak tahu cara untuk melepaskan semuanya. Tidak tahu–hahaha–“





“Pernah tidak kau merasa rindu pada seseorang tapi di saat yang sama tidak bisa menemuinya? Rasanya sakit, sesak, aku–“





Kemudian Minsoo berhenti menggumam, napasnya mulai teratur walau terdengar lebih berat dari biasanya.





Cheonsa memandangi pria itu dengan penasaran. Tangannya mengusap tangan Minsoo, tanpa ia sadari mulai menggenggamnya dengan erat. Sebenarnya apa yang membuat pria ini begitu menderita?




Ia terlonjak begitu merasakan tangan itu juga menggenggam tangannya. Namun Minsoo masih memejamkan matanya.





“Hyunra….kau pasti tahukan rasanya seperti apa?”





Cheonsa buru-buru menarik tangannya. Menatap nanar sosok tak berdaya yang tengah berbaring di ranjang, ia langsung berdiri dengan perasaan tak keruan.




Apa yang bisa ia lakukan? Pria itu hanya membutuhkan Jang Hyunra.





To be continued

Hai..selamat bulan April eperibodeehh!!!



Balik lagi dengan Hello Chingu nih!! Well, pasti pada bosen kan? Buka GIGSent yg nongol ff ini mulu. Aku juga bosen ngeliatnya, makanya aku nahan-nahan publish. Nungguin salsa atau kim dhira publish, eh…yang ditungguin malah gak muncul-muncul.



Aku nunggu sampe rasanya bosen sama ff ini*EH*. Jadi sebelum aku males tingkat bima sakti, aku publish deh hari ini. Mumpung ada waktu luang dan kebetulan ada yg bisa dipublish.



BTW, kira-kira gimana nih kemistrinya Minsoo-Cheonsa sejauh ini? udah lumayan kan? Ada yg mau protes karena kemunculan si mantan(re:kris) yang singkat, padat, jelas sangat?



Sebenernya aku mau aja sih nulis bagian kris lebih banyak, tapi masalahya aku suka khilaf kalau nulis dia. bisa-bisa nanti ceritanya jadi melenceng kemana-mana. Bisa aja krisnya kabur ama cheonsa terus transmigrasi ke Mars dan hidup bahagia selama-lamanya di sana. Bisa aja kan. 



Makanya sebelum posisi male leadnya jadi gak keruan, aku menahan diri. Membatasi porsi tampil kris. Lagian, masa lalu biarlah masa lalu*jamming breng inul* 



Dan curhat dikit, part ini tuh part favoritnya aku. Di part ini Cheonsa menang banyak. Dipeluk Kris, dipeluk Luhan, dipeluk Kris-Luhan, dansa sama Luhan, dielus-elus sama Minsoo. Nulisnya aja aku girang bgt.




Tapi yah untuk part selajutnya, gak ada lagi kok. Dan untuk part 7 nanti, aku gak tau kapan publishnya. Maunya sih secepatnya tapi yah, mau nunggu salsa atau farah publish dlu. 
Baiklah kawan-kawan yg budiman, makasih udah baca. Kalau ada pesan, kritik, dan saran bisa ditulis di kolom komentar. Yang mau curhat segala rupa juga bisa langsung aja… sampai jumpa..

oiya sebelum lupa, kasih selamat dulu dong buat newly married couple kita!! Kris-Elena



Regards, 


GSB


Comments

Popular Posts