Hello Chingu - Part 7
Minsoo mengerang begitu hendak
bangun dari tidurnya. Kepalanya seperti habis dihantam sesuatu. Pening dan
terasa berat. Matanya mengerjap-kerjap, menatap ke seluruh penjuru ruangan
semampunya.
Ia berada di kamarnya. Ia
kemudian mengamati ranjang tempatnya berbaring, bertanya-tanya bagaimana
caranya ia bisa tidur di sana. Tunggu, ia menatap lantai yang tak jauh dari
tempatnya berbaring. Ia atengah berbaring di ranjang bawah, ranjang milik
Cheonsa.
Ia langsung bangun, memaksa tubuh
lemasnya untuk berdiri. Ia melongokkan pandangan ke ranjang atas. Gadis itu
tidak ada di sana. Langsung saja ia menyeret kakinya menuju kamar mandi,
mengintip apakah gadis itu ada di dalam sana.
Namun nihil, gadis itu tidak
kelihatan dimana-mana.
Ia hampir sampai di dekat pintu,
namun kepalanya berdenyut lagi. Akhirnya ia menyandarkan kepalanya ke dinding.
Ini memang salahnya, tidak seharusnya ia minum-minum sebanyak tadi malam.
Tunggu, ia mulai bisa mengingat
kilasan samar tadi malam. Ia kemarin pulang diantar oleh salah seorang petugas
kelab, kemudian berjalan sendiri menuju kamar.
Saat ia sampai di kamar, seseorang membantunya berbaring sambil
mengomeli tingkahnya.
Kumohon tidur. Jangan membuatku kehilangan kesabaran, mengerti?
Ia memijat dahinya, frustasi
karena tak bisa mengingat kejadian selanjutnya. Tangannya berhenti begitu
menemukan selembar kertas post-it menempel di dahinya.
Aku hanya pergi membeli sarapan, jangan pergi kemana-mana.
Lebih baik kau mandi dan ganti bajumu yang bau itu.
Jadilah anak manis, mengerti?
-JCS-
Minsoo menempelkan kertas itu di
cermin, kemudian bergegas mengambil peralatan mandi. Yah, Jung Cheonsa
memintanya menjadi anak manis, lagipula bajunya memang bau sekali terlebih
aroma napasnya.
Kira-kira apa saja yang ia
katakan pada gadis itu semalam? Namjoon bilang saat ia mabuk berat, ia bisa
mengatakan apa saja, entah itu masalah yang mengganggunya atau lelucon-lelucon
menggelikan.
****
Matanya mengedar ke sekitar
ruangan, dengan langkah canggung menyusuri ruangan berukuran sedang itu sambil
mengeringkan rambut dengan handuk. Minsoo sudah selesai mandi dan berpakaian, namun
sampai saat ini Cheonsa belum juga kembali.
Jangan-jangan gadis itu tersesat
di suatu tempat. Minsoo tak bisa menghentikan pikiran-pikiran buruk seperti itu
berkeliaran di kepalanya. Ia langsung mengambil ponselnya, mencoba menghubungi
gadis itu tapi naas Cheonsa malah meninggalkan ponselnya di atas nakas.
Jenius sekali gadis itu.
Akhirnya ia pun memutuskan untuk
membereskan barang-barangnya selagi menunggu kedatangan Cheonsa. Ia memasukkan
pakaian kotor dan beberapa barang ke dalam tas. Ia hanya mengecek sebentar
daftar panggilan tak terjawab di ponselnya, kemudian memasukkan benda itu ke
saku celana.
Ia melirik jam bundar yang
melekat di dinding dekat lorong menuju kamar mandi. Ia akan menunggu sampai
lima belas menit lagi. Kalau dalam lima belas menit gadis itu belum juga
kembali, ia akan keluar dan mencarinya. Persetan dengan berdiam di kamar dan
menjadi anak manis. Ia bahkan tak pernah memedulikan perintah ayahnya untuk jadi
anak baik-baik, malah kabur dari rumah dan menjadi berandalan.
Seketika ia teringat
percakapannya dengan Hyunra beberapa hari belakangan. Gadis itu bilang
ia harus pulang, ibunya sedang sakit dan ingin bertemu dengannya. Tapi
ia sudah berjanji pada ayahnya tak akan menginjakkan kakinya di rumah itu lagi.
Ia sudah mengucapkan janji itu dengan yakin di hari ia meninggalkan rumah
tersebut.
Ia tak bisa mengingkari janjinya
hanya karena merasa rindu.
Ia merindukan semua anggota keluarganya;
ibunya, kakak perempuannya, bahkan ayahnya. Tapi ia sudah kadung malu dan tak
mau semakin malu kalau mengingkari janjinya. Ia tidak akan pernah kembali ke
sana. Tidak akan.
Ia buru-buru mengusap air matanya
begitu pintu kamar terbuka, kemudian suara gadis bersenandung terdengar.
āAh.. Uri Minsoo sudah mandi? Good boy!ā
Cheonsa mengacak rambutnya,
kemudian bersenandung lagi sembari meletakkan plastik belanjaannya di atas
lantai.
āMinsoo lihat ini! Nuna bawa
sesuatu. Ini lihat aku membelikan sup untukmu,ā ucap gadis itu lagi dengan
suara melengking yang dibuat-buat.
Sebenarnya apa sih yang terjadi
semalam? Kenapa tiba-tiba Jung Cheonsa memperlakukannya seperti anak kecil?
Melihatnya terlalu lama melamun,
Cheonsa langsung menarik tangannya, memaksanya untuk menggenggam sendok yang
tergeletak di sebelah mangkuk styrofoam berisi supnya.
āMinsoo kenapa? Ayo dimakan
supnya, nanti keburu dingin,ā kata Cheonsa sambil mengerjap-kerjapkan matanya.
āOh ya, Nuna juga punya sekotak
susu untukmu. Hore! Sekarang ayo kita mulai makan.ā Cheonsa menyodorkan sekotak
susu ke arahnya kemudian mengambil satu kotak lagi untuk dirinya sendiri.
Cheonsa membuka plastik makanan
miliknya, mengeluarkan beragam roti seperti croissant, baguette, dan brioche.
Gadis itu melahap rotinya sambil menyesap susu dari karton miliknya.
Gadis itu terlihat agak aneh,
sangat aneh sebenarnya.
Minsoo bukannya tidak suka, ia
sangat menyukainya. Tapi tetap saja, cara Cheonsa menatapnya kali ini
membuatnya jengkel.
Cukup Bang Minji saja yang
memperlakukannya seperti anak bayi.
āKau terbentur sesuatu saat di
perjalanan tadi? Sikapmu aneh sekali,ā protesnya sambil menguyah sup krimnya
yang masih hangat.
Cheonsa hanya melirik sekilas
kemudian mengangkat bahu, tak terlalu memedulikan dirinya. Yang dilakukannya
hanyalah mengunyah dan terus meminum susunya.
āMinsoo-aa, tidak boleh bicara sekasar
itu pada orang yang lebih tua. Ti-dak bo-leh!ā Cheonsa menggoyang-goyangkan
telunjuknya, mendiktenya persis guru tk sedang menasihati muridnya untuk tidak
pipis di sembarang tempat.
Minsoo mendesah panjang,
benar-benar kehilangan kesabaran. Ia memasukkan sendok berisi sup kemudian memasukkan
lagi sampai mulutnya penuh.
āCheonsa akuāā
Gadis itu kembali
menggoyang-goyangkan telunjuknya, āNo-no-no, panggil aku Cheonsa Nuna.ā
āAku bukan anak kecil dan kau
bukan kakakku! Bisa tidak kita bicara seperti biasa?ā
āTapi tingkahmu seperti anak
kecil. Maksudku tingkahmu yang semalam itu kekanakan,ā sahut Cheonsa sambil
mengunyah croissantnya.
Mendengar jawaban Cheonsa
membuatnya kehilangan nafsu makan, Minsoo meminum susunya hingga tandas. Lalu
menatap gadis itu dengan tatapan nanar.
āKalau kau tidak kekanakan kau
tidak akan mabuk-mabukan seperti tadi malam.ā
āAku bisa jelaskanāā
āNO! You said you will be okay, right? But.. last night you were too
drunk, too desperate, andāGOD! You can tell me everything! Youāre not alone,
Iām here with you!ā
āKau tahu bagaimana perasaanku
saat tidak menemukanmu dimana-mana? Aku takut kau hilang di suatu tempat, dipukuli
orang-orang tak dikenal atau bahaya yang lainnya. Aku panik!ā
āCheonsa. Aku..minta maaf. Aku
tidak bermaksud untuk membuatmu khawatir,ā kata Minsoo berusaha menenangkan
gadis di depannya.
āAku tidak mengkhawatirkanmu aku
hanya panik! Khawatir dan panik itu berbeda! Jangan salah paham!ā
Akhirnya Minsoo mengalah, ia
mengangguk-anggukkan kepalanya, mencoba menatap mata gadis itu, berusaha untuk
membuat emosinya lebih stabil.
āAku minta maaf. Yang terpenting sekarang aku di sini dan baik-baik saja,ā
ujarnya.
Memaksa gadis itu untuk
memperhatikan wajahnya dan kondisi tubuhnya. Ia baik-baik saja dan ia ingin Cheonsa
mengetahuinya.
āTidak ada hal buruk yang terjadi
padaku. Tidak ada yang memukulikuāā
āKau sedang beruntung saja.
Ingat, orang mabuk tidak akan sadar saat membuat kekacauan.ā Gadis itu menolak
untuk menatapnya, menundukkan pandangannya dalam-dalam.
Minsoo mengamati gadis itu, entah
kenapa dadanya merasa hangat tiba-tiba. Gadis itu mengkhawatirkannya walaupun
gadis itu terus mengelak. Yah, gadis itu beralasan kalau dirinya hanya panik. Namun
seseorang tidak akan panik kalau tidak merasa cemas atau khawatir.
Ia mendekat ke arah Cheonsa,
kemudian mengecup puncak kepalanya. āAku akan baik-baik saja. Kali ini, aku
berjanji dengan sungguh-sungguh.ā
Cheonsa langsung mendorong
tubuhnya menjauh, terlihat kaget dengan kecupan singkat yang ia bubuhkan di
puncak kepalanya.
Lihatlah mata melotot dan
ekspresi terkejutnya. Ckk, padahal mereka pernah berciuman sebelumnya.
āApa yang kau lakukan, hah? Sudah
bosan hidup?ā
Minsoo hanya mengangkat bahunya
dengan santai, kembali mencondongkan tubuhnya ke arah gadis yang masih
bersungut kesal.
Ia melingkari kedua lengannya di
sekitar tubuh mungil itu, memeluknya dengan hati-hati.
āBeginilah biasanya aku
memperlakukan kakakku. Arraseo Cheonsa Nuna?ā
****
Setelah menghabiskan makanannya,
ia dan Cheonsa kembali berpetualang. Seperti janjinya kemarin, ia membawa
Cheonsa ke tempat-tempat yang belum sempat mereka kunjungi.
Sepanjang perjalanan Cheonsa tak
berhenti mengekspresikan rasa takjubnya pada keindahan pemandangan bangunan
antik yang tertangkap matanya. Gadis itu menatap takjub Prague Castle, kemudian
berlarian untuk melihat bangunan itu lebih dekat.
āIni benar-benar mirip kastil
yang ada di buku dongeng! Minsoo lihat! Kastil di kartun Disney pun hampir
seperti ini bentuknya!ā
Cheonsa terlihat begitu antusias,
langkahnya nampak sangat ringan dan wajahnya amat girang. Melihat pemandangan
seperti itu menguapkan rasa sesak yang sejak lama menumpuk di dalam dada
Minsoo. Suara tercekat gadis itu ketika dibuat terpukau untuk kesekian kalinya
oleh kemegahan bangunan kastil, Minsoo rasa siapa pun yang mendengarnya akan
tersenyum dan menggelengkan kepala dengan gemas.
Meski pening yang ia rasakan
belum sepenuhnya hilang, melihat gadis itu berlari dari satu titik ke titik
lain dengan mulut menganga lebar membuat Minsoo tak keberatan untuk berlarian
di belakangnya. Well, Minsoo tidak berlari, namun berjalan secepat yang ia
mampu saja.
āCap! Ke sini!ā
Cheonsa melambaikan tangannya,
memacu langkahnya dua kali lebih cepat. Mereka sedang berada di atas Charles
Bridge, bergabung dengan wisatawan lain yang tengah melintas atau mengabadikan
foto mereka di salah satu spot terbaik.
Minsoo menghampiri Cheonsa yang tengah
mencengkeram tembok pembatas dengan erat, kepalanya melongok ke bawah,
mengamati aliran sungai Vlatava yang tenang.
āBagaimana perasaanmu sekarang?ā
gadis itu berbalik badan, menatapnya dengan rasa ingin tahu.
āHarusnya aku yang bertanya
seperti itu. Dari tadi siapa yang berlarian seperti bocah kecil?ā
āMaafkan aku yang kampungan ini.
Jangan salahkan aku! Pemandangan ini terlalu indah dan aku belum pernah
melihatnya secara langsung. Bisa menginjakkan kaki di sini, menghirup udara
segar di tempat ini, aku bersyukur tidak melewatkan Praha. Eh.. Ngomong-ngomong
kau belum menjawab pertanyaanku!ā
Minsoo berdecak, sulit sekali
mengalihkan topik pembicaraan dengan gadis di depannya. Ia bukannya ingin
mempertahankan kesan misterius yang orang-orang katakan tentang dirinya, namun
ia juga tak terbiasa mengutarakan isi hatinya pada orang lain. Lagipula di saat
ia menjawab pertanyaan itu, ia yakin Cheonsa akan melontarkan pertanyaan
selanjutnya. Satu pertanyaan mengundang pertanyaan lainnya.
Ia hanya tidak siap menguak
kebenaran tentang dirinya pada Cheonsa. Jujur saja ia takut, takut
menghancurkan imajinasi menakjubkan yang selama ini Cheonsa pikirkan tentang
dirinya.
Tapi tetap saja kan, tanpa
menguak itu semua gambaran Cheonsa tentang dirinya di masa lalupun mulai bias
melihat bagaimana penampilan dirinya sekarang.
āMelihatmu berlarian seperti anak
kampungan membuatku senang, bangga sih
lebih tepatnya. Aku jadi tahu aku sudah melaksanakan tugasku dengan baik,ā
jawab Minsoo tanpa mengungkit sedikitpun tentang āmasalahnyaā.
Cheonsa langsung menyikut
perutnya, āMenurutmu aku kelihatan sangat kampungan? Walaupun iya, tak
seharusnya kau mengatakan yang sebenarnya. Apalagi pada seorang gadis, itu
tidak sopan.ā Gadis itu bersungut-sungut, namun beberapa detik kemudian seulas
senyum terbit di wajahnya.
āKukira julukan āpemandu terbaikā
yang kau sombongkan itu ada benarnya,ā ungkap Cheonsa sebelum memalingkan
wajahnya ke aliran sungai di bawah mereka.
Angin senja pelan-pelan
menggelitik wajahnya, menggodanya untuk mengulas senyum lebar. Entah kenapa
setelah berulang kali berpergian di sekitar Eropa, Praha kini menjadi kota
tercantik yang pernah dilihatnya.
Minsoo ikut menatap ke arah
matahari mulai terbenam. Praha akan tetap selalu menjadi Praha yang cantik dan
menawan, namun karena senyum gadis di sebelahnya Praha terlihat punya pesona
yang lebih istimewa.
****
Cheonsa dan Minsoo sudah
meninggalkan penginapan sekitar satu setengah jam lalu. Sebenarnya jarak
penginapan ke bandara tidak terlalu jauh, mungkin hanya memakan waktu
perjalanan sekitar tiga puluh menit. Namun karena harus check in dan melewati pemeriksaan bagasi, belum lagi ada masalah
teknis yang memakan butuh waktu satu jam lebih hingga akhirnya bisa duduk
dengan santai di dalam pesawat.
Pesawat baru lepas landas pukul
delapan lewat lebih lima belas menit dan kira-kira akan sampai pukul sembilan
lewat empat puluh lima menit. Itupun kalau perhitungannya benar. Tadi Minsoo bilang
perjalanan dari Praha ke Venezia hanya butuh waktu satu setengah jam.
Tidak, mereka tidak akan ke
Venezia karena rombongan tur Yongguk sudah sampai di Roma dua hari yang lalu.
Kembali ke perhitungan waktu āmereka akan sampaiā versi Jung Cheonsa.
Berhubung Minsoo bilang waktu
tempuh Praha-Venezia hanya satu setengah jam, Cheonsa berasumsi Praha-Roma tak
akan terlalu berbeda. Venezia dan Roma itu kan sama-sama kota di Italia.
Yah, itu hanya perkiraan
logikanya yang sok tahu saja. Ia bahkan tidak tahu seberapa dekat Venezia ke
Roma atau lebih dekat mana Praha ke Venezia atau Praha ke Roma. Cheonsa
kemudian menggelengkan kepala, tiba-tiba merasa pening. Ya Tuhan, inilah
akibatnya kalau ia suka mengira-ngira waktu dan jarak.
Untuk mengalihkan minatnya pada
perkiraan waktu dan jarak, ia melirik pria di sebelahnya (yang
ngomong-ngomong tengah menatap layar ponsel dengan dahi berkerut). Cheonsa
kemudian mendengar suara desahan panjang dari orang di sebelahnya.
āSebenarnya kau punya masalah apa,
sih?ā
Minsoo menoleh bingung, wajahnya
masih tegang seperti sebelumnya.
āOke, kalau begitu kuganti saja pertanyaannya.
Apa masalahmu sangat berat sampai kau mabuk-mabukan seperti tadi malam?ā
Pria itu meliriknya dan ponsel di
genggaman bergantian, kemudian menghela panjang dan mengabaikan ponselnya.
Cheonsa rasa pria itu sedikit demi sedikit mau membicarakan masalahnya. Yah, ia
hanya perlu bersabar untuk mendengar ceritanya.
Cih, siapa yang sebelumnya
mati-matian bilang tak mau mencampuri urusan orang lain?
Minsoo menatap ke depan menarik
napas panjang sebelum memberi jawaban sambil menganggukkan kepala.
āYa, berat. Sangat. Mungkin kau
akan langsung membayangkan aku punya tumpukan utang yang mesti dibayar atau
orang tuaku menderita karena anak lelakinya jadi buronan dan kabur ke Eropa.
Tapi masalahku tidak seperti itu,ā jawab Minsoo.
Cheonsa mencondongkan tubuhnya
lebih dekat dengan Minsoo.
āMemangnya masalahmu seperti apa?
Coba beritahu aku.ā
Minsoo menoleh ke arahnya, āKau
tahu? Rasa penasaran itu awal dari sebuah ketertarikan. Kusarankan saja, jangan
terlalu penasaran padaku,ā kata pria itu dengan senyum jahil yang melekat di
wajahnya.
āSiapa suruh mabuk-mabukan dan
bertingkah seperti orang malang? Sudahlah, jawab saja pertanyaanku. Jangan
mengalihkan pembicaraan!ā
Dan pada akhirnya Minsoo
memejamkan mata. Cheonsa tidak bisa dialihkan begitu saja. kalau pria itu tidak
ingin membicarakan masalahnya, yang perlu ia lakukan adalah memejamkan mata dan
tidur dengan lelap. Namun sialnya Minsoo tidak ingin tidur.
āBegini, mungkin apa yang
kukatakan nanti akan menghancurkan pendapatmu tentang Bang Minsoo yang
menggemaskanāā
āTanpa mendengar ceritamu pun,
pendapatku tentang dirimu sudah berubah.ā Kemudian mereka saling bertatapan.
āLagipula waktu itu aku tidak
benar-benar berteman denganmu, dulu kita tidak pernah bicara seperti ini. Maksudku
benar-benar bicara seperti dua orang yang saling mengenal. Jadi pendapatku bisa
saja salah karena aku belum mengenal dirimu, ibaratnya aku hanya melihat
lapisan paling luar dari seorang Bang Minsoo. Now, tell your story,ā papar Cheonsa dengan lebih serius. Ia sudah
benar-benar penasaran.
āBaiklah..ā
āIni berawal dari ketertarikanku
pada mural. Aku melihat banyak karya mural di tembok-tembok sekitar tempat
tinggalku dulu. Singkat kata aku bergabung di sebuah komunitas, pokoknya aku
sangat bahagia dan punya banyak teman.ā
āKemudian aku bertemu dengan
Kenzi, salah satu orang yang paling disegani dalam kelompok. Ia bilang karyaku
cukup menarik, aku harus mengasah kemampuanku dengan lebih serius kalau mau
membuat karya yang lebih menakjubkan. Seiring berjalannya waktu, Minji Nuna
yang sesekali menjemputku setelah kegiatan kelompok usai, berkenalan dengan
Kenzi dan kau tahu kan apa yang terjadi? Mereka menjalin hubungan.ā
Cheonsa mengangguk, tingkat
penasarannya bertambah dari detik demi detik.
āAyahku sangat menentang hubungan
mereka karena Kenzi memang bukan idola para ayah. Kenzi itu punya banyak tato di
usianya yang baru dua puluh tahun, tindikan di telinganya membuat ayahku
terkejut setengah mati, dan sikapnya juga berandalan. Tapi waktu itu aku
terlalu naif, aku membelanya mati-matian. Aku bilang setidaknya Kenzi bisa
memahami keinginan kakakku, setidaknya Kenzi tidak menekan Minji Nuna untuk menjadi
ini dan itu.ā
āMasalah demi masalah pun datang.
Ayahku menemukan tato pertamaku, di punggung. Kau mau lihat?ā
Cheonsa memutar bola matanya
dengan jengkel, āNanti saja. Lanjutkan ceritamu!ā
āNilaiku menurun, aku pernah
ketahuan merokok, bertengkar dengan anggota komunitas, kakakku sering pulang
larut malam. Puncak masalahnya adalah waktu aku merayakan kemenanganku di
sebuah kompetisi, aku minum-minum dan terlalu mabuk untuk menghiraukan suara
dering ponselāā
Minsoo mengalihkan pandangannya,
ia melempar pandangannya jauh ke depan. Mengilas balik kejadian tujuh tahun
silam dengan getir.
āāaku tak sadarkan diri di salah
satu sudut kelab dan teman-temanku yang lain tak kalah parah. Mungkin jika aku
mau berusaha lebih keras, mengumpulkan kesadaran, dan menjawab panggilan itu
ceritanya akan berbeda. Tapi nyatanya aku mengabaikan panggilan itu dan tak
sadarkan diri.ā
Minsoo menghirup udara
sebanyak-banyaknya, entah kenapa dadanya terasa sesak tiba-tiba. Sudut-sudut
matanya mulut perih dan genangan air di pelupuk mata sudah siap menggelincir.
āAndai saja aku menjawab telepon
itu, kejadiannya pasti akan berbeda. Kalau aku tidak egois dan mau berusaha
sedikit lebih keras mungkin aku bisa mendengar jerit minta tolong kakakku di
detik-detik terakhir sebelum Kenzi memerkosanya. Akuāā
Karena tak kuat lagi menahan
airmatanya, pada akhirnya titik tu mengalir deras membuat dadanya semakin sesak
dan tubuhnya gemetaran.
Cheonsa yang melihat merasa
bersalah sekaligus simpati. Ia langsung mengelus-elas punggung pria itu, meski
ia tahu tindakannya tidak berarti sama sekali.
āSeharusnya aku menjawab
panggilannya, mendengar jeritan minta tolongnya, dan langsung pergi untuk
menyelematkannya. Tapi tidak, aku malah tidur di lorong dekat kamar mandi dan
baru sadar keesokan harinya. Aku menemukan sepuluh panggilan tak terjawab dari
nomor yang sama, serta deretan pesan yang juga dikirim oleh nomor yang sama.
Kakakku. Ia sudah memintaku untuk menjemputnya, ia sudah menuliskannya di pesan
yang ia kirim satu jam sebelum akhirnya ia menelepon.ā
Cheonsa bergeming, ia benar-benar
tidak menyangka pria di sebelahnya punya cerita seperti itu. Ia merapatkan
tubuhnya ke arah Minsoo, lantas mengusap-usap tangan pria itu.
āAyahku benar-benar marah. Ia
membenciku dan aku sadar ia berhak untuk itu. Tapi waktu itu aku sangat egois,
aku memberontak apalagi saat ia melarangku untuk melanjutkan kegiatan mural.
Aku jadi membencinya, namun aku tahu sebenarnya aku hanya tidak bisa menerima
kenyataan bahwa satu-satunya orang yang patut kubenci adalah diriku sendiri.ā
Pria itu masih mengoceh, suaranya bergetar di pundak Cheonsa.
āSetelah lulus SMA ia melarangku
untuk masuk jurusan desain grafis, ia bilang tidak akan membayar biaya kuliahku
jikalau aku nekat masuk. Dan aku menantangnya yang lalu dijawabnya dengan
tantangan yang lebih besar. Ia bilang aku harus angkat kaki kalau memang mau
nekat, aku langsung mengiyakan keinginannya. Aku bilang aku akan pergi dari
rumah itu, aku akan pergi jauh dan meraih cita-citaku. Aku tak akan kembali
lagi ke sana,ā tuturnya lagi.
Cheonsa menarik tubuhnya, menatap
mata Minsoo dengan terkejut. Namun pria itu mengalihkan pandangan, menyeka
jejak air mata di pipinya.
Pria itu menarik-membuang napas
dengan panjang, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Juga berulang kali
mendeham-dehamkan suara.
āLihat? Bercerita itu lebih efektif
membuang keresahan. Jadi, jangan sungkan untuk menemuiku kalau kau punya
masalah. Aku pendengar yang baik, kok,ā kata Cheonsa dengan bangga. Ia ingin
mengenyahkan situasi rikuh di antara mereka.
Minsoo berdecak, āYah, dan
membiarkan semua rahasiaku terkuak. Memalukan sekali. Kau punya jurus apa sih
sampai membuatku menceritakan semuanya?ā
āAku kan Angel-nya semua orang!ā
Minsoo mendorong kepalanya
kemudian berdecak lagi.
āKali ini kubiarkan. Ini
kompensasi untuk seseorang yang baru saja menangis dengan khusyuk.ā Ia melirik
Minsoo kemudian tawanya meledak, membuat pria itu jengkel dan berusaha membekap
mulutnya.
Beruntung pesawat yang mereka
tumpangi tidak mengangkut banyak penumpang, hanya terlihat beberapa deret
tempat duduk yang terisi. Seandainya pesawat itu penuh pasti mereka sudah
dilempari barang dari berbagai arah.
TBC
Senengnya bisa updet ff ini lagi. okeh.. berhubung laptop aku mulai moodian, nanti bisa nyalah - nanti enggak aku bakal updet selagi laptop unyu ini bisa diajak kerjasama.
Oiya untuk updetan selanjutnya, mungkin akan sesegera mungkin dipublish sebelum laptopku makin eror dan bikin aku tambah males updet. Buat yang udah masuk sekolah esok hari, semangat yahh.. aku di sini juga pernah ngerasain kok...
Baiklah..itu aja untuk hari ini. Terimakasih semuanya---
Thanks,
GSB
Comments
Post a Comment