Hello Chingu - Part 10
"Jadi, bagaimana? Kau sudah bicara padanya?"
Minsoo mengangkat pandangan, meninggalkan sejenak buku agendanya. Melirik Yongguk yang sedang menatap ke
arahnya dengan tampang serius, membuatnya merasa waspada.
Bahkan membuat Namjoon ikut tegang padahal sudah jelas kalau pertanyaan itu
ditujukan untuk Minsoo.
Pertanyaan itu tak langsung dijawab Minsoo, pikirannya masih tersita pada
deretan nama tempat yang akan mereka datangi besok. Petualangan Barcelona part
2 mereka masih perlu dipoles sedikit. Ia berencana untuk memasukkan
tempat-tempat wisata yang mengagumkan untuk hari terakhir Eurotrip mereka esok
hari.
Dan ia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang Yongguk bicarakan.
"Jung Cheonsa. Jangan pura-pura tidak mengerti," tambah Yongguk.
Oh, itu. Minsoo menghela panjang, kembali menenggelamkan pandangan ke
daftar yang sedang ia susun. Bukannya mau menghindar, tapi perjalanan mereka
hari ini benar-benar menguras tenaga....dan pikirannya. Bisa dibilang ia tidak
punya waktu untuk berbicara dengan perempuan itu. Mungkin bukan hanya masalah
tidak punya waktu, tapi nyalinya surut. Barangkali tertinggal di kubah gereja
Vatikan. Entahlah tapi ia malah meragukan perasaannya.
"Jadi bagaimana?" tanya Yongguk lagi.
"Ada apa dengan Cheonsa?" kali ini Namjoon yang bersuara, tak tahan menjadi
satu-satunya orang yang tak tahu apa yang sedang dibicarakan.
"Kau masih trauma karena Julie mencampakkanmu?" ada nada jahil
sekaligus simpati yang menguar dari suara Yongguk.
Minsoo terlihat kesal sekaligus tak percaya. Bagaimana bisa Yongguk
mengetahui hal itu? Padahal hubungannya dengan Julie saat itu sangat ia
rahasiakan.
"Apa? Maksudmu Julienya Clara? Julie yang...." Namjoon tak
melanjutkan ucapannya begitu mendapati Yongguk sedang mengangguk sambil menyengir
lebar.
Namjoon menatap Minsoo takjub, benar-benar tidak menyangka dengan fakta yang baru saja terungkap. Tapi tunggu, ini
benar-benar-benar tidak adil. Kenapa ia baru diberitahu sekarang?
"Jadi hanya aku yang tidak tahu apa-apa?"
"Seharusnya tidak ada yang mengetahuinya malah." Minsoo melirik
Namjoon, lalu beralih pada sosok Yongguk yang mengumbar senyum puas.
āMemangnya apa yang salah dengan menceritakan hubunganmu dengan Julie?
Jangan-jangan kau belum bisa melupakan gadis itu," kata Yongguk membela diri.
Hilang sudah hasrat untuk melanjutkan pekerjaannya. Minsoo menutup buku agendanya,
menyelipkan pulpen ke dalamnya. Kini ia
tidak bisa menghindar lagi.
"Tunggu, kalau kau pacaran dengan Julie, bagaimana dengan Hyunra? God,
aku tidak tahu apa-apa." Namjoon mengerang.
Yongguk menggeleng dengan girang. Ia beranjak dari ranjangnya,duduk di
sebelah Namjoon.
"Kau bodoh, ya? Mereka sudah putus sejak lama," kata Yongguk
sambil merangkul Namjoon.
Ketika satu kebenaran terekspos, kebenaran lain akan mengekor untuk dibuka.
Dan Minsoo hanya bisa pasrah begitu semua kebenaran tentang dirinya terungkap.
"Dan tak seorangpun mau berbaik hati untuk memberitahuku? Kupikir kita ini teman."
Minsoo memutar matanya dengan jengkel, jijik mendengar kalimat terakhir
Namjoon.
"Aku bercanda untuk yang tadi. Tapi aku masih penasaran bagaimana kau
dan Julie bisa...."
Tanpa dilanjutkan Minsoo pun sudah tahu apa yang ingin Namjoon tanyakan.
Julienne Schmitz. Pasti tak seorangpun pernah menyangka seorang Bang Minsoo
pernah memiliki hubungan romantis dengan gadis itu. Apalagi kalau mengingat
betapa romantisnya pasangan Julie-Clara sekarang.
Namun tiga tahun yang lalu semuanya berbeda. Minsoo mendesah lelah. Kesal karena kenangan-kenangan yang
sudah terkubur di dasar hati muncul ke permukaan. Akhirnya ia menyerah, sudah
cukup ia mengurung semua kenangan itu. Sudah saatnya ia melepaskan segalanya.
Ia pun menceritakan semuanya, tentang perpisahannya dengan Hyunra sampai bagaimana kisahnya dengan Julie dimulai.
Ia bertemu dengan
Julie setelah satu tahun hubungannya dengan Hyunra berakhir. Awalnya ia mengenal Julie di kampus, gadis itu
aktif sebagai aktivis kegiatan sosial. Mereka tak benar-benar akrab hanya dua
orang yang kebetulan kuliah di kampus yang sama. Untuk yang satu itu Yongguk
pun tahu. Namun selalu ada bagian cerita yang hanya kau sendiri yang tahu.
Termasuk cerita pertemuan mereka di Munich pada musim panas tiga tahun
yang lalu. Bisa dibilang pertemuan tak disengaja itu merupakan awal dari
segalanya.
Waktu itu Minsoo menghabiskan libur musim panasnya dengan pergi ke
berbagai kota di Jerman. Dan untuk Julie, gadis itu kebetulan sedang mengikuti sebuah
seminar gerakan sosial yang diadakan di Munich.
Mereka berdua bertemu di sebuah kelab malam, pada saat itu Julie dan
teman-teman grupnya sedang berpesta pora di sana. Awalnya Minsoo ataupun Julie
tak ada yang menyadari keberadaan satu sama lain. Namun berkat sebuah insiden
yang terjadi pada saat itu, Minsoo menyadari keberadaan Julie.
Minsoo yang sedang menenggak gelas ketiganya dibuat kaget begitu
perempuan yang tengah memesan minuman di sebelahnya ditarik paksa oleh
seseorang di belakangnya.
Sudah bisa ditebak apa yang selanjutnya terjadi, perkelahian antara dua
orang perempuan kaukasia tak bisa dielakkan. Saat itu Minsoo baru sadar kalau
perempuan yang tadi memesan minuman adalah Julie, ia baru sadar begitu Julie
terkapar di atas lantai. Tak berdaya karena tangan dan kakinya ditahan oleh
empat orang, sementara seorang perempuan berwajah jahat sedang memukulinya
habis-habisan.
Keadaan di kelab saat itu sangat kacau, semua orang mengerubungi tempat
kejadian dan menyaksikan dengan mulut terkatup. Namun anehnya tak seorangpun
maju untuk menghentikan perkelahian tersebut.
Dan entah bagaimana caranya Minsoo maju dan menyelamatkan Julie yang
sudah tidak berdaya.
Singkatnya pertemuan mereka saat itu mengawali kisah petualangan mereka
yang tak terduga. Minsoo mendelik saat Namjoon tak berhenti berdecak kagum
sepanjang ceritanya.
Ia melanjutkan ceritanya, mulai dari petualangannya dan Julie
berkeliling Eropa, perjalanan mereka ke Athena, sampai akhirnya Julie
mencampakkannya pada musim panas berikutnya.
Saat itu ia tak sengaja memergoki Julie yang sedang pergi bersama
seorang perempuan berambut sebahu di jantung kota Berlin. Awalnya ia tak
menaruh kecurigaan sedikitpun, ia lanjut mengikuti kemana Julie pergi.
Tadinya ia ingin memberi kejutan pada Julie, tapi siapa sangka kalau ia
yang malah dibuat terkejut. Begitu Julie dan perempuan itu sampai di alun-alun
kota, keduanya berpelukan dan yang selanjutnya terjadi membuat Minsoo menahan
napas. Langit seolah runtuh dan nyaris menghantam tubuhnya. Julie dan perempuan
itu berciuman, berpagut mesra di bawah langit malam yang berhias kembang api.
Keesokan harinya Minsoo menemui Julie di restoran tempat biasa mereka
menghabiskan waktu bersama. Ia masih ingat betapa cerianya wajah Julie hari
itu. Senyumnya begitu cemerlang menandingi langit cerah di luar.
Namun senyum itu menghilang, semburat ceria itu padam begitu Minsoo mencecarnya
dengan pertanyaan mengenai kejadian semalam. Julie bergeming, tak memberi jawaban
sekalipun Minsoo sudah kehilangan kesabaran dan menggeberak meja.
āNamanya Clara. Aku bertemu dengannya saat camp
musim semi. Saat itu kau sangat sibuk, terlalu sibuk malah,ā kata Julie.
Julie menegakkan kepala, menemui manik Minsoo.
āAku sangat kesepian saat kau sibuk dengan proyek
tur yang kau buat bersama teman-temanmu. Kita bahkan tak menghabiskan waktu
bersama sekalipun. Bahkan kau tak ada di sisiku saat aku sangat membutuhkanmu.
Tapi aku mengerti, aku juga tak ingin menjadi perempuan yang begitu bergantung
padamu. Aku mengerti kau memiliki kesibukanmu sendiri.ā
āAku mengerti kau sendiri punya luka yang kau
simpan. Aku bahkan mengerti alasanmu yang menutupi hubungan kita dari teman-temanmu.
Aku mengerti Minsoo.ā Julie meraih tangan Minsoo, menggenggamnya dengan erat.
āTapi aku sudah lelah untuk mengerti dirimu.
Kau tak pernah mengatakan apa yang kau rasakan, kau tak mau berbagi, dan kau
tak membiarkanku menggenggam tanganmu di depan banyak orang. Sedangkan Clara,
ia selalu ada untukku. Ia tak hanya memberi tapi juga membiarkanku untuk
melakukan hal yang sama.ā
āDan begitulah seharusnya sebuah hubungan terbangun.
Kau terlalu takut untuk mengambil semua resiko itu. Kau begitu berhati-hati,
Minsoo. Bahkan padaku,ā sambung Julie tanpa melepas pandangan mereka.
āAku menyayangimu, tapi aku juga tak bisa
meninggalkan Clara begitu saja. Kumohon mengerti aku, seperti aku mengerti dirimu
selama ini. Aku masih ingin bersamamu Minsoo.ā
Minsoo benar-benar tak percaya dengan
permintaan yang Julie ajukan. Jadi perempuan itu mau ia mengerti dan membiarkan
perempuan itu bersama Clara? Selagi mereka masih berhubungan?
āAku mencintaimu Minsoo. Tapi...ā
Minsoo bangkit dari tempat duduknya. āAku
mengerti Julie. Aku mengerti, tapi aku tidak bisa berbagi. Kau harus memilih,ā
tegas Minsoo.
Minsoo menghela panjang. Ia tak menyangka ia sudah mengungkap ceritanya
sampai sejauh ini.
āJadi akhirnya Julie memilih Clara?ā tanya Namjoon.
Ia menggeleng, menghalau perasaan kesal yang datang karena begitu mudah mengilas kembali gambaran
kejadian pada hari itu.
Ia bangkit dari kursi, meminta Julie untuk
memilih. Namun perempuan itu hanya menatapnya dengan berlinang air mata sambil
menggeleng lemah.
Ia mengalihkan pandangannya, lantas melepaskan
genggaman Julie. Tanpa sepatah katapun ia pergi dan begitu saja akhir dari
hubungannya dengan Julie.
Namjoon merangkulnya, menepuk pelan bahunya. Seolah takut ia akan
menangis meraung-raung dan menenggelamkan diri ke laut.
āPasti berat ya melihat Julie setiap kali kita sampai di Amsterdam.
Menginap di guest house-nya. Kalau dari awal aku tahu, aku tidak akan menerima
ajakan kerja sama dengan Clara,ā ucap Namjoon dengan pengertian.
āTidak masalah. Aku sudah tidak memikirkannya lagi. Tenang saja.ā
āJelas saja. Ia kan sudah sibuk memikirkan Jung Cheonsa,ā celetuk
Yongguk sambil menyengir lebar. Mengekspos gusinya yang lebar dan terlihat
konyol. Benar-benar perpaduan yang menggelikan, wajah sangar dipadukan gusi
lebar yang terekspos begitu ia tertawa.
Minsoo memijat keningnya dengan lelah. Sudah terlambat untuk
menyelamatkan diri dari cengkeraman kedua temannya yang mempunyai begitu banyak
rasa ingin tahu. Masalahnya apapun yang ingin mereka tanyakan tentang Jung
Cheonsa, apapun yang berkaitan dengan gadis itu... ia sendiri juga tidak tahu.
Untuk semua gagasan tentang ākitaā yang tadinya akan ia katakan di kubah
katedral, semuanya memudar, hanya tersisa keraguan dan ketakutan. Apa memang ia
dan Cheonsa perlu memikirkan hal sejauh itu? Mengatakan apa yang sebenarnya
mereka rasakan terhadap satu sama lain lalu bersama seperti sepasang pria dan
wanita lainnya?
Namun atas dasar apa mereka bersama? Perasaan yang muncul setelah
menghabiskan waktu bersama selama seminggu belakangan?
Katakanlah mereka sepakat untuk bersama, lalu apa selanjutnya? Setelah
berpisah dengan Julie, ia menyadari satu hal: ia terlalu hancur untuk
memercayakan orang lain untuk menjaga hatinya. Lagipula ia bukan pria yang bisa
memberikan masa depan. Mungkin Cheonsa akan baik-baik saja dengan hal itu, tapi
siapa yang bisa menjamin kalau gadis itu akan terus berada di sampingnya?
Dan ia tak seegois itu untuk meminta Cheonsa tetap tinggal di sisinya. Karena
pada akhirnya sebuah hubungan akan beranjak ke tahap yang lebih tinggi dan
serius.
Ia bukan orang yang suka merancang rencana jangka panjang. Ia hanya
berjalan kemanapun angin membawanya. Persis dedaunan kering yang pasrah dibawa
kemanapun oleh angin musim gugur.
****
Cheonsa mendelik sinis sambil mendengus kesal. Ia sudah bosan terus ditanyai
pertanyaan yang sama. Bang Minsoo belum
mengatakan apa-apa?
Ya, entah sudah berapa kali Hyerin menanyakan hal yang sama. Bayangkan,
ia terus dicecar pertanyaan yang sama dari kemarin hingga pagi tadi.
Ia kesal karena setiap kali pertanyaan itu mengiang, ingatan tentang
senja di atas kubah gereja muncul di kepalanya. Seenaknya mengusik suasana pagi
yang indah. Serius, ia sudah benar-benar tidak peduli lagi dengan Bang Minsoo
dan hal-hal membingungkan yang menyertai pria itu.
Setelah perbincangan mereka di kubah dua hari yang lalu, ia belum bicara
lagi dengan Minsoo. Awalnya ia mengira Minsoo hanya sedang sibuk melakukan
pekerjaannya. Perbincangan mereka yang sempat tertunda bisa dilanjutkan di tengah
waktu senggang. Namun hingga detik ini jangankan membicarakan tentang ākitaā, Minsoo
justru tak menyapanya saat melintas di depannya.
Yah, pria itu sangat sibuk dengan āurusannyaā. Seperti saat ini
contohnya. Pria itu tengah sibuk menanggapi pertanyaan basa-basi dari Minyoung
dan Sunmi. Huh, ia rasa Minsoo harusnya
sudah paham modus basa-basi yang gencar dilakukan dua perempuan itu. Tapi
sepertinya Minsoo lebih suka pura-pura bodoh dan tebar pesona.
Cheonsa menyesal, harusnya ia tak perlu gugup berlebihan atau berharap
banyak. Mungkin sore itu Minsoo hanya sesumbar, lalu menyadari betapa
omongannya tidak masuk akal. Cih, bicara tentang kita? Memangnya apa yang mau
dibahas? Hubungan mereka hanya sebatas seorang turis dengan pemandunya. Mereka
akan berpisah besok pagi. Hanya begitu saja akhir cerita mereka.
Ya, mungkin Minsoo sudah menyadarinya. Apa yang terjadi di antara mereka
hanya sebatas euforia musim panas. Tak lebih.
Untuk mencegah suasana hatinya semakin buruk, Cheonsa mengalihkan
pandangannya. Sebisa mungkin tak melihat ke arah Minsoo. Ini hari terakhirnya,
ia harus bersenang-senang dan menggunakan waktu yang tersisa sebaik mungkin.
Ia berlari ke arah Nyonya Hong yang sedang melambai ke arahnya. Wanita
paruh baya itu tersenyum saat memeluk lengannya. Wanita itu kelihatan segar dan
sumringah. Menghirup udara pagi di bukit Montjuic yang tenang memang membuat
siapapun bahagia. Kalau tidak mengingat Bang Minsoo ia pasti sudah bahagia
sekali, berjalan-jalan kecil menyusuri jalan lebar yang cukup ramai sambil menghirup
udara segar.
āAyo berfoto dengan kami,ā ajak Tuan Hong yang sudah dalam pose merapat
di tengah-tengah putra-putrinya.
Nyonya Hong menuntun Cheonsa untuk bergabung bersama keluarga kecilnya.
Cheonsa tersenyum ramah. Ia sangat senang karena diperlakukan seperti bagian
dari keluarga ini.
Tuan Hong meminta tolong pada Namjoon untuk memotret mereka. Entah sudah
berapa foto yang diabadikan, namun sepertinya keluarga ini belum puas, masih
ingin mengambil lebih banyak foto.
āBaik semuanya, ayo bergegas. Pastikan barang bawaan kalian tidak tertinggal,
sepuluh menit lagi kita berangkat,ā kata Yongguk memberi komando.
Peserta tur langsung sibuk bersiap. Buru-buru menghabiskan menu sarapan,
bangkit dari tempat duduk, sesekali mencuri kesempatan untuk kembali berfoto
dengan latar belakang bukit hijau.
āAww... astaga.ā
Suara pekikan itu datang dari sosok Minyoung yang entah bagaimana
caranya sudah tergeletak di atas aspal. Mulutnya tak berhenti mengaduh, seolah
sengaja mencuri perhatian. Seolah ingin memberitahu semua orang di Barcelona
kalau ia baru saja terjatuh.
āHai semuanya, aku jatuh. Ayo tolong aku. Lututku berdarah dan kurasa kakiku
terkilirā
Cheonsa segera mengalihkan pandangannya saat sosok Minsoo menghampiri Minyoung
yang bertingkah seperti orang yang hampir ditabrak motor. Cih, siapa suruh
menggunakan wedges seperti itu untuk bepergian ke bukit.
āKubantu berdiri.ā
Cheonsa menahan diri untuk tak menoleh. Ia tak ingin menyaksikan
bagaimana Minsoo memapah perempuan cengeng itu atau bagaimana tingkah manja
Minyoung yang masih mengerang kesakitan.
Ia memasukkan ponselnya ke dalam tas dengan perasaan tak keruan. Suara
perhatian Minsoo dan suara memelas ala gadis tak berdaya yang licik bergantian
menyapa pendengarannya. Hell, rasanya luka Minyoung tidak separah erangan yang
keluar dari mulutnya.
Serius, gadis itu benar-benar
manipulatif.
Cheonsa menyesap cokelatnya yang sudah mendingin hingga tandas.
āAyo eonnie.ā
Jaekyung sudah menunggunya, sementara Minsoo sudah berjalan duluan. Ia
kaget bukan main begitu menemukan
pemandangan yang tersaji beberapa puluh meter dari tempatnya. Minsoo tidak
memapah Minyoung seperti perkiraannya. Pria itu menggendong Minyoung.
Wow..how lovely they are! Piggy ride back,
huh?
Seberapa parahnya sih keadaan Minyoung sampai harus digendong seperti itu?
Cheonsa mengggerutu pelan, menyalurkan kekesalannya tanpa membuat siapapun
curiga. Memangnya siapa ia berhak marah karena perlakuan terlalu baik Minsoo
pada Minyoung?
Ia menghampiri Jaekyung dengan senyum masam.
āSepertinya kau melupakan sesuatu.ā
Ia menoleh ke belakang, menemukan buku agenda berwarna cokelat tua
tergeletak di atas meja mereka. Ia melirik Jaekyung kemudian mendekati meja,
mengambil buku itu.
Sepertinya ia tidak asing dengan benda itu. Tunggu, sepertinya ia pernah
melihat seseorang....
Ini buku milik Minsoo. Tidak salah lagi. Ia mendecak sinis. Ya ampun
saking khawatirnya dengan Minyoung, pria itu sampai meninggalkan buku
agendanya. Ckk..
****
Jaekyung dan dirinya terlambat lima belas menit sampai di bus. Tadi
mereka mampir sebentar ke toilet. Berhubung akan menempuh perjalanan panjang, ia
menyarankan Jaekyung yang sudah tak bisa menahan hasrat buang air untuk segera
menuntaskan urusannya di toilet.
Yongguk yang sedang bersedekap dengan wajah serius menyambut mereka di
depan bus. Ia hanya meringis, tak memberi penjelasan apa-apa pada pria itu. Lagipula
kelihatannya Yongguk tak terlalu peduli pada alasannya.
Orang-orang menyambut mereka dengan meloloskan napas lega. Kemudian
pintu bus ditutup dan Yongguk sudah menggenggam mikrofon untuk memberi
pengarahan.
Nyonya Hong tersenyum tenang saat Jaekyung menempati kursi di
sebelahnya. Wanita paruh baya itu merangkul anak gadisnya dengan terharu,
seolah mereka baru dipertemukan setelah bertahun-tahun terpisah.
Cheonsa tersenyum membalas senyum penuh rasa terima kasih yang diumbar
Nyonya Hong. Ia berjalan lagi agak ke belakang, tepat dimana Hyerin tengah menatapnya
dengan menuntut penjelasan.
Tanpa sengaja ia menemukan Minsoo yang sedang duduk di tempat Sunmi,
tepatnya tiga kursi di depan tempat duduknya. Ya, drama gadis malang yang tak
berdaya masih berlanjut. Minsoo sedang mengolesi luka di lutut dan mata kaki
Minyoung dengan obat merah.
āDarimana saja?ā tanya Minsoo saat ia melintas.
Pria itu menatapnya dengan tegas. Menggambarkan dengan jelas bagaimana
perasaannya saat ini. Minsoo sedang kesal karena keterlambatannya.
āNyonya Hong sangat khawatir karena putrinya tak juga kembali.
Seharusnya sebagai orang yang lebih dewasa kau bisa...ā
āMaaf kalau aku salah. Tapi aku tidak berhak melarang siapapun untuk buang air kecil,ā selak Cheonsa
setenang mungkin.
Ia merogoh tas selempangnya, mengambil buku agenda Minsoo yang tadi
ditemukannya. Menyodorkan buku itu sambil mencibir.
āYouāre welcome.ā
Cheonsa tersenyum masam dan berlalu dengan perasaan kesal. Ada apa sih
dengan Bang Minsoo dan kepribadian gandanya itu? Menyebalkan.
Ia tak menghiraukan Hyerin yang menyambutnya dengan tatapan ingin tahu.
Ia langsung menghenyakkan tubuhnya. Sama sekali tak memberi penjelasan apapun
yang diinginkan orang sebelahnya. Cheonsa melempar pandangan ke luar, berusaha
mengenyahkan perasaan kesal yang mulai mengusik akal sehatnya.
āKalian sedang bertengkar?ā tanya Hyerin berbisik.
Ia tak menanggapi, bahkan tak repot-repot melirik Hyerin untuk memberi
peringatan ājangan ganggu akuā. Ia merogoh tasnya, mengambil kacamata hitamnya.
Membiarkan lensa hitam menghalangi orang-orang untuk menatap matanya. Sekaligus
menghalau segala niatan siapapun yang ingin mengajaknya bicara.
Perjalanan mereka masih panjang. Kira-kira akan memakan waktu satu jam
untuk sampai di Gereja Sagrada Familia. Jadi sebelum rasa kesal menghancurkan
semangat liburannya, ia memaksakan diri untuk memejamkan mata. Ia perlu
istirahat, dengan begitu pikiran-pikiran buruk tak akan mengusiknya lagi.
****
Jadi begini gereja terkenal yang heboh diperbincangkan orang-orang.
Gereja Sagrada Familia.
Situs pariwisata yang sempat menjadi viral pada masa penayangan Meteor
Garden. Cheonsa mengamati bangunan megah karya Gaudi dengan serius.
Bertanya-bertanya kenapa Gaudi merancang bangunan serumit ini. Bayangkan saja
pembangunannya mulai dikerjakan pada tahun 1882 dan sampai sekarang belum juga
selesai. Menurut informasi yang ia dapat dari Namjoon, kemegahan bangunan ini
akan benar-benar rampung di tahun 2050.
āTolong ambil foto kami.ā
Cheonsa mendesah pasrah, bersiap mengarahkan lensa ke arah Hyerin dan
Yongguk yang tengah berangkulan mesra. Setelah selesai satu pose, Hyerin
mengarahkan Yongguk untuk berganti pose.
āSekali lagi!ā teriak Hyerin yang sudah memeluk leher Yongguk dari
belakang.
Lihatlah pasangan yang beberapa hari lalu bertengkar hebat itu, kini
tengah berpose konyol seperti pasangan remaja labil. Yongguk berdiri dengan
merunduk sementara Hyerin melingkarkan tangannya di leher pacarnya itu. Mereka
tersenyum lebar, bahkan terkikik geli.
Ia benar-benar tak menyangka pria berwajah garang seperti Yongguk
bersedia disuruh berpose konyol seperti itu.
Pose mereka persis seekor koala yang sedang memeluk batang pohon
eucalyptus.
Dan begitulah kegiatannya di Sagrada Familia,
mengagumi arsitektur gereja yang rumit dan menjadi tukang foto dadakan untuk
sesi āpre-weddingā pasangan
Hyerin-Yongguk
āDi sini kami terlihat imut,ā kata Hyerin memuji foto-fotonya.
Setelah kunjungan ke Sagrada Familia selesai, mereka langsung bertolak
ke tempat kunjungan selanjutnya. Mereka kembali mengunjungi sebuah bangunan karya
Gaudi.
Casa BatllĆ³, sebuah bangunan apartemen yang disulap menjadi sebuah karya
seni berupa bangunan dengan konsep tulang belulang. Cheonsa mendongak, menatap
dinding-dinding berlapis pecahan keramik yang membuatnya bersinar setiap kali
diterpa sinar matahari.
Cheonsa memasuki bagian dalam bangunan tersebut dengan antusias.
Tak absen mengarahkan lensa kameranya
pada desain interior bangunan tersebut. Ia juga tak lupa berfoto bersama Hyerin
yang kelihatan jauh lebih girang daripada dirinya.
Ya, biaya masuk sebesar 14 euro kiranya memang sebanding dengan karya seni
menakjubkan yang bisa dilihat.
Cheonsa mengangguk-angguk begitu menemukan meja makan dengan kaki-kaki
yang menyerupai tulang, kemudian mengambil selfie bersama barang langka
tersebut.
Namun kebahagiannya tak bertahan lama. Kebahagiaan kecilnya terusik
begitu suara melengking milik Minyoung memanggil Minsoo.
Ia mendengus kasar, langsung bergegas berpindah tempat. Ia tidak tahan
melihat tingkah Minyoung yang menggelikan dan sikap bodoh atau pura-pura bodoh
Minsoo.
āJadi kau cemburu, huh?ā
Cheonsa menatap Hyerin dengan jengkel. Perempuan itu tak berhenti menyenggol
lengannya sambil memamerkan senyum konyolnya. Ia berusaha menyingkirkan tangan
Hyerin yang masih memeluk lengannya.
āPantas saja kau terus menekuk wajahmu seharian ini.ā Hyerin melebarkan
senyumnya, suara kekehannya semakin keras. Demi apapun Cheonsa ingin melarikan
diri dari nenek sihir ini.
āTapi kau tak boleh semarah itu, buddy.
Minsoo hanya melakukan tugasnya dengan baik. Biar bagaimanapun ia itu pemandu
wisatanya.ā
āLagipula untuk apa kau marah? Memangnya kau itu siapa? Pacarnya
atau...ā
āJangan ganggu aku. Pergi sana.ā Ia menghempas tangan Hyerin. Benar-benar
kesal sampai tak menoleh lagi ke arah temannya yang nampak sedikit menyesal.
Ia benar-benar tidak ingin bercanda. Ia hanya ingin masuk ke bus dan
kembali ke penginapan.
Ia tak menghiraukan Jaekyung yang memanggilnya atau sapaan Namjoon saat
ia bergegas keluar dari tempat itu. Ia masuk ke dalam bus, tak keberatan berada
di dalam ruangan kecil itu seorang diri. Ia kembali mengenakan kacamata
hitamnya, lalu melarikan pandangan ke luar jendela.
Ia tak peduli kalau peserta tur lainnya berpindah tempat ke Casa Mila
yang letaknya tak begitu jauh dari Casa BatllĆ³. Mereka hanya perlu berjalan
kaki untuk sampai ke sana, jadi kesendirian Cheonsa akan berlanjut sampai satu
jam ke depan.
*****
Cheonsa tak menyadari kapan tepatnya ia tertidur, yang jelas ia bangun
setelah merasakan tubuhnya diguncang pelan. Orang pertama yang dilihatnya saat
membuka mata adalah Hyerin.
Ia mengamati sekelilingnya. Orang-orang sedang sibuk bergegas dan turun
dari bus secara bergantian. Ia melihat pemandangan di luar, rupanya mereka
sudah sampai di hostel.
Ia buru-buru menyampirkan tali tas di bahunya. Berdiri dan siap untuk
turun dari bus. Namun Hyerin tak juga menyingkir.
āAyo turun. Aku mau mandi.ā
Hyerin bergeser, memberi ruang untuk dirinya melintas. Ada yang aneh,
kenapa Hyerin begitu diam? Apa perempuan itu bertengkar lagi dengan Bang
Yongguk?
āAku minta maaf soal yang tadi.ā
Cheonsa menoleh, baru ingat alasannya keluar dari Casa BatllĆ³. Tapi
setelah mendapat waktu tidur yang cukup memuaskan, ia rasa ia sudah melupakan
kekesalannya.
āOh ayolah. Jangan membuatku takut. Sejak kapan Hyerin meminta maaf pada
orang sepertiku?ā kata Cheonsa bergurau.
Namun Hyerin belum mau menatapnya. Seolah apa yang ia lakukan siang tadi
sudah sangat keterlaluan. Yah, walau memang agak keterlaluan sih.
āAku sudah baik-baik saja. Jangan cemberut begitu.ā
*****
Matahari boleh saja merangkak turun dari peraduan, namun keramaian
Barcelona tak serta merta meredup. Atmosfer kemeriahan musim panas justru
semakin semarak. Sepanjang jalan La Rambla semakin ramai dipenuhi turis maupun
warga setempat. Pohon-pohon besar dan rindang tumbuh di sepanjang kawasan
pedestrian tersebut, dan bangunan-bangunan bergaya gotik berdiri di sisi kanan
dan kiri. Menambah pesona kawasan yang mulai disinari lampu-lampu cantik yang
melekat pada restoran maupun kafe.
Street Performers di sisi-sisi jalan menambah suasana riuh di
sepanjang kawasan La Rambla. Mereka terlihat menonjol dengan beragam busana dan
riasan unik, berlomba menarik perhatian wisatawan. Ada yang bermain musik, ada
yang menari, ada yang melakukan atraksi akrobat, maupun trik-trik sulap.
Setelah puas menyaksikan atraksi para seniman jalanan dan berbelanja,
Yongguk dan timnya memandu rombongan memasuki sebuah restoran untuk menyantap
makan malam.
āAku menyesal baru melakukan perjalanan ini di umurku yang sudah tua
begini.ā
Yang lainnya tertawa mendengar ucapan Tuan Hong yang terlihat
benar-benar menyesal.
āSerius, aku beritahu kalian semua. Pergi dan kunjungilah banyak tempat
selagi kalian muda. Melakukan perjalanan di umurku hanya membuat orang lain
repot. Sungguh! Tanya saja pada Namjoon. Berapa kali anak ini harus
menggendongku untuk turun tangga,ā tambah Tuan Hong sambil menepuk-nepuk lengan
Namjoon.
āTidak masalah. Itu memang sudah menjadi tugasku,ā sahut Namjoon dengan
senyum bangga.
Perbincangan ringan itu terus bergulir, membiarkan waktu berjalan tanpa
terasa. Semburat jingga di langit mulai digantikan langit malam yang bersih.
āTapi aku sungguh-sungguh. Kalian harus memikirkan bisnis travel dengan
skala yang lebih besar,ā kata Ricky, seorang mahasiswa yang terlihat punya
hasrat besar untuk mengetahui segala hal.
āWell, Mr. Knows-Everything,
tidak mudah untuk membuat bisnis dengan skala yang kau pikirkan. Membangun
bisnis itu tidak semudah menyusun lego, tahu,ā sahut Changjo kelewat realistis,
yang justru terdengar menyebalkan. Ia menatap temannya dengan geli, kemudian
menyuap sepotong daging ke mulutnya.
Dan seperti yang sudah-sudah ketika dua orang itu bertengkar, Niel yang
mengaku sebagai Hyung di antara mereka bertiga akan turun menengahi. Yah, walau
bukan sebagai penengah yang bijak.
Makan malam mereka berakhir pukul tujuh tepat. Destinasi mereka
selanjutnya adalah pantai Barceloneta.
Setelah berjalan hingga ujung jalan La Rambla, mereka disambut
pemandangan dermaga dengan kapal-kapal pesiar dan aroma khas laut. Untuk sampai
ke pantai mereka harus menyusuri kawasan Rambla de Mar, melewati pusat
perbelanjaan MarĆØmagnum, dan kawasan pemukiman warga setempat.
Perjalanan yang cukup melelahkan tersebut sebanding dengan pemandangan
pantai yang indah dan ramai. Nampaknya kemeriahan musim panas semakin semarak
di kawasan pantai ini. Suara lagu disko sedang diputar dari bar buatan yang
dipenuhi banyak orang yang tengah menari asal.
Cheonsa mengedarkan pandangan, melihat stan-stan yang berjajar tertib di
sekitarnya. Ada stan wine, baju, makanan, dan banyak lagi. Ia mendongak begitu
mendengar ledakan kembang api. Warna-warni kembang api tumpah menghiasi langit
malam.
āItās time to party!! Hoo!!ā seru Niel yang sudah
bergabung dalam rombongan orang-orang yang menikmati lagu disko.
āHei, tunggu aku!ā
Tak berapa lama Ricky dan Changjo berlari ke arah Niel. Ikut
berjingkrakan mengikuti tempo musik yang mengundang siapapun untuk menari.
Cheonsa berusaha menahan keinginannya untuk bergabung ke dalam lautan
manusia yang menggila dan berjingkrakan seperti orang kehilangan akal. Ia
menoleh ke belakang, tepat pada Minsoo dan Minyoung yang sedang berbincang
akrab. Ia melarikan pandangannya lagi, kali ini pada Hyerin yang sedang
berdiskusi dengan Yongguk dan pasangan paruh baya Hong.
Baiklah, sepertinya tidak ada yang peduli dengan apa yang ia lakukan.
Lagipula buat apa juga ia bergabung ke meja berpayung itu? Untuk menjadi
pendengar obrolan mesra Minsoo dan Minyoung?
Tidak, terimakasih.
TBC
Yehetttā¦akhirnya publish
juga! Dan sekedar info aja part 11 akan jadi part terakhir.
Oke, mungkin stelah bca
part ini, kalian bkl sebel atau bias jdi benci sama minsoo. Yayaya.. aku tau dia
ngebingungin bgt tapi dia punya alasan. Yah, dia takut.
Untuk part selanjutnya
akan kupublish secepatnya (ya, sesuai situasi dan kondisi nanti). Buat yg
penasaran ikutin trus yaa.. okedeh itu aja. Terimakasih buat siapapun yg udh ngeluangin
waktunya untuk bca ff ini.
Regards,
GSB
Comments
Post a Comment