Hello Chingu - Part 8
Mereka sampai di penginapan kurang lebih
jam sebelas malam. Minsoo masih berbicara dengan seorang resepsionis untuk
meminta kartu kamar, sementara Cheonsa tengah mengedarkan pandangannya ke
sekitar, kemudian mengerutkan dahi begitu mendengar dua suara berat yang
dikenalnya. Benar saja, dari ujung lorong muncul sosok Yongguk dan Namjoon yang
masih sibuk mengobrol.
āHei, kalian sudah sampai?ā sapa
Yongguk begitu menyadari keberadaannya.
Kedua pria itu menghampirinya,
Namjoon kelihatan bersemangat seperti biasanya, namun Yongguk nampak agak
berbeda dari terakhir kali mereka bertemu. Entah Cheonsa yang sok tahu atau
bagaimana tapi pria itu memang kelihatan seperti orang yang sedang menanggung
beban seluruh penduduk Roma di pundaknya.
āWhatās up Captain! Finally you made it! And nice to see you again
Cheonsa.ā Namjoon merangkul Minsoo sambil mengguncang-guncang tubuh pria
itu.
āLihat pria menyedihkan itu?
Sesuatu terjadi saat kau pergi, hyung.ā Namjoon berbisik pada Minsoo, kedua
pria itu menatap sosok Yongguk yang kelihatan lebih payah dari sebelumnya.
āApa yang Hyerin lakukan
padanya?ā
āNanti saja kuceritakan,ā kata
Namjoon cepat.
āBagaimana perjalanan ke
Prahanya?ā tanya Yongguk pada Cheonsa.
āMenyenangkan, thanks to him.ā Cheonsa melirik Minsoo
sebentar kemudian menatap Yongguk lagi.
āMaaf jadi merepotkan kalian
semua,ā ucapnya sambil mengulas senyum canggung.
āTidak masalah, Minsoo hyung
tidak keberatan untuk direpotkan. Dan kurasa ia melakukannya dengan senang
hati,ā celetuk Namjoon dengan cengiran lebar.
Minsooo langsung menyikut pria di
sebelahnya, memberi tatapan ātutup mulutmu atau kuhajar nantiā, membuat nyali Namjoon menciut.
āYa sudah, aku mau mengantarnya
dulu. Nanti aku menyusul kalian.ā
āAku ke kamar duluan, sampai bertemu
besok pagi,ā ucap Cheonsa berpamitan.
Minsoo sudah siap menggeret koper
milik Cheonsa, kemudian berhenti begitu Yongguk memanggil nama gadis di
depannya.
āTolong berikan ini padanya,ā
kata Yongguk. Pria itu memberi Cheonsa sebuah gelang rantai kecil dengan
beberapa bandulan di sekitarnya.
āKenapa tidak memberikan pada
orangnya langsung? Kau mau ikut kami?ā ledek Minsoo yang kemudian ber-high five dengan Namjoon.
āAkan kuberikan padanya.ā Cheonsa
tersenyum, membuat Yongguk sedikit lega.
āTerimakasih.ā
Setelah berpamitan untuk yang
kedua kalinya, mereka pun meninggalkan Namjoon dan Yongguk. Bergegas menyusuri
lorong panjang sambil mengamati nomor-nomor kamar yang tercantum di depan
pintu.
Pria itu menatap cetakan angka
dari pelat yang melekat pada
pintu di hadapannya kemudian melirik kartu di tangannya. Tidak salah lagi, ini
kamarnya.
Ia memberikan kartu itu pada
Cheonsa, āIni kamarmu.ā
Mereka bertukar pandang dengan
canggung diselingi gelagat kecanggungan yang lain, seperti menggaruk leher atau
melarikan pandangan ke atas dan ke bawah. Setelah menghabiskan malam di dalam
tenda yang sama dan berbagi ranjang tingkat di Praha, rasanya aneh untuk
tinggal di kamar yang terpisah.
Tapi akan lebih aneh lagi kalau
mereka tetap tinggal di kamar yang sama. Shit,
Minsoo menyumpahi pikiran bodohnya.
āIni kopermu. Sana masuk.ā
Minsoo melepaskan genggamannya
pada tongkat dorong koper milik Cheonsa. Ia mengacak rambutnya dengan bingung.
āAku pergi,ā katanya sambil
menganggukkan kepala, membuat gadis di hadapannya ikut mengangguk.
Dengan berat hati ia pun meninggalkan
Cheonsa, mengambil langkah menjauh dan semakin jauh.
Hal janggal yang sama pun
dirasakan Cheonsa sewaktu melihat punggung itu menjauh. Ia merasa aneh. Aneh
karena ia tidak akan bisa bersama Minsoo sesering sebelumnya.
Cheonsa menggigit bibir bawahnya,
menekuri koper merahnya kemudian melempar pandangan ke ujung lorong, Minsoo
baru saja menghilang di sana.
Ia merasa tak yakin, tapi ia tahu
ia punya banyak hal yang ingin disampaikan pada pria itu. Akhirnya ia menyusul Minsoo,
berlari kecil mengekorinya.
āBang Minsoo!ā
Minsoo langsung berbalik, pria
itu menatapnya dengan heran namun tak keberatan untuk mengambil langkah
mendekat.
Saat Minsoo mendekat, Cheonsa merasa
napasnya tak beraturan dan matanya tak kuasa menatap langsung pria itu. Dan
tiba-tiba semua kata yang ingin diucapkan buyar. Membuatnya panik dan
gemetaran.
āAda apa?ā
Ini agak menggelikan, tapi Minsoo
berharap Cheonsa mengatakan ājangan pergi, aku tidak mau jauh darimuā. Ckk, kenapa
ia jadi idiot begini?
āAkuāā sekarang Cheonsa bingung.
Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan.
āAku mau bilang terimakasih untuk
semuanya. Maksudku untuk semua bantuanmu. Terimakasih,ā ucap Cheonsa dengan
dada bergemuruh.
Minsoo mengangguk, merasa agak
kecewa mendengar kata-kata Cheonsa. Terimakasih?
Cihā¦
āTidak masalah, itu memang sudah
tugasku,ā tanggap Minsoo seadanya.
Oke, selanjutnya apa lagi? Minsoo menatap Cheonsa dengan penuh
harap.
āAh, itu saja yang mau
kukatakan.ā
Cheonsa mengutuk mulutnya. Astaga,
untuk apa bersusah payah mengejar pria itu kalau yang ia katakan cuma ucapan
terimakasih. Mau bagaimana lagi? Ia tidak mampu mengatakan apapun selain itu.
Lidahnya kelu dan kepalanya nyaris meledak.
āOke, kalau begitu. Selamat malam,ā
kata Minsoo tak kalah canggung.
āSelamat malam.ā Cheonsa melambai
singkat. Jangan lupa mimpikan aku.
Minsoo berbalik badan, bahunya
penuh rasa kecewa. Sudah? Begini saja? Tidak
ada pelukan selamat malam?
****
Ketika Cheonsa masuk ke kamarnya,
Hyerin masih berada di dalam kamar mandi. Sehingga ia memutuskan untuk
berbaring di atas kasur. Konsep kamarnya hampir sama dengan kamar yang ia
tempati di Praha. Well, ranjang bertingkat.
Ia melarikan pandangannya ke arah
ranjang. Bisa dilihat Hyerin sudah memonopoli kasur di bawah ākasur tempatnya
berbaring saat iniāyang artinya ia harus tidur di ranjang atas.
Hah, coba teman sekamarnya itu Minsoo. Pria itu pasti
akan mengalah dengan senang hati.
Ckk, baru berpisah beberapa menit
ia sudah memikirkan Minsoo. Kira-kira apa yang sedang dilakukan pria itu? Apa ia sedang sibuk
membahas rencana perjalanan untuk besok dengan Namjoon dan Yongguk atau hanya mengobrol santai di dalam kamar sambil
menenggak sebotor bir di tangan masing-masing?
āCheonsa! Thank God you came!!ā
Lamunannya buyar begitu suara
melengking milik Hyerin mengiang, kasur di bawahnya bergetar ketika Hyerin
melempar tubuh ke atasnya. Cheonsa menegakkan tubuh, terpaksa mengakhiri
lamunan menyenangkannya.
Ia menatap Hyerin dengan alis
berjingkat. Ada yang agak
berbeda, Hyerin nampak tidak sebawel biasanya, perempuan itu seperti sedang banyak
pikiran. Kemudian Cheonsa teringat dengan raut wajah Yongguk tadi. Lampu di kepalanya
langsung menyala. Pasti ada pertengkaran seru yang ia lewatkan.
Cheonsa merogoh saku celananya,
mengambil gelang yang dititipkan Yongguk padanya.
āKau tahu tidakāā
Cheonsa menginterupsi, ia
menyodorkan gelang itu pada Hyerin. āIni, tadi Bang Yongguk menyuruhku untuk
memberikannya padamu,ā ucapnya menjelaskan.
āAku sudah melempar benda ini
tepat di wajahnya, kenapa ia malah mengembalikannya? Bilang padanya akuāā
Cheonsa memutar bola matanya
dengan jengkel. Ia langsung menarik tangan Hyerin, meletakkan gelang itu di
telapak tangan Hyerin.
āApapun yang mau kau lakukan
dengan gelang itu, lakukan sendiri. Jangan libatkan aku!ā
Hyerin menatap lekat gelang
pemberian Yongguk, merasa kesal sekaligus rindu. Ah, ia merindukan Yongguk tapi
ia juga marah pada pria itu. Ia beranjak, mencari-cari tasnya, kemudian
menyimpan gelang itu ke dalam tas.
āSebenarnya ada apa dengan
kalian? Tadi aku bertemu Yongguk, ia kelihatan sangat kusut. Kau pasti membuat
masalah, kan?ā
Hyerin memutar bola matanya, tak
menghiraukan Cheonsa yang menunggu ceritanya. Ia tak menghiraukan gadis itu.
Hyerin hanya meliriknya sekilas, kemudian memanjat tangga ke kasur atas.
āKau mau tidur di atas sana?ā
tanya Cheonsa tanpa menutupi kegirangannya. Ya, akhirnya ia tak perlu memanjat
ke atas dan berbaring sambil menatap langit-langit yang kelihatan sangat dekat
dengan wajahnya. Seolah-olah akan jatuh kalau saja ia kurang waspada.
Satu detik, dua detik, dan
selanjutnya tidak terdengar jawaban dari atas. Cheonsa menggedikkan bahu, masa
bodoh, kalau Hyerin tidak menjawab artinya ia bisa memiliki kasur di bawah.
Namun Cheonsa merasa tak enak hati setelahnya. Huh, sebenarnya apa yang membuat
Hyerin sangat terganggu?
āMenurutmu apa aku salah kalau
aku bertanya kapan ia mau menemui orang tuaku?ā
Suara Hyerin memecah keheningan,
memudarkan perkiraan Cheonsa sebelumnya. Cheonsa pikir perempuan itu sudah
tertidur.
āApa aku terlalu berlebihan kalau
berharap Yongguk segera menikahiku?ā
Cheonsa menatap lurus ke atas,
meresapi kegelisahan Hyerin yang merembes hingga ke ranjang tempatnya
berbaring. Sekarang ia mulai mengerti permasalahannya. Namun ia tak memberi
jawaban. Dalam situasi seperti ini,
jawabannya tidak benar-benar dibutuhkan Hyerin.
Hyerin tidak memerlukan opininya,
yang perempuan itu butuhkan hanya
orang yang bisa mendengarkan keresahannya, kemarahannya, dan kegelisahannya.
āRasanya sangat berat terpisah
begitu jauh dan bertemu hanya pada saat-saat tertentu. Namun aku bertahan,
karena aku yakin kami bisa melewatinya. Akan ada waktu untuk kami berdua
benar-benar bisa berkumpul bersama dan tak berpisah lagi.ā Hyerin menarik napas
dalam-dalam, kemudian mengembuskannya dengan sekali hentakan.
āAku tidak memintanya untuk
menikahiku hari ini juga atau bulan ini atau dalam waktu dekat ini. Aku hanya
memintanya bertemu orang tuaku. Kami bukan lagi remaja yang mabuk kepayang,
kami sudah berada di tahap serius.ā
āUsiaku sudah dua puluh sembilan
tahun. Bukan pertanyaan yang berlebihan kan kalau aku mempertanyakan
keseriusannya? Tapi kenapa menurutnya aku terlalu buru-buru?ā
āIa bilang ia belum siap,
Cheonsa. Kami sudah mengenal lebih dari lima tahun, resmi menjadi sepasang
kekasih tiga tahun. Apa lagi yang membuat Yongguk tidak siap?ā
Cheonsa menangkap suara desahan
Hyerin, samar-samar dapat merasakan kegelisahan yang dirasakan perempuan itu.
Yah, biar bagaimanapun semua perempuan menginginkan kepastian. Lagipula Hyerin
dan Yongguk bukan remaja kemarin sore. Mereka sepasang pria dan wanita dewasa,
Cheonsa rasa tidak terlalu berlebihan kalau Hyerin meminta kepastian Yongguk.
āKadang aku takut, jangan-jangan
ia hanya mencari-cari alasan karena aku bukan sosok yang tepat untuk
mendampinginya,ā kata Hyerin lagi.
Kemudian air mata mengalir dari
ekor matanya, Hyerin ingin liburan ini cepat berakhir.
****
Berhubung hari ini adalah
terakhir mereka di Roma, Yongguk memberi kebebasan pada para peserta turnya
untuk melakukan apa saja. Mereka boleh jalan-jalan kemanapun atau sekedar
membeli oleh-oleh dengan syarat harus kembali ke penginapan sebelum jam
setengah dua belas.
Tadi selama sarapan Yongguk dan
Hyerin tak saling bicara. Hyerin bahkan tak menghiraukan kehadiran pria yang
duduk di sebelahnya. Melihat pemandangan itu membuat Cheonsa merasa tidak enak.
Berada di antara pasangan yang sedang bertengkar itu menyebalkan.
Namun itu belum seberapa kalau
dibanding menemukan Bang Minsoo tengah memberi penjelasan pada Minyoung, Sera,
dan Sunmi. Ketiga gadis itu merapat ke arah Minsoo sepanjang sarapan, bertanya
tentang ini dan itu. Cheonsa yakin gadis-gadis itu tidak benar-benar penasaran.
Itu hanya trik kuno untuk mendekati seorang pria.
Cih, mereka tidak tahu saja kalau pria itu sudah memiliki tunangan.
Tunggu, ia lalu tersadar.
Harusnya kalimat itu juga ia katakan untuk dirinya. Siapa sekarang yang sedang
menatap iri dan ingin menarik Minsoo dari ketiga gadis itu? Kalau dipikir-pikir
ia pun tak ada bedanya dengan Minyoung, Sera, dan Sunmi.
Akhirnya Cheonsa menghabiskan
sarapannya sambil terus memperingatkan dirinya. Ini tidak benar Cheonsa. Kau harus menghentikan dirimu, kau tidak boleh
begini.
Setelah sarapan selesai, peserta
tur memutuskan agenda masing-masing. Ada yang kembali ke hostel, ada yang ingin
jalan-jalan sebentar, dan ada yang mau berwisata kuliner.
Cheonsa kira ia akan berakhir
menyedihkan dengan ikut rombongan Namjoon yang hendak kembali ke penginapan,
namun ia salah besar. Hyerin langsung menariknya untuk mengekori keluarga Tuan
Hong yang ingin berkeliling sekitar Roma.
Ia melirik lengannya yang masih
dipeluk erat oleh Hyerin. Ia pikir karena suasana hatinya sedang buruk Hyerin akan memilih mendekam di
dalam kamar.
Setelah berjalan cukup jauh, mereka
berpisah dengan keluarga Hong di daerah menuju Colosseum. Dengan sangat sopan
Hyerin menolak ajakan Nyonya Hong agar mereka bergabung dengan keluarganya yang
mau mengunjungi Monument Vittorio Emanuel II.
āTenang saja, kemampuan menghafal
jalanku berjuta kali lipat lebih baik darimu. Jangan menampakkan tampang
khawatir begitu. Aku bisa diandalkan tahu,ā kata Hyerin sambil mendorong
tubuhnya.
Oh, jadi Song Hyerin yang bawel
dan sok tahu itu sudah kembali. Cheonsa mencibir, padahal sepanjang sarapan
tadi perempuan itu menampakkan wajah masam.
āAku tahu. Mana mungkin aku
meragukan pacarnya Bang Yongguk.ā Cheonsa terkekeh puas melihat perubahan
ekspresi orang di sebelahnya.
āKalau kau membahas pria itu
lagi, aku akan meninggalkanmu di sini. Tak peduli kau akan hilang atau apa,ā
gerutu Hyerin yang mempercepat langkah.
āDasar ibu tiri.ā
Akhirnya nama Bang Yongguk atau
apapun yang berhubungan dengan pria itu tak diungkit lagi. Mungkin lebih baik
begitu, Cheonsa tahu Hyerin ingin menenangkan pikirannya sejenak. Tak ada
salahnya sekali ini saja ia tidak membuat editornya kesal.
Setelah berjalan kaki selama lima
belas menit akhirnya mereka sampai juga di situs peninggalan terkenal di Roma.
Selamat datang di Colosseum! Cheonsa menatap reruntuhan bangunan yang kalau
semakin dilihat semakin menguarkan aura magis.
Layaknya wisatawan kebanyakan, ia
langsung mengeluarkan kameranya dan meminta tolong pada Hyerin untuk memotret.
Dengan setengah hati Hyerin memotretnya dengan berbagai pose, dan tak lupa
untuk mengabadikan foto bersama.
Setelah puas berfoto, mereka melanjutkan
perjalanan. Sesekali Hyerin berhenti untuk memberi penjelasan padanya, entah
tentang patung bernama Colossus atau kegunaan bangunan itu pada masanya dulu.
āSejauh ini kota mana yang
menurutmu paling indah?ā tanya Cheonsa sambil menjilat es krim.
Mereka baru saja membeli dua es
krim gelato di kedai es krim terdekat. Ternyata rasanya tak main-main, es krim
ini benar-benar nikmat.
āParis? Venezia juga bagus. Kau
melewatkan wisata mengelilingi kota dengan perahu sambil dilantunkan nyanyian
romantis!ā
Langsung saja ia teringat salah
satu film romantis yang pernah ia lihat di laptop Hyerin. Ia lupa judulnya,
tapi ada adegan romantis saat pemeran utama pria mengajak wanitanya berkeliling
Venezia dengan perahu lengkap dengan pengayuh yang tak lelah menyanyi. Kemudian
sang pria berlutut dan membuka sebuah kotak beludru berisi cincin dengan hiasan
berlian.
Melamar di atas perahu, di atas
air dan ditemani nyanyian yang tak dimengerti, tapi tetap terasa romantis.
Hyerin sampai menutup mulutnya dan memekik tertahan begitu adegan itu muncul.
āTapi menurutku hampir semua
tempat yang kita kunjungi indah, jadi melewatkan Venezia kurasa tidak masalah.
Lagipula Praha cantik luar biasa, kan?ā
Cheonsa mengangguk setuju,
langsung teringat perjalanan singkatnya di kota itu. Satu persatu ingatannya
langsung muncul ke permukaan, membuat dadanya berdegup. Praha memang sangat
cantik, tapi kebersamaan dengan Minsoo selama dua hari di sana membuat Praha
menjadi lebih istimewa.
Tidak terlupakan.
Tidak terlupakan karena tempat
itu menyimpan banyak kenangan untuknya. Ia melepaskan bayangan Kris di sana dan
di sana juga ia mulai membuka hatinya kembali. Tapi sepertinya ia harus
menghentikan hal itu terjadi, Minsoo sudah punya tunangan.
Well, inilah bagian paling kejam dalam kisah percintaan. Saat kau
melepaskan yang satu dan siap untuk membuka hati untuk yang lain, namun
sayangnya kau membuka hati untuk orang yang salah. Kejam kan? Betapa jahatnya
waktu mempermainkan perasaannya.
āJadi kau sudah sepenuhnya
terlepas dari kutukan Kris Wu?ā
Cheonsa mengangkat bahunya, ia
mungkin sudah terlepas dari kutukan Kris, tapi ia terjerat kutukan lain.
Kutukan Bang Minsoo.
āKau tahu, waktu Yongguk mendapat
kabar dari Minsoo kalau kalian aada
sedikit perubahan rencana yaitu pergi ke Praha, semua orang terkejut.
Maksudku Yongguk dan Namjoon, tapi tidak denganku,ā kata Hyerin.
Keramaian di daerah sekitar
Colosseum menyambut mereka. Hyerin dan dirinya mampir dari satu toko souvenir
ke toko lainnya. Terkadang punya waktu sebentar untuk jalan-jalan dengan teman
perempuan sambil mengobrol tentang apapun lebih bagus daripada mengurung diri
di kamar, meratapi nasib patah hati.
āKau tahu, siapa yang
menggendongmu saat kau pingsan? Minsoo.ā Hyerin meliriknya sekilas, lalu
menekuri deretan kalung eksotik di atas etalase.
āItu memang sudah menjadi kewajibannya. Kalau
boleh kutambahkan, kejadian pingsan itu kan memang salahnya. Ia tidak bilang
apa-apa tentang space cake thing
itu.ā
Hyerin mendesah, agak jengkel dengan respon
kelewat sinis yang ditunjukkan Cheonsa.
āSaat itu semua orang panik,
bahkan perjalanan kita nyaris ditunda karena kau belum juga sadar. Tapi Minsoo
dengan gagahnya bilang akan menemanimu, ia bilang kami tidak perlu khawatir. Mendengarnya
bilang begitu, aku langsung yakin ia akan melakukan apapun yang kau pinta,ā
sambung Hyerin dengan heboh dan sesekali memekik kegirangan.
Cheonsa merasa hangat, ia merasa
begitu berarti. Namun
ia buru-buru menyadarkan diri.
Huh, kenapa ini semua semakin kejam? Ia harus melupakan atau menghentikan
perasaan apapun yang ia rasakan pada Bang Minsoo, namun di waktu yang bersamaan
ia dibuat bahagia dan berbunga-bunga karena pria itu.
Jujur saja ini membuatnya
frustasi.
āAh, ia manis sekali Cheonsa. Kau
sangat beruntung!ā
Cheonsa mendengus kesal, āKau
aneh Song Hyerin. Kemarin kau yang bilang aku harus berhati-hati padanya, kau
bilang ia sudah punya tunangan tapi sekarang kau terus membanggakannya,ā
tukasnya pelan.
****
Sebenarnya Cheonsa bukanlah
penggila mitos atau semacamnya, namun terlalu lelah karena dipermainkan takdir
membuatnya putus asa.
Ia jadi gelap mata apalagi saat
Hyerin bilang siapapun yang bisa melempar koin ke dalam kolam di bawah air
mancur, permintaannya akan terkabulkan. Oke, mungkin perasaan yang dimilikinya saat ini membuat otaknya sedikit
bermasalah.
Mereka baru saja tiba di Trevi Fountain.
Air mancur yang juga salah satu daya tarik kota Roma yang banyak dikunjungi
wisatawan.
āTidak biasanya kau mempercayai
mitos seperti ini,ā kata Hyerin mengomentari tindakannya.
Cheonsa sudah siap melempar koin.
Ia sudah membelakangi air mancur, menggenggam sebuah koin di tangan kanan,
sudah siap melempar koin dari bahu kiri. Melihat pemandangan itu membuat Hyerin
takjub bukan main.
Melihat perempuan yang begitu
membenci ritual menggantung gembok di Namsan Tower tengah bersiap melempar koin
agar permohonannya terkabul memang
terlalu menakjubkan.
Entah apa yang Cheonsa rapalkan
dalam hatinya, tapi apapun itu Hyerin berharap Cheonsa mendapatkannya. Oh, ia
tidak sejahat tu. Melihat Cheonsa memejamkan mata dengan khusyuk langsung
membuyarkan gambaran adik menyebalkan yang selama ini melekat pada sosok
Cheonsa.
1ā¦
2ā¦
3ā¦
Cheonsa melempar koin itu, namun
menahan Hyerin untuk memastikan apakah koinnya masuk ke dalam kolam atau tidak.
Ya Tuhan, bantu aku untuk menghentikan perasaan
apapun yang kumiliki untuknya.
****
Begitu mereka sampai di hostel,
Yongguk dan Namjoon sudah menunggu di dekat meja resepsionis. Cheonsa merasakan
aura tidak baik begitu menemukan wajah kaku Bang Yongguk dan cengiran salah
tingkah Kim Namjoon.
Cheonsa berusaha mengirim pesan
pada Namjoon, namun pria itu hanya mengangguk. Menyuruhnya untuk tenang.
Yongguk berdiri, langsung menarik
lengan Hyerin. Aksi pemaksaan
itu jelas mendapat perlawanan. Namun dengan cepat Yongguk bisa menangani
Hyerin, menuntun perempuan itu keluar dari hostel.
Cheonsa menatap kepergian
pasangan itu dengan penasaran. Kemudian mengangkat bahunya dan duduk di sebelah
Namjoon yang tengah menyantap pringles.
āTadi Yongguk hyung marah besar
ketika tidak menemukan Hyerin dimana-mana. Ia terus mendiamkanku dan Minsoo
hyung. Kau tahu kan kemarahan yang paling seram itu adalah kemarahan yang tak disuarakan.ā
Namjoon menawarkan pringlesnya,
Cheonsa mengambilnya dengan senang hati. Dan perbincangan santai mereka pun
berlanjut begitu saja. Memang tak begitu sulit untuk memulai percakapan dengan
Namjoon, pria itu selalu punya topik menarik untuk dibicarakan.
āSebenarnya apa yang terjadi?ā
Cheonsa menjingkatkan alisnya.
āMaksudku waktu kau dan Minsoo
hyung pergi, Hyunra terus menghubungiku. Katanya sangat khawatir karena Minsoo
tak menjawab pesan atau menerima telepon darinya. Sebenarnya ada apa? Biasanya Minsoo hyung selalu
menerima telepon dari Hyunra. Ia baik-baik saja, kan?ā
Cheonsa langsung teringat insiden
Minsoo pulang dalam keadaan mabuk berat. Ia mendesah berat kemudian
menceritakan semuanya pada Namjoon.
āSepertinya kau sangat akrab dengan Jang Hyunra,ā kata
Cheonsa lagi. sebenarnya ia hanya mengatakan hal itu untuk membicarakan banyak
hal mengenai tunangan Bang Minsoo itu.
āTidak juga. Hanya saling kenal
dan kebetulan aku orang yang paling mungkin untuk ia tanyai seputar keadaan
Bang Minsoo. Well, gadis itu sangat perhatian. Aku sangat iri pada Minsoo
hyung,ā jawab Namjoon.
āHyunra pernah menghabiskan waktu
liburannya selama sebulan di Jerman dan selama sebulan itu selalu menempel
dengan Minsoo hyung.ā
āBisa kubilang gadis paling galak
namun juga paling sabar. Perpaduan yang sangat tepat menurutku. Mnsoo Hyung
memang membutuhkan sosok seperti itu di hidupnya,ā sambung Namjoon diselingi
suara kriuk di mulutnya.
Cheonsa mengangguk lemas, tak lagi
berselera mengambil keripik dari kaleng di sampingnya. Yah, inilah
kenyataannya. Hyunra adalah kepingan puzzle yang melengkapi diri seorang Bang
Minsoo, bahkan Namjoon mengakui itu.
Mungkin ini terlalu kejam, tapi
kenyataan memang selalu kejam. Lagipula lebih baik seperti ini daripada
perasaannya pada pria itu semakin tak keruan.
āSudah puas membicarakanku?ā
Cheonsa mematung di tempat begitu
suara Minsoo terdengar. Jantungnya berdebar tak keruan saat suara langkah Minsoo terdengar
kian dekat. Shit, ia bahkan bisa
merasakan keberadaan pria itu di belakangnya.
āTuan Hong mencarimu.ā
Namjoon bergegas dengan sigap,
āCheonsa, kutinggal dulu. Kita lanjut lagi kapan-kapan,ā pamit pria itu sebelum
pergi meninggalkannya dan pria di belakangnya.
Sekarang apa? Apa yang harus ia
lakukan sekarang? Kenapa ia harus salah tingkah begini?
āAnak itu senang sekali
membicarakanku. Menyebalkan sekali,ā gerutu Minsoo.
Perasaannya semakin tak menentu,
Cheonsa mencengkeram erat plastik belanjaannya. Mengurai perasaan aneh yang menguasainya. Tidak, Bang Minsoo
tidak boleh mempengaruhi dirinya semudah ini.
āHei, aku baru sampai dan kau mau
meninggalkanku begitu saja?ā protes Minsoo saat ia berdiri dan hendak
berderap ke arah kamarnya.
Cheonsa bisa merasakan sarafnya
menegang dan menatap pria itu secara langsung hanya memperburuk suasana. Ia menghindari
kontak mata langsung. Ia menurahkan kegugupan dengan menghentak-hentakan kakinya.
āAku duluan. Aku mau beres-beres
dulu. Bye,ā ucapnya cepat.
TBC
Terimakasih yg udah baca.. jangan bosen tungguin kelanjutannya.
XOXO
GSB
Comments
Post a Comment