Summer Kiss





starring:

Kim Woo Bin  ><  Song Hye Ra  ><  Kim Soo Hyun





                                                                       
  SPECIAL FOR 5TH ANNIVERSARY OF GIGSENT 
                                                                        





o  O  O  O  o







Matahari begitu teriknya bersinar di atas. Angin yang berhembus juga terus saja membawa hawa panas kemana pun. Karenanya keadaan di siang hari itu semakin membuat keluhan lelah terucap dari setiap mulut orang yang harus berjibaku tanpa ada atap yang melindungi. Membuat keadaan jalan yang telah ramai perlahan menjadi ricuh saat suara klakson terdengar dari setiap ujung jalan, dan teriakan-teriakan para pengguna penyebrangan karena merasa hak mereka dirampas oleh pengguna kendaraan.



Di antara banyaknya orang-orang yang terus mengerutkan dahi mereka dengan kedua alis yang bertaut, sesosok wanita dengan rambut coklatnya yang panjang malah berjalan dengan santai di tengah teriknya mentari tanpa takut kulit putih susunya tersengat teriknya sinar hari itu.


Gadis itu dengan mengenakan dress selutut bermotif yang dipadukan dengan t-strap sandals berwarna blue-gray serta sebuah tas kecil dengan warna senada menerobos keramaian jalan demi sampai di sebuah toko bunga yang berada tepat di seberang apartemennya. Wanita itu memasuki toko tersebut dan tak lama keluar dengan sebuah buket bunga matahari. Ia kemudian memberhentikan sebuah taksi dan pergi bersamanya.


Keluarnya wanita itu dari toko bunga berhasil menarik perhatian seorang pemuda yang baru saja memarkirkan mobilnya tepat di depan toko tersebut. Pemuda itu terus memperhatikan sang wanita bahkan sampai taksi yang membawanya hilang di ujung jalan. Pemuda itu terdiam. Matanya masih terus menatap fokus pada arah dimana taksi itu pergi.


“Kenapa dia begitu mirip?” Desis sang pemuda yang masih terus menatap kepergian taksi tersebut.


Pemuda itu akhirnya kembali kepada dunia nyatanya dan segera mematikan mesin mobilnya. Ia bergegas keluar dari mobilnya dan memasuki toko bunga tersebut.


Saat ia membuka pintu kayu bercatkan putih, sebuah lonceng terdengar sebagai penanda adanya seseorang yang bertandang ke dalam toko yang tidak terlalu besar itu namun mampu menyimpan banyak jenis bunga. Suara lonceng yang kini mengalun ke dalam indera pendengarannya sudah begitu dikenalinya bahkan ia menganggap bahwa itu adalah sebuah ciri dari toko tersebut.


Seorang pegawai wanita menyapanya dengan senyuman ramah. Ia kemudian menundukan setengah badannya dan berlalu pergi menuju lantai dua toko tersebut. Tak berselang lama, seorang pria muda yang mengenakan kemeja biru yang dilipat hingga siku turun dan segera menghampiri pemuda tadi.


“Sudah lama?” Tanya pria muda itu.


“Tidak, baru saja.” Jawab pemuda yang masih asyik memperhatikan setiap bunga yang tertata di atas rak dengan berbalik singkat. Ia kemudian kembali memperhartikan kumpulan bunga tersebut tanpa mengindahkan pria muda tadi yang kini tengah berjalan menuju meja cashier.


“Ini.. seperti biasa.”


Pemuda itu lantas berbalik. Sebuah buket bunga dengan kumpulan mawar putih sudah berada di depan mukanya. Ia lantas mengambilnya. Tangannya yang bebas merogoh saku celana, mengeluarkan dompet hitam miliknya dan mengambil beberapa lembar uang.


Kemudian ia letakan lembaran uang-uang tersebut di atas meja dan kembali menyimpan dompetnya. “Terimakasih..” Ujarnya singkat.


Pemuda itu kemudian berbalik dan hendak pergi meninggalkan toko, tapi urung dan kembali memutar tubuhnya. “Eemm.. wanita tadi, siapa dia?” Tanyanya dengan wajah serius.


“Wanita mana? Ada begitu banyak wanita yang datang, jadi katakan dengan jelas.”


“Seorang wanita yang meninggalkan tokomu sebelum aku datang dengan sebuah buket. Siapa dia? Apakah teman wanita mu, Soohyun-ah?”


Pria muda bernama Soohyun itu terdiam untuk beberapa saat. Ia mencoba untuk mengingat siapa wanita yang dimaksud pemuda itu. Wanita dengan buket bunga yang baru saja keluar dari tokonya. Apakah wanita itu pencuri bunga?? Tapi tidak mungkin, tokonya memiliki cctv serta banyak karyawan yang tengah mondar-mandir. Jadi tak mungkin wanita itu mencuri sebuah buket dari tokonya.


Harga sebuah buket bunga dengan hukuman karena mencuri tidak sebanding. Ia hanya akan dirugikan jika melakukan hal bodoh seperti itu!


“Ah”, Soohyun menjentikan jarinya. Sebuah memori yang sebelumnya seakan lenyap dari dalam otaknya tiba-tiba saja kembali hadir di dalam pikirannya.


“Oh.. maksud mu wanita yang selalu membeli sebuket bunga matahari?”


“Bunga matahari?” Ulang pemuda itu bermaksud untuk meyakinkan dirinya bahwa yang ia dengar benar dan Soohyun tidak salah memberikan keterangan padanya.


“Ya, bunga matahari. Sudah hampir dua minggu ini dia selalu datang untuk membeli buket bunga matahari.” Terang Soohyun lagi. “Memangnya kenapa?” Sambung Soohyun yang merasa bingung.


“Tidak.. tidak apa-apa. Kalau begitu aku pergi, sampai jumpa.” Pemuda itu berbalik dan melangkah pergi.


“Woobin-ah, tunggu.” Teriak Soohyun tiba-tiba yang membuat pemuda bernama Woobin itu sontak kembali memutar tubuhnya.


“Ini.. maaf aku tidak bisa menghadirinya. Tolong berikan ini pada Hyeji dan katakan permintaan maaf ku.” Soohyun memberikan satu tangkai lily putih yang telah dibungkus cantik dengan plastik bening serta sebuah pita merah muda yang mengikat bagian bawahnya kemudian diambil dengan baik oleh Woobin.


“Tenang saja.. aku akan mengatakannya. Kalau begitu aku pergi.” Pamit Woobin lagi dan kali ini ia benar-benar pergi meninggalkan toko bunga milik Soohyun bersama dengan mobil pribadinya.



*  *  *  *



Sebuah BMW putih dengan desain maskulin baru saja terparkir di pelataran parkir. Sang pengemudi segera mematikan mesin kendaraannya. Kemudian ia keluar dan mengunci pintu mobil itu dengan remote kunci.


Ia kemudian berangsur meninggalkan tempat tersebut. Dengan pasti kakinya melangkah menyusuri jalan setapak di depannya dengan tangan kanannya yang sibuk memegangi hadiah yang telah ia persiapkan.


Matahari yang bertengger tepat di atas kepalanya tak membuat niat sosok itu luntur begitu saja. Malah ia terlihat seakan tak memperdulikan teriknya sinar mentari siang hari itu yang dapat memberikan risiko kanker kulit untuk dirinya.


“Hai Hyeji, aku datang.” Ucap sosok tersebut. Ia kemudian meletakan hadiahnya tepat di depan sebuah batu besar yang bertuliskan nama yang baru saja ia sebut.


“Aku merindukan mu.., bagaimana keadaan mu sekarang ini?” Sambung sosok itu lagi. Tangannya kemudian terangkat, bergerak hingga menyetuh batu besar tersebut dan mengusapnya. Namun sesuatu menarik perhatian dirinya.


Sebuah buket bunga matahari tergeletak tak jauh dari batu tersebut. Ia kemudian mengambil buket tersebut. Ia perhatikan setiap detail dari kumpulan bunga itu dan kertas pembungkusnya. “KS’s Flor..” Gumamnya begitu melihat tulisan yang tertera pada kertas coklat yang membungkus bunga-bunga tersebut.


Dahinya berkerut. Matanya mengerjap beberapa kali dengan cepat. Tulisan tersebut kembali mengingatkannya dengan pembicaraan yang baru saja ia lakukan dengan teman baiknya.


Ini kan toko bunga Soohyun.., pikirnya. Ia kemudian kembali menyimpan buket tersebut ke tempat sebelumnya.


Wajahnya kembali menoleh pada batu besar tadi. Selama beberapa saat ia terdiam dan membiarkan dirinya larut pada kenangan masa lalu yang selalu memaksa masuk kembali ke dalam ingatannya. Ia juga membiarkan setetes cairan bening jatuh dari pelupuk matanya. Dan setelahnya ia pasti akan mengucapkan selamat tinggal dan bergegas pergi meninggalkan tempat itu.


“Hyeji-aa.. maaf. Maaf karena aku masih belum bisa melupakan mu. Maaf karena cintaku untuk mu masih terus tersimpan di dalam hati. Dan maaf di peringatan dua tahun kepergian mu, aku masih belum bisa untuk tidak menitihkan air mata.”


Sosok itu kemudian merapihkan jasnya singkat. Ia kembali mengusap batu yang berada di ujung gundukan sebelum berdiri tegak di samping gundukan tersebut.


“Aku harus pergi.. maaf jika aku hanya sebentar. Tapi aku janji jika urusanku sudah selesai, aku akan langsung mengunjungi mu. Sampai jumpa Hyeji-aa..”


Sosok itu kemudian memutar tubuhnya. Ia berangsur berjalan pergi meninggalkan sebuah pusara dengan nisan bertuliskan Hyeji di atasnya. Perlahan tapi pasti ia meinggalkan area yang menjadi tempat bagi orang-orang yang telah lebih dulu pergi meninggalkan kehidupan di dunia ini.


Ia membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalam. Perlahan deru mobilnya mulai terdengar dan BMW putih itu pun mulai bergerak pergi meninggalkan area pemakaman kota Sungcheon.



*  *  *  *



Sudah dua minggu berlalu sejak hari peringatan kematian Hyeji. Dan dalam kurun waktu tersebut, sudah tiga kali Woobin datang dan selalu menemukan sebuah buket bunga matahari segar yang tersimpan di samping nisan Hyeji.


Awalnya ia menganggap bahwa buket tersebut mungkin diberikan oleh teman Hyeji yang memang bermaksud untuk berkunjung untuk memperingati hari kematian wanita itu. Tapi yang membuat perkiraan tersebut hilang bagai ditelan bumi adalah, bunga-bunga yang terkumpul di dalam sebuah buket tersebut selalu segar dan itu menunjukan bahwa sang pemberi datang sesaat sebelum dirinya.


Selain itu tidak ada bekas bunga sebelumnya. Apakah teman akan melakukan hal seperti itu jika bukan teman yang sangat akrab?? Selain itu, yang membuat dirinya semakin penasaran adalah darimana bunga tersebut berasal.


Fakta lain yang ia temui adalah bunga-bunga tersebut selalu berasal dari toko yang sama. KS’s Flor. Toko dimana ia juga selalu membelikan mawar putih untuk Hyeji. Toko dimana buket bunga matahari yang pertama kali ditemuinya di makam Hyeji berasal.


Dengan semua kenyataan tersebut, membuat Woobin langsung menanyakan kepada sang pemilik toko. Sayangnya, Soohyun -pemilik toko- tidak tahu siapa yang meletakan buket tersebut di atas pusara Hyeji. Pasalnya ia belum sekali pun berkunjung setelah peringatan tersebut.


Dan yang dapat ia katakan hanya mungkin sosok wanita yang ditanyakan Woobin lah yang memberikan buket tersebut untuk Hyeji, karena hanya wanita itulah yang selalu membeli buket bunga matahari belakangan hari ini.


Dan hari ini Woobin kembali datang mengunjungi Hyeji. Setelah membeli buket mawar putih di tempat Soohyun, dirinya langsung bergegas memasuki mobil dan mengendarai kendaraan pribadinya itu menuju tempat pemakaman. Hingga akhirnya BMW putih itu kini telah terparkir dengan apik pada salah satu sisi pelataran.


Woobin keluar dari mobil dengan memegang sebuket mawar. Ia kemudian segera menyusuri jalan setapak agar dapat segera sampai di pusara Hyeji. Namun langkahnya tiba-tiba berhenti begitu dari jarak yang tidak terlalu jauh iris matanya menangkap sosok seorang wanita yang tengah terduduk di samping gundukan pusara Hyeji.


Ia ingin menghampiri wanita itu guna membuktikan bahwa dia lah yang selama ini meletakan buket bunga matahari. Namun saat kakinya akan melangkah, suara isakan yang terdengar dari wanita itu membuat Woobin mengurungkan niatnya. Ia lantas kembali mundur dan membiarkan wanita itu disana.


“Apakah kau tahu, belakangan ini entah kenapa aku merasa jantung ini terus berdetak kencang. Terlebih saat aku melihat buket mawar putih ini... Apakah ini ada hubungannya dengan pria bernama Kim Woobin yang kau tuliskan di buku catatan mu?? Atau jangan-jangan buket bunga ini dari pria itu?” Wanita itu menjeda ucapannya. Ia kemudian menarik nafas dalam. Lalu menghembuskan nafasnya perlahan dengan tangannya yang menyekah sisa air mata yang mulai mengering pada kedua pipinya.


“Hyeji-aa.. apa yang harus aku lakukan jika memang jantungmu ini berdetak kencang terus menerus? Apakah aku harus menemui pria itu dan mengatakan yang sebenarnya? Tapi.. tapi aku tidak tahu dimana keberadaannya. Sejak aku sampai di Korea, aku belum bisa menemukan keberadaannya.”


Mendengar pengakuan wanita itu membuat Woobin tak bisa lagi berdiam di tempatnya. Ia dengan cepat menghampiri wanita itu. Berdiri dengan tegap di depan wanita tersebut dengan makam Hyeji sebagai pemisah keduanya.


Mendapati ada seseorang yang tengah berdiri menghadapnya membuat wanita yang mengenakan high neck pastel itu menengadahkan kepalanya. Dahinya mengernyit saat melihat tepat pada wajah sosok tersebut.


“Ka-kau Ki-m.. Woo-Bi-n?”



*  *  *  *



Woobin memberikan sebotol minuman dingin kepada wanita yang kini tengah menatap lurus pada hamparan luas di depannya. Wanita itu pun mengambilnya dan tersenyum singkat sebelum membuka tutup botol tersebut dan meminum cairan di dalamnya.


Keduanya pun tampak larut pada botol minuman masing-masing. Sampai akhirnya wanita tersebut mengakhiri kecanggungan yang tengah terjadi dengan berdeham dan kemudian mulai menjernihkan suaranya.


“Baiklah, rasanya akan sangat aneh jika aku tidak memperkenalkan diri. Aku Hyera, Song Hyera.” Ujar sang wanita. Ia kemudian mengangkat tangan kanannya dan menggerakannya hingga tepat di hadapan Woobin.


Pria itu melirik singkat pada Hyera, dan kemudian tangannya ikut terulur untuk membalas jabatan tangan wanita itu.


“Kim Woobin.” Ucap Woobin singkat. Ia kemudian melepaskan tangannya dan kembali menatap lurus pada hamparan rumput hijau di depannya.


Mendapati reaksi Woobin yang kurang bersahabat dengannya, membuat Hyera memutar otak mencari cara untuk membuat pria itu setidaknya tidak memperlakukan dirinya seperti seorang musuh. Tapi bagaimana? Ia sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia tidak mengenal Woobin. Dan parahnya kini jantungnya malah terasa sakit seperti saat luka luar yang ditaburi garam begitu ia melihat reaksi Woobin tadi.


Hyera menghela. Sepertinya sudah tidak ada cara lain selain mengatakan yang sejujurnya pada pria di sampingnya itu. Apalagi ini menyangkut Hyeji dan juga jantungnya yang kini bersemayam di dalam tubuhnya.


“Ada hal yang perlu kau ketahui. Aku.. maksud ku Hyeji, dia adalah kakak ku. Dan kini jantungnya berada di dalam tubuhku.”


Woobin yang sebelumnya tengah sibuk menatapi hamparan kosong di hadapannya langsung menoleh dan menatap Hyera. Matanya lantas membulat dan alisnya bertaut. Wajahnya terlihat begitu terkejut sekaligus tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.


“Sejak dilahirkan, aku sudah memiliki kelainan jantung. Dan hal itulah yang membuat orang tua kami memutuskan untuk pindah ke Amerika agar aku bisa mendapatkan pengobatan yang terbaik. Saat itu Hyeji berusia lima tahun, dan ia akhirnya dirawat oleh kakek dan nenek kami.” Terang Hyera. Gadis itu kemudian menatap hamparan di depannya seakan tengah menyaksikan kembali kejadian masa lalu yang tengah ia ungkapkan.


“Setiap libur sekolah, Hyeji pasti akan datang ke Amerika. Namun semenjak ia masuk kuliah, ia menjadi jarang untuk mengunjungi ku. Walaupun begitu, ia tetap menghubungi ku dengan mengirimkan e-mail atau video call. Semua itu berlangsung cukup lama bahkan sampai ia lulus dan mendapat pekerjaan. Kami pun merayakan kelulusannya serta diterimanya ia bekerja melalui video call.”


Sejenak Hyera melirik pada Woobin yang kini telah memutar pandangannya kembali. Pria itu masih terlihat begitu terkejut dengan semua kenyataannya. Walau raut terkejutnya tidak sebesar saat ia mengatakan bahwa dirinya adalah adik dari Hyeji.


Hyera pun kembali melanjutkan ceritanya. Namun sebelumnya, tangannya sempat terangkat dan menyentuh dada kirinya yang kini terasa semakin sakit.


“Semua itu harus berakhir begitu aku harus terkapar tak berdaya di salah satu ruang khusus rumah sakit. Aku tidak bisa lagi mengirimkan Hyeji pesan atau menghubunginya. Yang bisa aku lakukan hanya menutup mata dan tertidur cukup lama di sana. Sampai akhirnya aku berhasil terbangun dari tidur panjang ku.”


Hyera menarik nafasnya dalam-dalam. Ia berusaha untuk mencegah cairan bening yang tengah memenuhi pelupuk matanya agar tidak jatuh dan membasahi pipinya. Ia tidak mau pria di sampingnya melihat dirinya menangis. Terlebih ia baru saja mengenal pria itu. Jadi bagaimana bisa ia menangis di depan pria tersebut dengan alasan apa pun.


“Saat itu aku merasa seperti ada yang menghantam jantungku, dan tiba-tiba bayangan mengenai Hyeji melintas di dalam pikiranku. Aku ingin menghubunginya, tapi orang tua kami tak membiarkan aku untuk melakukan hal itu. Sampai suatu saat akhirnya aku baru mengetahui alasan kenapa jantungku ini terasa begitu sakit saat aku memikirkan Hyeji. Huuhh.. semua itu karena jantung yang kini bersemayam di dalam tubuhku adalah miliknya. Milik Hyeji, kakakku.”


Hyera sudah tidak mampu lagi membendung tangisnya. Cairan bening yang memenuhi pelupuk matanya kini tumpah dan memabasahi kedua pipinya. Ia sudah tidak bisa lagi menyembunyikan rasa sedih sekaligus menyesalnya atas kematian Hyeji. Karena bagaimana pun menurutnya, dia lah penyebab dari kejadian mengerikan itu.


“Andai aku tidak sakit. Andai setelah merayakan kelulusan Hyeji aku baik-baik saja. Mungkin saat ini Hyeji masih ada. Hyeji tidak akan pergi ke Amerika hanya untuk menjenguk ku yang sedang terbaring tak berdaya dan membiarkan dirinya menjadi korban kecelakaan pesawat saat itu. Ya.. ini salah ku. Maaf Woobin-ssi, karena aku kau harus kehilangan Hyeji. Karena aku kalian berdua harus terpisah. Tidak seharusnya aku hidup. Aku hanya seorang wanita penyakitan yang mendapat kesempatan hidup dari kakakku. Maaf Woobin-ssi..”


Air mata Hyera semakin banyak mengalir keluar. Setelah berhasil mengungkapkan keluh kesahnya selama ini kepada sosok orang yang dicintai Hyeji, seakan membuat salah satu tali yang menjerat dirinya lepas. Hingga membuat ia dapat sedikit bernafas lega walau kesedihan yang sebelumnya telah ia coba pendam kembali menyeruak ke dalam hatinya.


Woobin yang sebelumnya enggan menatap Hyera, kini malah memalingkan pandangannya pada wanita itu. Melihat isakan tertahan Hyera membuat sebuah tamparan keras seakan menyapu pipinya. Tidak seharusnya ia seperti itu. Tidak menggubris saat Hyera tengah berbicara padanya. Dan tidak juga menyalahkan wanita itu atas kematian Hyeji walau hanya di dalam benaknya.


Semua yang terjadi pada Hyeji adalah takdir Tuhan. Kecelakaan tersebut serta kepergian Hyeji merupakan kehendak yang telah Tuhan tetapkan. Wanita di sampingnya bukanlah penyebabnya. Ia hanyalah korban seperti dirinya. Jika wanita itu sadar dan tidak terbaring di ruang ICU, mungkin ia akan menolak donor jantung tersebut.


“Tidak, kau tidak salah dan tidak ada yang bersalah. Semua ini sudah menjadi suratan Tuhan. Jadi berhenti menyalahkan dirimu atas kepergian Hyeji. Ku pikir Hyeji tidak suka jika mendengar kau yang terus menyalahkan dirimu sendiri.” Sergah Woobin cepat. Tangannya terangkat dan memberikan pukulan pelan pada pundak Hyera yang masih berusaha dengan keras untuk meredam tangisnya.


“Tidak. Ini salahku. Andai-”


“Walau kau tidak sakit, Hyeji pasti akan tetap mengunjungi mu. Walau hari itu ia tidak pergi dengan pesawat, tapi masih banyak kendaraan lain yang juga berisiko merenggut nyawanya.” Selak Woobin saat Hyera hendak kembali menyalahkan dirinya.


Keduanya pun kembali terdiam. Terjebak di dalam lingkaran kesunyian serta bayang-bayang akan sosok Hyeji saat masih bersama. Woobin yang tengah membayangkan bagaimana wanita itu tengah tersenyum bahagia saat melihat dirinya yang telah berhasil mengikhlaskan kepergiannya. Serta Hyera yang membayangkan kebersamaan antara dirinya dengan Hyeji walau hanya melalui layar komputer.


Hyera memejamkan matanya sejenak. Kemudian terdengar hembusan nafas berat yang keluar dari mulut wanita itu. Matanya pun kembali terbuka. Ia kemudian sedikit menoleh pada Woobin sebelum tangannya mengeluarkan sebuah buku kecil dari dalam tas yang dibawanya.


“Ini.. ku rasa kau lebih pantas untuk memilikinya.” Hyera menyodorkan sebuah buku berwarna coklat dengan pita merah mudah pada salah satu sisinya.


Woobin melirik pada buku tersebut. Tangannya kemudian bergerak mengambil buku itu.


“Itu milik Hyeji. Dia menuliskan semua yang terjadi di buku tersebut. Dan dari buku itu juga aku tahu dirimu, bagaimana hubunganmu dengan kakakku, serta kapan kalian mulai berkencan. Dan karena itu hari ini aku datang dengan membawa buku itu bersama ku.”


Woobin menyoroti Hyera dengan tatapan bingung. Ia masih tidak mengerti kenapa wanita itu memberikan buku tersebut kepadanya. Terlebih pada kata-kata terakhir yang diucapkan Hyera. Ia masih tidak bisa paham dengan maksud ucapan Hyera itu.


Melihat raut bingung yang membingkai wajah kokoh Woobin, Hyera pun kembali menyambung pembicaraannya. “Aku tahu hari ini adalah hari pertama kalian berkencan empat tahun lalu. Dan semua itu tertuang di dalam buku tersebut. Karena itulah aku datang karena ku pikir kau juga akan datang.”


Hyera menarik nafasnya dan menghembuskannya perlahan. Ia kemudian menutup kembali tasnya. Mengenyampirkan tali tas pada pundaknya dan menanggalkan kursi yang di dudukinya.


“Aku rasa kau sangat merindukan Hyeji. Jadi aku akan meninggalkan mu sendiri. Terimakasih sudah mau menjadi teman pria yang baik untuk kakakku. Semoga kita bisa bertemu dilain waktu. Sampai jumpa Woobin-ssi.”


Hyera melangkah pergi meninggalkan Woobin yang masih terpaku menatapi buku catatan Hyeji. Wanita itu berjalan dengan rasa sakit yang semakin menyerang dadanya. “Aku tahu jantungmu tengah bereaksi karena akhirnya bisa bertemu dengan pemilik jantung yang kau cintai. Dan karena itulah aku memberikan buku catatanmu padanya. Semoga dengan hal itu jantungmu tidak akan seperti ini lagi Hyeji-aa...”


Hembusan angin yang tiba-tiba saja menghantam tubuhnya membuat Woobin tersadar dari lamunan singkatnya. Kepalanya menoleh tepat dimana Hyera pergi. Ia ingin mengejar wanita itu dan mengatakan sesuatu, salah satunya ungkapan terimakasih. Namun saat itu wanita tersebut telah pergi. Tidak ada lagi tanda-tanda kehadirannya di tempat tersebut.


Woobin lantas kembali menyenderkan tubuhnya dan matanya bergantian menatap pada buku dan hamparan di depannya. Entah mengapa harapannya akan kehadiran Hyeji timbul begitu saja. Walau ia tahu hal tersebut tidak akan pernah terjadi. Jika pun iya, perlu mukjizat Tuhan untuk mewujudkannya.


Perlahan tangan Woobin mulai bergerak membuka buku catatan tersebut. Halaman pertama buku tersebut langsung dibacanya tanpa ada yang terlewat. Woobin terus melakukannya hingga pada halaman-halaman berikutnya. Pria itu tidak pernah melewatkan satu halaman bahkan satu kata pun yang ditulis Hyeji di sana.


Sampai ketika satu tetes air mata jatuh tepat pada lembaran yang tengah dibacanya. Woobin pun langsung menyekah genangan air mata yang bersemayam di pelupuk matanya dan mengusap air yang kini telah meresap ke dalam lembaran tersebut.



4 September 2010


Aku baru saja tiba setelah menghabiskan tiga hari dua malam bersama dengan teman-teman kampus ku. Kami memutuskan berkemah untuk mengisi waktu libur musim panas. Rasanya sangat menyenangkan. Akhirnya aku dapat merasakan perkemahan yang sebenarnya setelah sebelumnya hanya perkemahan anak sekolah.


Selama di sana kami mempersiapkan segala hal sendiri. Mulai dari memasang tenda, membuat api unggun, mencari mencari bahan makanan, memasaknya, memakannya, hingga membersihkan kembali peralatan yang telah digunakan. Selain itu, yang paling menyenangkan lagi adalah, untuk pertama kalinya aku mengelilingi hutan untuk mencari kayu bakar.


Mungkin terdengar biasa, tapi bagi ku itu jauh dari biasa. Karena..., saat itu aku pergi bersama dengan Woobin. Ya.. Kim Woobin, si atlet taekwondo yang ku kagumi. Jadi kalian tahu bukan seberapa menyenangkannya sesi pencarian kayu bakar itu.


Selama kami mencari, aku tidak henti-hentinya berharap agar waktu berhenti sejenak. Rasanya aku tidak rela jika kejadian seperti ini harus segera berakhir. Tetapi semua itu mustahil karena memang waktu tidak akan pernah berhenti.


Dan malam hari adalah saat yang aku tunggu. Mungkin bukan aku saja, tetapi teman-temanku juga sangat menantikan malam tiba. Apalagi kalau bukan karena sesi api unggun. Saat itu kami bernyanyi bersama, bercanda hingga tertawa lepas, intinya kami ingin membuang rasa penat selama perkuliahan berlangsung.


Di tengah-tengah acara, tiba-tiba saja seseorang mengajak ku pergi. Dan kalian tahu siapa?? Dia.. dia... dia...


KIM WOO BIN.


Ya.. dia Kim Woobin. Pria itu mengajak ku pergi meninggalkan kelompok kami. Awalnya aku bingung kenapa tiba-tiba saja ia menarik ku keluar. Tapi sebuah perasaan senang memenuhi relung hatiku saat menyadari bahwa kini kami, berdua, tengah berjalan bersama menuju danau yang tak jauh dari tempat dimana tenda kami didirikan.


Ia kemudian duduk pada salah satu akar pohon yang besar. Aku pun mengikutinya dengan duduk di sampingnya. Kemudian ia diam dan aku pun kembali mengikutinya. Pasalnya aku tidak memiliki topik untuk kami bicarakan. Jadi mau tidak mau aku memilih untuk menutup mulutku rapat-rapat dan membiarkan kesempatan emas ini hilang begitu saja.


Namun setelah beberapa saat, Woobin akhirnya mengajak ku berbicara. Awalnya canggung, sangat canggung. Banyak sekali imbuhan tanpa kata utama yang kami gunakan hanya untuk berkomunikasi. Dan hal itu malah membuat jantungku bergemuruh. Sungguh.. aku takut jikalau Woobin mendengar suara jantungku. Tapi untung saja dia tidak mendengarnya. Karena ia sama sekali tidak menyebutkan mengenai suara debaran itu.


Namun setelahnya aku hampir saja kehilangan nyawaku saat Woobin mengungkapkan perasaannya pada ku. Rasanya seperti jantung ini akan melompat keluar begitu aku mendengar kalimat ‘aku cinta kamu’ keluar dari bibirnya. Awalnya aku tertegun dan sama sekali tidak menggubris ucapannya. Tapi kemudian aku tertawa kecil karena aku kira ia hanya bercanda.


Dan kalian tahu apa yang ia lakukan?? Woobin.. dia.. pria itu.. dia.....


Dia menciumku. Ya.. dia menciumku. Walau hanya sebuah kecupan, tapi hal itu mampu membuat aku kembali terhenyak dan seketika itu juga diam membatu. Ku rasa saat itu mataku membulat dan wajahku pasti memerah.


Kemudian aku merasa ada yang mengguncang tubuhku. Dan saat aku kembali tersadar, aku mendapati raut gelisah diwajah Woobin. Ia kemudian kembali menanyakan jawabanku atas pengakuannya tadi. Aku pun kembali diam. Tidak tahu harus menjawab apa. Terlebih aku masih merasa bahwa ini seperti mimpi.


Namun Woobin kembali mengulangi pengakuannya dan hal itu membuat aku yakin bahwa aku tidak sedang bermimpi. Aku benar-benar tersadar dan tidak terpengaruh oleh alkohol sedikit pun. Dan ketika itu juga aku menerima permintaannya. Sebuah permintaan untuk menjadi lebih dari sepasang teman.


Dan saat itulah untuk pertama kalinya aku menjalin hubungan yang intim dengan lawan jenis. Dan di malam itu juga hubunganku dengan Woobin berubah menjadi sepasang kekasih. Di malam saat mengikuti kemah musim panas.




E . N . D





Hallo hallo..
Aku dateng nih!


Seperti yang udah aku tulis di atas, jadi selamat hari jadi ke-5 GIGSent sang blog tercintaahhh. Enggak kerasa aku udah menuangkan segala pikiran-pikiran absurd kesini selama 5 tahun, 5 tahun..!


Sempet mikir kalau GIGSent enggak akan bertahan lama. Apalagi pas udah masuk kuliah.. but see! Udah dua tahun kuliah dan aku bersama Salsa dan GSB masih ngupdate cerita khayalan kita disini, walau sepi banget sih. But at least, blog ini enggak ditutup karena enggak ada yang update.


Oke.. di anniv yang ke-5 ini, aku mau share kalimat-kalimat bijak yang aku dapetin dari dosen *udah mengalami pergantian dua kali sih* mata kuliah penulisan ilmiah ku. Jadi kalimatnya begini.....


"Kapanpun gagasan muncul, tuliskan!
Setiap orang pasti dapat menulis lebih dari satu judul dalam waktu bersamaan, tetapi judul-judul tersebut tidak akan selesai dalam waktu yang sama. Dan itu wajar!
Maka, jangan ditinggalkan dan tetap lanjutkan" - Prof. dr. Nasrin Komdi, MPH


Nah.. itu kata-kata beliau. Semoga bisa menginspirasi kalian semua yang suka nulis. Karena pas aku denger ini, langsung kena banget ke aku dan seperti mendapat semangat dan cara berpikir yang baru gitu. Dan untuk Salsa GSB, semoga dengan quote tsb kalian bisa dapet ilham tersendiri yaapp.


Owkey, that's from me. One more time, HAPPY 5TH ANNIVERSARY GIGSENT FANFICTION! 감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts