Bitter Sugar - Part 2



Main Cast:
Andrea Jung – Lee Minhyuk (Minhyuk’s Monsta X)

Supporting Cast:
Son Hyunwoo (Shownu’s Monsta X) – Lee Kihyun (Kihyun’s Monsta x)
 Chae Hyungwon (Hyungwon’s Monsta X) – Lee Jooheon (Jooheon’s Monsta X) 

Genre:
Friendship, Romance

Rating:
PG - 15




Ia mendorong kacamata minusnya yang mulai melorot. Ia mengakui pekerjaan ini memang menyenangkan, tapi ia juga harus mengakui kalau pekerjaan ini membuatnya sakit mata. Minusnya terus saja bertambah parah.



Minhyuk mengarahkan pointer-nya dengan hati-hati. Ia sedang mempertajam warna pada gambarnya, di saat-saat seperti itu ia butuh konsentrasi tinggi. Namun ketenangan di dalam kamar melenyap begitu seseorang mendorong pintu kamarnya hingga menabrak tembok. 



Keributan pun jelas tak terhindarkan. Konsentrasi Minhyuk langsung buyar, berantakan. Sial! Minhyuk menggeram tertahan sambil memejamkan matanya. Helaan napasnya berat saat memutar kursi dan menatap orang sialan yang baru saja menerobos masuk ke kamarnya seenak jidat.



“HYUNG!!! Combos memanggil kita lagi!!! Klub sialan itu–“


“Tak perlu ribut-ribut begitu Lee Jooheon! Aku sedang kerja!” Minhyuk beranjak dari kursinya, bergegas keluar dari kamarnya.




Ia mengempaskan tubuhnya ke atas sofa. Kihyun dan Hyunwoo tengah bermain playstastion di bawahnya tak terganggu sama sekali, sementara Hyungwon masih sibuk mencari keju di dalam kulkas.




“Menurutmu bagaimana?” tanya Hyungwon sambil membawa piring berisi dua tangkup roti isi. Pria jangkung itu duduk di sebelah Minhyuk.




Minhyuk bergeser malas, moodnya sedang kacau. Ia tidak mau berdekatan dengan siapapun. Ia tak menjawab, hanya menggeram kesal. Diam-diam ia berusaha untuk menenangkan kekesalannya, walau tetap saja ia tak bisa mendinginkan kepalanya yang terlanjur panas.




“Ia sedang kesal karena Jooheon mengganggunya,” jelas Kihyun tanpa ditanya.


“Hyung! Kau sedang mengerjakan seri tiga puluh satu? Kapan kau merilisnya?”




Jooheon bergabung dengan Minhyuk dan Hyungwon di atas sofa. Pemuda itu duduk di sisi kanan Minhyuk, membuat orang di sebelahnya makin kesal.


“Ayolah Hyung! Aku kan tidak sengaja,” rajuk si pemilik aegyo paling menjijikkan itu.




Minhyuk mengabaikan Jooheon, ia beralih menatap Hyungwon. “Siapa yang menghubungimu? Si Jun?” tanyanya masih jengkel.



“Ya..si Junhong menyebalkan itu.” Hyungwon menjawab tanpa mengalihkan perhatiannya dari roti isi buatannya.




Kemudian pertandingan soccer di layar televisi antara Kihyun dan Hyunwoo usai. Hyunwoo menang seperti biasa. Akhirnya dua orang itu ikut bergabung dalam rapat kecil BitterSugar.



“Kukira tidak bagus menolak rezeki, jadi kita terima saja.” Kihyun menanggapi. Yah, sebagai salah satu personil paling dewasa, ia rasa mereka harus bersikap profesional. Melupakan insiden malam itu dan bekerja seperti biasa.





Tidak bisa dipungkiri mereka memang membutuhkan uang. Lagipula apa gunanya mereka membuat sebuah band kalau tidak menerima tawaran tampil?



Setelahnya Jooheon mendengus paling keras, personil termuda itu memiliki gengsi setinggi langit. Ia tidak bisa melupakan insiden memalukan itu begitu saja. Maksudnya, yang benar saja! Mereka itu kan bintang tamu, tapi malah diperlakukan seperti gelandangan!




No-no-no! Aku tidak akan sudi menginjakkan kaki di tempat itu lagi! Gila ya, mereka baru saja mengusir kita dengan tidak hormat. Memangnya kalian tidak memikirkan perasaan Hyunwoo hyung? Ia korban pada kejadian malam itu tapi ia diperlakukan dengan tidak adil. Aku sih tidak mau.” Jooheon menggeleng-gelengkan kepala dengan yakin. Seolah tekadnya tak akan goyah.





“Aku tidak masalah dengan itu. Maksudku, kita kan harus profesional. Itu bukan masalah besar untukku.”



Kemudian Hyunwoo membuat semua orang menatap Jooheon dengan ekspresi geli. Lihat? Orang yang kau pikirkan  bahkan tak memikirkan perasaannya.




 Kihyun terkekeh puas melihat wajah idiot Jooheon, belum lagi tampang polos Hyunwoo si robot yang bahkan tak pernah menunjukkan perasaannya.




Well, Kihyun sudah setuju, Hyunwoo hyung juga oke. Akupun tidak masalah. Bagaimana denganmu, Hyungwon?”



“Yah, kalau kalian setuju aku mau bagaimana lagi?” jawab Hyungwon sambil mengangkat bahu.



Jooheon mengempaskan tubuhnya, melenguh panjang sambil mengentak-entakan tubuhnya. Yah, inilah penderitaan seorang maknae. Tak seorang pun mau berpihak padanya.




“Berhubung Jooheon tidak sudi menginjakkan kaki di Combos lagi, berarti tidak ada cambukan bass dalam penampilan kita nanti. Jadi kita akan mengaransemen ulang beberapa lagu, bagaimana?”



Semuanya mengangguk setuju pada gagasan Kihyun, pria mungil itu bisa berhenti terkekeh, hal yang sama pun dilakukan Hyunwoo. Melihat Jooheon merajuk itu persis melihat bayi beruang yang mengamuk karena  ditinggal induknya.



“Berarti malam ini kita harus mengantar Jooheon kembali ke rumahnya.” kali ini Minhyuk yang buka suara.



Langsung Jooheon menegakkan tubuh dan menatap tak terima pria cungkring di sebelahnya.


“Hyung… Jangan lakukan itu! Aku belum mau pulang, Nuna akan membunuhku!” rengeknya sambil menarik-narik lengan Minhyuk. 




****




Pada akhirnya BitterSugar mencapai kesepakatan. Mereka akan tampil dengan format lengkap. Kihyun akan mengerahkan suara emasnya sampai di lagu terakhir. Hyunwoo di belakang drum, Minhyuk yang akan memperdengarkan melodi gitar miliknya, Hyungwon yang selalu setia dengan keyboard-nya dan tentunya Jooheon si bassis pemarah yang baru mengecat rambutnya menjadi cokelat.


“Oke, sudah cukup latihan kita hari ini. Tenggorokanku sudah kering,” kata Kihyun begitu melodi gitar Minhyuk menutup lagu terakhir.


Personil lain menyudahi latihan tanpa keberatan, sejujurnya mereka semua lelah. Mereka sudah berlatih seharian penuh, dan kini sudah pukul setengah dua belas malam.


“Ya, aku juga harus menyimpan tenaga untuk ujian besok,” sahut Hyungwon yang langsung meninggalkan kursinya.



Sementara Minhyuk dan Jooheon masih sibuk memasukkan alat musik masing-masing ke dalam tas mereka. Yah, selain mereka berdua, tak seorangpun memiliki alat musik sendiri.



Begitu selesai beres-beres mereka berlima keluar dari studio, mengembalikan kunci studio pada seorang pegawai bernama Jinyoung yang berjaga di meja depan. Ngomong-ngomong mereka sudah biasa latihan di studio itu, pemiliknya adalah Hyunwoo. Yah, si robot besar itu sebenarnya cukup kaya. Selain memiliki tempat sewa studio, Hyunwoo bekerja sebagai editor majalah online.


“Hei, kalau kita tampil di Combos berarti ada kemungkinan kita akan bertemu dengan gadis yang Minhyuk hyung muntahi itu, kan?” cetus Jooheon tertarik.



Mereka sudah di jalan pulang, benar-benar di jalanan. Berjalan kaki sambil membawa-bawa gitar dan bass persis musisi jalanan yang sering tampil di pusat kota.


“Benar juga. Gadis itu, kurasa aku cukup sering melihatnya di Combos.” Kihyun menambahi, kemudian menepuk kedua tangannya begitu teringat akan sesuatu.



“Gadis itu kan rombongannya si Minyoung!” lanjut Kihyun girang, tersenyum jahil sambil melirik Hyungwon yang mulai mendengus tak suka.



Dan kemudian seperti biasa, orang-orang itu menjadikan Hyungwon bahan ledekan. Si canggung yang sebenarnya sangat serampangan itu memang tidak bisa mendengar nama ‘Minyoung’ disebut-sebut. Suasana hatinya bisa langsung memburuk setelah mendengar nama itu disebut.




“Chae Hyungwon! Ini aku, Minyoung! Han Minyoung! My Hero, Chae Hyungwon!!” Jooheon berseru dengan suara tertahan persis perempuan. Tawa Kihyun langsung meledak, sementara Hyunwoo hanya tertawa tanpa suara hingga matanya menghilang.



“Tunggu, jadi gadis yang kumuntahi itu temannya si Minyoung? Minyoung yang–“



Kihyun dan Jooheon mengangguk kompak, “Minyoung, Cinta pertamanya Hyungwon!”



****  




Sudah seminggu berlalu, kemarahannya pada gitaris kurus kering itu mulai mereda. Lagipula ia punya banyak hal untuk dipikirkan. Ujian akhir semester yang akan selesai beberapa hari lagi, stok gelas sekali pakai yang harus ditambah, diskusi dengan Dino untuk menu cake baru, dan keluhan Irish tentang berbagai hal yang ikut membuat kepalanya berdenyut nyeri.




Yang jelas ia punya segudang masalah yang lebih penting daripada meratapi kaos LA-nya. Ia pun mulai melupakan si gitaris kurus kering yang mengira semua gadis akan tergila-gila dengan senyumnya. Cih, cukup Sinbi dan Narin saja yang mendadak tolol karena pria itu.



Namun ingatan tentang sosok itu terpaksa menjadi headline di kepalanya begitu Irish menerobos masuk ke kamarnya dengan suara heboh.



“Pemuda itu..yang kemarin itu… di foto..” irish tergagap sambil menunjukkan dua lembar kertas ke arahnya. Satu lembar kertas yang terlipat dan yang satu lagi selembar foto bergambar pemuda dengan seragam SMA.



Andrea menghampiri kakaknya, menyuruh perempuan itu untuk menenangkan. Ia menuntun Irish yang kelihatan begitu terburu-buru hingga sulit bicara untuk menarik dan membuang napas.


Tell me.” Ia bersedekap santai, belum bisa mengingat dua benda yang dipegang kakaknya.


“Ingat kertas ini? Foto ini? Wanita dengan tas Gucci tempo hari?”



Andrea mengerinyitkan dahi, berusaha mengumpulkan ingatannya yang tercerai-berai. Ini seperti kuis di acara televisi yang sering ia dan Ethan saksikan pada sabtu malam. Irish memberi petunjuk sementara Andrea terus berpikir sebelum memberi jawaban.



Kertas, Andrea rasa kertas itu tidak ada bedanya dengan kertas lainnya, tapi tunggu ingatannya mulai menyentuh sesuatu.



Kertas yang dilipat dua, selembar foto, dan wanita dengan tas Gucci! Astaga! Andrea langsung memekik histeris.



“Ya ampun! Bagaimana ini? Ckk..aku benar-benar lupa dengan kertas itu!”


“Bagaimana kalau kertas itu sangat penting sampai bisa merusak masa depan orang lain? Bagaimana kalau wanita itu tahu? Jangan-jangan ia akan–“


Kini giliran Irish yang menenangkan Andrea, menyuruh adiknya untuk menarik dan membuang napas. Andrea terlihat lebih tenang sekarang.


“Kau lihat pemuda di foto ini?” Irish melirik Andrea, menemukan sang adik tengah mengangguk pelan.


“Apa kau merasa tidak pemuda ini tidak asing? Seperti pernah melihatnya di suatu tempat?”


Mereka bersitatap, berbagi kebingungan masing-masing.


Kemudian Andrea menegaskan gambar pemuda di foto tersebut. Ia menelengkan kepala. Yah, rasanya memang tidak asing. Seperti pernah melihatnya di suatu tempat, tapi… tapi tidak sama persis. Tapi…tunggu..


Garis wajah yang sama, hidung yang sama, mata yang sama. Fitur wajahnya mengingatkan Andrea pada seseorang.


Semua yang ada pada pemuda di gambar sama dengan sosok yang tiba-tiba melintas di kepalanya. Hanya saja sosok yang melintas di kepalanya memiliki kesan penggoda dan jelas saja sudah terlihat matang. Sedangkan pemuda di gambar kelihatan jujur dan tidak macam-macam.


Kemudian matanya menangkap pelakat nama yang melekat di saku jas seragam pemuda itu. Tunggu…apa tulisannya? Lee..Minhyuk? Astaga! Si gitaris kurus kering itu!



Ia melebarkan matanya, menahan napas selama beberapa detik. Menatap Irish dengan mulut terbuka lebar, berbagi rasa tidak percaya dengan kakaknya yang terlihat tak kalah terkejut. Mereka berdua meringis.

 

“Astaga! Bagaimana ini?” Andrea berseru tak habis-habis sambil mengelilingi kamarnya. Sementara Irish masih berdiri di tempatnya, mengamati baik-baik foto di tangannya.


“Irish! Kau sih! Aku kan sudah menyerahkannya padamu, kenapa kau–“


“Hei-hei, jangan salahkan aku! Siapa yang membuat suasana tempo hari menjadi kacau dan pergi begitu saja setelah bilang ‘persetan’? Pada saat seperti itu, aku mana ingat dengan benda-benda sepele seperti ini?”  


“Terus aku harus bagaimana?” keluh Andrea sembari mengempaskan tubuhnya ke atas ranjang.




Ia menenggelamkan kepalanya, kemudian bangkit lagi. Duduk sambil melipat kedua kakinya.


“Kalian pernah bertemu kan sebelumnya?” tanya Irish yang duduk di sampingnya.


Andrea mengusap kepalanya. “Aku kan sudah bilang pria itu yang memuntahi–tunggu!” Andrea menatap Irish dengan horor. Kedua matanya melebar dan telunjuknya menuding ke arah wajah Irish. Ia pun melenguh panjang.



“Tidak! Aku tidak mau bertemu pria itu lagi!”


“Kau harus menemuinya dan memberikan kertas ini! Ayolah ini sudah kewajibanmu Andrea Jung!”


“Tapi–“


“Tidak ada tapi-tapi. Kau harus menemui pria itu dan memberikan barang – barang ini secepatnya. Lagipula hanya kau yang tahu dimana pria itu tinggal,” putus Irish.



Sebelum Andrea kembali merajuk, Irish bicara lagi. “Kau tidak mau kan dituntut wanita bertas Gucci itu karena tidak menjalankan tugas dengan benar?”




****  




Sesuai kesepakatannya dengan Irish dua hari yang lalu, hari ini ia pun pergi ke Combos. Tanpa berbekal informasi apapun, Andrea juga tidak tahu apakah BitterSugar akan mengisi acara mingguan di klub itu lagi atau tidak. Yang jelas ia sudah berusaha.



Begitu ia sampai, suara manis khas vokalis BitterSugar yang nampak paling kecil di antara seluruh personil BitterSugar lainnya terdengar. Benar saja, ia tidak salah lagi. Ia bisa menemukan si gitaris kurus kering itu sedang memetik senar gitarnya dengan penuh penghayatan.


Ia memutuskan duduk di salah satu meja yang letaknya cukup terpencil, setidaknya suasana di meja pilihannya tidak sebising di area tengah.




Hari ini ia datang seorang diri. Lagipula bagaimana mungkin ia bilang pada teman-temannya kalau ia ingin memberikan sesuatu pada Minhyuk yang dititipkan seorang wanita di kafenya. Bisa-bisa kedoknya selama ini terbongkar. Teman-temannya tak pernah tahu masalah kebangkrutan usaha ayahnya.




Otomatis mereka juga tidak tahu kalau ia sudah tidak tinggal lagi di rumahnya yang berada di kawasan elit Pyeongchang-dong. Dan mereka juga tidak tahu kalau satu-satunya tempat usaha yang ia miliki saat ini adalah sebuah kafe kecil di daerah Haeundae.




Yah, jadi berdasarkan alasan tersebut ia memutuskan untuk mendatangi Combos seorang diri. Padahal ia tak pernah benar-benar suka datang ke tempat seperti itu. Yah, let’s say ia bukan penggandrung gemerlap dunia malam. 




Ia memang ‘The Almighty Andrea’ tapi dunia malam bukan seleranya. Kalau bukan karena ketiga temannya itu barangkali ia tidak akan pernah datang ke tempat seperti Combos. Lagipula ia lebih suka minum soju di rumah bersama Irish.



“Semuanya, ini lagu terakhir kami untuk malam ini. Broken Heart, semoga bisa menemani hati yang sedang risau.”



Kemudian terdengar lantunan melodi dari keyboard yang kemudian disambut dengan tabuhan drum yang terdengar tak begitu dominan. Lalu suara manis Kihyun melantunkan lirik sendu.



You probably erased me now
You won’t be hung up on the past
But in my memories
It’s still only your face that whispered to me


Inside your memories
I’m just someone who’s not there
A face you’ve never seen




**** 





Minhyuk melihat gadis itu tadi. Dari kejauhan ia dapat mengetahui kalau gadis itu sangat kebingungan dan akhirnya menghilang menerobos keramaian. Mungkin gadis itu duduk di salah satu meja di ujung ruangan. Seingatnya gadis itu datang sendirian, tidak bersama gadis bernama Minyoung yang kini menghampiri meja tempat biasanya para personil BitterSugar beristirahat setelah tampil.



Gadis bernama Minyoung itu datang bersama dua orang gadis lainnya, Minhyuk tidak hafal nama mereka. Seperti biasa, Minyoung dengan malu-malu menyodorkan sebuah paper bag kepada Hyungwon. Personil BitterSugar yang lain hanya menahan tawa melihat raut wajah Hyungwon yang menggelap.




“Hyungwon, ini untukmu. Aku membuatnya sendiri,” ujar gadis itu menahan malu.


“Semuanya, aku permisi ke kamar kecil,” pamit Minhyuk. 




Ia meninggalkan tempatnya, berjalan menerobos keramaian. Beberapa orang pengunjung yang menyadari keberadaannya mulai menyapanya, menepuk punggungnya, mengajaknya berbasa-basi, kadang ada beberapa orang perempuan yang mengerling genit padanya. Ouch… kalau bukan karena sedang mencari gadis itu, ia mungkin sudah meladeni perempuan-perempuan tadi.




Lagipula untuk alasan apa  sih, ia mencari gadis itu?


Kenapa ya?



Ini janggal sekali. Awalnya ia hanya menjadikan gadis itu sebagai alasan untuk pergi dari tempatnya yang membosankan. Maksudnya, drama Minyoung yang tergila-gila dengan Hyungwon sementara Hyungwon selalu memperlakukannya dengan dingin.




Gadis itu tidak ada di deretan meja yang ia maksud. Deretan meja di ujung ruangan itu penuh dengan beberapa pasangan yang sengaja mencari tempat agak sepi untuk melakukan sesuatu yang…. agak vulgar kalau boleh ia bilang. 




Ia kemudian mencari ke sisi lain, melalui ruangan yang penuh sesak dengan orang-orang setengah sadar. Ya Tuhan, ini menyebalkan sekali. Ia harus melalui orang-orang dengan bau alkohol bercampur keringat, dan sesekali ada yang meraba-raba dadanya.



Begitu ia sampai di tengah-tengah ruangan, seseorang menabraknya. Orang itu memekik kaget lantas menatapnya dengan mata melotot.


Orang itu…si gadis pemarah. Orang yang sama yang ia temui di kafe, dan orang yang sama yang ia muntahi–walau ia sama sekali tidak ingat.



“Kau…” Gadis itu langsung menariknya menjauh dari keramaian.



Sebenarnya Minhyuk tidak mengerti kenapa gadis itu menarik lengannya dan membawanya hingga keluar dari klub, tapi ia benar-benar tidak masalah.




Meski gadis itu kelihatan agak menyeramkan tapi tetap saja kecantikannya kelihatan jelas. Beberapa fitur wajahnya tidak kelihatan persis seperti orang korea, membuatnya kelihatan berbeda. Tulang pipinya tinggi, kelopak mata ganda, bibir kecil namun kelihatan penuh dan menggoda, serta bentuk rahang ‘V’ yang menawan.


Lagipula terlepas gadis itu pemarah dan menyimpan rasa benci padanya, namun pada akhirnya gadis itu sama saja dengan gadis-gadis lainnya. Mereka kelihatan tangguh dan menjaga jarak, padahal itulah trik mereka. Sok jual mahal itu trik andalan para perempuan. Minhyuk mengerti prinsip itu dengan baik.



Mereka terus berjalan hingga  cukup jauh jaraknya dari Combos. Gadis itu menoleh ke belakang, seperti memastikan tidak ada yang mengikuti mereka. Kemudian melenguh panjang, ia pun melepaskan genggamannya pada lengan Minhyuk.



Ia setengah terkejut begitu menyadari bahwa ia sudah menyeret Minhyuk sepanjang jalan, kemudian gadis itu gelagapan. “Maaf, aku tidak bermaksud–“



“Tidak masalah,” sergah Minhyuk sambil mengulas senyum ramah. Well, ayo kita mulai ke tahap basa-basi.


“Kalau boleh kutahu, apa kau sedang ada masalah dengan Minyoung?”



Ini strategi andalan Minhyuk. Memberi sedikit simpati pada perempuan kemudian perlahan-lahan mereka akan mulai membuka diri, dan tanpa disadari akan menyerahkan diri dengan sukarela. 



Dan strateginya memang tak pernah gagal, biasanya para gadis akan menatapnya dengan perhatian. Tapi, entahlah, gadis di hadapannya ini mungkin alien atau mungkin seorang lesbian. Gadis itu menyadari bahwa ia sedang mengamati wajahnya. Gadis itu mendengus tidak suka sambil merapikan helaian rambut hitamnya yang terempas angin malam.



“Langsung saja ya, aku datang ke Combos karena punya urusan denganmu,” ujar gadis itu tanpa memperlihatkan gelagat ramah.


“Masih masalah muntah yang waktu itu?”


Gadis itu hanya memutar bola matanya, sedikit menggeram. 


“Waktu itu kau datang ke kafe karena ingin bertemu seseorang, kan?”


Minhyuk mengangguk dan mulai melupakan strategi menaklukkan gadis yang tengah dijalankannya.


“Wanita yang membuat janji denganmu, menitipkan ini. Tapi tempo hari aku terlalu kacau untuk menyadari kalau pemuda yang di foto ini tidak lain adalah kau,” racau gadis itu menyodorkan satu lembar kertas terlipat dan satu lembar fotonya pada kelulusan SMA beberapa tahun yang lalu.



Minhyuk mengambil kertas terlipat itu, merentangkannya perlahan. Sekali baca, ia langsung yakin siapa penulisnya. Kemudian melipatnya kembali. Ia akan membacanya di rumah saja.



“Fotonya?” Gadis itu kembali menyodorkan lembar foto itu. Minhyuk tak menghiraukannya, sampai gadis itu menggoyang-goyangkan lembar foto itu di depan wajahnya.


“Buatmu saja. Aku suka geli kalau melihat anak itu.”


“Aku malah lebih geli dengan orang di hadapanku. Anak ini jelas-jelas kelihatan jujur dan polos–“


“Dan tolol. Kau bisa melihat garis-garis ketololannya dengan jelas,” lanjut Minhyuk sambil tersenyum masam.


“Terserahlah.” Entah gadis itu sadari atau tidak, gadis itu memasukkan kembali lembar fotonya ke dalam saku. Minhyuk tersenyum tipis melihatnya, merasa cukup senang. Dan itu benar-benar absurd.  



“Kalau begitu urusanku denganmu sudah selesai. Selamat tinggal.” Gadis itu mengangkat satu tangannya, kemudian memutar tumit dengan yakin.




“Hei, setidaknya beri tahu aku namamu!” teriak Minhyuk begitu gadis itu sudah cukup jauh. Dan gadis itu tidak memberi respons sama sekali.




Yah, malam  ini adalah kali pertama misi penaklukkannya gagal. Ia kemudian menundukkan pandangan, menatap lekat kertas itu. Apa sih yang diinginkan wanita itu? Ia mendengus lelah.



Kepalanya meneleng, sesuatu berbentuk persegi panjang tergeletak di dekat tempat gadis tadi berdiri. Ia melihat ke sekeliling, orang-orang tampak sibuk dengan perjalanannya masing-masing.



Iapun memungut benda yang lebih tepat disebut kartu mahasiswa itu. Ia mengamati foto kecil di sana, kemudian tersenyum senang.




Misinya malam ini boleh saja gagal, tapi harapan untuk hari esok masih ada. Ia baru saja memungut kartu mahasiswa milik gadis itu. Entah bagaimana caranya benda itu bisa tergeletak di jalanan. Mungkin jatuh saat gadis itu mengambil kertas dan foto dari saku celananya. Ceroboh.



Well, kita akan bertemu lagi Andrea Maurine Jung. Senyum di wajahnya semakin mengembang.




****  




Kalau saja Andrea tidak datang ke perpustakaan dan berniat meminjam salah satu kunci loker untuk menyimpan tasnya, mungkin ia tidak akan pernah sadar kalau ia tidak membawa kartu mahasiswanya.




Ia sudah menguras isi tasnya, tempat pensilnya, menggeledah kantong-kantong tersembunyi di dalam tasnya, meraba saku celananya, tapi nihil. Mungkin ketinggalan di meja belajar atau di suatu tempat di rumahnya. Yang jelas ia belum mengeluarkan benda tipis itu dari tadi. Jadi tidak mungkin ia kehilangan kartunya di kampus.





“Andrea? Sedang mencari apa?” Narin tiba-tiba ada di hadapannya, mendekap sebuah buku yang baru dipinjamnya.



Dari ketiga temannya, hanya Narin yang berkuliah di kampus yang sama dengannya. Sementara Minyoung kuliah di sekolah fashion design dan Sinbi melanjutkan kuliahnya di akademi managemen. Well, sebenarnya mereka adalah teman dari zaman SMP yang kemudian berpisah saat SMA.




“Kartu mahasiswaku.”  Andrea masih menguras tempat terdalam tasnya.


“Hilang atau bagaimana?”


“Entahlah, sepertinya tertinggal di rumah.”


Andrea pun menyerah. Sepertinya ia memang meninggalkan kartu itu di suatu tempat, yang jelas bukan di saku celana atau di tasnya. 



“Mau kuantar untuk mengambil kartumu?”



“Tidak..tidak perlu. Lagipula tidak terlalu penting, tadi aku hanya ingin masuk untuk mencari beberapa data di internet. Tapi kurasa tidak perlu, tidak penting. Aku bisa mencarinya di rumah, ya kan?”




Andrea mulai merasa keringat dingin membasahi punggungnya. Tidak, jangan sampai Narin mengantarnya pulang.


“Kau yakin?” Andrea mengangguk cepat.


“Ya sudah Narin, aku duluan. Kebetulan aku cuma ada satu ujian. Aku duluan ya, semangat!” Andrea berjalan mundur, menyengir sambil mengepalkan tangannya.




Begitu melewati ruang dekanat, ia mendesah lega. Sekali lagi ia menoleh ke belakang, memastikan Narin tidak mengikutinya.




Huh, syukurlah. Gadis itu tidak kelihatan dimanapun. Andrea melenguh panjang, mengusap wajahnya dibanjiri keringat. Ia belum siap sandiwaranya terbongkar.




TBC



Halo halo...*bukan Bandung*
Semoga gak bosen nemuin update-an terbaruku. Kebetulan mood-ku lagi baik makanya update lagi. 

Gimana nih sampe sini? Menarik buat dibaca? Oke, semoga menarik untuk dibaca.
Oiya sebelumnya aku kan udah bilang mau lanjut FINDING FATHER tapi begitu buka ff ini, kayaknya rencanaku berubah lagi deh.

Mungkin aku akan fokus dulu ke ff ini, nanti kalo udah selesai atau menjelang kelar aku mengusahakan untuk nerusin Finding Father. Aku berusaha adil sama semua ff-ku. Kan, resolusiku tahun ini adalah ga ninggalin ff chaptered di tengah jalan. Aku mau berusaha untuk konsisten dan berkomitmen. 

Yah, apalah daya anak imut ini yg belum pantas berkomitmen dengan seorang lelaki. Jadi biarkan aku berkomitmen dengan semua tulisanku aja untuk sekarang ini. 


*otaknya mulai geser karena dapet berita temen kampusku mau dilamar, terus grup chat penuh  dengan segala kegilaan dan kebaperan para perawan girang yang kebelet dipersunting lelaki idaman. Dan aku bingung sekaligus berdoa yang terbaik untuk temenku itu. Btw belum tau juga dia mau dilamar beneran atau si pacarnya itu baru mau nemuin orang tuanya buat minta restu. Kalo ngelamar orangtua dari kedua belah pihak mesti ada, kan? Ya kan? Auah.. jadi ngebahas ginian kan*

Para pembaca yang budiman maafkan aku yang gak punya filter ini.. okelah.. sekian dari aku.. Mata ini udah gak kuat nahan kantuk, udah perih parah.


Kalau ada yang mau kasih kritik, komen, dan saran silahkan isi aja di kolom di bawah yaaa... aku kangen lohh interaksi sama kalian.




Regards,


GSB





Comments

Popular Posts