Bittter Sugar - Part 3




Minhyuk menekuri foto Andrea sekali lagi, kali ini ini lebih lama. Rasa penasarannya lebih besar, mencoba menebak-nebak darah apa saja yang mengalir dalam diri gadis itu. Andrea kelihatan tidak seimut gadis korea, garis wajahnya jauh lebih tajam. Matanya, tulang pipinya, Minhyuk tahu gadis itu punya darah campuran.



Well, kira-kira apa ya?



Tanpa disadari seulas senyum muncul perlahan-lahan di wajahnya. Ngomong-ngomong tingkahnya semakin aneh sejak minggu malam. Semua orang mulai ngeri dengan tingkahnya yang seperti orang kehilangan akal sehat. Menekuri selembar kartu sambil tersenyum, kadang sampai cekikikan sendiri.





“Aku makin ngeri. Sebenarnya Minhyuk hyung kenapa, sih?” bisik Jooheon pada Hyungwon yang sedang membaca buku.



Hyungwon melirik sekilas sosok Minhyuk di ujung sofa, “Ia sedang punya korban baru.” Ia pun kembali pada bukunya. Ia perlu membaca sedikit, karena firasatnya berkata ujian esok hari pasti tidak akan semudah hari ini.




Jooheon kembali mengamati Minhyuk yang sedang mengetukkan telunjuk ke bibir sambil tersenyum lebar sebelum akhirnya memasukkan kartu itu ke dalam dompet. Begitu tatapan mereka bertemu, Minhyuk malah menyapanya dengan riang.

“Halo, Jooheon-aa.”


Jooheon menggidik ngeri. Oke, sekarang sudah jelas. Minhyuk hyung-nya benar-benar sudah gila. 





“Jadi kau benar-benar mengincar gadis yang kau muntahi waktu itu? Kau gila, ya?” tanya Jooheon memastikan, padahal ia sudah tahu dengan jelas kalau Minhyuk sudah gila.



“Ia kan memang sudah gila dari dulu. Tadi siang ia bahkan mendatangi kafe tempat gadis itu bekerja.” Kihyun baru saja bergabung, membawa sepiring apel yang sudah dikupas.



Sama dengan Jooheon, ia menatap ngeri Minhyuk yang tengah mengunyah apel dengan riang.


“Hyung, kau tidak serius, kan? Berhenti saja–“



“Gadis ini berbeda Jooheon-aa,” sambar Minhyuk antusias.



Semua orang di dalam ruangan kecuali Minhyuk mendenguskan napas sambil memutar mata.



Bukannya kaubilang pada dasarnya semua gadis itu sama saja?” Jooheon masih belum terima, ia belum puas. Ia ingat Minhyuk pernah bilang seperti itu, tapi kenapa sekarang malah berbanding terbalik?




“Maksudnya gadis yang ini lebih sulit untuk ditaklukkan,” jelas Hyungwon tanpa minat. Si canggung itu membalik lembar bukunya.




“Jadi apa yang sudah kau rencanakan untuk menaklukkan gadis itu?” tanya Jooheon lagi.



“Ia sudah menitipkan selembar kertas berisi pesan sekaligus nomor ponselnya. Gadis itu harus menghubunginya kalau mau mendapat kartunya kembali,” papar Kihyun yang sudah hapal di luar kepala.



Semalam suntuk Minhyuk sudah membicarakan masalah ini padanya. Betapa gadis itu nampak berbeda, yah..memang agak berbeda sih. Tidak kelihatan ramah dan cenderung memancarkan aura gelap, tapi tetap kelihatan cantik. Gadis itu bisa diibaratkan dengan vampir kalau menurutnya.



Gelap, tidak ramah, dan mengundang rasa ingin tahu.



Yeah, dan Minhyuk sudah menyusun rencananya sendiri. 




****




“Ini.”




Andrea baru saja sampai di kafe, tiba-tiba Irish menghampirinya. Memberikan selembar kertas yang sudah dilipat rapi untuknya. Ya ampun, kenapa sih belakangan ini orang-orang senang menyodorkan selembar kertas ke arahnya?



Ia menerima kertas itu sambil mengamatinya lekat-lekat. Sementara itu Irish menatapnya jahil sambil bersedekap.



“Kau ada main ya dengan pria itu?”


“Pria yang mana?”



“Eiii… Sudahlah tidak perlu berpura-pura lagi denganku. Pria yang mana? Ckk..” Irish hanya menggeleng sambil menatapnnya meledek, tanpa memberi penjelasan apapun padanya. Setelah itu Irish meninggalkannya sendirian.



“Ituloh.. pria yang kau bilang memuntahi kaos LA kesayanganmu. Orang itu tadi ke sini,” kata Irish yang akhirnya bersedia buka mulut. Irish sesekali mencuri tatap ke arah Andrea, sementara tangannya susah payah menyimpulkan tali apron.




Pada saat itu di dalam kafe ada beberapa pelanggan yang tengah menikmati pesanan masing-masing. Karena tak mau membuat kehebohan, Andrea pun mengekori Irish. Ia masih belum menemukan korelasi antara kedatangan si gitaris kurus kering dengan lipatan kertas di tangannya ini.



“Untuk apa orang itu datang ke sini?”


“Mencarimu tentu saja, apa lagi memangnya?”




Oke, ini semakin aneh saja. Benar-benar tidak masuk akal. Jelas-jelas urusan diantara mereka sudah selesai, ia sudah mengatakannya dengan sangat jelas malam itu.



“Katanya ada sesuatu yang sangat penting. Tapi ia tidak bilang banyak tentang hal itu,” lanjut Irish masih sambil mengelap meja kasir.



Andrea menatap kertas lipat di tangannya sekali lagi, kemudian melenguh panjang. Baiklah, sepertinya isi kertas ini penting sekali. Ia memutuskan untuk naik ke kamarnya.



“Jangan lama-lama! Kalau sudah selesai membaca surat cintanya, cepat bantu gadis malang ini!” teriak Irish mengingatkan.




Sesampainya di atas, ia langsung bergegas masuk ke kamarnya–yang juga kamar Irish. Melempar tasnya ke ranjang kemudian menghenyakkan tubuhnya di kursi roda di depan meja belajar.




Ia mengembuskan napas panjang, merentang lipatan kertas itu dengan tidak sabar. Ia menekuri tulisan tangan yang nampak unik dan agak berantakan itu.




Hei, Andrea Maurine Jung..
Ini aku Lee Minhyuk, gitaris tampan yang dua hari lalu kau temui
Pasti kau menebak-nebak tujuanku datang ke kafe. Oke, langsung saja ya..
Kartu mahasiswamu ada padaku. Entah bagaimana caranya, benda itu tergeletak di jalanan.
Mungkin kau menjatuhkannya saat merogoh saku, ceroboh sekali..
Kalau kau mau mengambil kartumu, kau bisa menghubungiku.
Ini nomorku, *****82344
Kusarankan agar kau meneleponku secepatnya,
Soalnya aku bisa saja lupa dengan kartumu dan meninggalkannya di binatu.


Kutunggu telepon darimu,

Lee Minhyuk



Andrea menatap nanar kertas kecil di tangannya. Apa-apaan ini? Pria itu… Apa sih maunya? Lagipula kenapa ia harus menjatuhkan kartu mahasiswanya segala?




Ia mengerti sekarang, Lee Minhyuk sedang mempermainkannya. Mengancam akan membuang kartunya agar ia menelepon dan membiarkan pria itu menggodanya. Memangnya ia tolol apa? Kalau memang pria itu bermaksud baik, kenapa tidak menitipkan kartunya pada Irish?



Ia menatap kombinasi angka di dalam kertas kecil itu. Ia punya dua pilihan; pertama, menelepon pria itu dan mengikuti permainannya. Kedua, mengabaikannya, dan membuat kartu baru yang memakan waktu lama dan membuat kepalanya berdenyut nyeri. Ia bisa membayangkan betapa rumitnya langkah yang harus ia tempuh kalau membuat kartu baru.




Mendatangi bagian administrasi, melapor sekaligus meladeni sederet pertanyaan tidak penting dari petugas di sana, mengopi beberapa berkas, datang ke ruang dekanat untuk minta tanda tangan, kemudian kembali lagi ke bagian administrasi. Menyerahkan semua berkas dan menunggu selama beberapa minggu. 




Kedua pilihannya sama-sama buruk.




Ia memijat keningnya. Akhirnya menyimpan kertas itu ke dalam laci. Ia mungkin akan menghubungi pria itu, tapi tidak hari ini. Tidak besok atau besoknya lagi. Pokoknya kapan-kapan. Tidak dalam waktu dekat ini.



Lagipula sebentar lagi ia libur. Tepatnya dua minggu lagi ia sudah libur semester. Jadi untuk saat ini ia tidak memerlukan kartu mahasiswanya. Yang artinya ia tidak perlu menelepon pria itu dalam waktu dekat.




****




Minhyuk-aa, ini ibu..
Sayang, cepatlah kembali ke rumah. Ibu merindukanmu.
Ibu kesepian di sini. Mau sampai kapan kau meninggalkan wanita malang ini?
Anak ibu yang tampan, situasi di rumah saat ini sudah lebih baik..
Kau bisa kembali secepatnya. Ayolah Minhyuk..
Ah, iya..sekali-kali balas e-mail ibu!
Pokoknya cepat kembali ke rumah, jangan marah pada ayahmu terlalu lama.



Minhyuk sudah membaca surat itu berulang kali, memutar ulang bayangan ibunya yang sedang mengeluh manja seperti dulu. Ia juga merasakan rindu itu, tapi kembali ke rumah itu bukan solusi. Ia masih enggan kembali ke sana. Ia masih marah, entah marah pada apa dan siapa.




Ia menekuri tulisan dengan huruf-huruf mungil yang rapi. Ia tidak benar-benar berniat meninggalkan ibunya. Ia hanya tidak bisa tinggal di sana, namun ibunya tak pernah sekalipun berniat untuk meninggalkan rumah itu.




Ia lantas memasukkan surat itu ke dalam kotak kecil miliknya. Kemudian melesakkannya ke sudut laci paling dalam. 




Kini ia berpaling pada ponsel layar sentuhnya. Ia mengusap layarnya, tak menemukan pesan atau panggilan dari nomor tidak dikenal. Andrea belum juga menghubunginya. Sudah tiga hari semenjak ia datang ke kafe itu, dan si gadis misterius belum juga menghubunginya.




Ckk, rupanya gadis itu lebih tangguh dari perkiraannya.




Baiklah, sepertinya permainannya kali ini membutuhkan kesabaran ekstra. Ia akan bersabar kalau memang begitu aturan mainnya. Ckk, tapi tidak bisa begini. Apa ia harus mendatangi kafe itu lagi, memberi ancaman yang lebih meyakinkan?




Arghh…ia mengacak rambut. Sial, jangan-jangan benar dugaannya. Gadis itu tidak suka laki-laki.



****  



Andrea baru saja kembali dari internet café, di sampingnya Ethan masih meracau seru tentang seri terbaru ‘Rebellious Flower’ yang baru dibacanya. Ah, andai mereka tidak jatuh miskin. Mereka pasti tidak akan repot-repot keluar rumah hanya untuk membaca komik web atau kegiatan online lainnya.




Sebenarnya baik ia dan Ethan punya ponsel, tapi tentu saja mereka harus berhemat pulsa. Menyimpannya untuk kegiatan yang lebih berguna.




“Menurutmu Vabolous itu laki-laki atau perempuan?” tanya Ethan antusias.




Pertanyaan yang sama. Ia juga selalu bertanya-tanya sosok di balik nama Vabolous itu. Sekalipun memiliki fanpage sendiri, sosok Vabolous sebenarnya tidak pernah menunjukkan wajahnya. Hanya sekedar menyapa dan membalas pertanyaan-pertanyaan dari para penggemar.




“Kalau dari ID-nya kurasa ia laki-laki. Menurutku nama Vabolous  sendiri terlalu maskulin.” Andrea memang selalu membayangkan sosok misterius di balik ID itu adalah seorang laki-laki.




“Tapi ceritanya menyentuh sekali, mana ada penulis laki-laki yang bisa membuat cerita sebegitu menyentuhnya?”



“Tidak pernah baca Orange Marmalade, ya?”




Kemudian Ethan tak membalas. Kali ini Andrea menang. Cih, bocah itu pikir ia tahu segala hal apa? Jelas-jelas Orange Marmalade adalah salah satu komik web dengan cerita yang menyentuh bahkan sampai dibuat drama. Dan penulisnya adalah laki-laki.



“Jadi bisa saja kalau penulis Rebellious Flower yang misterius itu seorang laki-laki!” simpulnya penuh kemenangan.




Ethan tak menyahutinya kali ini, biasanya mereka akan terus berdebat sampai Andrea berteriak kesal saking tak bisa membalas adiknya yang pintar sekali bicara. Andrea menatap punggung remaja di depannya, punggung yang kalau dilihat-lihat semakin lebar dan kokoh.



“Heh, kau dengar aku tidak sih?”


“Halo, ada orang sedang bicara loh di belakangmu,” ujar Andrea lagi menyindir.



Ethan masih tak menyahut, anak itu malah memelankan langkahnya kemudian benar-benar berhenti.


“Kenapa berhenti tiba-tiba sih?” Andrea kesal begitu tangannya ditarik, Ethan menarik tangannya supaya mereka bersembunyi di dekat tiang listrik.



“Bisa diam tidak? Suaramu itu bisa membangunkan semua orang di sini, tahu.” Akhirnya anak itu bersuara.



Ethan menolehkan kepalanya ke depan, tepat pada sepasang laki-laki dan perempuan di depan kafe mereka. Perempuan itu Irish dan laki-laki di depannya adalah Jiho. Pria itu kan…. 


“Aku minta maaf Irish. Aku tidak tahu ibuku akan bersikap seperti itu.”



Suara pria itu samar-samar terdengar. Setelah itu Irish menegakkan kepalanya, menunjukkan wajah lesu dan bibirnya yang bergetar. 





Pria bernama Jiho itu mengangkat tangannya untuk memegangi kedua sisi tubuh Irish. “Irish, tapi aku tidak bisa apa-apa. Aku tak bisa menentang keputusan orang tuaku,” ucap pria itu lagi. Suaranya terdengar penuh permohonan agar Irish mengerti, atau lebih tepatnya meminta Irish pergi dari kehidupannya secara halus.




Andrea mengepalkan tangan, darahnya mulai mendidih dan kepalanya langsung terasa panas. Tadi sebelum ia dan Ethan pergi ke internet café, Irish memang sudah berangkat untuk makan malam bersama keluarga Jiho. Tadi wajah Irish sangat berseri, ia kelihatan gugup namun tak bisa menampikkan rasa antusiasnya.


Namun detik ini Irish kelihatan hancur. Wajah manis dan ramahnya tak lagi berseri, serta luapan antusiasmenya sudah luruh dan berserakan di tempatnya berdiri.



Andrea mungkin tidak tahu pasti apa yang terjadi pada acara makan malam itu, tapi ia bisa mengira-ngira apa yang membuat Irish kelihatan begitu lemas.



“Aku mencintaimu Irish, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Orangtuaku sudah menjodohkanku dengan gadis itu. Kumohon kau mengerti.”



Pria itu menepuk bahu Irish, “Walau begitu kita tetap bisa bertemu. Aku akan terus menemuimu setelah menikah nanti.” Pria itu menunduk, menatap mata Irish dengan memohon pengertian.


Andrea tidak sadar kalau ia sudah melangkah maju dan menyentak tangan pria itu dari bahu kakaknya. Tentu tindakannya itu membuat semua orang terkejut. Ia pun sama terkejutnya, bahkan Ethan baru sadar kalau Andrea sudah tidak berada di sisinya.




BUGGG




Untuk pukulan yang ini pun di luar kendalinya. Yang jelas Andrea semakin kehilangan kesabarannya begitu melihat wajah sok polos milik pria brengsek di hadapannya. Ia tak bisa menahan tangannya yang melayang, memukul pria itu tepat di wajahnya.  Bahkan tak kelihatan gentar walau pria itu menatapnya dengan murka.




Jiho tampak tidak terima, ia mulai terkonfrontasi apalagi saat Andrea mulai mengeluarkan sumpah serapah.


“Brengsek! You fucking asshole! Just go to hell!



Ethan menepuk jidat. Astaga, kakaknya yang satu itu memang tidak bisa menahan amarahnya. Ia baru saja hendak keluar dari tempat persembunyiannya, ia ingin menolong kakaknya, tapi kalah cepat. Seorang pemuda berlari ke arah Andrea, melindungi gadis itu dari amukan Jiho. Pemuda itu adalah Lee Minhyuk. Ya, si gitaris BitterSugar yang suka menggoda perempuan.



Andrea begitu terkejut saat menyadari kalau sosok itu yang baru menariknya. Pemuda itu menghalangi Jiho yang kelihatan tak puas. Ia merentangkan tangannya, menjaga Andrea tetap aman berada di belakangnya.




“Minggir! Aku tidak punya urusan denganmu!”



Minhyuk bersikukuh menghalangi Jiho dengan terus mendorong dada berototnya. Biar bagaimanapun ini bukan perkelahian yang seimbang. Jiho adalah pria dewasa dengan tubuh atletis hasil latihan rutin di gym, sementara Minhyuk terlihat mungil dan membutuhkan banyak nutrisi.




Akhirnya Ethan berlari membantu pemuda itu, mendorong Jiho hingga pria bertubuh atletis itu mundur beberapa langkah.



“Pergi dari sini! Jangan pernah menemui kakakku lagi! Kalau kau berani menemuinya lagi aku akan….” Ethan menggantung kalimatnya. Ia berpikir, kira-kira apa yang akan ia lakukan?



Jiho tersenyum menang, melipat kedua tangannya di depan dada. “Apa yang akan kau lakukan anak kecil, huh?”



Ethan kelimpungan, akhirnya ia menoleh ke belakang. Meminta bantuan pada Andrea, tapi kakaknya itu tidak membantu sama sekali. Hanya menggeleng sambil menyuruhnya untuk menatap ke depan lagi.




“Apa? Huh? Anak manis harusnya minum susu dan lekas tidur. Kau tidak bisa melakukan–“


“Jangan menyentuh kepalaku!” Ethan menarik tangan Jiho dari kepalanya kemudian memelintirnya. Tindakan Ethan membuat Jiho murka, pria bertubuh tegap itu lantas mendorong Ethan hingga tersungkur ke aspal.



Man, kau tidak boleh sekasar itu pada anak kecil! Ia bukan tandinganmu.” Minhyuk yang sudah tidak tahan dengan perlakuan kasar Jiho akhirnya mendorong pria itu, membuat Jiho terkekeh geli.


“Lalu siapa tandinganku? Kau?” Jiho menarik kaos Minhyuk. “Dengan tubuh setipis ini kau lebih pantas jadi perempuan, tahu,ejek Jiho. Ia mengempaskan Minhyuk, membuat pemuda bertubuh kurus itu terhuyung.



“Aku memang bukan tandinganmu, tapi kurasa Tuan-Tuan di belakang itu bisa sepadan denganmu,” ujar Minhyuk lega. Ia melihat dua orang petugas keamanan berjalan menghampiri mereka.


Dua orang petugas keamanan daerah setempat langsung mengamankan Jiho, membawa pria itu brengsek itu menjauh. Andrea bernapas lega, ia menatap Irish, memastikan kakaknya baik-baik saja.




Setelah mengucapkan terimakah pada dua orang aparat barusan, Minhyuk membantu Ethan berdiri. “Terimakasih,” ujar Ethan yang dibalas anggukan kecil.


“Aku baik-baik saja.” Irish mengulas senyum, meyakinkan Andrea agar tidak perlu khawatir.



Irish menghampiri Minhyuk, “Minhyuk-ssi, terimakasih. Kalau kau tidak ada, mungkin semuanya akan tambah kacau,” ucapnya sambil mengulas senyum penuh rasa terimakasih.


“Tidak masalah. Aku hanya melakukan apa yang kubisa,” balas Minhyuk tak kalah ramah.



Irish mengangguk, “Kalau begitu masuk dulu. Aku punya secangkir latte dan sepotong cheese cake untukmu.” Minhyuk langsung menggeleng sambil mengibaskan tangan. Ia tidak mengharapkan imbalan apapun. Ia memang bukan pria sejati yang berjiwa kesatria tapi ia benar-benar tulus menolong kakak-beradik itu.


“Tidak perlu, terimakasih. Aku–“


“Tidak usah sungkan.” Irish tersenyum lagi, ia menoleh pada Ethan yang masih memijat-mijat lengannya. “Ethan, ajak pria ini masuk,” titahnya pada si bungsu.




Irish membuka pintu, langsung masuk ke dalam. sementara Ethan kelihatan bingung, Irish menyuruhnya untuk membawa masuk orang di sampingnya, tapi Andrea mencekal tangannya.


Begitu Ethan hendak mengajak Minhyuk masuk ke dalam, Andrea mengangkat tangannya. “Masuk saja duluan. Aku masih punya urusan dengan orang ini,” kata Andrea tegas.



Andrea menatap tajam sosok pemuda di depannya yang masih saja memamerkan seringai sok kerennya itu.  Kalau boleh jujur, tatapan tajam Andrea sama sekali tak membuat Minhyuk gentar.



Setelah mengamati situasi antara sang kakak dan pemuda yang tadi menolongnya, Ethan pun menarik kesimpulan kalau ia harus segera pergi dari sana. Ia tak mau menjadi sasaran kemarahan Andrea, maka itu ia pun menurut dan langsung masuk ke dalam.


“Apa sih maumu? Tiba-tiba muncul seperti pahlawan begitu?” Andrea menudingkan telunjuknya.

“Oh, ya! Mana kartu mahasiswaku?”




Minhyuk merogoh sakunya, mengecek jaketnya kemudian mengulas senyum lebar. “Aku tidak membawanya,” katanya sambil menahan tawa.



Benar-benar pemuda itu. Buat apa berkeliaran di sekitar kafenya kalau tidak berniat mengembalikan kartu mahasiswanya. Serius, pemuda di depannya pasti sakit jiwa atau memang senang saja mencari perhatian.




“Aku menyimpan kartumu di tempat yang sangat aman. Kau tidak perlu khawatir,” ujar Minhyuk sembari menepuk bahu Andrea.

Pemuda itu melewati Andrea dengan mudah, tak menghiraukan aura gelap yang mengelilingi gadis itu.




****




Ethan membawa secangkir besar berisi latte panas dan sepotong cheese cake seperti yang dijanjikan Irish ke meja Minhyuk. Lantas duduk di depan pria itu.




Sementara itu Andrea masih mengawasi mereka dari balik meja kasir. Matanya dipenuhi beragam prasangka dan tampak sangat waspada. Sebenarnya ada apa? Ethan mengamati kedua orang itu penasaran.


“Kau pria yang….” Ethan menirukan gerakan orang muntah yang membuat Minhyuk langsung mengangguk sambil terkekeh. Jemarinya menjentik hingga menciptakan bunti nyaring.



Kemudian terdengar suara menggeram dari meja kasir, Minhyuk mengerling jahil pada Andrea yang kelihatan siap mencabiknya kapan saja.




Minhyuk terkekeh senang, kemudian meniup-niup minumannya, membaui aroma manis dan pahit yang menguar dari dalam cangkirnya. Belum sempat bibir gelas menempel di bibirnya, ia melirik Andrea sekilas kemudian menatap Ethan.


“Minuman ini aman dikonsumsi manusia, kan? Tidak dimasukkan obat pencahar atau obat nyamuk, kan?” ia curiga, pasalnya Andrea terus mengawasinya dengan waspada.



Pria muda di depannya menggeleng, “Aman kok. Itu buatan Irish,” kata Ethan seraya mengacungkan ibu jarinya.




Minhyuk mengangguk, menyesap cairan hangat itu pelan-pelan. Rasa manis yang bercampur dengan panit serta sensasi hangat, menyapa indera pengecapnya. Yah… minuman ini memang sepadan, walau sebenarnya ia tidak pernah mengharapkan imbalan apapun.




Ia bahkan masih tidak percaya bisa melakukan tindakan heroik seperti itu. Tadinya ia hanya iseng melintas di sekitar kafe milik Andrea, namun langkahnya berhenti begitu melihat sepasang kekasih tengah bertengkar di depan kafe.



Tak lama berselang, ia menemukan sosok Ethan dan Andrea yang sedang bersembunyi di balik tiang. Ia tidak tahu kenapa, yang jelas saat itu ia langsung menghubungi petugas keamanan setempat setelah melihat stiker berisi nomor telepon petugas keamanan setempat yang menempel di dinding tempatnya bersandar.


Tadinya ia hanya akan menjadi penonton setia, namun begitu Andrea berlari dan melayangkan tinjunya ke arah pria itu, ia pun tidak bisa menahan kakinya lebih lama. Dan aksi penyelematannya pun dimulai.




Ini memang tidak seperti yang ada di bayangannya. Tadinya ia pikir ia hanya akan melintasi gedung kafe yang sudah tutup, kemudian kembali ke apartemennya. Ia tersenyum puas. Apa yang terjadi saat ini jauh lebih baik dari yang ia bayangkan.


Kepalanya meneleng begitu menemukan gulungan karton yang tersembul dari saku celana Ethan. Sepertinya ia cukup familiar dengan benda itu.



Ngomong-ngomong, boleh aku tahu benda yang ada di sakumu itu?”  katanya sambil menunjuk gulungan karton di saku celana Ethan.



Ethan menunjuk gulungan karton di sakunya, “Ini?” Minhyuk mengangguk.



Ethan langsung mengeluarkan benda yang dimaksud. Sebuah poster berukuran A3 dibentangkan. Dugaan Minhyuk benar, ia memang pernah melihat benda itu.




Kemarin ia baru saja menandatangani lima ratus lembar poster Rebellious Flower, salah satu proyek yang menurut Seungkwan akan mendatangkan banyak keuntungan. Sebelumnya sudah ada beberapa merchandise yang sudah dijual, baik dalam wujud buku catatan kecil, senter yang meniru senter ajaib yang ada di komiknya, atau kaos bergambar karakter komiknya .




Memang jiwa berbisnis Seungkwan tak pernah salah, semua barang-barang itu ludes terjual hanya dalam sehari. Ia tak mengerti kenapa ada yang mau membeli barang-barang seperti itu. Yah, awalnya ia tidak begitu setuju dengan usulan Seungkwan itu, namun setelah melihat hasil penjualan pada penjualan buku note kecil sangat bagus ia tidak protes lagi. Toh, memang dari sanalah sumber penghasilannya.




“Aku tahu. Ini hebat, kan?” Ethan kelihatan sangat bangga begitu menunjukkan poster miliknya. Seolah-olah benda itu adalah benda peninggalan bangsa AZTEC yang langka.




Minhyuk hanya mengangguk, menahan mulutnya agar tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Tapi melihat anak di depannya girang bukan main membuat mulutnya gatal.



“Aku sudah memesannya dari jauh-jauh hari. Andrea bahkan sudah mengancam paman Seo agar menyisakan satu poster ini untuk kami,” jelas Ethan penuh semangat. 




Anak ini bercerita dengan antusias, seolah-olah untuk mendapatkan poster itu ia dan kakaknya harus membelah hutan amazon dan melawan piton-piton ganas.


Tunggu…Andrea? Andrea…



Minhyuk langsung melirik gadis itu, namun segera memalingkan wajah begitu gadis itu menatapnya dengan bengis.



“Andrea juga suka membaca komik ini?” tanya Minhyuk hati-hati. Walau sebenarnya percuma saja ia bicara pelan-pelan, Andrea tetap bisa mendengar pertanyaannya.


“Tidak usah mengurusi selera orang lain, Tuan Sok Keren!” kata gadis itu sebelum menghilang ke arah dapur.



Ethan mengangguk, “Bahkan Andrea yang mengenalkanku pada Vabolous. Kau tahu kan siapa Vabolous itu?”



Ethan menatapnya dengan mata terbuka lebar. Anak itu kelihatan khawatir Minhyuk tidak mengerti ucapannya, menatap Minhyuk dengan sungguh-sungguh. Dan sepertinya sudah siap memberi penjelasan panjang lebar tentang siapa Vabolous itu.


“Ya, penulis sombong yang tidak mau mengungkap identitasnya itu, kan? Kurang lebih aku tahu, Rebelious Flower kan sedang jadi tren saat ini.”


“Benar!” Ethan langsung menepukkan kedua tangannya dengan semangat. Membuat Minhyuk terkejut.


“Saking terkenalnya, kudengar serial komik Vabolous yang ini akan dibuat versi drama. Hebat, kan?”



Tunggu! Minhyuk mengerutkan dahi. Kapan ia setuju serial komiknya dibuat versi drama? Seungkwan memang pernah mendiskusikan masalah itu padanya, tapi Minhyuk belum memikirkannya lebih lanjut.  Ia bahkan masih kelimpungan untuk mengerjakan dua puluh seri lagi.



“Darimana kau mengetahui informasi seperti itu?”


“Biasalah. Informasi semacam itu cepat menyebar, aku juga tahu dari orang-orang di fanpage.”


“Tapi kurasa Rebellious Flower terlalu keren untuk drama. Kurasa diangkat menjadi film dengan budget besar lebih pantas,” lanjut Ethan serius.




Ini kali pertama Minhyuk bicara langsung dengan pembacanya. Bahkan ia tidak pernah menanggapi pertanyaan Jooheon yang sangat penasaran dengan akhir cerita komiknya. Dan ia tidak menyangka kalau anak di hadapannya itu memiliki banyak sekali harapan pada karya terbarunya itu.


“Kurasa ceritanya tidak sekeren itu–“


“Ssstt… Jangan kencang-kencang.” Ethan menyisir ruangan dengan waspada. Minhyuk pun ikut waspada.



Serius, ketiga bersaudara di rumah itu benar-benar unik. Irish memiliki sikap yang sangat ramah dan dewasa, tipikal perempuan mandiri yang bisa mengendalikan emosinya dengan baik. Berbanding terbalik dengan Andrea yang cenderung menarik diri, suka tersenyum hambar, bisa meledakkan emosinya kapan saja, dan suka sekali memutar bola matanya. Sedangkan, si bungsu di depannya makhluk yang berbeda lagi. Memiliki antusiasme yang tinggi, jahil, tapi di satu sisi juga pengertian. 


“Andrea akan mencekik lehermu kalau mendengar ucapanmu barusan. Menurutnya Rebellious Flower itu keren sekali, bahkan ia sangat mengagumi Vabolous.” Ethan mencondongkan tubuh ke depan, terlihat serius, seolah konten pembicaraannya berisi pesan rahasia dari CIA.


“Kata Andrea, Vabolous itu jenius! Jadi kuperingatkan, kalau kau tidak ingin terlibat masalah dengan kakakku yang satu itu, jangan pernah berbicara buruk tentang apapun yang berhubungan dengan Vabolous.”


“Kau mengertikan maksudku?”


Minhyuk mengangguk pelan, masih tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya.


“Mengerti tidak?”



“Ya-ya-ya, aku mengerti.” Minhyuk mengangguk lagi, kali ini lebih banyak agar pria kecil itu berhenti menatapnya dengan galak.




Andrea menyukai Rebellious Flower dan begitu mengagumi Vabolous, yang artinya juga mengagumi dirinya. Biar bagaimanapun Vabolous itu kan dirinya. Bagaimana ya reaksi Andrea kalau ia mengungkap identitasnya?


“Hei, menurutmu Vabolous itu laki-laki atau perempuan?”



Rupanya perbincangan mereka belum selesai. Ethan masih sangat bersemangat membahas segala hal tentang komik web kesukaannya itu. Bahkan membahas jenis kelamin Vabolous pun menjadi obrolan yang sangat menarik untuknya. 




“Aku dan Andrea sering membicarakan hal ini. Menurutku Vabolous itu perempuan, karena komik-komiknya tidak hanya bergenre fantasi tapi juga meninggalkan perasaan sedih yang mendalam, tapi juga romantis di sisi lain.”




Minhyuk berpangku tangan, ia mendengarkan setiap kata yang Ethan ucapkan dengan cermat. Menurutnya membahas hal seperti ini cukup seru, ia bahkan tidak menyangka Ethan bisa menganalisa karakter komiknya dengan sedalam itu.




Dan konyolnya analisa itu berangkat dari topik ‘apakah jenis kelamin Vabolous sebenarnya?’.



“Tapi Andrea bersikukuh kalau Vabolous itu seorang laki-laki. Katanya ID itu terlalu maskulin untuk seorang perempuan. Andrea juga bilang cerita milik Vabolous memang punya sisi romantis, tapi romantisnya tidak lembek. Jelas-jelas itu bukan gaya menulis seorang perempuan,” tuntas Ethan sambil mengangguk-angguk.




Kalau saja anak itu tahu, orang di depannya adalah Vabolous. Mungkin matanya akan keluar dan pastinya akan menjerit, membuat semua orang di daerah itu terbangun dari tidurnya. Minhyuk mulai menerka-nerka.


“Mungkin Vabolous itu seorang transgender,” gurau Minhyuk.




Namun entah bagaimana Ethan tak menanggapinya sebagai gurauan. Anak itu menepukkan tangannya sambil menatap dirinya dengan takjub.



“Transgender!” Bocah itu mengangguk-anggukkan kepalanya.


“Kenapa aku tidak sempat berpikir begitu ya? Kau benar-benar genius, hyung!” Bocah usia delapan belas tahun itu menjabat tangannya, kemudian mengacungkan jempolnya.




“Ternyata itu ya alasan kenapa ceritanya bisa romantis tanpa terkesan lembek. Kurasa aku perlu mengunggahnya di grup fanpage,” ucap anak itu pada dirinya sendiri.




Eh, tunggu! Apa katanya?



“Kau mau bilang pada orang-orang…”


“Ya. Vabolous itu seorang transgender. Akhirnya misteri terbesar abad ini bisa dipecahkan. Semua ini berkatmu, Hyung.”




Minhyuk tak menyangka bocah itu akan menanggapi ucapannya dengan serius. Ia bahkan sudah berencana untuk mengunggah pernyataan itu di fanpage. Astaga. Ya ampun, kepalanya berdenyut.  




TBC

Sekian untuk part ini, terimasih buat kalian yang sudah baca. Bagi yang penasaran tungguin terus kelanjutannya. Aku berusaha untuk rutin update kelanjutannya, entah 2 minggu sekali atau sebulan sekali. Tujuannya biar kalian gak bosen nemuin cerita ini terus. 


Oiya aku mau ngasih foto member monsta x yang jadi member bitter sugar di ff ini. Hrusnya aku kasih pas part 1 tapi waktu itu aku lupa nyimpen dimana fotonya. Berhubung baru nemu fotonya sekarang, jadi aku akan kasih supaya bisa lebih membantu kalian ngebayangin visual mereka. Heheheh aku tau ini telat.. but late is better than never..*ngeles mode on*
Oke check this out!!


Baiklah, itu aja yang mau aku sampein. See you on the next update!!^.^....



Regards,


GSB

Comments

Popular Posts