Dear My Rival (final battle)
Kabar penyerangan Vernon menyebar
cepat ke seluruh penjuru DIMA. Entah di kelas, kantin, jalan, bahkan di kamar
asrama masing-masing, nama Vernon mendadak menjadi sangat populer, diucapkan
dari mulut ke mulut dengan wajah penuh kengerian. Semua orang membicarakannya,
menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi dan berspekulasi mengenai siapa
kiranya pelaku yang sampai hati.
Suasana di kampus menjadi sangat
mencekam. Lapangan parkir yang biasanya hanya diisi oleh kendaraan milik dosen
kini penuh oleh mobil polisi. Beberapa orang yang berhubungan dengan Vernon;
pembimbing akademik, petugas keamanan yang menemukannya tergeletak di selasar
gedung pertunjukan, serta Taeyong, teman sekamarnya, diinterogasi selama
berjam-jam.
Berita itu sudah heboh seharian,
gempar di setiap sudut kampus, namun walaupun begitu masih saja ada orang yang
tidak tahuāWonwoo, contohnya.
Wonwoo yang seharian mengunci
diri di ruang musik baru tahu belakangan. Dan mungkin, jika Jenny tidak datang
ke sana untuk mengambil tumblrnya yang ketinggalan, Wonwoo baru akan tahu kabar
mengejutkan itu besok siangāsaat kelas orkestranya dimulai. Dia memang sudah
berniat untuk menginap di ruang musik untuk mengosongkan pikirannya dari
seluruh kegiatan partai; rapat harian, Mino, kampanye radio, Hyo Jin. Ya, Hyo
Jin. Wonwoo sudah sepakat dengan akal dan hatinya untuk mengklasifikasikan Hyo
Jin sebagai kegiatan partai, tak lebih.
Setelah mendengar informasi dari
Jenny, pria itu langsung mendorong gitarnya dari pangkuan, menyambar ponselnya
dari colokan dan beranjak ke lantai empat gedung kampusātempat rapat partainya.
Wonwoo berlari melangkahi dua
anak tangga sekaligus dengan kecepatan penuh. Sepatunya bergesekan dengan
lantai hingga menimbulkan decitan yang berisik. Sesampainya di sana, Wonwoo
yang bermandi peluh langsung mendorong pintunya dengan kasar. Atmosfer mencekam
di dalam ruangan langsung menyergap. Hampir seluruh kepala berpaling ke
arahnya, memerhatikan Wonwoo acuh tak acuh sebelum akhirnya berpaling lagi ke
posisi semula.
Wonwoo menutup pintu dengan
heran, ruang rapat tak pernah sesepi ini sebelumnya. Malam itu, semua orang
hanya terdiam di kursi masing-masing, termasuk Mino. Si diktator yang ditakuti
semua orang itu terduduk lesu di panggung dosen sambil meremas-remas tangannya,
gelisah. Jelas kabar tentang Vernon sudah sampai di telinga mereka semua.
Setelah mengamati situasi, Wonwoo
yang semula hanya berdiri di dekat pintu memberanikan diri untuk berjalan ke
depan dan berhenti di hadapan Mino.
āKita tak bisa diam saja,ā katanya.
Mino mendongak, namun tak menjawab.
āAku tahu siapa pelakunya.ā
āAku juga,ā jawab Mino enteng.
āKau tahu?ā
āAku tidak bodoh. Ini masalah
politik, ini pasti ulah anak DSP. Bagaimana pun, Vernon itu mata-mata, tidak
mungkin dari sekian banyak orang tidak ada yang curiga.ā
āKau sudah tahu risikonya.ā
āVernon pun sudah tau risikonya,ā
balas Mino, ādan dia menerimanya.ā
āDia tidak akan menerimanya jika
kau tidak mengancamnya.ā
Mino mengakui hal itu dan tak
bisa mendebat. Ia mengusap wajahnya dengan frustasi lalu mendongak lagi menatap
Wonwoo, āJadi apa inti dari pembicaraan ini?ā
āBeri tahu polisi-polisi itu!
Mereka tidak akan mendapat apa-apa dengan menginterogasi dosen.ā
āTidak. Itu sama saja bunuh
diri,ā tolaknya. āItu sama saja memberi tahu semua orang bahwa kita melakukan
politik kotor. Pemilihannya tinggal dua minggu lagi. Kita tidak akan ambil
risiko.ā
āKau masih memikirkan reputasi
partai?ā Wonwoo meninggikan suaranya. āVernon sedang koma! Apa itu belum cukup
untuk membuatmu buka mata?ā
āAku tahu. Kau pikir kenapa aku
sefrustasi ini? Bagaimana pun harus ada yang berkorban,ā kata Mino. āDua minggu
lagi. Tunggu dua minggu lagi, setelah itu kita beberkan apa yang terjadi.ā
āDan kau bisa menjamin Vernon
bisa menunggu sampai dua minggu lagi?ā
āOh, hentikan!ā pekik seorang
gadis dari belakang. Suara sesenggukannya terdengar. āBiasanya jam segini
Vernon masuk tiba-tiba lewat pintu dan mengabarkan hasil rapat partai biru. Ya
ampun, kenapa ini terjadi?ā
Wonwoo mendesah. Hatinya remuk
redam dan sesak oleh rasa bersalah. Dan ia yakin semua orang di ruangan ini
merasakan hal yang sama.
āKita harus menjenguknya atas
nama partai,ā kata Wonwoo.
āTidak. Jangan bawa-bawa partai!ā
Mino menolak usulannya lagi. Dan kali ini Wonwoo tak bisa menerimanya.
āApa kau sadar nyawa temanmu
sedang dipertaruhkan? Dia bisa meninggal kapan saja.ā
āAku tahu. Tapi kalian bisa pergi
sendiri-sendiri. Yang orang-orang tahu, Vernon itu anak DSP. Biarlah begitu
dulu!ā
āApa kau bisa lebih bejat lagi
dari ini?ā
āDengar, Wonwoo.ā Mino berdiri.
Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah, pria itu menatap dan berkata pada
Wonwoo dengan nada memohon. āSeluruh tanggung jawab partai ada di pundakku,
kumohon jangan mengacau!ā
Wonwoo menggeleng. Ia mundur selangkah
dan berbalik menghadap para anggota.
āAku akan ke rumah sakit malam
ini juga. Siapa yang ikut denganku?ā
Mereka semua hanya saling tatap
dengan resah sebelum akhirnya memilih menundukkan kepala.
Wonwoo benar-benar tak percaya.
Ia mendesah dan tersenyum pahit.
āOke, aku mengerti,ā katanya.
āTernyata partai ini sebegitu pentingnya, ya?ā
āKami juga ingin membesuknya,
Wonwoo. Tapi Mino benar,ā sahut Jin.
āPersetan!ā sambar Wonwoo. āAku
keluar. Aku tak bisa lama-lama berada dalam satu ruangan dengan orang-orang
munafik. Apa kalian sungguh tidak punya hati nurani? Bagaimana mungkin
pemilihan ketua senat lebih penting dari nyawa seseorang?ā
Ucapan berapi-api Wonwoo memenuhi
ruang rapat selama beberapa detik sebelum akhirnya melayang pergi bak angin
lalu.
Wonwoo mengedarkan pandangannya
penuh emosi, sementara semua orang dengan kompak berpaling. Bahkan anggota
perempuan yang tadi sempat menangis dramatis itu juga menghindari tatapannya.
Pun dengan teman-teman terdekat Vernonāyang hubungannya terpaksa renggang akibat
kegiatan mata-mata ini, Mino melarang Vernon untuk mengobrol dengan anak partai
merah untuk mengurangi potensi kecurigaan partai sebelah, dan pada akhirnya
semua usaha itu ternyata belum cukup.
Wonwoo menoleh kembali pada Mino,
pria berbadan tinggi nan kokoh itu tengah mondar-mandir di depan papan tulis.
Carut-marut ekspresi lelah dan frustasinya semakin menjadi-jadi.
āAku akan mengembalikan semua
atribut partai padamu,ā kata Wonwoo. Mino mengibaskan tangan. Tak peduli.
Wonwoo mengedarkan pandangannya
sekali lagi, lantas berlalu.
**********
Tidak ada seorang pun yang
menunggu Vernon di rumah sakit. Selain itu, ruangannya pun belum boleh
dimasuki. Wonwoo duduk di kursi yang dingin di ruang tunggu yang juga dingin.
Orangtua Vernon berada di Amerika dan dia tak punya wali di Anseong.
Satu-satunya keluarga yang berada di Korea hanyalah adik tiri ibunya, itu pun
tinggal di Seoul. Butuh waktu bagi mereka semua untuk datang ke sini. Vernon
bisa bangun kapan saja dan Wonwoo tak ingin anak itu siuman dalam kondisi
sendirian.
Wonwoo tengah tertidur di kursi
tunggu saat seseorang menyentuh lengannya. Wonwoo mengerjap beberapa kali
sebelum akhirnya terjaga, ia mengernyit pada seseorang di depannya sambil
memperbaiki posisi duduk.
āPermisi, maaf membangunkanmu.ā
āYa? Ada yang bisa kubantu?ā
tanya Wonwoo serak. Jarum pendek jam dinding di ruangan tersebut masih menunjuk
ruang kosong antara angka tiga dan empat.
āAku bibinya Vernon dari Seoul.
Apa kau temannya? Terima kasih banyak sudah menunggu di sini.ā
āAh!ā Wonwoo segera berdiri. āAh!
Iya, saya Wonwoo, temannya Vernon. Silahkan duduk, Bi.ā
Bibi itu menjabat tangan Wonwoo
seraya duduk. Wonwoo baru sadar ada balita yang sedang tertidur pulas di dalam
dekapannya.
āAku baru saja sampai dari Seoul.
Orangtua Vernon sudah diberi tahu, mereka akan datang dalam beberapa hari.ā
Wonwoo mengangguk.
āSebenarnya apa yang terjadi?ā
Wonwoo mengusap tengkuknya dan
mendesah panjang, āSeseorang memukul kepalanya dengan benda tumpul sampai
pendarahan dalam.ā
āAstaga! Siapa yang tega
melakukan itu kepada keponakanku? Kenapa dia melakukan itu?ā
āPolisi sedang menyelidikinya.ā
āYa ampun, Vernonku yang malang.
Kapan kejadiannya?ā
āKemarin sore.ā
āYa ampun!ā
Sang bibi yang belakangan
diketahui bernama Min Kyung itu terus berkata āya ampunā dan menyebut-nyebut
betapa baiknya Vernon dan betapa ia tak seharusnya mendapat perlakuan sekeji
itu. Wonwoo mendengarkan segala kerisauan tersebut dengan sopan dan mengangguk
setiap kali bibi Min Kyung menoleh padanya, sebagai dukungan mental.
Wonwoo sejujurnya tak begitu
mengenal Vernon. Namun berdasarkan percakapan mereka di lapangan asrama (pada
dini hari, kemarin minggu), dia bisa menyimpulkan bahwa Vernon adalah anak yang
jujur dan tulus, dia juga sangat bertanggung jawab dan tak mau menyusahkan
orang lain. Wonwoo tak butuh waktu lama untuk sepakat dengan bibi Min Kyung,
Vernon tak seharusnya mendapat perlakuan sekeji itu.
Pukul tujuh pagi, Wonwoo membeli
kopi dan sarapan untuk bibi Min Kyung. Ia meletakkannya pelan-pelan di kursi
besi di sebelah sang bibi yang terlihat ngantuk berat.
āAh, kau sudah bangun. Selamat
pagi.ā
āSelamat pagi. Boleh aku izin ke kampus sebentar? Ada kelas yang harus kuhadiri.ā
āYa. Pulanglah! Istirahat yang
benar. Terima kasih banyak sudah menunggu Vernonku.ā
āAku akan kembali sekitar jam dua
belas. Apa kau mau menyimpan nomorku? Beri tahu aku jika butuh apa-apa.ā Wonwoo
dengan sigap mengeluarkan ponselnya. Bibi Min Kyung tersenyum dengan matanya
seolah sedang berterima kasih, kemudian menyebutkan nomornya.
āKalau anakmu, Shin ingin
sesuatu, makanan atau apa pun, kau bisa meneleponku. Aku pergi dulu. Dan ini,
aku membeli kopi dari kantin, tapi rasanya agak hambar.ā
āYa ampun, kau tidak perlu
membelikanku kopi.ā
āTidak masalah. Aku akan sekalian
membawa beberapa pakaian, jadi tidak harus bolak-balik lagi.ā
āTerima kasih banyak.ā
**********
āHyo? Jadi ikut denganku?ā tanya
Hoshi.
Hyo jin menatap ponselnya dengan
gelisah. āAku tak melihat L.Joe dari kemarin.ā
āAku juga tidak. Jadi bagaimana?
Ikut denganku? Sudah sore. Aku mau jalan sekarang.ā
āPonsel dia rusak, jatuh dari
tangga. Aku tak bisa menghubunginya. Aku sudah menghubungi Jeongmin tapi dia
bilang L.Joe tak kembali ke kamar dari kemarin. Dia juga tidak ikut rapat, sebenarnya
diaā¦ā
āHyo!ā seru Hoshi tegas. āKalau
kau tidak bisa ikut denganku, aku akan cari anggota yang lain.ā
āA-aku ikut. Kenapa sih tiba-tiba
galak begitu?ā Hyo Jin berdiri dengan kaki menghentak dan mengekor di belakang
Hoshi.
āSiapa yang tidak emosi kalau
ucapannya diabaikan melulu?ā
āMaaf. Kau harusnya mengerti aku
sedang khawatir.ā
āDia sudah besar. Lagian minggu
depan kan sudah UAS, anak itu mungkin sedang sibuk dengan tugasnya.ā Hoshi
melirik Hyo Jin sambil mengeluarkan ponselnya. āKau dan L.Joe itu sama saja.
Amit-amit posesifnya. Melihat hubungan kalian aku jadi bersyukur tak punya
pacar.ā
āBegitu, ya?ā
āIya. Sama-sama posesif,
sama-sama temperamen. Aku tak percaya kalian bisa bertahan selama ini.ā
āKita sudah sering putus, kok.ā
āBenarkah?ā tanya Hoshi tak acuh,
seraya menempelkan layar ponselnya ke telinga.
āYa. Delapan bulan sekali.ā
āWajar, sih.ā
āSungguh? Menurutmu itu wajar?ā
āBuat pasangan labil seperti
kalian tentu saja wajar.ā
āYah!! Siapa yang kau sebut
pasangan la..ā Hoshi meletakkan telunjuknya di depan mulut. Hyo Jin terpaksa
menahan diri.
āHaloā¦.. Aku dan Hyo Jin mau membesuk Vernon di rumah sakit. Motormu
kupinjam, ya?...... Oke....... Oke, trims.ā
āMotor?ā ulang Hyo Jin.
āKenapa? L.Joe tidak
membolehkanmu naik motor?ā sindir Hoshi. āKalian berdua, astaga! Belum menikah
saja sudah merepotkan. Ya sudah, cari Nana sana! Lebih baik aku pergi
dengannya.ā
āIya, iya! Galak banget!ā
āIya apa?ā
āIya aku yang ikut.ā
āNanti L.Joe-nya marah.ā
āDia tidak akan marah kalau tidak
tahu, kan?ā
Hoshi memutar mata. Mereka
berjalan beriringan dari kafetaria menuju rumah Shownu yang letaknya persis di
belakang kampus. Karena letak rumahnya itu, Shownu terpaksa menjadi penyedia
jasa pinjam-meminjam motor setiap kali teman-temannya ada keperluanāhari ini,
contohnya.
āJadi menurutmu hubunganku dan
L.Joe tidak sehat?ā tanya Hyo Jin setelah merenung panjang.
āDari tadi kau diam karena
memikirkan itu?ā
āJawab saja!ā
āYah, aku tidak bisa menentukan
sehat atau tidak, memangnya siapa aku? Yang pasti, itu bukan tipe hubungan yang
aku inginkan. Aku bukan tipikal orang yang suka dikekang atau mengekang,ā kata
Hoshi. āDan soal pertengkaran, yah, pertengkaran memang perlu, tapi kalau
putus-nyambung delapan bulan sekali sih kelewatan. Coba pikirkan jangka
panjangnya. Bagaimana kalau kalian menikah nanti? Kau tidak bisa bercerai dan
menikah lagi setiap delapan bulan sekali. Sebelum terlambat, kalian berdua
harus mencari solusi untuk hal itu bersama-sama. Tapi entahlah, aku bahkan
tidak punya pacar, menurutmu bagaimana?ā
Hyo Jin mendesah. āAku tidak
tahu.ā
āKalau bagi kalian itu bukan
masalah, yah, apa gunanya pendapat orang lain? Yang penting kan perasaan
masing-masing. Dengar, aku bukan penasihat yang baik untuk urusan percintaan.
Jangan menganggap serius ucapanku. Kalau menurutmu aku salah, kau bisa
mendebatku kapan saja, oke? Dan mungkin, akan lebih baik jika kau tak bertanya
hal-hal semacam ini padaku.ā
āKau itu temanku yang paling
bijak, tentu saja aku harus bertanya padamu.ā
āBenar,ā Hoshi sepakat. Ia
membenarkan kerah jas birunya dan tersenyum seperempat pada Hyo Jin. āKau tahu,
aku merasa paling tersanjung tiap kali ada yang menyebutku bijak.ā
āBaguslah kalau begitu.ā Hyo Jin
menepuk pundaknya. āItu memang satu-satunya hal yang bisa dipuji darimu.ā
**********
Sebagaimana janjinya, Wonwoo
kembali ke rumah sakit pukul dua belas siang. Pria itu langsung memberi tahu
Bibi Min Kyung bahwa ada penginapan murah di depan rumah sakit dan dia bisa
membantunya check-in jika mau. Wonwoo
benar-benar khawatir, Bibi Min Kyung belum sempat istirahat dengan layak sejak
kemarin, sesampainya dari Seoul ia langsung melesat ke sini. Terlebih ia juga
memiliki balita yang sedang hobi berlari dan berteriakāShin. Tak terbayang
semelelahkan apa menjaganya di tempat sesempit nan setidak ramah ini. Lagipula,
Shin yang usianya belum genap tiga tahun itu jelas membutuhkan istirahat.
Sekitar pukul lima sore, saat
Wonwoo sedang duduk bersandar persis di depan ruangan Vernon, seorang dokter
datang dan berbicara dengan Bibi Min Kyung. Shin yang menyadari ibunya tengah
berjalan menjauh dengan pria berjubah putih langsung berteriak dan berlari
menyusul. Namun saat ia melewati Wonwoo, tubuhnya langsung ditangkap. Wonwoo
memeluk anak laki-laki itu dengan longgar.
āMau ke mana? Kau denganku saja.ā
āMamaaaaaa.ā
āHei, lihat aku punya sesuatu di
kantongku.ā
Shin langsung menoleh pada Wonwoo
dan mengernyit ke arah kantong celananya. Wonwoo merogoh kantongnya dalam-dalam
dengan ekspresi seolah benda (yang sebenarnya tidak ada) itu sangat besar dan
sulit dikeluarkan.
Saat Shin mulai menoleh lagi pada
ibunya, Wonwoo baru menghentikan kepura-puraan yang itu dan melanjutkan
kepura-puraan yang lain. Kini ia berlagak seolah benda itu sudah ada di
tangannya yang terkepal.
Shin memerhatikan tangan Wonwoo
yang terulur di depannya dengan ekspresi serius bercampur heran. Jemari
kecilnya berusaha memisahkan jari-jari Wonwoo yang ditekuk ke dalam. Shin mulai
tak sabar, ia menggunakan kedua tangannya dan mencoba membuka kepalan tangan itu
sekuat tenaga. Wonwoo cekikikan sendiri dibuatnya.
Pria itu kemudian pura-pura tak
kuasa menahan tenaga Shin dan membuka kepalan tangannya yang kosong. Dan
sebelum sang anak sempat sadar bahwa ia dibohongi, Wonwoo dengan gerakan
tiba-tiba menekan-nekan sekujur badan Shin dengan telunjuknya, seraya membuat
suara tembakan. Shin tertawa kegelian sambil menggeliat menekuk badan.
Sambil menunggu Bibi Min Kyung
selesai bicara, Wonwoo mengalihkan perhatian Shin seperti itu, dengan
mengajaknya bermain. Wonwoo pura-pura mati setiap kali Shin menembaknya dengan
telunjuk. Ia juga meletakkan anak itu di betisnya dan mengangkatnya
tinggi-tinggi. Shin girang bukan main, dan Wonwoo sendiri amat-amat menikmatinya.
Hingga tanpa sadar Bibi Min Kyung
menghampiri. āShin, jangan tertawa kencang di rumah sakit!ā
Wonwoo langsung memperbaiki
posisi duduknya yang merosot. Kemudian menurunkan Shin dari lututnya dengan
wajah tersipu malu.
āM-maaf, aku yang membuatnya
tertawa begitu.ā
Bibi Min Kyung menggelengkan
kepala, menolak permintaan maaf itu. āTerima kasih.ā
Shin berdiam di tempatnya
berdiri, padahal biasanya ia selalu berlari ke pelukan ibunya tiap kali mereka
terpisah barang sedetik.
āBagaimana Vernon?ā tanya Wonwoo.
āMembaik. Ruangannya akan dipindah.ā
Bibi Min Kyung lagi-lagi tersenyum dengan matanya yang ramah.
āSyukurlah,ā kata Wonwoo.
āKapan?ā
āBelum tahu. Yang pasti, barusan
dokter bilang mungkin saja dia akan siuman sebentar lagi.ā Bibi Min Kyung
berbisik, āFirasatku juga bilang begitu.ā
āAku percaya dengan firasatmu.ā
Shin berusaha memanjat lutut
Wonwoo lagi.
āApa kau akan menunggu di sini?ā
Wonwoo sedang menekan pinggang Shin dengan telunjuknya saat bibi Min Kyung
bertanya.
āYa,ā jawabnya. Shin tertawa geli
dan berusaha balik menembak Wonwoo dengan telunjuknya, tapi untuk saat ini
Wonwoo tak bisa pura-pura mati.
āSepertinya aku harus ke penginapan.
Kau tidak apa-apa ditinggal sendiri?ā
āTentu saja tidak apa-apa.ā
Bibi Min Kyung pun mengulurkan
tangannya pada Shin. āAyo, Shin!ā ujarnya. Shin serta-merta meraih tangan sang
ibu, tapi tangannya yang lain tak mau lepas dari Wonwoo.
Baru setelah dibujuk beberapa
kali, anak itu akhirnya bersedia juga melepaskan Wonwoo dan mengikuti ibunya ke
penginapan. Wonwoo masih tersenyum pada Shin yang terus menoleh padanya sambil
menodongkan telunjuk, dan saat ia kembali menoleh ke depan, Hoshi dan Hyo Jin
ternyata tengah memerhatikannya. Senyum konyol di wajah Wonwoo seketika hilang.
Telinganya memerah karena malu.
Wonwoo bergeming selama beberapa
saatāterkejut dan bingung dan luar biasa maluāsebelum matanya bertemu dengan
mata Hyo Jin dan otaknya melolong menyuruhnya berpaling. Gerak refleks Wonwoo
tidak bisa disebut gerak refleks karena kinerjanya amatlah buruk.
Wonwoo berpaling ke arah perginya
Bibi Min Kyungāyang kini sudah tak kelihatanāsementara dadanya bertalu-talu dan
ujung-ujung jarinya kesemutan.
āBagaimana Vernon?ā tanya Hoshi,
dalam hati menahan diri untuk menghentaknya dengan pertanyaan āapa kalian
sungguh berteman?ā. Hoshi tentu saja cukup bijak untuk tidak membawa-bawa
masalah politik di situasi seperti ini, tapi ia juga tak bisa menyangkal
keganjilan yang ada. Wonwoo adalah anggota Solidarity of DIMA (partai merah),
dan jika mereka bertemanā¦ā¦.. bukan tidak mungkin jika mereka bertukar
informasi.
āMembaik, tapi belum siuman,ā
jawabnya dingin, tanpa repot-repot memandang Hoshi.
āJadi belum boleh dibesuk?ā
āBelum.ā
āBisakah kau melihatku?ā tukas
Hoshi. āTak nyaman rasanya bicara begini.ā
Wonwoo melirik Hoshi sedikit,
lalu kembali berpaling, lebih jauh. āTidak bisa. Aku tidur di kursi tunggu
semalaman, leherku sakit.ā
Hoshi tahu anak itu berbohong.
Dia dan Hyo Jin sudah melihat Wonwoo sejak pria itu masih bermain-main dengan
Shin. Namun, walaupun tahu Wonwoo baik-baik saja, Hoshi tak membantah dan
mengikuti kemauan sang pria. Hoshi pindah ke sebelah kanan Wonwoo sementara Hyo
Jin bergeming di tempatnya semula, cukup paham bahwa Wonwoo tak nyaman melihat
dirinya.
āJadi,ā Hoshi dan Wonwoo akhirnya
bisa melihat wajah satu sama lain, āhanya kau yang menunggunya di sini?ā
āSekarang? Ya.ā
Hoshi mengerutkan kening. āWanita
yang tadiā¦ itu keluarganya, kan?ā
āYa, itu Bibi Min Kyung, adik
tiri ibu Vernon. Dia tinggal di Seoul dan baru sampai hari ini jam tiga pagi,
sekarang sedang pulang ke penginapan untuk istirahat.ā Wonwoo menambahkan,
āOrangtuanya menetap di Amerika dan baru bisa ke sini beberapa hari lagi. Lusa
paling cepat.ā
Hoshi mengangguk-angguk. Ia
lantas mengemas rasa penasarannya (soal sedekat apa Vernon dan Wonwoo) menjadi sesuatu
yang lebih enak didengar, āJadi, kau dan teman-teman Vernon yang lain saling
bergantian menunggunya?ā
āTeman yang mana?ā
āJadi hanya kau saja?ā
āYa. Aku sudah membawa baju
ganti. Aku akan menunggu di sini sampai anak itu siuman.ā
āSungguh? Kau tak akan kembali ke
asrama? Tapi kita sudah mulai UAS minggu depan. Kau akan melewatkan banyak
kelas.ā
āAda yang lebih penting dari
kelas,ā tukas Wonwoo.
āBenar,ā Hoshi sepakat. āAku tak
tahu kau dan Vernon ternyata sedekat ini.ā
āKami tidak dekat,ā sangkalnya.
āSejujurnya kau tak harus menjadi dekat untuk punya rasa kemanusiaan.ā
Hoshi tak langsung merespon. Ia
merasa tertohok selama dua-tiga detik, sebelum akhirnya mengangguk patah-patah.
āMungkin sebaiknya aku menunggu
di sini juga.ā
āUntuk apa?ā
āWalaupun Vernon masih tergolong baru
di partai, dia tetap anggotaku. Dan sebagai ketua, seharusnya aku melindungi
orang-orangku.ā
āMelindungi orang-orangmu?ā
āYa.ā
āApa pun yang mereka lakukan?ā
āTentu saja.ā
Wonwoo tersenyum dan menggeleng.
āKau akan sangat terkejut begitu tahu siapa pelakunya.ā
āKau tahu siapa pelakunya?ā
Wonwoo menahan kuat-luat
hasratnya untuk menoleh pada Hyo Jin, untuk menyeringai jahat dan mengatakan
ābagaimana rasanya mencintai orang yang salah selama bertahun-tahun?ā. Tapi dia
tak melakukannya, tentu saja.
Sebagai gantinya, ia hanya
menggeleng, āBagaimana bisa aku tahu? Aku hanya berpikir kau pasti akan
terkejut.ā
Hoshi menanggapi dengan santai, āKita
semua pasti akan terkejut, kan?ā
āTentu saja,ā jawab Wonwoo. Tentu saja aku tidak akan terkejut.
Sejujurnya pria itu sudah bisa membayangkan L.Joe dan kawanannya digiring
menuju kantor polisi dengan borgol yang dirantai satu sama lain. Ia amat tak
sabar menunggu hari itu datang. Tapi masalahnya, apa hari itu akan datang? Wonwoo
bertaruh siapa pun dari mereka (para pengecut itu) tak akan ada yang berani
mengaku, jadi satu-satunya harapan untuk mendapat keadilan hanyalah
penyelidikan akurat dari kepolisian. Atauā¦ kesaksian Vernonājika pria itu
siuman dan tidak hilang ingatan.
Percakapan mengenai Vernon
merembet ke mana-mana, kini Hoshi dan Wonwoo mulai mengobrol tentang berbagai
hal. Sementara itu, Hyo Jin bersandar di dinding sepuluh meter jauhnya dari
lokasi duduk mereka. Hoshi berulang kali menyuruhnya bergabung, namun Hyo Jin
berkeras menolak dengan banyak alasan. Ia tahu Wonwoo tak mau menatapnya.
Walaupun yang mengatakan āaku
membencimuā kemarin adalah Hyo Jin, tapi sepertinya Wonwoo lah yang justru
membencinya sungguhan. Perasaan Hyo Jin saat ini malah dipenuhi oleh serangan
rindu dan rasa bersalah.
āHyo, kemarilah!ā seru Hoshi.
āKenapa semakin lama malah semakin jauh?ā
āA-ah, benarkah?ā
āYa. Tadi kau berdiri di sini,
kan? Cepat kemari!ā
āA-aku, kurasa, aku haus,ā
katanya sembari memegangi tenggorokan. āAku mau ke kantin sebentar.ā
Hyo Jin langsung berbalik pergi.
Hoshi memerhatikan gadis itu
dengan heran, kemudian berkata pada Wonwoo, āAku tak mengerti kenapa tiba-tiba
dia menjadi sangat gugup saat dekat denganku. Itu aneh, kau tahu, perasaan
manusia begitu cepat berubah.ā
**********
Sewaktu Hyo Jin kembali, Wonwoo
masih duduk bersandar di dinding. Namun pria blonde yang Hyo Jin sebut sebagai
teman yang bijak itu tak lagi ada di sebelahnya. Hyo Jin sangat ingin bertanya
ke mana perginya Hoshi, tapi ia tak yakin apa Wonwoo mau mendengar suaranya.
Alhasil, Hyo Jin hanya bergerak
gelisah lima meter di sebelah Wonwoo. Dia mengecek ponselnya, menoleh ke sana
kemari, menggerak-gerakkan kaki dan sebagainya.
Saat itu, tiba-tiba saja Wonwoo
menoleh padanya. Hyo Jin berhenti bergerak dan secara refleks ikut menoleh pada
Wonwoo. Hyo Jin benar-benar hampir meminta maaf karena mengira semua
kegelisahannya telah mengganggu ketenteraman pria itu. Namun sebelum kata-kata
maafnya keluar, Wonwoo sudah lebih dulu bicara.
āDia ke toilet.ā
āOh,ā kata Hyo Jin, canggung luar
biasa. āTolong katakan padanya aku menunggu di parkiran.ā
Wonwoo tak merespon. Hyo Jin
mengamatinya, menanti jawaban sampai ia yakin permintaan tolongnya tak akan
mendapat jawaban. Lantas berbalik pergi.
āKatakan saja sendiri! Aku bukan
tukang pos,ā balas Wonwoo tiba-tiba. Hyo Jin kembali menoleh padanya secepat
kilat.
āBenar,ā katanya, semakin
canggung. āAku bisa mengiriminya sms.ā
āBagus.ā
Hyo Jin mengangguk-angguk seperti
orang bodoh. Atmosfer di lorong itu amat-amat canggung. Dan Hyo Jin tak tahu
kenapa ia masih berdiri di situ sambil mengamati Wonwoo. Akhirnya, ia memutar
kakinya lagi, lantas benar-benar pergi.
**********
Hyo Jin melewati ruang tunggu dan
pintu lift begitu saja. Ia memilih menuruni tangga darurat yang sepi sambil
terisak tanpa air mata. Hyo Jin menahan-nahan air matanya sekuat tenaga sambil
melangkah cepat-cepat. Hidungnya sakit, matanya sakit, hatinya sakit dan ia tak
tahu kenapa. Ia tak tahu kenapa tiba-tiba air matanya mendesak keluar. Ia tak
tahu kenapa badannya gemetar. Yang pasti, ia amat-amat membenci dirinya karena
bersikap begini, karena terlalu lemah. Kenapa melihat Wonwoo yang dingin dan
acuh tak acuh membuatnya kecewa dan remuk? Kenapa ia harus kecewa? Kenapa ia
remuk?
Hyo Jin nyaris terpeleset di anak
tangga saat seseorang tiba-tiba saja menangkap tangannya. Ia terkejut dan
nyaris berteriak. Tapi begitu melihat siapa seseorang itu, teriakannya seketika
lenyap.
Itu Wonwoo. Tatapannya tajam
sekaligus depresi. Dan sejujurnya Hyo Jin pun sama depresinya saat ini. Wonwoo
mencengkeram lengan Hyo Jin terlalu kuat, tetapi tak ada satu pun dari mereka
yang menyadarinya.
āKau masih membenciku?ā tanya
Wonwoo setelah keheningan panjang.
āBagaimana mungkin kau bertanya
begitu? Bukankah kau yang lebih membenciku? Kau jelas-jelas menolak
menatapku.ā
āAku takut menatapmu. Kau bilang
sendiri bahwa kau membenciku, aku hanya takut membuatmu tak nyaman.ā
āAku juga takut menatapmu,ā balas
Hyo Jin cepat. āKarena hal yang sama. Karena kupikir kau pasti membenciku
karena kubilang aku membencimu.ā
Wonwoo perlahan-lahan melepas
lengan Hyo Jin. Dan gadis itu baru sadar akan rasa perih yang ditinggalkannya.
āAku tahu kau kecewa,ā kata Hyo
Jin pelan. āMaaf sudah menjanjikan sesuatu yang tak bisa kutepati.ā
Hyo Jin teringat akan janjinya di
pasar loak Anseong malam itu. Saat Wonwoo bertanya siapa yang akan ia pilih,
saat dengan mudahnya ia meloloskan kata ākauā tanpa berpikir. Dan kemudian, tak
sampai dua jam setelah menjanjikan itu, ia malah memilih L.Joe lagi.
āYa, aku kecewa,ā kata Wonwoo,
ātapi tidak, aku tidak membencimu. Aku tak akan pernah bisa membenci orang yang
kusayang.ā
āKau tidak seharusnya bicara
begitu.ā
āKau mau aku bicara apa?ā
āTidak tahu. Lebih baik tidak
bicara apa-apa. Kenapa kau ke sini?ā
āAku tidak tahu.ā
āKalau begitu pergilah. Aku juga
akan pergi.ā
āTidak, tunggu!ā Wonwoo menangkap
tangan Hyo Jin. āBisakah kita mengakhirinya baik-baik? Aku tidak ingin kita
membuang muka satu sama lain saat berpapasan di kampus.ā
āBagaimana caranya?ā
āBeri aku sepuluh menit, kau
hanya perlu mendengarkanku.ā
āTerlalu lama. Hoshi pasti
sudahā¦ā
āLima menit,ā pangkas Wonwoo. Hyo
Jin melirik deretan anak tangga menurun di bawahnya dan memejam sambil menghela
napas.
āTidak lebih dari lima menit,ā
tandas Hyo Jin.
āYa, tentu. Aku mulai sekarang.
Dengar, selama hidupku, aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini
sebelumnya,ā kata Wonwoo. Ia mengatakannya dengan cepat seolah tak mau membuang
waktu barang sedetik. Seolah ia punya ribuan kalimat lain yang menunggu untuk
dikeluarkan.
āAwalnya hanya percikan kembang
api di ujung tangan, tapi lama-lama sekujur tubuhku kebakaran. Aku tak yakin
apa kau mengerti maksudku, tapi begitulah rasanya. Aku tidak bisa berhenti memikirkan
matamu setelah konser Crying Cheese
malam itu. Aku suka garis tawamu, caramu bicara, betapa klise dan spontannya
kau sepanjang waktu. Aku ingin jalan-jalan ke pasar loak ronde dua, aku janji
akan membelikanmu baju gipsi itu. Aku sungguh menyukaimu, kau tak mengerti.ā
Hyo Jin terus menggeleng selama
Wonwoo bicara. āItu karena kau belum pernah jatuh cinta sebelumnya. Aku tidak
sehebat itu.ā
āKau lebih hebat dari itu.ā
āTidak.ā
āYa. Ini penilaianku,ā sergah
Wonwoo. āDan yeah, aku memang belum pernah jatuh cinta sebelumnya, tapi itu
bukan alasan bagimu untuk meremehkan perasaanku. Semua perasaan ini, rasanya
seperti yang pertama dan terakhir dan satu-satunya. Aku tak mungkin bisa
menyukai orang lain lebih dari ini.ā
āKau bisa. Aku berdoa untukmu,
kau akan menemukan gadis yang baik, yang bisa memberi cinta yang utuh, yang
bisa membuatmu merasakan percikan kembang api tanpa takut terbakar, dan yang
terpenting, seseorang yang bisa menepati janjinya.ā
āItu bukan masalah. Aku tidak
apa-apa dengan rasa āterbakarā-nya, akuā¦ā
āWonwoo,ā sela Hyo Jin, ābukan
aku.ā
Seketika itu juga Wonwoo merasa
dadanya terhantam oleh sesuatuāoleh perkataan ābukan akuā. Ia terdiam selama
beberapa saat sebelum akhirnya tersenyum pahit dan menggeleng. āYeah, bukan
kau. Kau hanya untuk L.Joe seorang. Kau hanya pantas untuk dia saja. Ya, ya,
dia terlampau unggul jika dibandingkan denganku. Aku hanyalah pria canggung, si
pengecut yang senantiasa kabur dari masalah. Sedangkan anak itu bisa
menggenggam dunia dengan penuh percaya diri, si pria romantis, komposer lagu,
pencipta lirik-lirik manis, pemain sejuta alat musik. Oh, apa yang dia tak
bisa? Aku hanyaā¦.ā
āHentikan! Ini bukan
masalah siapa kau dan siapa dia!ā
āJadi masalah apa? Waktu? Jangan
biarkan waktu membodohimu! Seseorang yang kau temui seminggu yang lalu bisa
jadi lebih baik dari pria yang kau kenal bertahun-tahun. Waktu seharusnya
tidak menjadi patokan untuk menentukan perasaan.ā
āCukup. Bukankah kita akan
mengakhiri ini baik-baik?ā
āYa. Benar.ā
āJadiā¦ā
āJadi, kuharap kau dan L.Joe tak
akan putus-nyambung lagi,ā kata Wonwoo. Maksudnya, putus saja selamanya.
āTerima kasih,ā ujar Hyo Jin
tulus. āDan kuharap kau akan bertemu perempuan yang sama hebatnya denganmu.ā
āMaksudmu, yang sama rendahnya
dengan levelku?ā
Hyo Jin terlihat amat muak
mendengar ucapan Wonwoo. Ia sudah membuka mulut untuk mendebat, namun pria di
depannya segera berkata āyaā sebanyak-banyaknya dengan ekspresi seolah ia
mengerti dan Hyo Jin tak perlu memperjelas apa-apa.
Saat itu, ponsel Hyo Jin berdering.
āHoshi pasti sudah menungguku di
parkiran,ā katanya sembari mengecek ponsel.
āHalo?... Ya, aku sedang menuju ke sanaā¦. Oke, segera.ā
Hyo Jin kembali menyelipkan
ponselnya ke saku jins dan memandang Wonwoo dengan senyum dipaksakan.
āTerima kasih untuk semuanya,ā
katanya, ākuharap kita bisa bertemu di kampus tanpa membuang muka.ā
"Ya."
āSampai jumpa.ā
āSampai jumpa.ā
Wonwoo cuma mengangkat tangannya
sedikit dan mengikuti langkah Hyo Jin dengan matanya.
Saat sedang berjalan turun, Hyo
Jin bisa mencium aroma segar Wonwoo di hidungnya. Entah bagaimana Wonwoo terasa
jauh lebih dekat dari yang seharusnya. Rasanya seolah napas pria itu sedang
menjalar di leher dan telinganya. Hyo Jin menoleh untuk memastikan apa Wonwoo
mengikutinya. Namun sebelum ia sempat melihat apa-apa, badannya sudah terdorong
ke dinding. Dan Wonwoo sudah menciumnya sambil mengerang.
Untuk sesaat, Hyo Jin merasa
seperti mencium awan. Wonwoo menciumnya dalam-dalam dan Hyo Jin menyambutnya
sampai tak bisa bernapas. Ia akhirnya mengerti betapa āterbakarā-nya Wonwoo dan
serta-merta ikut terbakar bersamanya. Tangan Hyo Jin berada di bahu, tengkuk,
terbenam di rambut dan di mana-mana. Wonwoo merendahkan kepala, menangkup wajahnya dan memeluknya lebih erat. Hyo Jin merasa seperti tengah menggenggam
semua hal yang ia inginkan di muka bumi, dan ia tak bisa berhenti.
**********
Kamar asrama milik Zio dan Gong
Myung dipenuhi aura kelam. Satu-satunya ekspresi yang terlihat di ruangan
berukuran 3 x 3 meter itu hanyalah kegelisahan. Jin Young menempelkan keningnya
di jendela dan beberapa kali membenturkan kepalanya di sana. Gong Myung duduk
memeluk lutut di ruang kosong di sebelah lemari, sedangkan yang lain menyebar
gelisah di sekeliling ruang.
āMobil polisinya masih belum
pergi.ā Jin Young menginfokan.
āDiamlah!ā seru Gong Myung.
āApa salahku? Aku cuma memberi
tahu.ā
āKita tak perlu tahu hal semacam
itu! Mereka tak akan pergi sebelum mendapatkan sesuatu. Mereka tak akan pergi
sebelum mendapatkan kita!ā
āAku tak percaya dia sampai koma
hanya karena dipukul sedikit,ā cetus L.Joe.
āSedikit? Kayu itu terlalu kokoh
dan besar untuk disebut sedikit. Sudah kubilang jangan memukul kepalanya dengan
kayu,ā ujar Mark.
āBukan aku yang pukul.ā L.Joe menolak
untuk disalahkan. Dan bak mendapat komando, semua mata langsung tertuju pada
Zio. Namun pria itu terlalu larut dalam pikirannya sendiri hingga tak menyadari
tatapan mereka.
āApa menurut kalian rahasia kita
akan terbongkar?ā Jin Young bertanya pelan, masih sambil meratapi mobil polisi.
āCepat atau lambat, tentu saja
kita akan ketahuan,ā jawab Mark apa adanya. āSekalipun polisi-polisi itu tidak
bisa, Vernon pasti akan memberi tahu semua orang begitu dia siuman. Ini hanya
masalah waktu.ā
āJadi, haruskah kita berdoa
supaya anak itu tidak usah siuman saja?ā tanya Gong Myung.
āMendoakannya mati, maksudmu?ā Jin
Young berbalik dari jendela.
āAstaga! Aku tahu berteman dengan kalian
adalah kesalahan besar. Dengar, bukan aku yang memukulnya! Dan bukan pula aku
yang memberi ide untuk memukulnya. Aku cuma kebetulan berada di sana, oke?
Mulai sekarang, anggap kita tidak mengenal satu sama lain.ā Jin Young berucap
panjang lebar dan segera berjalan menuju pintu. Namun L.Joe menyambar bagian
belakang kausnya dan menghempasnya kembali ke tempat semula.
Zio yang semula terlihat paling
tenang tiba-tiba berdiri dan mulai mengeluarkan aura kejam. āSiapa yang membuat
Vernon melewati ruang pertunjukan? Kau, bodoh! KAU! Ini semua rencana kita
bersama-sama. Kau tidak bisa lepas tangan begitu saja. Jika kita dipenjara,
kita dipenjara bersama-sama.ā
āAku tidak mau!ā
āMemangnya kau pikir aku mau?ā
hardik Zio. āLagian kita belum tentu akan dipenjara, kan? Maksudku, kita belum
tentu ketahuan.ā
āItu benar,ā sambar Gong Myung
lantang. Hatinya yang kelabu sejenak mendapat cahaya surga.
āTidak bisa.ā Mark menyangkal, praktis
membuat cahaya surga di hati Gong Myung redup. āSeandainya Vernon tak tertolong
pun, apa kau mau dihantui rasa bersalah seumur hidup? Tidak, aku tidak mau.ā
āJadi?ā L.Joe menoleh pada Mark
penuh antisipasi.
āJadiā¦ menurutku sebaiknya kita
mengaku.ā
āOhhhh! Kau tidak bisa lebih
bodoh dari ini, kan?ā Zio murka. Gong Myung dan Jin Young ikut berteriak,
menolak mentah-mentah usulan itu. Sementara L.Joe menghempaskan punggungnya ke
dinding. Tubuhnya melemas. Perlahan-lahan ia mengangkat tangannya yang gemetar
dan merasakan semesta luluh lantak di hadapannya.
āDengarkan aku, kalau kita
mengaku sekarang, mungkin hukumannya tidak akan terlalu berat. Begini,..ā Mark
berdiri dan hendak menjelaskan, namun semua orang terlalu panik hingga tak bisa
menunggunya selesai bicara. Mereka langsung membantah. Mark balik menyanggah.
Dan pembicaraan itu pun berlanjut sepanjang malam. Tanpa titik temu.
**********
Enam jam berlalu dan dada Hyo Jin
masih bertalu-talu. Ia berbaring di kamarnya yang gelap sementara kepalanya
terus mengulang gerak-gerik Wonwoo yang mampu ia ingat; oh, cara pria itu menatapnya, cara pria itu menggenggamnya, menciumnya.
Ya, dia mungkin tak akan membuang muka
saat melihat Wonwoo, namun justru agaknya dia akan membuang muka saat melihat
L.Joeākarena rasa bersalah yang tidak bisa ditutupi, karena ia benar-benar
merasa seperti habis melakukan perselingkuhan terbesar abad ini.
Hyo Jin membuka galeri ponselnya
dan memandangi foto-fotonya bersama L.Joe. Digulirkan jemarinya perlahan, satu
demi satu, hingga tiba-tiba saja gerakan jarinya itu terhenti, ia tersadar akan
sesuatu hal. Tidak ada percikan lagi. Tidak ada kehangatan di ujung jari
alih-alih kembang api. Bagaimana ini?,
batinnya. Ia merasa tertampar. Ada apa
denganku? Apa yang sedang terjadi?
Hyo Jin mencoba mengingat-ingat
betapa besar perasaannya pada L.Joe, betapa ia menyukai senyum pria itu, percakapan
tengah malam mereka, semua lagu yang terinspirasi darinya, pertalian jemari
yang pas, diam-diam dan mulus, sesi curhat sambil menghitung biji limun,
perselisihan kau-masuk-dulu-baru-aku-pergi setiap kali mereka tiba di depan
asrama putri, L.Joe yang belajar drum tanpa sepengetahuannya (hanya karena gadis itu tiba-tiba menyukai
drummer, ya Tuhan!) dan masih banyak lagi. Namun, saat ia mencoba memunculkan kembali ingatan itu, ingatan
tentang Wonwoo malah datang menerobos, menghancurkan tembok kokoh L.Joeāyang
ternyata tidak sekokoh yang ia kiraādan mengubahnya menjadi kenangan buram.
Hyo Jin benar-benar tak percaya
dengan perasaannya. Seharusnya tidak semudah ini, kan? Seharusnya, memori dua
tahun tidak memudar secepat ini.
Ia sudah berguling di ranjang
dengan gelisah selama puluhan kali, hingga akhirnya mulai tak tahan dan menyibak
selimut. Wendy yang tengah tertidur pulas di ranjang seberang mengerang
sedikit, namun tidak terbangun.
Hyo Jin duduk di pinggir tempat
tidur dan menelepon Jeongmin.
[Halo?] Jeongmin menjawab dengan
suara serak dan tidak jelas.
āHey, sorry, tapi bisakah kau bangunkan L.Joe dan berikan telepon ini
padanya? Aku harus bicara.ā
Jeda sebentar diiringi suara
kasak-kusuk. Jeongmin mungkin sedang bangkit menghampiri anak itu.
[Dia tidak ada di sini.]
āKau yakin?ā
[Mau kufoto?]
āKenapa akhir-akhir ini dia tak
pernah tidur di kamarnya?ā
[Aku tidak tahu.]
āApa menurutmu dia ada di
asrama?ā
[Aku melihatnya di kamar Zio tadi
sore. Mungkin anak itu masih di sana.]
āBisakah kau ke sana? Aku harus
bicara dengannya. Ini gawat.ā
[Entahlah, Hyo. Aku ada kelas
pagi.] Jeongmin menguap. [Maaf, bukannya aku tidak peduli dengan masalah
gawatmu. Tapi aku baru saja menyelesaikan tugas dan serius, aku ngantuk berat.]
āOkay,ā ujar Hyo Jin pasrah.
[Ada lagi?]
āKalau seandainya dia datang,
bisakah kau memberitahunya aku akan ke sana?ā
[Kau mau ke sini?]
āYa.ā
[Ke asrama cowok?]
āYa.ā
Jeongmin terdiam cukup lama,
sebelum akhirnya mendecak masa bodo. [Oh, baiklah. Terserah.]
āTerima kasih.ā
Selang sepuluh menit, Jeongmin
mendengar suara pintu kamarnya dibuka. Ia memaksa dirinya untuk tidak terlelap
terlalu pulas demi Hyo Jin, dan syukurlah ia tak harus menunggu lama sampai
L.Joe datang.
āTadi Hyo Jin meneleponku,ā kata
Jeongmin. L.Joe menarik sweternya melewati kepala dan langsung menjatuhkan
badan di ranjang. Muka menghadap kasur.
āAda apa?ā tanya pria itu lelah,
sedikit redam karena posisinya.
āAda yang mau dia bicarakan
denganmu. Gawat, katanya.ā
āBicara apa?ā
āMana kutahu. Yang pasti dia
sedang menuju ke sini.ā
L.Joe yang hampir terlelap
praktis bangkit lagi. āHuh?ā
āDia bilang begitu sejak sepuluh
menit yang lalu, mungkin sekarang anak itu sudah di bawah.ā
āDi bawah? Ya ampun, kenapa
tidak kau tahan, sih? Dasar! Mau apa coba malam-malam begini.ā L.Joe menggerutu. Ia melompat berdiri, memakai sandal,
kemudian membuka pintu kamar dengan keras sebelum membantingnya menutup dua
kali lipat lebih keras.
Jeongmin menarik napas penuh rasa
sabar dan kembali tidur.
**********
Ketika Hyo Jin memasuki lobi
asrama pria, L.Joe turun dari tangga bak malaikat kematianājins hitam, kaus
hitam, rambut hitam.
Saat mereka bertatapan untuk yang
pertama kali (semenjak dua hari), Hyo Jin refleks membuang mukaāmenundukāseolah
L.Joe bisa melihat apa yang baru saja ia lakukan di rumah sakit lewat wajahnya, seolah bayangan Wonwoo masih ketinggalan di pupilnya.
Hyo Jin berhenti melangkah dan
memberanikan diri untuk mengangkat kepala. L.Joe menghampirinya sambil
mengerang.
āApa yang kau lakukan?ā
āAda yang harus kubicarakan.ā
āBesok kan bisa.ā
āAku tidak bisa menunggu sampai
besok.ā
L.Joe mendorong rambutnya ke
belakang dan menghela napas. āBaiklah, tapi kau tak boleh ada di sini. Ayo!ā
L.Joe menggenggam tangan Hyo Jin.
Mereka melewati lorong-lorong kamar di lantai satu dengan cepat, sampai
akhirnya tibalah mereka di kafetaria asrama. Pintunya sangat besar dan menimbulkan
bunyi berderit yang nyaring saat dibuka, persis seperti yang ada di asrama
putri. Ia melangkah memasuki ruangan dan menahan pintunya untuk Hyo Jin.
Ruangan itu gelap, tapi Hyo Jin
masih bisa melihat mesin minuman yang menyala dan berdengung, juga deretan
meja-meja panjang dan loket makanan yang kosong. L.Joe meraba-raba dinding
untuk mencari saklar dan menyalakan salah satunya. Mereka lantas duduk
bersebelahan di salah satu meja panjang itu, di bagian yang disinari lampu.
āMau bicara apa?ā tanya L.Joe
tanpa basa-basi.
āSampai kapan kau akan
berkeliaran tanpa handphone?ā
āAku tidak punya uang.ā
āAku punya.ā
āTidak, Hyo. Aku tidak akan
menggunakan uangmu,ā tolak L.Joe, kemudian kembali mengulang pertanyaannya.
āMau bicara apa?ā
āAku tidak mau bicara apa-apa.
Aku cuma mau melihatmu.ā
āYang benar saja! Jam satu pagi?ā
L.Joe bernapas gusar. āMasalahku sedang sangat banyak sekarang, oke? Tolong
jangan ditambah-tambah lagi. Ayo berdiri, kau harus kembali ke asramamu.ā
āTidak, tunggu.ā Hyo Jin menarik
lengan L.Joe sampai pria itu terduduk lagi. āAku tidak mau menyimpan rahasia
darimu.ā
āRahasia?ā
āYa.ā
āRahasia apa?ā
Hyo Jin mulai panik, dan ia tak
tahu apakah ia berhasil menutupinya atau tidak. āKurasa, sebelum mendengar
rahasiaku, sebaiknya kau ceritakan dulu apa masalahmu.ā
āTidak, kau tidak mengerti. Itu
sangat rumit.ā
āMilikku juga sangat rumit.ā
āTidak serumit punyaku.ā L.Joe
berkeras.
āKalau begitu aku juga tidak akan
bicara.ā
L.Joe memandang Hyo Jin dan
mendecak, āOke. Tapi kau duluan.ā
āKau duluan.ā
āHyo!ā
āOke.ā Hyo Jin mengalah. Ia
memejamkan mata dan menarik napas dalam, kemudian menggenggam kedua tangan
L.Joe dan menggiring mata pria itu untuk menatap matanya.
āApa yang kau lakukan?ā L.Joe
bertanya dengan kening berkerut.
āAku ingin bertatapan denganmu
dua menit penuh.ā
āHyo, astaga!ā L.Joe menarik
tangannya dari Hyo Jin dengan geram. Nada suaranya berubah semakin ketus. āAku
tak tahu apa yang sedang merasuki kepalamu malam ini, tapi serius, lebih baik
kau kembali ke asramamu dan tidur. Mungkin kau bisa mendapatkan akal sehatmu
lagi besok pagi.ā
āTidak, kau tidak mengerti. Kau
harus membuatku jatuh cinta padamu lagi.ā
āLagi?ā ulang L.Joe, seolah
sedang menggarisbawahi. āApa artinya itu?ā
Hyo Jin meremas tangannya
sendiri. āYeah, ini memang agak sulit dipahami. Tapi itu akurat, maksudku, kau
benar-benar bisa jatuh cinta pada seseorang hanya karena dua menit tatap mata.
Kau pernah dengar istilah āmata adalah jendela jiwaā? Mata adalah organ tubuh
yang paling jujur, jauh lebih jujur dari mulut. Saat kita saling bertatapan
dengan seseorang, walau tanpa bicara sepatah kata pun, akan ada koneksi yang
terjalin secara jujur dan alami. Selain itu..ā
āDengan siapa kau melakukannya?ā
sela L.Joe. Ia mengerti inti ucapan Hyo Jin dan merasa sudah cukup mendengar
penjelasan bertele-telenya.
āItu tidak penting dengan siapa.
Yang penting, kita harus memperbaikinya sekarang, sebelum terlambat.ā
āDengan siapa?ā desak L.Joe.
Tatapannya semakin tajam dan Hyo Jin bisa merasakan emosi yang membara.
Ironisnya, gadis itu baru mengatakan satu hal saja dan reaksi L.Joe sudah
begitu dingin. Hyo Jin tak tahu apa yang akan pria itu lakukan jika dia mengaku
baru saja berciuman dengan cowok lain di tangga darurat rumah sakit.
āApa yang akan kau lakukan
padanya jika kuberi tahu siapa dia?ā
āBelum kutentukan.ā
āKau sangat,ā Hyo Jin menggeleng,
āmengerikan. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan kau perbuat jika kau tahu
lebih jauh.ā
āLebih jauh? Yeah, benar.ā L.Joe menekan
lidahnya di rongga mulut, sembari tersenyum dan mengangguk. āIni tak mungkin
hanya sekedar bertatapan, kan? Siapa dia dan sejauh apa? Apa yang membuatmu
merasa begitu bersalah sampai-sampai bersedia melewati jalanan kampus yang kau
benci? Terlebih, jam satu pagi?ā
L.Joe merepetnya. Hyo Jin
berusaha bersikap tenang selama beberapa saat sebelum menyadari bahwa ia tak
sanggup lagi menatap mata pria di depannya iniādan membuang muka.
āKalian jalan berdua? Kencan?ā
tebak L.Joe.
āMalam itu, kami cuma membeli
buku.ā
āMalam itu? Lalu bagaimana dengan
malam ini?ā
Hyo Jin memejamkan mata. Dia
benar-benar bodoh dalam merangkai kata, sedangkan L.Joe benar-benar piawai
membuatnya tersudut dan kehilangan kata.
āBerjanjilah tak akan marah!
Berjanjilah untuk menyelesaikan semuanya dengan kepala dingin!ā
āYa,ā jawab L.Joe, lantas
bertanya dengan nada tak sabar, āSiapa dan apa yang kalian lakukan?ā
āWonwoo. Dan kamiā¦.ā Hyo Jin
terus-terusan menghela napas. Ia tak ingin diliputi rasa bersalah seumur hidup,
tapi berkata jujur tentang hal ini adalah sebuah tindakan super tolol dan sama
saja seperti cari matiādan Hyo Jin sepertinya siap mati. āā¦ berciuman.ā
āApa?ā
āKau janji tak akan marah,ā sambar Hyo Jin sebelum L.Joe sempat meneriakkan kata lain selain āapaā.
L.Joe mendenguskan tawa frustasi dari
hidung, ia tersenyum tak percaya dan menggeleng, kemudian mengangkat tangannya
seolah sudah menyerah. Reaksinya membuat Hyo Jin menyesal sudah bicara. Mungkin
seharusnya ia tak usah terlalu jujur, mungkin seharusnya ia tidak usah ke sini
dan pura-pura bersikap seolah tidak ada yang salah dengan perasaannya sajaāyang
sejatinya telah memudar dalam skala besar, sangat besar sampai-sampai ia harus
berbaring di tempat tidur selama lima jam hanya untuk mengingatkan dirinya sendiri
bahwa ada masa di mana hubungan mereka seindah pelangiāHyo Jin seharusnya
bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Ia seharusnya menghimpit rasa
bersalahnya di ulu hati sampai rasa bersalah itu musnah sendiri.
Tapiā¦ sekalipun itulah yang ia
lakukan, siapa yang bisa menjamin situasi akan lebih baik? Siapa yang bisa
menjamin ia masih mencintai L.Joe dengan cara yang sama? Setelah semua yang
terjadi, setelah ia menemukan semesta baru di bola mata cowok lain, tak
ada lagi yang sama.
āLalu apa yang mau kau dengar
dariku?ā L.Joe mendesah dalam senyumnya, menyiratkan keputusasaan. āKau ingin
aku mengelus kepalamu dan berkata, āoh,
tidak apa-apa. Ciumlah dia lagi selagi aku tak ada!ā, begitu?ā
āDengar, Hyo. Kita bisa
bertengkar soal apa pun. Apa pun kecuali ini. Kecuali orang ketiga.ā
āApa menurutmu tidak ada
perempuan lain yang lebih cantik, lebih lucu, lebih hebat darimu? Ada. Banyak.
Lalu kenapa aku terus-terusan memilihmu selama dua tahun ini?ā L.Joe tak
menunggu Hyo Jin menjawab. āKarena kupikir kau juga akan terus-terusan memilihku.
Sekalipun ada kalanya kita bertengkar, tapi pada akhirnya kita selalu memilih
satu sama lain. Oh, sepertinya sudah bukan āselaluā lagi karena kau jelas tidak
memilihku sekarang. Dan tak ada yang bisa kuperbuat dengan itu. Aku tak bisa
menahan hati yang berubah, kan?ā
āAku memilihmu. Menurutmu apa
yang kulakukan di sini jika aku tidak memilihmu?ā
āKau mencium Wonwoo kemudian
memilihku?ā L.Joe mendenguskan tawa dari hidung.
āL.Joe, dengarā¦ā
āTidak, kau tidak memilihku,ā
potongnya. Ekspresinya berubah dari senyum kecut ke serius hanya dalam setengah
detik. Dia akan jadi aktor yang sangat hebat jika masuk jurusan teater. āKau
hanya tak mau merasa bersalah. Kau ke sini bukan karena aku, tapi karena dirimu
sendiri.ā
āTidak.ā
āYa. Aku mengenalmu, Hyo,ā tandasnya.
āKau hanya ingin merasa lebih baik. Tapi apa kau bahkan memikirkan apa
pengaruhnya bagiku?ā
āApa kau pikir kita bisa bersikap
biasa setelah ini? Apa kau pikir aku tak kecewa? Kau tak bisa mendapatkan
segalanya sekaligus. Kalau kau mau kesetiaan, kau juga harus melakukan hal yang
sama.ā
āL.Joe, please, jangan menyudutkanku begini.ā Hyo Jin memohon sambil
merundukkan kepala dan mulai menangis. Namun L.Joe tak peduli dan tetap
melanjutkan.
āMungkin, setelah ini aku akan
menghabiskan banyak malam untuk berbaring menatap langit-langit dan berpikir
apa yang salah dariku? Apa yang kurang dariku? Apa yang bisa dia berikan padamu
sedangkan aku tidak? Apa kau tahu betapa tidak enaknya perasaan ini? Ketika kau
berpikir kau sudah memberikan segalanya dan ternyata segalanya itu belum
cukup?ā
āKau cukup. Aku hanyaā¦ā
āā¦ sampah,ā tandas L.Joe.
Hyo Jin mencelos.
āAku tak peduli situasi macam apa
yang sudah kau lalui sampai kau melakukan itu, bagiku tidak ada alasan yang cukup. Pengkhianat tetaplah pengkhianat. Oke, aku tidak bisa menyalahkanmu. Yeah, itu
sifat dasar manusiaāselalu menginginkan lebih dari yang ia punya. Dan aku pun
begitu. Tapi setidaknya aku memahami prinsip kesetiaan, dan sejujurnya kukira
aku tak perlu meragukan hal itu darimu. Tapi ternyata, yeah, ekspektasiku
terlampau tinggi.
āAku tak tahu lagi harus bicara
apa, Hyo. Aku benar-benar kecewa. Kalau kau mencintaiku, seharusnya kau tidak
melakukan itu, seharusnya kau bahkan tidak memikirkan itu. Sudahlah.ā
L.Joe berdiri. Hyo Jin mendongak
dengan wajah basah, āKau mau ke mana?ā
āKamar.ā
Hyo Jin menangkap tangan L.Joe.
āJangan pergi! Lalu bagaimana denganku?ā
āKau tahu kan kamar Wonwoo ada di
lantai dua?ā sindirnya, kemudian menyentak tangan Hyo Jin.
āL.Joe!ā
Pria itu memutar mata, lalu berjalan
menuju pintu sambil mengangkat tangannya, seolah berkata āaku tidak peduliā.
Dan Ya Tuhan, Hyo Jin tak bisa lebih sakit lagi. Pandangannya buram karena air mata dan
hatinya serasa bolong. Ini pertama kalinya Hyo Jin melihat L.Joe begitu asing,
teramat asing sampai-sampai punggung yang menjauh itu tak bisa lagi ia kenali.
Pintu kafetaria yang besar nan tinggi
itu pun tertutup keras.
Suara gaduh itu membuat Hyo Jin
tersadar bahwa tidak semua hal bisa diperbaiki. Sekalipun bisa, segalanya tak
akan sama lagi.
**********
Dua hari berlalu dan orangtua
Vernon akhirnya tiba di rumah sakit. Bibi Min Kyung langsung berdiri dan
menyambut mereka sambil menangis. Wonwoo dengan sigap langsung mendekap Shin
yang hendak berlari menyusul sang ibu, mengangkat anak itu ke pangkuannya dan
mengajaknya bermain untuk mengalihkan perhatian.
Bibi Min Kyung tak bisa
menghentikan air matanya yang bercucuran selama mengabarkan kondisi Vernon saat
ini; sudah dipindahkan dari bangsal rawat intensif ke kamar pribadi, katanya
sudah membaik walau tidak signifikan, tapi masih belum siuman dan ini sudah
hampir empat hari.
Wonwoo tak kuasa lagi mencuri
pandang, perasaannya saat ini sama perihnya dengan semua anggota keluarga
Vernon. Ia mendekap Shin dan berusaha untuk membalas semua perkataan bocah itu
dengan riang.
Tak lama kemudian, Bibi Min Kyung
dan juga ibu Vernon duduk lemas di kursi tunggu sambil menyeka air mata
masing-masing dengan sapu tangan. Sementara itu, ayah Vernon menoleh pada
Wonwoo dan memerhatikan pria yang sedang pura-pura tidak diperhatikan itu
dengan saksama, sebelum akhirnya melangkah menghampiri.
Ia duduk di sebelah Wonwoo,
menawarkan minum dan mengakrabkan diri sebelum mulai bertanya tentang
kronologis kejadian dan sebagainya. Ia juga menceritakan bagaimana Vernon
berkeras untuk kuliah di DIMA walau tak mendapat izin, bagaimana Vernon
sebenarnya sangat sulit untuk bersosialisasi dan membiarkannya tinggal di
asrama adalah hal paling sulit.
Vernon tahu akan kekurangannya
(takut pada orang-orang, takut pada dunia) dan mencoba untuk melawan. Ia
berjuang melawan ketakutannya sendiri dengan tinggal jauh dari keluarga yang
senantiasa melindunginya, dengan mendaftarkan diri dalam partai kampus,
semata-mata supaya ia bisa lebih dewasa dan mandiri, supaya ia mendapat pengakuan
dari orang-orang yang ia takuti, tapi justru beginilah balasan dari
keberaniannya itu. Wonwoo paham betapa marah dan sedihnya orangtua Vernon saat
ini, karena ia pun merasa demikian.
Wonwoo mencengkeram ujung kursi,
mulai muak pada dirinya sendiri. Alasannya? Oh, banyak sekali. Ia muak karena
tidak bisa seberani Vernon, ia muak karena senantiasa cari aman. Ia tahu apa
yang terjadi, tapi masih saja memilih untuk tutup mata. Ya, Hyo Jin mungkin
akan hancur saat tahu cowok kesayangannya adalah salah satu dalang dari
kejadian ini. Ya, partainya pasti akan hancur, sebab membeberkan siapa
pelakunya sama saja seperti membeberkan kebusukan partainya sendiri. Ya, DSP
juga akan hancur. Ya, ya, banyak sekali kehancuran. Tapiā¦ ia tak bisa diam
saja.
**********
Segala hal punya prosesnya
masing-masing. Begitu pun patah hati.
Pada malam pertama setelah L.Joe
mencampakkannya, Hyo Jin masih berada dalam fase penolakan. Ia sampai ke
kamarnya pukul dua pagi dan langsung meringkuk di balik selimut. Kepalanya
kosong dan segalanya terasa tidak nyata. Apa ia benar-benar menemui L.Joe
barusan? Ya. Mungkin. Bisa jadi. Apa
itu hanya mimpi? Ya. Mungkin. Bisa jadi.
Kemudian, pukul tujuh pagi, saat
matahari bergerak naik, Hyo Jin menemukan dirinya mulai menggigil. Tangannya
gemetar kencang dan hatinya tersayat-sayat. Segalanya mulai nyata. Apa ia
benar-benar menemui L.Joe semalam? YA, SIALAN!
YA. ITU BUKAN MIMPI.
Hanya berselang setengah jam dari
fase kedua, fase ketiga pun muncul. Yang terburuk dari yang terburuk. Air mata
perlahan-lahan mengalir hingga membasahi bantalnya. Lalu lebih deras dan lebih
deras lagi. Tenggorokannya terasa terbakar dan hatinya hancur lebur. Hyo Jin
tak pernah menangis sebanyak itu sebelumnya. Untungnya Wendy sudah berangkat ke
kampus saat fase itu terjadi. Jadi tak ada seorang pun yang melihatnya gemetar
dan menangis sesenggukan seperti orang kesetanan.
Untuk berjam-jam berikutnya, hal
yang Hyo Jin lakukan hanyalah bergelung di kasurnya bersama alunan lagu sedih (yang
liriknya seakan-akan ditulis untuk dirinya seorang). Sengaja. Seolah membuat
dirinya lebih tersiksa adalah ide bagus. Sekujur tubuhnya terasa nyeri
sampai-sampai gadis itu berpikir ia akan mati. Apa ada orang yang mati karena
patah hati?
Saat Wendy pulang, Hyo Jin masih di
sana, di ranjangnya. Ia bisa mendengar suara lagu melalui earphone yang menyantol langsung di telinga Hyo Jin, terlalu keras,
terlalu mengkhawatirkan. Wendy beberapa kali mencoba mengajak gadis itu bicara,
namun diabaikan. Hingga ia akhirnya menyerah, Wendy berpikir mungkin anak itu butuh
waktu sendiri. Jadi dibiarkanlah Hyo Jin begitu.
Saat tengah malam, saat dunia
menjadi hening, Hyo Jin akhirnya melepas earphone-nya.
Telinganya sakit dan berdengung. Ada rasa terbakar yang naik dari perut ke
tenggorokan, serta lonjakan kesedihan yang meledak di kepalanya.
Kata orang, dengan menangis, perasaanmu
akan terasa lebih lega. Hyo Jin penasaran berapa banyak air mata yang
dikeluarkan orang-orang itu agar bisa merasa lega? Sebab dalam kasusnya,
setelah menangis seharian penuh pun, perasaannya malah semakin memberat saja. Ia
menangis tanpa henti sampai-sampai kehabisan air mata.
Saat Hyo Jin memutuskan untuk
berhenti berpikir, ia menoleh ke luar jendela dan melihat daun-daun kering yang
berguguran. Seketika itu juga kepalanya mengasosiasikan daun-daun itu sebagai
masa depannyaāmasa depan mereka, yang sudah terencana kelewat baik; menyewa
apartemen kecil di kota Incheon, bekerja untuk teater kota, L.Joe akan
mengaransemen lagu dan Hyo Jin akan tampil di panggung sebagai pelakonnya, menabung untuk membeli rumah di dekat pantai, bahagia selamanyaāyang
kelak tak akan terjadi.
Hyo Jin bergelung di balik
selimut dan mendengar napasnya bergema. Air matanya masih tak bisa keluar. Tak
memiliki air mata saat kau sedang sangat membutuhkannya terasa luar biasa
menyakitkan. Hyo Jin merasa hancur. Dan ia
harap L.Joe juga sehancur dirinya.
Keesokan paginya, Hyo Jin yang
sedang mendengarkan musik keras-keras di balik selimut merasakan badannya
diguncang. Ia menoleh sedikit dan menemukan Wendy di ujung ranjang. Ia melepas
sebelah earphone-nya dengan ekspresi
ketus, seolah bertanya āapa maumu?ā.
āAyo makan denganku,ā ajak Wendy.
Hyo Jin langsung memasang earphone-nya
lagi.
āHyo! Hentikan! Sampai kapan kau
akan begini?ā
āKau pergi saja. Aku sedang ingin
sendiri.ā
āAku sudah memberimu waktu untuk
sendiri.ā
āAku butuh lebih banyak waktu.ā
āTidak. Kau tidak butuh waktu,
kau butuh makanan. Serius, apa saja yang kau makan tiga hari ini? Aku tidak
pernah melihatmu bergerak dari tempat tidurmu.ā
Hyo Jin mengabaikannya. Tangannya
menekan-nekan tombol volume menjadi lebih keras.
Wendy habis kesabaran. Ia menarik
kabel earphone Hyo Jin dan
melemparnya ke lantai.
Hyo Jin langsung terlonjak duduk.
Matanya membelalak, āKau pikir siapa dirimu hingga berani mencampuri urusanku!?ā
āAku temanmu!ā
āBukan,ā sangkal Hyo Jin. āSejak
kapan? Hanya karena kita sekamar bukan berarti kita berteman. Bukankah kau
selalu menghindariku dari dulu?ā
āMaafkan aku, itu karena Changjo.
Karena kau bergabung dengan DSP, dia berpikirā¦ā
āDia benar,ā tukas Hyo Jin. āAku
memang hanya mau memanfaatkanmu untuk kepentingan partai. Sekarang pergilah dan
jangan ganggu aku!ā
āHyo, aku tak peduli lagi dengan
urusan partai. Aku tak mau teman sekamarku mati konyol karena cowok temperamen
yang tidak ada bagus-bagusnya. Lagian apa yang membuatmu berpikir ini
benar-benar yang terakhir? Kalian sudah biasa putus dan pada akhirnya selalu
baikan.ā
āYang ini tidak akan baikan!ā
āJangan berlebihan! Aku pernah
patah hati, semua orang pernah patah hati. Ayolah, kau bisa melalui ini lebih
baik.ā
āYa. Benar. Jadi apa yang harus
kukatakan sekarang, Wen? Maaf karena merasa sedih? Maaf karena aku tak bisa
melalui ini sehebat dirimu? Oh, bagimu cowok itu tak ada bagus-bagusnya, tapi
bagiku dia segalanya. Aku tak pernah memintamu untuk mengerti, cukup jangan
ganggu aku! Ya, aku memang berlebihan, lalu kau mau apa?ā
āBukan itu maksudku! Aku mengerti
kau sedih, tapi ini sudah tiga hari!ā
āMemangnya rasa sedih ada jangka
waktunya? Dengar, aku akan sedih seumur hidup dan itu bukan urusanmu! Bisakah
kau diam dan urus dirimu sendiri?!ā
āKenapa kau melampiaskan
kemarahanmu padaku?!ā
āKubilang pergi!!ā
āTidak,ā balas Wendy tegas, ākecuali
kau ikut denganku. Kau.Harus.Makan.ā
āPersetan. Aku tidak akan
beranjak secenti pun dari sini.ā
āKau akan beranjak dari sana.ā
āCoba saja!ā
Hyo Jin kembali ke posisi
tidurnya, menarik selimut dan menahannya kuat-kuat. Wendy menggeram. Ia masuk
ke dalam kamar mandi dan kembali dengan segayung air.
Byurrrrrr
āWEENNN!!!!ā Hyo Jin terlonjak
duduk. Ia mengangkat kedua tangannya dan membuka mulutnya tak percaya.
āSialan. Kau benar-benarā¦.ā
āKau masih mau tidur di kasur
basahmu, huh? Ikut denganku!ā
**********
Bukannya ke kantin asrama, Wendy
malah membawanya ke kantin kampus. Hyo Jin ketar-ketir membayangkan kemungkinan
berpapasan dengan L.Joe, atau tak sengaja mendengar namanya disebut, atau
bahkan sekadar melihat teman sekamarnya (Jeongmin) dari kejauhan. Di saat
seperti ini, otaknya sama sekali tak bisa berpikir logis. Langit senantiasa
berwarna pastel dan semua benda yang ia lihat tiba-tiba berhubungan dengan
L.Joe. Dia melihat seorang pria yang lengan kemejanya digulung dan langsung
teringat akan L.Joeāyang juga biasa menggulung lengan kemejanya. Ia melihat es
limun dan teringat mereka selalu memesan minuman itu, taruhan soal ganjil genap
jumlah bijinya, lalu menghitungnya seperti orang bodoh. Ia merasakan udara dan
tiba-tiba teringat L.Joe juga bernapas dengan udara. Ya Tuhan.
Wendy mendorong pintu kantin dan
seketika bau makanan serta riuh suara manusia menyambut mereka. Hyo Jin yang
sudah mengisolasi diri selama tiga hari merasa sangat asing melihat makhluk
hidup lain selain Wendy.
āWen, tunggu!ā Hyo Jin menangkap
tangan teman sekamarnya itu sebelum mereka masuk lebih jauh.
āAda apa?ā
āTolong jangan katakan pada siapa
pun,ā katanya, āsoal Wonwoo. Soal betapa murahannya aku.ā
āJangan bilang begitu!ā
āPlease.ā
āAku tidak akan bilang pada siapa
pun. Justru kau yang harus hati-hati.ā
āAku?ā
āKau sangat mudah bercerita.ā
Wendy tersenyum sambil menyikutnya pelan. āAku bertaruh sebentar lagi kau akan
menceritakan semua itu pada Changjo.ā
āChangjo?ā
āYa. Dia sudah menunggu kita.ā
āM-menunggu? Tapi dia tak suka
padaku.ā
āDia tak suka semua orang,ā ralat
Wendy. āSantai saja, ada aku.ā
Saat mereka tiba, Changjo tengah
duduk sendirian sambil bermain game
di ponsel. Wendy memegang bahu Hyo Jin dan mendudukkannya tepat di hadapan
Changjo, kemudian dirinya sendiri berjalan memutari meja dan duduk di sebelah pria
itu.
āAku melewati levelmu, Wen,ā seru
Changjo antusias, tanpa sedikit pun mengalihkan mata dari layar. Wendy menarik
ponsel itu dan membuat Changjo berteriak panjang. Namun teriakannya terhenti
saat matanya bertemu mata Hyo Jin.
Hyo Jin mengangguk dan tersenyum
tegang sebagai sapaan.
Changjo tidak membalas senyum itu
dan langsung menoleh pada Wendy.
āA-aku akan pindah jika kauā¦.ā
āTidak, tidak, tidak apa-apa,ā
cegah Changjo. āKau sudah baikan?ā
Hyo Jin terkejut mendengar pertanyaan
itu dan praktis melotot pada Wendy, menuntut penjelasan. Apa saja yang sudah kau ceritakan pada pria ini?, katanya lewat
tatapan mata.
Wendy tersenyum meringis. āA-aku
akan ambil makanan untuk kita bertiga,ā katanya seraya berdiri, kemudian bergegas
pergi begitu saja, jelas-jelas menghindar.
Hyo Jin mendecak, lantas melempar
pertanyaannya langsung pada Changjo. āApa saja yang sudah dia ceritakan
padamu?ā
āDia hanya bilang kau sedang
sedih karena putus dari pacarmuāsiapa namanya? Lojo?ā
āL.Joe.ā
āYeah, L.Joe. Dia memintaku untuk
bersikap baik,ā kata Changjo sambil memutar mata. Tak terima dengan permintaan
konyol begitu. Memangnya kapan aku tidak
bersikap baik?
āKau tak perlu bersikap baik, aku tahu itu pasti sangat sulit
bagimu. Jadilah dirimu sendiri. Lagian, aku baik-baik saja. Wendy benar, aku berlebihan.
Tidak seharusnya aku sedih hanya karena cowok yang tidak ada bagus-bagusnya,
iya, kan?ā
āWendy bilang begitu?ā
āBilang apa? Berlebihan? Ya. Dan
aku setuju.ā
āDia salah,ā tukas Changjo. āKau berhak sedih. Kau
berhak merasakan apa pun yang kau rasakan sekarang. Semua orang punya toleransi
rasa sakitnya masing-masing. Jangan dengarkan dia! Wendy tidak mengenal L.Joe
sebagaimana kau mengenalnya. Wendy tidak melalui dua tahun bersama L.Joe
sebagaimana kau melaluinya. Dia tak punya kenangan yang sama dengan yang kau
punya. Perasaanmu milikmu. Jadi, atas nama Wendy, aku minta maaf untuk itu,ā
ujar Changjo begitu bijaknya. āTapi aku tahu maksud anak itu baik. Dia
meneleponku berkali-kali semalam, dengan cemas bertanya apa yang harus dia
lakukan karena kau tak berhenti menangis sejak kemarin lusa. Percayalah, dia
benar-benar khawatir.ā
Hyo Jin terenyuh. Ia benar-benar
tidak enak sudah membentak Wendy pagi ini.
Setelah diam selama beberapa
saat, Hyo Jin kembali menatap Changjo. āMenurutmu begitu?ā
āApanya?ā
āAku tidak berlebihan?ā
āWell, semua orang punya caranya sendiri untuk sembuh.ā
āSembuh? Aku tidak yakin aku bisa
sembuh.ā
āKlise,ā dengus Changjo. āItu
yang dikatakan semua orang saat sakit hati.ā
āTapi bagaimana jika itu benar?
Bagaimana jika ternyata lima tahun ke depan aku masih merasakan jantungku
diremas tiap kali mengingat namanya?ā
āKau harus periksakan jantungmu
ke dokter.ā
Hyo Jin menggeram mendengar
jawaban bodoh itu.
āAku bercanda,ā kata Changjo.
āTapi aku tak tahu, dan nyatanya kau sendiri pun tak tahu. Kau bisa bicara
begitu hanya karena segalanya masih sangat menyakitkan sekarang. Tak ada yang
kekal, Hyo. Tak ada sama sekali, termasuk rasa sakitmu itu.ā
āYa, tapiā¦ā Hyo Jin mengusap
wajah dengan gelisah. āEntahlah. Aku masih berharap sesuatu mengetuk kepalanya
dengan sangat keras sampai dia berubah pikiran. Aku benar-benar ingin dia
menyesal dan kembali padaku.ā
āKalau begitu, kau harus
memberinya waktu. Setidaknya tiga hari. Tunggu tiga hari, tanpa pesan, tanpa
telepon, tanpa apa pun. Lalu lihatlah apa dia kembali.ā
āIni sudah hari ketiga dan dia
tak menemuiku.ā
āIni masih pagi.ā
āAku tahu. Tapi bagaimana jika
diaā¦. tidak datang?ā
āLalu kenapa kau mau bersama dengan
orang yang tidak menginginkanmu? Mengapa kau menginginkan cowok seperti itu?ā
āKau tak mengerti masalahnya. Ini
salahku. Akhir-akhir ini aku dekat dengan cowok lain. Apa Wendy cerita juga
soal itu?ā
Changjo menggeleng.
āAku tak bisa bercerita banyak
padamu. Yang pasti, malam itu aku ke asrama pria dan minta maaf pada L.Joe.ā
āMinta maaf karena kau
selingkuh?ā Changjo bertanya dengan nada tak percaya.
āYeah, aku tahu aku bodoh. Tapi
itu benar-benar tidak nyaman, rasanya seperti menyimpan dosa besar dan aku bisa
gila jika tidak jujur padanya.ā
āOke, itu logika berpikirmu,ā
kata Changjo dengan ekspresi aneh.
āJadi kau ingin aku berpura-pura
tak ada yang salah setelah mencium Wonwoo?ā
āWonwoo?ā
āOh, sial.ā Hyo Jin menepuk
mulutnya.
āT-tunggu, cowok itu, maksudmu, Wonwoo?ā
Hyo Jin tak menjawab, tapi itu
juga merupakan jawaban.
āApa Wendy tahu soal ini?ā
āDia yang pertama tahu,ā bisik
Hyo Jin. āAku menceritakan semuanya saat berjalan ke sini.ā
Changjo bisa merasakan hatinya
mencelos. Walaupun tak pernah berkata terus-terang tentang perasaannya, tapi
Changjo seratus persen yakin bahwa Wendy menyukai Wonwoo. Dan pria itu
benar-benar tak mengerti kenapa Wendy menyuruhnya menghibur Hyo Jin padahal
dirinya sendiri juga sedang patah hati?
Changjo melongok dan melihat
Wendy di antrean terdepan, sedang meletakkan kotak susu di masing-masing
nampan. Ia memerhatikan Wendy selama beberapa saat sambil mendecak dan
menggeleng seolah gadis itu sangat bodoh.
āAku akan membantu Wendy,ā kata
Hyo Jin tiba-tiba.
Sebelum gadis itu sempat berdiri,
Changjo meraih lengannya. āAda yang mau kutanyakan.ā
āAda apa?ā
āKau menyukai Wonwoo?ā
āAku..tidakā¦ mau menyukainya.ā
āTapi kau suka?ā
Hyo Jin menelan ludah, kemudian
mengangguk amat tipis.
āLalu bagaimana hubungan kalian
sekarang?ā
Gadis itu tak langsung menjawab. Ia menekan buku-buku jarinya beberapa kali sebelum memberikan jawaban setengah
yakin. āKami sadar apa yang kami lakukan adalah salah dan memutuskan untuk
mengakhirinya.ā
āApa maksudnya itu?ā
āAku tidak tahu.ā
āKau tak bisa mendapatkan
keduanya sekaligus.ā
āAku tahu.ā
**********
Saat Wendy kembali, Changjo dan
Hyo Jin terlihat sudah sangat akrab. Mereka tengah tertawa terbahak-bahak
membahas sesuatu.
āKau tak akan percaya, Wen!ā seru
Changjo. āKita sama-sama dari Chuncheon.ā
āOh, benarkah?ā tanya Wendy
seraya meletakkan nampan besarnyaāyang berisi tiga buah nampan makan kecil yang
dipenuhi menu sarapan komplitādi tengah-tengah mereka.
āAku baru tahu Hyo Jin dari
Chuncheon,ā tambah Wendy seraya duduk.
āYa. Dan bukan itu saja! Kita
ternyata satu SD!ā Hyo Jin nyaris menggebrak meja karena terlalu antusias.
Wendy refleks menoleh pada
Changjo dengan mata terbelalak. āYang benar? Bagaimana bisa kalian tidak
mengenali muka satu sama lain?ā
āAku sungguh tak mengingat anak
ini,ā kata Changjo menunjuk Hyo Jin.
āAku juga tidak mungkin
mengingatmu jika kau tak bilang duluan, kau sangat sangat berbeda,ā sergah sang
gadis, kemudian bicara pada Wendy dengan penuh semangat. āSeingatku namanya
bukan Changjo, tapi Jonghyun. Dia sudah sok tahu sejak SD. Dia ketua kelas dan
pipinya sebesar ini.ā
āYah! Tidak sebesar itu,ā protes
Changjo.
āMaaf. Maksudku sebesar ini.ā Hyo
Jin membuat jarak antara tangan dan pipinya lebih lebar lagi. Changjo menarik
napas dan terlihat sudah siap untuk mengajaknya adu panco.
āOh, begitu,ā Wendy berkomentar.
āPantas saja kau tak pernah memperlihatkanku foto masa kecilmu.ā
āDia seperti babi,ā celetuk Hyo
Jin. Wendy yang sudah memasukkan sesumpit nasi ke dalam mulut hampir menyemburkannya
lagi. Mereka tertawa sangat geli sampai suaranya tak terdengar.
āYah Park Hyo Jin! Jangan sampai
aku membongkar masa kecilmu!ā ancam Changjo dengan kilat mata berbahaya.
āKatanya tidak ingat?ā balas Hyo
Jin cuek.
āKau cewek aneh berambut cepak
itu, kan? Yang kalau ke sekolah mukanya cemong?ā
āHuh? Kapan aku cepak? Cemong?ā
āEyy, kau mengingatku dengan
sangat baik tapi melupakan dirimu sendiri?ā Changjo mengeluarkan seringai
menyebalkan, kemudian menoleh pada Wendy. āTidak sepertiku, dia tidak terlalu
menonjol saat SD, jadi wajar jika susah diingat,ā tambahnya sok penting.
āAku sudah secantik dewi saat
SD,ā bela Hyo Jin.
āDewi celepuk?ā
āYah! Aku sungguh tak tahu siapa
yang kau bicarakan!ā
Changjo merobek ujung kotak
susunya sambil cekikikan. Sementara Hyo Jin terus membela diri dengan heboh; dia bersumpah
rambutnya tak pernah lebih pendek dari bahu, ia juga bersumpah tak pernah pakai
bedak waktu SD. Wendy tak tahu siapa yang harus ia percayai, tapi
membayangkannya saja sudah membuat gadis itu tertawa sampai menangis.
Hyo Jin yang tadi pucat pasi kini
terlihat berseri-seri, dan Wendy merasa amat lega melihatnya begitu. Membawa
Hyo Jin menemui Changjo adalah ide yang cemerlang. Walaupun menyebalkan,
Changjo yang memandu sesi curhat di radio setiap Selasa sore itu memang selalu
tahu apa yang harus dikatakan, dia piawai memberi nasihat mulai dari yang
sangat bijak sampai yang sangat bodoh, dia selalu berhasil membuat semua orang
tertawa atau paling tidak berdebat dengannyaādan berdebat lebih baik dari
bersedih, ya, kan?
Selepas makan, mereka hanya
berbincang-bincang santai sembari menunggu kelas. Perbincangan mereka mengalir
seperti air sampai-sampai waktu terlewat begitu saja. Hyo Jin bahkan lupa ia
sudah menangis sejak kemarin lusa dan terus tertawa seperti tak punya masalah.
Sampai akhirnyaā¦ Wendy tiba-tiba
berhenti tertawa, ekspresi mukanya pun berubah dingin. āMau apa dia lihat-lihat
ke sini,ā desisnya.
Hyo Jin refleks menoleh mengikuti
arah pandang Wendy dan seketika itu juga jantungnya serasa diremas lagi. L.Joe
tengah berdiri di samping salah satu meja di dekat pintu keluar, ia menunjuk
Hyo Jin dan lewat bahasa isyarat memintanya bicara empat mata di luar.
āItu yang namanya L.Joe?ā tanya
Changjo penasaran. Hyo Jin mengangguk.
āNah, kubilang apa!ā Changjo
menjentikkan jari ke mukanya. āKau hanya terlalu cemas. Lihat, kan? Dia datang!
Itu artinya dia menyesal dan masih menginginkanmu.ā
āTidak,ā tolak Wendy keras.
āJangan terima dia lagi!ā
āTidak, Hyo. Jangan dengarkan
dia! Dengarkan dirimu sendiri! Kalau kalian masih saling sayang kenapa tidak
dipertahankan?ā
āKau tak mengerti. Makhluk itu
benar-benar berengsek.ā
āLogikanya, cowok mana yang tidak
marah kalau pacarnya selingkuh?ā
āHyo Jin sudah bicara jujur dan
meminta maaf. Menurutku itu tindakan yang berani. Harusnya dia hargai sedikit
kejujuran Hyo Jin, kan? Kalau dia yang ada di posisi Hyo Jin, aku berani
bertaruh si bajingan itu tak akan berani bicara. Lagian, mana ada cowok yang
bilang pacarnya sampah?ā
āDia bilang begitu?ā Changjo
terperangah.
āDia bahkan meninggalkan Hyo Jin
sendirian di kantin asrama cowok jam satu pagi! Kalau bukan berengsek, maka apa
namanya? Anak itu sama sekali tak bisa memilah sikap, alih-alih mengatur emosi,
dan Hyo Jin berhak mendapatkan seseorang yang lebih baik.ā
Changjo tak berkutik. Ia menoleh
pada Hyo Jin dan mengangkat bahu, āPilihan ada padamu.ā
āTidak,ā tukas Wendy lagi, amat
geram hingga nyaris mendorong meja. Ia benar-benar ingin menyumpal mulut
Changjo dengan sesuatu. Bangku, andai muat. āPlease. Kalau kalian jadian lagi, aku akan mencari teman sekamar
lain. Dengarkan aku, hubungan itu seperti gelas kaca. Kalau sudah ada bagian
yang pecah ya dibuang, kalau kau memaksa untuk minum dengan gelas pecah itu,
kau akan berdarah.ā
āKau bisa minum lewat bagian di
seberangnya, kau tahu, sisi yang tidak pecah,ā cetus Changjo.
āDiam kau!ā bentak Wendy galak.
āKurobek mulutmu!ā
Wendy kembali mengalihkan
pandangannya pada Hyo Jin dan berusaha bicara dengan lembut, āAku tahu kalian
sudah bersama selama dua tahun. Aku tahu dia sudah menjadi rutinitas harianmu.
Aku tahu sesuatu pasti terasa hilang darimu saat ini, tapi.. apa kau mau
menghabiskan sisa hidupmu bersama seseorang yang bisa begitu mudahnya membuatmu
merasa tak berharga? Seseorang yang dengan mudahnya berkata ākita putusā setiap
kali ada masalah?ā
āKau tahu kenapa dia bisa bicara
begitu?ā Wendy tak menunggu Hyo Jin menjawab. āItu karena dia tahu apa pun yang
terjadi kau akan selalu menerimanya. Dia tahu kau selalu ada, dia tahu dia tak
akan kehilanganmu dan semua itu membuatnya berada di atas angin. Kau tak ingin
membuatnya menyesal sedikit, huh?ā
āMungkin, jika kau lebih sulit
digapai kali ini, dia bisa berubah dan tidak semena-mena lagi.ā
āTapi, sekalipun dia berubah,
jika kau kembali padanya lagi, kau sudah tahu akhirnya akan bagaimana,
maksudkuā¦.ā Wendy mengangkat bahu. āā¦akhirnya akan sama, kan? Temperamen bukan
sesuatu yang bisa diubah. Itu permanen.ā
Pada akhirnya Changjo ikut mengangguk
setuju, namun Hyo Jin masih terlihat belum bisa menentukan pilihan. Ia menatap
Wendy dan Changjo bergantian, lantas berdiri.
āPlease, pikirkan kata-kataku sebelum kau membuka mulut.ā
**********
Setelah Hyo Jin meninggalkan meja
mereka, Wendy malah menjadi semakin gelisah.
āAku sudah tidak menyukai L.Joe
semenjak mereka bertengkar di depan kamar asrama kami. Perkataannya benar-benar
kasar dan walaupun tidak ditujukan padaku, aku tetap saja sakit hati dan
ketakutanāaku sampai tak berani keluar kamar, sungguh. Aku tak mengerti apa
yang dilihat Hyo Jin dari cowok itu sampai begitu menyukainya.ā
Wendy mendengus keras, kemudian
mencari-cari sesuatu yang masih bisa dijejalkan ke dalam mulutnya, āApa kau
akan memakan kue tar itu?ā
Changjo menggeleng, lantas
menyodorkan jatah kuenya kepada Wendy.
Dengan garpu plastik, Wendy
menusuk kue itu di tengah-tengah dan memasukkan sepotong besar ke dalam
mulutnya. Ekspresi kesalnya baru melunak begitu rasa manis karamel meleleh di
lidahnya.
Changjo hampir-hampir tertawa. Ia
mengambil botol air mineral dari dalam tas dan meletakkannya di sebelah kue tar
miliknyaāyang sekarang jadi milik Wendy. āSudah selesai marahnya?ā tanya
Changjo, seperempat tulus, tiga per empat meledek.
āSorry,ā kata Wendy pelan, seraya membuka tutup botol. āAku hanya
tak mengerti dengan jalan pikiran Hyo Jin. Dalam kasus ini, bukan hanya mereka
berdua yang terluka, kan? Apa mereka melupakanā¦.ā
āWonwoo?ā sela Changjo.
āTentu saja dia cerita padamu.ā
Wendy meneguk airnya.
Changjo menyangga kepalanya
dengan tangan kiri dan mengangguk mengiyakan pernyataan Wendy.
āKau memikirkan terlalu banyak
orang, Wen,ā komentarnya. āBisakah kau berhenti mengurus orang lain? Maksudku, lihat
dirimu! Mengurus diri sendiri saja belum benar.ā
āApa maksudmu?ā
āCokelatnya belepotan di mukamu.ā
āMana?ā Wendy mengusap mulutnya.
āDi jidat.ā
āJidat?ā ulang Wendy kaget,
seraya menggosok-gosok keningnya dengan punggung tangan.
Changjo praktis cekikikan, dan
akhirnya Wendy sadar siapa yang baru saja dia percayai.
āYah!ā serunya, kemudian ikut
geli sendiri mengingat betapa bodohnya dia.
āKau tahu, aku pengagum berat
perempuan yang bisa tersenyum walau hatinya sedang sakit.ā
āKau masih berpikir aku menyukai
Wonwoo?ā
Changjo memutar mata. Ia tahu
Wendy tak akan mau jujur padanya soal itu. Dan ia tak akan memaksa.
āAyo bolos hari ini! Kita
jalan-jalan.ā
āKe mana?ā
āAda toko ramen yang baru buka di
dekat stasiun. Katanya ownernya
cantik.ā
āKau mau beli ramen atau beli ownernya?ā Bibir Wendy meliuk menjadi
cibiran.
Changjo hanya cengar-cengir,
āJadi bagaimana?ā
Wendy menyendok kue tarnya lagi
sembari berpikir.
āKita bisa mampir di McDonald.
Kau mau mencoba es krim rasa baru itu, kan?ā tambah Changjo. Dan tawaran kali
ini sukses membuat Wendy mengangguk tanpa berpikir.
āJadi, kapan kita pergi?ā
**********
Langkah Hyo Jin terasa sangat
berat seolah-olah kakinya berubah menjadi timah. Semakin dekat jaraknya dengan
L.Joe, semakin gelisahlah dia.
Setelah Hyo Jin hampir sampai,
L.Joe berbalik dan menggiringnya keluar kafetaria. Mereka berbelok menuju lorong
di samping kantin dan akhirnya berdiri berhadapan.
Hyo Jin cuma melirik L.Joe
sedikit-sedikit. Ia tak mampu menatap pria itu lama-lama karena terlalu gugup.
āPertama-tama,ā L.Joe terlihat
seperti hendak berpidato panjang dan Hyo Jin amat gugup sampai mau muntah, āaku
ingin minta maaf karena sikapku malam itu. Aku terlalu emosi sampai-sampai
meninggalkanmu begitu saja di kafetaria.ā
Sebagian dari Hyo Jin ingin
langsung berkata ātidak apa-apaā karena dia adalah L.Joe, tapi sebagian yang
lain ingin memaki dan menggocoh wajahnya dengan sangat keras karena alasan yang
sama.
Kenapa begitu mudahnya? Membentak seseorang kemudian minta maaf
keesokan harinya. Dimaafkan dan diulangi lagi. Sampai kapan mau begini?
āDan maaf tak bisa menemuimu
lebih cepat dari ini. Sebenarnya, aku ke sini karena ingin mengakui sesuatu.ā
Hyo Jin langsung melatih berkata
ātidakā di dalam kepala kalau-kalau L.Joe mengajaknya balikan lagi. Bagaimana
pun, ucapan Wendy tadi ada benarnya.
Namun perkataan L.Joe selanjutnya
sungguh di luar dugaan.
āAku berpikir kau harus jadi
orang pertama yang tahu, mengingat betapa dekatnya kita beberapa tahun ini,ā
katanya, kemudian menarik napas berat. āKau tahu soal Vernon, kan?ā
Hyo Jin merasa semakin mual. Ia
mulai bisa menerka ke mana arah pembicaraan ini.
āSebenarnya, aku dan beberapa
anak DSP yangā¦.. melakukannya.ā
Hyo Jin terdiam.
āAwalnya hanya mau menggertak.
Kami benar-benar tak menyangka akan sejauh ini. Tapi tenang saja, hari ini aku
akan mengaku.ā
Hyo Jin cuma bisa memandangi
L.Joe. Ia kehabisan kata. Pria itu terlihat sangat stres sampai kantung matanya
punya kantung mata.
āMaaf sudah mengecewakanmu, Hyo.
Tapi aku tidak menyesal hubungan kita berakhir, aku tak mau kau menanggung malu
karena punya pacar seorang penjahat sepertiku.ā
āEntahlah, mungkin aku akan
dibawa ke kantor polisi setelah ini.ā
L.Joe mengulurkan tangannya untuk
membelai pipi Hyo Jin.
āTerima kasih sudah jujur padaku.
Kuharap kita tetap bisa berteman baik setelah ini.ā
**********
Selang dua jam sejak percakapan
itu, DIMA gempar bukan main. Mobil polisi keluar-masuk area rektorat sampai
sepuluh kali. Seperti yang L.Joe bilang, ia (beserta gerombolannya) dibawa ke
kantor polisi.
Semua orang membicarakan betapa
tidak percayanya mereka dan menyesalkan kejadian ini. Beberapa orang yang
sebelumnya tidak mengenal Hyo Jin tiba-tiba merangkulnya sok akrab hanya demi
mendengar apa yang terjadiāatau apalah yang bisa dijadikan bahan gosip.
Oleh sebab itu, segera setelah
kelasnya selesai, Hyo Jin langsung pulang ke asramanya dan menonaktifkan
ponsel. Apa yang harus ia katakan pada orang-orang? Dirinya sendiri pun tak
menyangka. Hanya karena ia mengetahui hal ini dua jam lebih awal dari mereka, bukan berarti ia tahu segalanya.
Di lain tempat, tepatnya di
bangsal rawat Vernon di rumah sakit, ada kegemparan yang tak kalah hebat.
Vernon siuman. Keluarga sudah diperbolehkan menjenguk satu per satu walau dalam
waktu terbatas. Bibi Min Kyung, ayah serta ibu Vernon masuk bergantian.
Masing-masing tak sampai sepuluh menit.
Selagi menunggu gilirannya tiba,
Wonwoo berjalan ke kantin untuk membeli minuman bagi mereka semua. Saat di
dalam lift, ia baru teringat bahwa kabar bahagia ini harus disebarkan ke
anak-anak DIMA, lantas segera mengeluarkan ponselnya.
Wonwoo berniat memberitahukan
kondisi Vernon di grup angkatan saat melihat betapa banyaknya pesan tak terbaca
di sanaāpadahal ia baru membuka aplikasi pesan tersebut tiga jam yang lalu.
Begitu dibuka, nama Zio, L.Joe bahkan Hoshi dan Mino mewarnai pembicaraan semua
anak.
āDia mengaku?ā gumam Wonwoo,
terkejut namun juga lega di saat yang sama. āSyukurlah anak itu ternyata tak
sepengecut yang kukira.ā
Sekembalinya ke ruang tunggu,
bibi Min Kyung langsung menyuruhnya masuk dengan wajah berseri-seri. āWonwoo,
kau ke mana saja? Giliranmu yang masuk. Ajak dia bicara, ya! Tadi sih sudah
bisa merespon walau cuma bergerak sedikit.ā
Wonwoo memberikan bungkusan di
tangannya pada bibi Min Kyung, kemudian pelan-pelan mendorong pintunya.
Ruangan itu gelap dan dingin,
berbau seperti obat dan memiliki aura tak bersahabat. Vernon berbaring tak
berdaya di ranjangnya bersama tabung oksigen. Wonwoo ragu-ragu melangkah
semakin dekat dan duduk di kursi plastik di samping tempat tidur.
āHei,ā bisik Wonwoo. āJujur aku
tak terkejut kau siuman. Aku tahu kau tidak lemah.ā
āBagaimana rasanya koma, huh?ā
Vernon sudah sadar, dia bisa
mendengar semua orang mengoceh di sebelahnya dan diam-diam tersenyum di balik
masker oksigennya.
āAda banyak sekali yang ingin
kuceritakan padamu, tapi tak mau sekarang. Tak enak rasanya bicara tanpa
direspon.ā
āJadi cepatlah sembuh!ā
āSebagai teman yang baik, aku
akan memberikan spoiler tentang apa
yang mau kubicarakan,ā kata Wonwoo, sementara Vernon mulai gelisah di
ranjangnya. Ia mau mendengar segalanya sekarang, tapi sekujur tubuhnya tak mau
menurut. Badannya sakit dan nyeri, dan tak ada yang bisa digerakkan selain
sudut bibir dan jari-jari.
āSemua anak berengsek yang membullymu sudah ada di kantor polisi,ā
kata Wonwoo, memberikan spoiler
seperti yang ia janjikan. āSalah satu dari mereka mengaku sudah memukul
kepalamu kepada Rektor. Gila, ya! Dari mana dia mendapat keberanian untuk
bicara begitu? Apa kau menghantuinya selagi koma?ā
āDan, coba tebak siapa yang habis
mencium Park Hyo Jin?ā
*********
Hoshi benar-benar sakit kepala.
Semua orang membuat gosip mengenai partainya seenak jidat. Reputasi DSP anjlok
drastis, kepercayaan yang sudah susah payah dibangun lenyap begitu saja.
Sebenarnya, bukan hanya DSP saja
yang kehilangan reputasi. Hal yang sama pun terjadi pada partai merah. Mino
dicerca habis-habisan karena kelicikannyaāmenyelundupkan Vernon ke DSP.
Sementara Hoshi dicerca karena anggotanya yang barbar. Intinya, partai kampus
tahun ini sudah hancur berantakan. Tak ada satu pihak pun yang bisa dipercaya.
Meskipun begitu, Hoshi tak akan
melempar tanggung jawabnya begitu saja. Ya, dia memang tak tahu menahu kalau
Vernon merupakan mata-mata, dia juga tak tahu menahu kalau beberapa anggotanya
tengah mencoba memecahkan misteri itu di belakangnya, tapiā¦ mereka semua
tetaplah anggotanya, dan mau tak mau, suka tak suka, sebagai pemimpin Hoshi
tetap harus bertanggung jawab. Hoshi berpikir ini memang kelalaiannya, dia
terlalu fokus pada hal-hal eksternal (perolehan suara dan pemilihan)
sampai-sampai tak menyadari ada masalah serius di internal partai.
Pengumuman rektor mengenai
pembekuan sementara kegiatan partai ditempel dan diumumkan lewat speaker di seluruh penjuru DIMA. Tak ada
satu pun mahasiswa yang diperbolehkan berkeliaran dengan atribut merah atau
birunya. Baik Hoshi maupun Mino sudah terlanjur pasrah dengan sanksi yang akan
diberikan. Pembubaran adalah kemungkinan terburuk. Pemilihan ketua senat yang
seharusnya digelar tepat pada hari terakhir UAS sepertinya tak akan terlaksana.
Di ruang kelas studio
perancangan, Hoshi diam-diam membuat forum kecil berisi anggota DSP. Semua
orang di dalam ruangan itu tertunduk lesu, mereka semua kena imbasnya. Hyo Jin
bersandar di dekat pintu, sementara Nana berdiri di sebelahnya. Perempuan
berkaki jenjang itu sudah sepuluh kali bertanya āApakah L.Joe benar-benar tidak
memberitahumu sebelum ini?ā dan Hyo Jin sudah menjawab āTidakā dalam jumlah
yang sama. Tapi Nana tetap saja terlihat tidak percaya. Menurutnya, L.Joe tidak
akan mampu merahasiakan apa pun dari Hyo Jin. Saat Nana sudah membuka mulut
untuk bertanya lagi, Hyo Jin buru-buru menggeleng.
āAku sedang tidak ingin
membicarakannya sekarang.ā
āKalian benar-benar putus
gara-gara ini, ya?ā
āBukan karena ini.ā
āYang benar?ā Nana membuat
ekspresi itu lagiāskeptis, tak percaya, seolah sedang menuduhnya berbohong. Hyo
Jin menghela napas.
Suara Hoshi yang sedang meminta
maaf terdengar dari arah depan. Hyo Jin mengirimkan tatapan
ālebih-baik-kita-dengarkan-Hoshiā dengan wajah serius. Nana mendecak tak
senang, namun tetap menurut.
āTolong, ini pelajaran untuk kita
semua. Jika ada apa-apa, please beri
tahu ketuamu dulu. Jangan sok bisa menyelesaikan segalanya sendiri, apalagi
dengan kekerasan. Kalau sudah begini, apa yang bisa kita perbuat? Nama politik
kampus di DIMA sudah terlanjur jelek, dan kebenciannya pun tidak pandang buluh.
Tak peduli jika berbulan-bulan ini kita berpolitik dengan jujur, jari tengah
tetap akan diacungkan semua orang di depan muka kitaāyeah, terima kasih pada
segelintir orang yang tidak bertanggung jawab itu. Jujur saja aku tak pernah
sekecewa ini seumur hidup. Selangkah lagi kita akan menang.ā
Hoshi tak memakai ikat kepala
birunya, rambut blondenya jatuh di kening, acak-acakan menutupi wajahnya yang
kuyu. Hoshi lebih dari sekadar kecewa. Ia mencurahkan segala tenaga dan
pikirannya untuk partai dan beginilah hasil yang ia dapat. Betapa tidak
adilnya.
āForum kututup. Terima kasih
sudah mengorbankan malam-malam kalian untuk rapat harian selama dua bulan ini.
Tidak ada yang sia-sia, seandainya besok atau lusa rektor mengumumkan
pembubaran partai, setidaknya kita sudah belajar banyak di sini, iya, kan? Kita
belajar apa itu kerja sama dan tanggung jawab.ā
Hoshi mengusap wajahnya sebelum
mengangkat kepala dan memaksakan senyum.
āTerima kasih sudah hadir hari
ini. Kegiatan partai resmi kuhentikan sampai pengumuman selanjutnya. Kalian
boleh bubar.ā
**********
Seumur hidup, Wonwoo tak pernah
dijamu dengan makanan sebanyak ini, terlebih di dalam rumah sakit. Bangsal rawat
Vernon yang tadinya berbau obat sekarang malah tak ubahnya food court. Kardus-kardus makanan cepat saji bertumpuk-tumpuk di
pinggir ranjang, sementara seseorang yang seharusnya berbaring di sana malah
duduk di sofa sambil memakan burger ketiganya.
Menurut Vernon, makanan rumah
sakit tidak ada rasanya dan dia mengeluh tidak akan bisa sembuh jika diberi
makanan seperti itu. Kemudian orangtua Vernon yang kaya raya dan mencintai
anak tunggalnya itu sepenuh hati tanpa pikir panjang segera menelepon restoran
pesan-antar, dan dalam sekejap, pizza, burger, ayam goreng, daging asap, sosis,
steak, kentang, puding dan minuman soda berbagai merek terhidang di tempat
tidur yang beralih fungsi jadi meja makan itu.
Sesuai janjinya, Wonwoo
menceritakan apa yang terjadi pada L.Joe cs dan juga peristiwa di tangga
darurat bersama Hyo Jin.
āJadi,ā kata Vernon seraya
mencomot kentang goreng, āapa menurutmu mereka sudah putus?ā
āKalau dia waras, seharusnya
sudah, kan? L.Joe akan dipenjara untuk waktu yang belum ditentukan.ā
āKau benar-benar ingin dia
dipenjara, ya? Mungkin saja cuma ditahan
sebentar.ā
āTetap saja statusnya akan jadi
mantan narapidana. Apa yang lebih buruk dari itu?ā
āEntahlah, mencium pacar orang di
tangga rumah sakit sepertinya tak kalah buruk jika kau tanya pendapatku,ā kata
Vernon santai.
Wonwoo berhenti mondar-mandir dan
berdiri di hadapan Vernon, bertolak pinggang. āAku rela bolos banyak sekali
mata kuliah penting demi menemani seseorang yang tidak kukenal-kenal amat di
rumah sakit. Apa kau masih tak mau berada di pihakku setelah semua ini?ā
āJangan menjadikanku sebagai
alasan. Kau pasti senang kan bisa bolos.ā Vernon berkata sambil mengulurkan
tangannya untuk mengambil milkshake,
namun Wonwoo berhasil menyambarnya duluan.
Vernon menghela napas, kemudian mendongak
menatap Wonwoo. āApa sih yang kau lihat dari Hyo Jin? Kau bertingkah seperti
tak ada cewek lain.ā
āApa kau pernah jatuh cinta? Jika
belum, biar kuberi tahu, kau itu tak bisa memilih siapa yang mau kau cintai.
Semuanya terjadi begitu saja. Lagian, aku sama sekali tak berniat merebutnya
atau apa. Aku menciumnya waktu itu karenaā¦.ā Wonwoo mengingat bagaimana
perasaannya hari itu dan mendesah, ākarena dia membuatku amat gelisah selama
berhari-hari. Karena saat akhirnya dia ada di hadapanku lagi, aku merasa..
entahlah, utuh? Aku tak mungkin membiarkannya pergi begitu saja. Apalagi
setelah kami sepakat untuk berakhir.ā
āKau benar-benar menyukainya, ya?ā
Vernon tiba-tiba merasa iba.
āYa Tuhan, jika kau melihat Hyo
Jin sebagaimana aku melihatnya, mustahil kau tak suka. Dia punya mata yang luar
biasa indahnya,ā kata Wonwoo, setengah tersenyum, setengah menerawang, āRasanya
seperti melihat samudra.ā
āMaaf menghancurkan fantasimu,
tapi.. samudra warna biru, matanya warna cokelat,ā koreksi Vernon.
āAku menghubungkannya dengan
samudra karena dia membuatku tenggelam, bukan karena warnanya. Saat bicara dengannya, aku selalu butuh
beberapa detik untuk menarik diri sebelum bisa menjawab.ā
āApa kau yakin itu bukan karena
daya tangkapmu yang agak terbelakang?ā
āPark Hyo Jin itu seperti
karakter utama dalam novel. Bukan dalam artian sempurna, maksudku, selalu saja
ada sesuatu yang baru di setiap babnya. Dia misterius, dia sangat menarik, dia bisa membuatmu ingin membacanya lebih jauh dan mengenal karakternya lebih dalam,ā lanjut
Wonwoo, mengabaikan Vernon yang sedang cekikikan karena ucapannya sendiri.
Walaupun masih mengenakan baju rumah sakit jelek dan infus, namun melihat
Vernon dalam kondisi begini (bahagia kelewatan dan menyebalkan), semua orang
pasti akan sepakat menuduhnya pura-pura koma.
āYa Tuhan, kukira anak teater
adalah yang paling dramatis.ā Vernon tertawa lagi.
āYah! Hentikan, aku serius.ā
āLalu apa rencanamu sekarang?
Seandainya mereka benar putus, kau mau apa?ā
Wonwoo meletakkan milkshake dalam genggamannya ke meja,
yang lantas disambar oleh Vernon secepat kilat.
āMau apa?ā tanya Vernon, lebih
lantang, seraya menyandarkan kepala dan membasahi kerongkongannya dengan milkshake stroberi yang segarnya bukan
main.
āTidak ada, kurasa.ā
Vernon tersedak. āTidak ada?ā
āKami sudah sepakat untuk kembali
ke hidup masing-masing.ā
āDia tidak menyukaimu?ā
āAku tak tahu. Waktu itu dia
bilang suka, tapi besoknya malah kembali pada L.Joe. Aku juga tak mengerti, dia
memperlakukanku seperti tempat penampungan sementara.ā
āAtau rest area,ā tambah Vernon. āTidak, terlalu bagus. Kau lebih cocok
jadi halte.ā
āTerima kasih.ā
Vernon cekikikan lagi, kali ini
dengan mulut penuh milkshake.
āAku tahu aku payah, aku punya
kebiasaan menghindar dari apa yang membuatku gugup. Aku tak datang saat harus
siaran terbuka, aku kabur diam-diam saat pengambilan nilai, aku bukan perangkai
lirik yang bagus, satu-satunya alat musik yang kubisa hanyalah gitar, itu pun
belum begitu lancar. Aku anak yang canggung sedangkan L.Joe mahir dalam segala
hal. Jadi, yahā¦ aku mengerti kenapa Hyo Jin memilihnya.ā
āLihat dirimu! Belum apa-apa
sudah pesimis,ā cibir Vernon.
āLalu apa? Kau mau aku menjadi
senekat dirimu? Sok bersedia jadi mata-mata, tapi ujung-ujungnya malah koma.ā
āCih, sekarang sudah bisa
meledekku, huh? Kata Bibi Min Kyung kau sangat khawatir sampai-sampai tidak mau
pulang ke DIMA selama aku tak sadar.ā
āItu karena semua temanmu tak ada
yang peduli. Mereka semua takut pada Mino. Jangan besar kepala! Aku hanya
kasihan.ā
Vernon menyeringai lebar. āKau
bahkan mengundurkan diri dari partai merah dan berteriak pada Mino. Semua itu
demi aku, kan?ā
āDiam kau! Sudah kubilang aku
hanya kasihan. Jiwa kemanusiaanku terusik.ā
āLupakan jiwa kemanusiaanmu. Ini,
makan yang banyak.ā Vernon mengambil sepotong pizza dari loyang dan
menyodorkannya pada Wonwoo. āKau butuh banyak nutrisi untuk memikirkan Hyo
Jin.ā
Wonwoo mengambil pizza yang lain
dan menjejalkannya ke mulut Vernon tanpa belas kasih. āKau juga makan yang
banyak. Jangan sampai tiba-tiba koma lagi.ā
āOh, Park Hyo Jin itu bagai samudra~ Matanya membuatku tenggelam~,ā
kata Vernon dengan suara dibesar-besarkan.
Saat seorang suster datang untuk
mengecek keadaan Vernon, kedua pria itu masih tertawa terbahak-bahak dan
mencibir satu sama lain sambil menjejalkan pizza.
Si suster memanggil dokter yang
sedang berjaga dan tak lama kemudian, dokter tersebut datang dan mulai
mengamuk.
**********
Wendy sudah seratus kali
meyakinkan Hyo Jin bahwa ia akan baik-baik saja tanpa L.Joe, perasaannya akan
memudar dan segalanya akan kembali normal.
āTapi itu butuh proses, dan yang
terpenting, itu membutuhkan kesungguhanmu juga,ā kata Wendy sambil mengikat
rambutnya tinggi-tinggi. Dia sudah memakai track
suit abu-abunya dan bersiap untuk lari pagi.
āKau sudah hapus lagu-lagu
ciptaan dia?ā Hyo Jin yang sedang mengikat tali sepatunya mengangguk.
āSms? Foto?ā
āSudah.ā
āCoba sini kuperiksa!ā Wendy
menyambar ponsel di pangkuan Hyo Jin.
āWen!!ā Hyo Jin refleks berdiri, lantas mencoba merebut ponselnya kembali.
āYah! Apa-apaan ini? Isi galerimu
masih sama.ā
āAku akan menghapusnya nanti
malam.ā
āKenapa nanti malam? Biar aku
saja yang hapus!ā
āJangan! Belum kupindahkan ke
lapāā Hyo Jin terdiam. Kapan mulutnya yang berengsek ini bisa berhenti melontarkan
semua isi kepalanya tanpa disaring?
Wajah Wendy seketika menggelap.
āDasar idiot! Sebenarnya apa maumu?ā omelnya. āApa gunanya dihapus kalau
sebelumnya dipindahkan ke laptop dulu? Kau ini niat melupakannya atau tidak,
sih?ā Saat gadis itu hendak mengomel lagi, ponsel dalam genggamannya berbunyi.
Hyo Jin dengan sigap merebutnya.
āYa ampun, ini ibunya L.Joe.ā
Wendy mengernyit, tak mengerti
kenapa ibu L.Joe malah menelepon Hyo Jin. Hyo Jin berdeham beberapa kali
sebelum mengangkatnya.
āHalo eomonim. Apa kabar?..... ah, baik, kok. ā¦.. oh, itu, ponselnya
jatuh dari tangga. Dia bilang belum sempat diperbaikiā¦.. belum tahu juga, dia
belum bilang apa-apaā¦ā¦ nanti biar kutanyaā¦.. sekarang? Aku sedang tidak
bersamanya, yeah, dia agak sibukā¦ā¦ benar, UAS tertulis akan dimulai besok Senin
ā¦.iya, semoga semuanya bagus hahaha.ā
Wendy meniru tawa kaku Hyo Jin.
Hyo Jin menendang betis gadis itu sambil melotot.
āBaiklah, terima kasih eomonim. Semoga harimu menyenangkan juga.ā
Hyo Jin menurunkan ponselnya dan mendelik
pada Wendy yang terus meniru gayanya.
āAw, baiknya calon menantu yang
satu ini. Hubungan kalian sepertinya sudah dekat sekali. Apa jadinya kalau mereka
tahu kalau kalian sudah putus,ā cibir Wendy.
āAku tak mungkin bicara sekarang.
Sepertinya keluarganya belum ada yang tahu kalau dia di kantor polisi.ā
āHarusnya kau beri tahu. Mereka
kan orangtuanya.ā
āBagaimana aku menceritakannya?ā
Hyo Jin kemudian meninggikan suaranya seolah sedang berbicara di telepon.
āYeah, eomonim, kami suduh putus, dia sedang ditahan di kantor polisi, dia
memukul anak orang sampai koma. Hahaha.ā Hyo Jin kembali ke mode suara
normalnya. āItu bukan sesuatu yang bisa diceritakan lewat telepon.ā
Wendy memutar mata. āCepat atau
lambat, pihak kampus pasti akan menelepon mereka, kan? Apa salahnya tahu lebih
awal?ā
āBisakah kita berhenti
membicarakan ini? Ada yang lebih penting, aku harus ke kantor polisi.ā
āMau apa?ā
āBarusan Ibu L.Joe menanyakan apa
L.Joe akan pulang ke Gunsan liburan semester ini. Aku harus bertanya pada
anaknya langsung.ā
āKau tahu sendiri dia tak mungkin
pulang. Dia akan menghabiskan liburannya dalam jeruji besi.ā
Hyo Jin mengabaikan ucapan Wendy,
terlalu sibuk menatap layar ponsel dan menggulirkan jarinya ke sana kemari.
āApa yang sedang kau lakukan?ā
āMencari alamat kantor polisi.
Apa lagi?ā
Wendy mendecak, āKau lupa ya
seberapa sering aku ke kantor polisi?ā
Gerakan tangan Hyo Jin seketika
terhenti. āBenar!ā serunya. āKau selalu ke sana karena Changjo.ā
Berdasarkan semua cerita Wendy,
Changjo punya hobi untuk jalan-jalan sendiri di malam Minggu dan menegur
orang-orang yang menurutnya mengganggu ketertiban umum. Tidak sadar kalau
dirinya sendiriāyang berlagak bak penegak hukum ituāsebenarnya juga tak kalah
mengganggu.
āYeah, aku tak tahu sudah berapa
kali aku ke sana. Yang pasti, aku sudah sangat hapal rutenya sampai bisa
mengantarmu dengan mata tertutup.ā Wendy menggeleng pada dirinya sendiri,
tiba-tiba merasa tak terima. Kenapa orang baik-baik sepertinya malah akrab
sekali dengan kantor polisi?
āDi mana alamatnya?ā
āAkan kuberi tahu setelah kita
lari pagi.ā
āTck, cepat beri tahu!ā
āKita sudah merencanakan ini dari
semalam. Kau kenapa, sih? Tak sabar bertemu L.Joe?ā
āWen!ā
**********
Pada akhirnya, mereka baru berangkat
ke kantor polisi pukul sebelas siang. Hyo Jin terus mengelap telapak tangannya
yang basah pada jinsnya. Dia tak bisa menebak apakah alasannya segugup ini
ialah karena akan bertemu L.Joe atau karena fakta bahwa inilah kali pertama ia
mendatangi kantor polisi. Terlebih, Wendy tak bisa ikut masuk karena harus
segera kembali ke kampus, ada urusan UKM yang tak bisa ditinggal.
Sesampainya di sana, Hyo Jin
harus memohon-mohon dan menunggu selama dua puluh menit lebih sebelum
diperbolehkan untuk menemui L.Joe.
āPakai telepon itu untuk bicara.ā
Hyo Jin mengangguk seraya
mendekat ke kursi, lantas duduk dan mengangkat gagang telepon yang tersedia.
Dari tempatnya duduk, ia bisa melihat L.Joe memasuki ruangan seberang, masih mengenakan kaos dan
jins alih-alih baju tahanan seperti yang Hyo Jin bayangkan. Pria itu duduk
persis di hadapan Hyo Jin, hanya dibatasi kaca, kemudian mengangkat gagang
telepon di kubiknya.
āKau seharusnya tak usah ke
sini,ā kata L.Joe dengan suara pelan dan kepala tertunduk.
āSampai kapan kau akan di sini?ā
āTak tahu.ā
Hyo Jin sesaat merasa amat sedih.
Ia terus memandangi L.Joe sementara tangannya mencengkeram gagang telepon.
L.Joe meliriknya sedikit dan
langsung menunduk lagi. āJangan memandangiku seperti itu. Aku baik-baik saja.ā
āKenapa kau begini, sih?ā tanya
Hyo Jin. Suaranya parau. āKenapa kau harus ada di sini? Apa yang kau pikirkan?
Kenapa bisa sebodoh ini? Dasar! Kau mengomeliku karena jalan dengan Wonwoo,
tapi kau sendiri melakukan sesuatu yang lebih buruk. Kau sama sekali tidak
sedang berada di posisi yang pantas saat menyebutku sampah, kan?ā
āMaaf,ā bisik L.Joe, masih tak
mau mengangkat wajah.
Hyo Jin terisak-isak keras.
Polisi yang berjaga di depan meja berteriak menyuruhnya diam.
āApa mereka memperlakukanmu
dengan baik di sini?ā kata Hyo Jin, jauh lebih pelan.
āApa yang kau harapkan? Kasur
yang empuk? Makanan mewah? Fasilitas hotel?ā
āSetidaknya, mereka memberimu
makan dan waktu tidur, kan?ā
āYeah.ā
āBagus.ā
Saat itu, saat Hyo Jin tak lagi
bicara dan hanya memandanginya dengan iba, L.Joe mulai mendapat kekuatan untuk
mendongak, bahkan menatap mata Hyo Jin juga.
āJadi,ā kata L.Joe, ākau ke sini
hanya untuk menanyakan keadaanku?ā
āTidak, tentu saja. Aku ke sini
karena ibumu meneleponku.ā
L.Joe menelan ludah. āIbuku sudah
tahu?ā
āTidak, belum. Dia khawatir
karena kau tak bisa dihubungi dan bertanya apa kau akan pulang ke Gunsan
liburan semester ini.ā
Tangan L.Joe bergerak mendorong
poninya yang sudah amat panjang, yang langsung jatuh lagi ke matanya begitu
tangannya diangkat.
āBoleh minta tolong?ā pinta sang
pria, sebelah tangannya memegangi tengkuk. āKatakan pada ibuku aku akan tinggal
di rumahmu liburan ini.ā
Hyo Jin tak menjawab.
āAku janji akan menceritakan
segalanya saat masalah ini selesai.ā
Hyo Jin masih tak menjawab.
āHyo, please. Kau mengenal ibuku. Aku tak mungkin cerita sekarang. ā
āIya. Baiklah,ā kata Hyo Jin.
āTapi kau harus tanggung semua risikonya. Kalau ibumu tahu aku berbohongā¦ā
āTentu saja,ā sela L.Joe.
Saat itu, polisi di belakang meja
menoleh pada Hyo Jin dan membuat isyarat bahwa waktunya sudah habis.
āKau harus pulang.ā
āYa.ā
āHati-hati.ā
āYa.ā
Hyo Jin tak pernah membayangkan
suasana bisa secanggung ini saat bicara dengan L.Joe. Pria itu meletakkan
gagang teleponnya duluan, kemudian berdiri dan langsung membuang muka dari Hyo
Jināyang entah bagaimana malah membeku. Saat L.Joe sudah meninggalkan ruangan
seberang, Hyo Jin baru menyesal. Seharusnya dia yang menutup telepon duluan dan
membuang muka. Seharusnya dia yang bersikap acuh tak acuh begitu. Dasar.
**********
UAS sudah berjalan hampir dua
minggu saat pengumuman rektor lainnya keluar. Pemilihan ketua senat yang
seharusnya dihelat Jumat besok ditiadakan, dan seluruh partai kampus, baik DSP
mau pun Solidarity of DIMA, baru boleh memulai kegiatannya lagi pada awal
semester ganjil. Ketua senat yang sedang menjabat sekarang dapat melanjutkan
tugasnya sampai akhir semester depan.
Tidak terlalu buruk jika
dibandingkan dengan ekspektasi banyak orangāpembubaran. Lagipula, semester
besok Hoshi sudah dapat mencalonkan dirinya sendiri alih-alih menjadi ketua tim
sukses semata. Tugas partai biru sekarang hanyalah membangun kembali
kepercayaan yang sudah terlanjur sirna.
*********
Kendati sudah segar bugar, Vernon
tetap saja masih belum diperbolehkan pulang. Teman-temannya yang semula hilang
ingatan (pura-pura tidak mengenal Vernon karena perintah Mino) kini mulai pulih
ingatannya. Mereka tiba-tiba menjadi teman paling loyal sedunia dan siang malam
menghabiskan waktu di dalam kamar rawat Vernon. Wonwoo beberapa kali datang dan
pulang lagi begitu mendengar suara gelak tawa dari balik pintu. Sepertinya,
tugasnya menemani Vernon sudah selesai.
Malam itu, Wonwoo sedang
mempelajari not-not balok saat Mingyu menarik kopernya dari kolong ranjang.
āUAS-mu sudah selesai?ā
āYeah, besok aku pulang.ā
Wonwoo terdiam. Sama seperti Hyo
Jin, Mingyu juga merupakan anak teater. Wonwoo berpikir apa mungkin gadis itu
juga akan pulang besok pagi. Ia belum melihat Hyo Jin sama sekali sejak di rumah
sakit, dan jujur saja, Wonwoo amat merindukannya. Kalau benar Hyo Jin pulang
besok pagi, ia harus menunggu dua bulan lamanya sebelum semester ganjil
dimulai, sebelum bertemu Hyo Jināatau paling tidak punya kesempatan untuk
melihatnya lagi.
Bagaimana kabarnya? Sehancur apa dia saat mengetahui pacarnya yang
sempurna itu ternyata merupakan tukang bully? Apa dia masih suka menangis? Apa mereka putus? Kuharap, iya. Apa dia
merindukanku juga? Apa dia bahkan mengingatku?
āKapan kau akan pulang?ā tanya
Mingyu seraya membuka kopernya yang berdebu. Wonwoo tersadar dari lamunannya,
kemudian mengangkat bahu. āTidak tahu.ā
āKau tak boleh tinggal di asrama
selama liburan.ā Mingyu mengingatkan.
āYeah, tapi aku sedang tak ingin
pulang.ā
āKalau begitu kau harus mulai
mencari tempat kos dari sekarang.ā
Wonwoo menutup bukunya dan
menyandarkan punggung di tembok. Wajahnya terlihat frustasi sekali, dan ia
sendiri tak tahu apa itu karena Park Hyo Jin, karena tak tahu harus ke mana
selama liburan, atau karena tak mengerti apa yang ia pelajari. Mungkin gabungan
ketiganya.
āKenapa tidak mau pulang?ā tanya
Mingyu.
Bukannya menjawab, Wonwoo malah
terus mengusap-usap mata dan wajahnya.
āUangmu sudah habis untuk ongkos
ke rumah sakit, ya? Atau untuk beli makanan buat keluarganya Vernon? Dia kan
orang kaya, harusnya kau minta ganti. Aku heran kalian kenal dari mana. Dia kan
anak teater, kau anak musik. Oh, benar, dia mata-mata dari partaimu, ya. Pantas
saja,ā cibir Mingyu, persis seperti orang yang sedang cemburu. āApa kau akan
sekamar dengannya semester depan?ā
āKau ini kenapa, sih? Aku hanya
ingin membeli sesuatu yang lain dengan ongkos pulangku.ā
āKau nyaris tak pernah tidur di
sini selama dua minggu kemarin.ā Mingyu menggerutu.
āYa Tuhan, kau cemburu?ā
āYang benar saja! Aku ini normal.
Seratus persen. Sekalipun tidak, aku pasti pilih-pilih.ā
Wonwoo melirik Mingyu dengan aneh
dan menggeleng-geleng.
**********
Sementara itu, di kamar terpojok
di lantai empat asrama putri, Hyo Jin dan Wendy tengah berbaring di ranjang
masing-masing sambil mengobrol. Lampu sudah dimatikan dan satu-satunya cahaya yang ada hanya berasal
dari luarālampu jalan dan bintang-bintang.
āKau tahu, bahkan jika tak ada
percikan lagi, aku masih ingin bersamanya,ā kata Hyo Jin. āKukira fase
menyedihkanku sudah berakhir, tapi saat menemuinya lagi di kantor polisi, saat
melihat matanya lagi, semua usahaku untuk berhenti merindukannya terasa
sia-sia. Aku sangat merindukannya, Wen. Nyaris gila rasanya.ā
Wendy menghela napas. āHanya
karena kau merindukan L.Joe, bukan berarti kau harus kembali padanya. Kadang
kau hanya harus tetap merindukan anak itu sampai kau terbangun suatu hari dan
menyadari kau tak lagi membutuhkan dia.ā
Wendy berbaring miring menghadap
ranjang Hyo Jin yang gelap gulita, kemudian melanjutkan, āBelum ada sebulan
sejak kalian putus. Wajar jika kau masih belum bisa menerimanya.ā
āYeah, tapi dia mustahil untuk
dibenci. Maksudku, mana bisa kau membenci seseorang yang pernah begitu lama kau
sayang?ā
āSiapa bilang kau harus
membencinya? Jangan benci dia! Kalau benci, artinya kau masih memikirkannya,
artinya kau masih peduli.ā
āJadi?ā
āJadi..jangan peduli lagi. Jangan
ada perasaan apa-apa lagi. Jangan repot-repot membenci.ā
āJangan ada perasaan apa-apa
lagi?ā Hyo Jin tertawa. Suaranya berdesah, menyiratkan keputusasaan.
āYa,ā jawab Wendy tegas. āDan kau
bisa melakukan itu, asalkan kau mau usaha. Hal seperti itu tak bisa datang
dengan sendirinya.ā
āTerima kasih. Dan maaf sudah
membuatmu mendengarkan semua kebodohanku.ā
Wendy berdecak. āHyo, tolong
jangan bicara begitu.ā
Hyo Jin tersenyum kepada
langit-langit, kemudian bertanya dengan nada ragu. āSemester depan, apa kau
masih mau sekamar denganku?ā
āKalau kau mau, aku mau.ā
āAku mau,ā jawab Hyo Jin langsung,
seraya berguling menghadap ranjang Wendy. āJadi kita sungguh sudah berteman
sekarang?ā
āYa Tuhan, selama ini kau
menganggapku apa?ā
āJadi kita berteman?ā Hyo Jin
mempertegas.
āTentu!ā seru Wendy.
Setelah itu, walaupun keduanya
tahu satu sama lain belum tidur, mereka tak lagi bicara. Sejujurnya, Wendy ingin
sekali bertanya soal Wonwoo; Bagaimana
menurutmu perasaan Wonwoo sekarang?, Apa
kau tidak mempertimbangkan Wonwoo sebagai pengganti L.Joe?, Apa yang kau lihat
dari Wonwoo?, Apa yang membuatmu menyukainya?, tapi sepertinya ini bukan
saat yang tepat. Perasaan dan pikiran Hyo Jin sedang sangat kusut,
berputar-putar pada satu nama. L.Joe, L.Joe dan L.Joe saja.
Lalu bagaimana dengan Wonwoo?
Apa kau masih menyukainya?
Apa kau bahkan masih mengingatnya?
**********
Wonwoo mengangkat kopernya ke
dalam bus. Ia sudah mengambil uang kiriman orangtuanya dari ATM dan menelepon
merekaāuntuk minta maaf dan berjanji akan pulang semester depan. Yeah, liburan
ini Wonwoo punya rencana lain. Ia ingin belajar, ingin memperdalam ilmu
musiknya; mulai dari membuat lirik sampai improvisasi gitar. Ia ingin sekali
bisa unggul di semester depan. Semua orang pasti berubah, kan? Wonwoo juga
ingin berubah, menjadi lebih baik, lebih berani dan ia akan berusaha mewujudkan
itu.
Begitu tiba di tempat tujuan,
Wonwoo mendorong pintu masuknya perlahan-lahan. Di dalam sana, dilihatnya seorang
pria tua yang amat familiar, tengah duduk di kursi kayu pendek sambil
memijat-mijat pergelangan kakinya.
āPaman Ong,ā panggil Wonwoo. Sang
pemilik nama menoleh dan mukanya langsung berbinar-binar.
āWonwoo!ā serunya seraya berdiri.
āYa Tuhan, bagaimana kuliahmu?ā
āKami sedang liburan.ā
āAku senang sekali kau mampir.ā
āErr, sebenarnya,ā Wonwoo menarik
kopernya ke depan, ābukan hanya mampir.ā Melihat itu, muka Paman Ong yang sejak
tadi sudah berbinar menjadi semakin berbinar. Ia terlihat berseri-seri sampai
kulit wajahnya berubah menjadi merah jambu.
āAku berjanji tak akan
merepotkan. Aku hanya sedang tak ingin pulang dan pergi ke tempatmu adalah
pilihan terbaik. Aku akan membantumu menjaga toko dan mengangkat semua alat
musikāaku yakin kau memijit kakimu seperti tadi karena habis mengangkat semua
alat musik ini sendirian, iya, kan?ā Wonwoo merujuk pada seperangkat keyboard yang ditata di paling depan.
āAku sangat siap menjadi asistenmu, Paman. Dan tenang saja, kau tak perlu membayarku
sepeser pun. Aku hanya butuh tempat tidur dan kamar mandi, kau bahkan boleh
menyuruhku tidur di lantai. Dan satu lagi, aku sudah punya uang untuk membeli
gitar. Aku akan membeli satu.ā
Paman Ong terdiam. Ia menghela
napas sebelum membenamkan matanya ke lengan baju dan menggosoknya pelan, seolah
ucapan Wonwoo benar-benar membuatnya menangis.
āJeon Wonwoo, aku benar-benar
menyayangimu. Kau boleh tidur di tempat tidurku, aku akan tidur di atas drum.ā
āK-kau serius?ā
āTidak, tentu saja.ā
**********
Baru seminggu menghabiskan waktu
di rumah, Hyo Jin sudah merasa tidak betah. Ibunya terus bertanya tentang
L.Joe, sementara Hyo Jin harus terus memaksakan senyum dan berbohong. Keluarga
mereka sudah sangat dekat dan Hyo Jin tak berani membayangkan akan sekacau apa
nantinya saat mereka tahu bahwa anak-anaknya sudah putus.
Belum lagi kemarin, saat tanpa
diduga-duga ibu L.Joe menelepon ibu Hyo Jin, Hyo Jin harus menguras otaknya,
mengarang cerita sedemikian rupa agar keduanya percaya. Yeah, L.Joe magang di daerah Chuncheon, tapi dia tidak tinggal di
rumahku. Yeah, studio musik tempatnya bekerja terlalu jauh dari sini. Apa boleh
buat!
Ia kira pulang ke rumah akan
membuatnya lebih baik, tapi ternyata tidak. Hyo Jin tak pernah mengira bahwa
sebenarnya ia sangat membutuhkan Wendy. Saat gadis itu tidak ada di sekitarnya,
Hyo Jin merasa hampa. Tidak ada yang mengomel dan menyirami telinganya dengan
kata-kata bijak. Tidak ada yang mengguyurnya dengan segayung air, mengajaknya
lari pagi, meminjam body lotion atau
mendesah sambil berkata, āoh, Hyo, jangan
bilang begituā dengan nada keibuan.
Segalanya terasa lebih berat.
Semua anggota keluarganya gemar sekali membahas L.Joe, seolah pria itu adalah
satu-satunya topik yang bisa dibicarakan di depan Hyo Jin.
Seiring berjalannya waktu, Hyo
Jin bisa merasakan dirinya berubah menjadi lebih sensitif; mulai mengisolasi
diri dan menangis hanya karena hal-hal sepele. Ia menangis karena piamanya
belum kering, karena mangkuk serealnya dipakai Woojin (adik laki-lakinya yang
baru lulus SMP), karena ibunya salah membeli susu cokelat kesukaannya. Dan
semua tangisan itu benar-benar tangis sungguhan, seolah piama, mangkuk sereal
dan sekotak susu sudah menghancurkan hatinya.
Hingga suatu hari, sang ibu mulai
menyadari ada yang salah dengan anak perempuannya. Hyo Jin sedang sibuk mengisi
teka-teki silang di ruang makan saat ibunya tiba-tiba bertanya.
āL.Joe tidak magang, kan?ā
Hyo Jin terdiam, menimbang apakah
ia harus berbohong lagi atau menangis saja.
Karena terlalu lama menimbang,
ibu Hyo Jin pun kembali bicara. āKita bisa berhenti membicarakannya. Ibu akan
bilang pada Woojin dan ayahmu untuk berhenti juga.ā
Hyo Jin tak menjawab, tapi dalam
hati ia amat berterima kasih. Ibunya ternyata tidak kalah peka dari Wendyāwalau agak telat sedikit. Yeah, berhenti membicarakan pria itu adalah hal
yang paling Hyo Jin butuhkan sekarang. Ia harus bisa menyembuhkan diri sebelum
bertemu dengan L.Joe lagi. Harus bisa ātidak merasakan apa-apaā saat menatap
matanya lagi.
**********
Wonwoo meninggalkan toko baju
gipsi dengan senyum lebar dan langkah ringan. Di tangannya, terdapat bungkusan
kuning berisi gaun maxi yang dulu dicoba Hyo Jin, yang penuh motif abstrak dan
bagian bawahnya terbuat dari sifon yang melambai.
Semakin jauh ia melangkah,
semakin bingunglah ia. Untuk apa aku
membeli gaun ini?
Tadi, saat melewat toko gipsi
itu, Wonwoo tiba-tiba ingin sekali masuk, seolah dengan masuk ke sana, ia bisa
melihat Hyo Jin lagi, keluar dari ruang ganti dengan baju-baju aneh yang
ajaibnya sukses membuat Wonwoo jatuh hati. Di dalam sana, Wonwoo melihat flower crown dan beberapa hiasan kepala
yang berjajar di etalase, lalu membayangkan benda-benda itu melingkar di kepala
Hyo Jin dan mulai senyum-senyum sendiri. Hyo Jin terlihat amat cantik di
kepalanya dan ia hampir membeli semua benda ganjil itu hanya karena
halusinasinya saja, tapi syukurlah uangnya hanya cukup untuk membeli gaun ini.
Sesampainya di toko musik Paman
Ong, Wonwoo semakin kebingungan. Ia bingung harus diapakan gaun ini dan
berpikir untuk mengembalikannya lagi.
āMana salepku?ā
āSalep?ā Wonwoo mengernyit
sebentar sebelum membelalak, baru ingat akan tujuannya keluar. Dia seharusnya
membeli obat pereda nyeri otot untuk Paman Ong. Ya Tuhan, apa-apaan yang dia
beli?
āBungkus apa itu di tanganmu?"
āBa..ju?ā
āBaju? Dari tempat gipsi itu?ā
Paman Ong membaca tulisan di bungkusnya. āKukira barang-barang di sana khusus
perempuan?ā
āAku beli ini untuk anak
perempuanmu.ā
āAku tak punya anak, Wonwoo. Aku
yakin kau sudah tahu itu.ā
āAh, benar.ā
āApa jangan-jangan kau membelinya
untuk gadis yang waktu itu?ā
āYang mana?ā
āYang mengintip saat kau sedang
main gitar.ā
āMengintip?ā
āYa.ā Paman Ong mulai
mengingat-ingat. āDia punya rambut yang lurus, kecokelatan dan amat panjang.
Aku cuma ingat dia memegang bungkusan buku. Gadis itu bersandar di pintu dan
mendengarmu bermain, lalu saat aku menoleh lagiā¦ dia sudah tidak ada.ā
Wonwoo tak perlu berpikir keras
untuk tahu siapa gerangan gadis tersebut. Apa
mungkin malam itu dia bertingkah anehātiba-tiba mengajakku berdansa dan
sebagainyaākarena ia menyukai laguku? Karena terpesona dengan melodi buatanku?,
pikir Wonwoo.
āNgomong-ngomong, bagaimana
kelanjutan lirikmu?ā tanya paman Ong, praktis membuyarkan lamunan Wonwoo.
āOh, aku sudah membuat beberapa
bait, tapi masih ada kalimat-kalimat yang harus kuganti. Kau mau dengar?ā
āTentu saja.ā
Wonwoo buru-buru mengambil gitarnya.
āErr, ini sebenarnya agak menggelikan. Kau tahu selera musikku lebih ke arah
hard-core hip-hop atau musik rock, kan? Jadi, yeah, menulis lirikāapalagi lirik
percintaanāsama sekali bukan keahlianku dan..ā
āWonwoo, kau sudah mengucapkan
itu ratusan kali. Mainkan saja.ā
Wonwoo memetik senar gitarnya selama
dua detik, kemudian berhenti. Ia berdeham keras-keras untuk membersihkan
tenggorokannya, āKau tahu kan aku bukan penyanyi jadi..ā
āYa ampun, Wonwoo. Aku mengerti.
Mainkan saja.ā
āOke, aku mainkan sekarang.ā
Ia berusaha berkonsentrasi
sebelum akhirnya memetik senar gitarnya (lagi) dan kali ini tak berhenti. Ia
bernyanyi dengan suara rendah.
Aku merasakan lukamu,
Melihatnya di matamu,
Aku paham betapa sakitnya,
Tapi tolong jangan gegabah
Kau kira tak ada jalan keluar,
Kau kira tak ada yang bisa
dilakukan,
Hingga suatu pagi, kau lelah dan
pergi
Hanya meninggalkan catatan di
lemari
Mungkin lupa aku masih di sini,
Mungkin lupa ku terlampau peduli
Perempuanku,
Oh tidakkah kau pergi terlalu dini?
Biarkanlah aku yang memegang
kemudi
Percayalah padaku sekali ini
Takkan kubiarkan kau terluka lagi
(Takkan kubiarkan)
Perempuanku,
Perasaan ini tak salah
Tapi oh, tahukah kau?
Jika mencintaimu sungguh salah
Aku tak tertarik lagi untuk
menjadi benar..
**********
Lagu-lagu di radio berkumandang
di kamar Hyo Jin yang kecil. Hyo Jin menghabiskan seharian penuh dengan sahabat
karibnya di Chuncheon, Min Hyo Sun. Setelah tiga minggu, gadis itu akhirnya
punya waktu untuk berkunjung dan hanya dengan melihat gadis itu saja, hidupnya serta-merta
berubah indah lagi. Mereka duduk di lantai, menyelesaikan puzzle seraya
bernostalgia tentang masa-masa sekolah dan curhat soal ini-itu.
āJonghyun yang waktu SD?ā tanya
Hyo Sun sambil menyesap cokelat panasnya. Potongan puzzle yang belum berhasil tersusun di papan tumpang tindih di pangkuannya.
āIya!ā seru Hyo Jin. āSebenarnya
aku agak jijik mengatakan ini, tapi dia jadi lumayanā¦ keren.ā
āMasa?ā
āYah, kalau dibandingkan dengan Jonghyun
waktu SD, kau tidak akan percaya. Sekarang badan dia jadi bagus; tinggi, tegap.
Terus asik juga anaknya, bisa diajak serius, bisa bercanda. Tapi freak-nya masih sama, makin tambah
malah.ā
āSerius? Kita sedang membicarakan
orang yang sama, kan? Jonghyun yang galak-gendut-tukang ngadu itu?ā
āSerius. Di sana dia dipanggil
Changjo, nama Jonghyun sudah terlalu banyak katanya. Aku juga tak mungkin bisa
mengenalinya kalau anak itu tidak bilang sendiri. Tadinya mau pulang barengan ke
Chuncheon, tapi UAS dia belum selesai.ā
āMemang beda jurusan?ā
āDia jurusan audio production, terus di kampus aktif jadi wakil ketua UKM radio.ā
āMau lihat mukanya.ā
āAku tidak punya fotonya,ā desah
Hyo Jin, namun mendadak teringat Wendy. āEh, tunggu! Teman sekamarku sahabat
dia.ā
āCewek?ā
āKalau kubilang teman sekamarku, maka sudah pasti cewek, kan?ā
āKenapa dia sahabatan sama
cewek?ā Hyo Sun mendumel protektif, sementara Hyo Jin berdiri dan mengambil ponselnya dari saku
jaket yang digantung di belakang pintu.
Selagi Hyo Sun menggerutu, Hyo
Jin sudah mengirimkan pesan kepada Wendy. Tanpa tedeng aling-aling, ia terus terang
meminta foto Changjo karena ada temannya yang mau lihat. Dan berselang dua
menit saja, foto yang diminta sudah masuk ke handphone Hyo Jin.
Hyo Jin terperangah sebentar
sebelum tertawa terbahak-bahak.
Hyo Sun menyambar handphone di
tangan Hyo Jin dan mendecak melihat foto selfie Changjo yang luar biasa
jeleknya, āApa, sih? Kenapa fotonya begini?ā
āHahaha. Ya Tuhan.ā Hyo Jin
menghapus air matanya. āWendy itu manusia paling peka di kampus. Sepertinya dia
sudah punya feeling kalau ada yang
naksir Jonghyun. Makanya dikasih foto kaya gini.ā
āBagaimana mau naksir kalau lihat
juga belum? Ih, Hyo, suruh temanmu kirim yang bagusan!ā
āKetik saja langsung!ā
Hyo Sun mengetikkan permintaannya
itu dengan cepat, lantas di detik berikutnya sudah mendecak lagi.
āItu paling bagus katanya,ā keluh
Hyo Sun. āPelit amat, sih. Jonghyun doang bukan Lee Minho.ā
Hyo Jin cekikikan. āYa sudah,
sabar. Siapa tahu tahun depan ada reuni SD?ā
Hyo Sun merengut seraya
menyentakkan ponsel Hyo Jin ke ranjang. āTerus siapa lagi yang ganteng di
kampusmu?ā
āBanyak,ā sambar Hyo Jin dengan
mata berbinar. Puzzle setengah jadi di hadapan mereka tak lagi tersentuh. āAda
Minhyuk, drummer pujaan mahasiswi
sekampus. Terus ketua partaiku, si Hoshi yang mukanya imut kaya anak bayi,
anaknya asik, tukang lawak, cerewet tapi kalau sudah di forum pasti berubah
imej bak presiden; bijak, pintar, serius. Terus Vernon, cowok bule yang
kuceritakan itu, dia juga keren. Yah, pokoknya banyak. Makanya kuliah yang
jauh, piknik ke luar kota. Jangan di Chuncheon melulu!ā
āTerus selingkuhanmu itu, siapa
namanya? Wonwoo? Dia bagaimana?ā
Hyo Jin langsung menyikut Hyo Sun
sampai cokelat panas di tangannya nyaris tumpah. āYahh!ā
āLagian apa coba selingkuhan?ā
protes Hyo Jin.
āTerus apa namanya?ā
Hyo Jin tak tahu harus menjawab
apa, jadi ia cuma bersedekap dan merengut.
āTapi jujur, aku senang kau putus
dari L.Joe. Jangan tersinggung ya, tapi dari dulu aku memang kurang suka
dengannya,ā kata Hyo Sun seraya meletakkan gelas cokelatnya di samping milik
Hyo Jin.
Hyo Jin tersenyum kecut, dia ingat
Wendy juga bilang begitu. Rasanya seperti semua orang bisa melihat dia sedang
meneguk racun, kecuali dirinya sendiri.
āTerus apa yang membuatmu
menyukai Wonwoo? Ayo ceritakan padaku!ā pinta Hyo Sun. āTunggu, aku siap-siap
dulu!ā Gadis itu menggeser papan puzzle mereka ke tembok, kemudian menarik
selimut dari kasur Hyo Jin dan menggulung-gulung kakinya di dalam sana.
Kelihatan antusias sekali. Mengira ia akan mendengar cerita panjang. āNah, ayo
ceritakan kenapa kau bisa menyukainya.ā
Namun bukannya bercerita, Hyo Jin
malah mengangkat bahu, lantas menyesap cokelatnyaāentah dari gelas miliknya
atau tertukar dengan punya Hyo Sun.
Hyo Sun tak lantas menyerah.
Posisinya sudah luar biasa sempurna untuk mendengarkan curhatan panjang, āApa
dia mirip L.Joe? Sifatnya, maksudku,ā pancingnya.
āSifat?ā lengking Hyo Jin. Ia
meletakkan gelasnya dan menggeleng tegas. āTidak sama sekali.ā
Hyo Sun tersenyum, pancingannya
termakan. āJadi bagaimana sifat Wonwoo?ā
āWonwoo itu agak clumsy, kadang terlalu pesimis, pasif,
tapi manis, tulus, sopan, dia baik sama orang tua, akrab sama anak kecil, loyal
sama teman. Waktu Vernon koma, aku bertemu dengannya di rumah sakit, dia sedang
mengajak main keponakan Vernon yang masih tiga tahunan. Cekikikan berdua,
pura-pura tembak-tembakan, pura-pura mati. Siapa coba yang tidak meleleh
melihat cowok yang bisa akrab sama anak kecil?ā Hyo Sun bisa melihat betapa
berbinarnya mata Hyo Jin selama bicara, tapi ia tak berkomentar.
āSebelumnya waktu di pasar
Anseong, ada toko musik langganan dia. Yang jaga di sana sudah tua dan tidak
punya keluarga. Aku tidak sengaja mendengar percakapan mereka dari pintu.
Wonwoo itu baiknya minta ampun, dia memainkan gitar untuk kakek itu dan entah
kenapa malah aku yang tersentuh. Bahkan sampai menangis. Padahal tidak ada
liriknya, tapi melodi dia tidak kosong, lagunya terdengar tulus sekali sampai
tubuhku gemetar.
āDia jauh berbeda dari L.Joe.
L.Joe melakukan segalanya untukku, dia membuat lagu-lagu untukku, dia belajar
drum karena aku (karena aku menyukai Minhyuk). L.Joe juga manis, perhatian, posesifāyang
sama sekali tak kulihat sebagai kejelekan, maksudku, aku merasa berharga, tapi
sepertinya orang di sekitarku menentang itu?ā Sebagai salah satu penentang keposesifan sebagai sesuatu yang manis, Hyo
Sun mengangguk-angguk tegas. āL.Joe
mengantarku ke mana-mana, dia segala yang kuinginkan dari seorang cowok. Saat
aku bersamanya, semua orang jadi tidak berarti lagi, tapi setelah mengenal
Wonwoo, semua perasaan itu mendadak berubah.ā
Hyo Sun memeluk lututnya dan
mengingat liburan semester lalu, tepatnya saat ia diperkenalkan kepada L.Joe
untuk pertama kalinya. Gadis itu mengangguk setuju, āYa. L.Joe melakukan
segalanya untuk mendapat perhatianmu, untuk diapresiasi olehmu, kau, kau dan
hanya kau saja.ā
āDan dia akan kesal sekali jika
reaksiku tak sesuai ekspektasinya,ā sambung Hyo Jin, kemudian membesarkan
suaranya meniru suara L.Joe. āKenapa tanggapannya cuma begitu? Kau tak suka
laguku? Entahlah, Hyo, kenapa kau tidak berteriak? Kenapa ini, kenapa itu, kadang
aku harus pura-pura terkejut supaya dia senang.ā
āDi sisi lain, Wonwoo melakukan
segalanya bukan untukku. Tapi aku justru malah menangis karena alunan gitar
tanpa liriknyaāyang ditujukan untuk kakek penjaga toko alat musik ituābukan
karena lagu-lagu L.Joe. Serius, lirik buatan L.Joe adalah hal terindah yang
pernah kudengar, tapi mereka tak pernah membuatku gemetar, alih-alih menangis.
āSejak malam itu, aku mulai
melihat Wonwoo dalam cara yang berbeda. Dia tiba-tiba jadi sangat indah dan
tidak nyata. Maksudkuā¦ā Hyo Jin berusaha mencari kata yang tepat untuk
menggambarkan perasaannya. Tapi tidak ada kata yang tepat. āEr, entahlah.ā
āYeah, aku mengerti,ā kata Hyo Sun.
Tangannya terulur untuk mengacak rambut Hyo Jin. āAku turut bahagia, temanku
yang clueless ini akhirnya bisa
menemukan cowok seperti itu. Semester depan jangan lupa ajak dia mampir ke
sini, ya.ā
āCih, aku kuliah bukan untuk cari
cowok.ā
āBukan cari cowok, tapi cari
jodoh?ā
āYah Min Hyo sun!ā
Hyo Sun terkikik.
**********
Setibanya di toko alat musik,
Paman Ong langsung menyuruh Wonwoo mengangkat ponselnya.
āBenda itu terus mengagetkanku,ā
protes Paman Ong. Wonwoo mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja dan
terkejut begitu melihat dua belas panggilan tak terjawab dari nomor tak
dikenal. Padahal ia cuma keluar sebentar untuk membeli tteokbokki, tak sampai sepuluh menit.
āKenapa kau tak mengangkatnya?ā
tanya Wonwoo resah. Pikirannya sudah melayang ke Changwon, kampung halamannya.
Bagaimana jika itu panggilan penting? Bagaimana jika terjadi apa-apa pada
keluarganya?
Paman Ong baru saja hendak
menjawab saat nada dering Wonwoo (musik rock yang didominasi oleh suara drum
yang menggebu-gebu) membuatnya terlonjakālagi.
āYah, Wonwoo! Aku benar-benar
membenci suara itu!ā
Wonwoo menoleh pada Paman Ong
untuk mengisyaratkan permintaan maaf, lantas mengangkat panggilannya dengan
gugup.
āHalo?ā
[Halo? Yah, Jeon Wonwoo! Ke mana
saja kau? Kenapa baru diangkat?] Suara melengking Vernon terdengar, dan Wonwoo
praktis bisa bernapas lega. Ternyata bukan keluarganya.
āKenapa kau meneleponku banyak
sekali? Kukira sesuatu yang penting. Dasar!ā
[Memangnya aku tidak penting?]
āKau bercanda? Bahkan ikan Koi di
rumahku jauh lebih penting.ā
[Aku yakin itu bukan dari hati,]
kata Vernon. [Bicara soal penting, kenapa kau tidak pernah mengunjungiku lagi
di rumah sakit?]
āKau masih di rumah sakit?ā
[Tidak, maksudku.. saat aku masih
di sana. Kenapa tiba-tiba kau berhenti datang?] Nada suara Vernon memelan.
[Padahal aku menunggumu.]
Wonwoo tersedak mendengar kalimat
terakhir Vernon. Bulu kuduknya meremang. Vernon bicara dengan penuh perasaan
hingga terdengar terlalu romantis. Entah dia sengaja mempermainkan Wonwoo atau
memang begitulah caranya bicara.
āUntuk apa kau menungguku? Semua
temanmu ada di sana, kan? 24 jam.ā
[Yeah, tapi mereka bukan kau.]
Wonwoo tersedak lagi. āBisakah
kau berhenti mengatakan hal-hal yang membuatku merinding?ā
[Hei, bagaimana kalau semester
besok kau sekamar denganku!] kata Vernon, terdengar seperti perintah alih-alih
ajakan.
āMingyu sudah mengajakku duluan.ā
Wonwoo menyesalkan pilihan katanyaāia merasa seperti sedang diperebutkan untuk
diajak ke prom.
[Mingyu anak teater?]
āYa. Aku sudah sekamar dengannya
dari semester satu.ā
[Sejak semester satu? Ya ampun,
pasti bosan sekali, ya? Lebih baik cari suasana baru.]
Wonwoo memutar mata. āAku tidak
masalah dengan siapa pun, sungguh. Tapi Mingyu sudah mengajakku.ā
[Baiklah.]
Baiklah? pikir Wonwoo keheranan. Setahunya, Vernon bukanlah tipikal
manusia yang akan menyerah semudah ini. Tapi baguslah jika dia mengerti.
āSyukurlah kalau kau paham.ā
[Yeah, aku akan langsung
menelepon Mingyu saja.]
āApa?ā
[Jangan khawatir, aku tahu
nomornya. Kami sama-sama anak teater.]
āBukan itu maksudku, untuk apa
kaāā
[Bye.]
āYah, Vernon!ā
Vernon sudah mematikan
sambungannya. Wonwoo memandang layar ponselnya dan mendesahkan tawa. Ia tak
habis pikir kenapa malah dua cowok itu yang terpesona dan memperebutkannya?
Kenapa bukan anak teater yang lainā¦ jika
kalian tahu siapa maksudnya.
**********
Akhir liburan semester datang
terlalu cepat bagi Hyo Jin. Gadis itu memang senang karena dalam tiga hari ia
sudah bisa bertemu Wendy lagi. Namun dua bulan bersama keluarganya (tepatnya
sebulan terakhir, sejak mereka berhenti mengungkit-ungkit nama L.Joe tiap
sepuluh detik sekali) merupakan saat paling menyenangkan dalam setahun ini.
Masakan ibunya seribu kali lebih enak dari masakan asrama, ayahnya mengajaknya
main tenis meja nyaris setiap sore dan Woojin adalah manusia paling asik untuk diajak
keluyuran di mall. Susah rasanya
untuk meninggalkan mereka, bahkan sekadar membayangkan empat bulan tanpa
keluarganya saja sudah membuat Hyo Jin mual.
āAku tahu aku cantik, tapi
bisakah kau berhenti menatapku?ā kata Hyo Jin, melirik adik semata wayangnya
yang langsung memutar mata.
āBukan cantik, tapi kau jadi
sangat berbeda dengan rambut pendek.ā Woojin mengklarifikasi, namun lantas
membuang mukanya jauh-jauh dan melanjutkan dengan suara memelan, āberbeda dalam
arti bagus.ā
Hyo Jin membuat suara āawwwwwā
yang panjang dan langsung mengalungkan lengannya di leher Woojin dan menariknya
rapat-rapat ke sisinya. āKau tidak akan mati hanya karena memujiku satu kali.
Tapi tidak apa-apa kuhargai usahamu.ā
āT-tapi aku akan mati jika kau
mencekikku begini,ā protes Woojin dengan napas tertahan. Sang kakak pun
akhirnya melepas cekikan (bagi Hyo Jin, itu adalah pelukan)-nya, namun senyum
kelewat lebar masih menghiasi wajah gadis itu. Woojin meringis memijiti
lehernya.
āKau apa-apaan, sih? Di sana
tidak ada yang muji, ya? Memangnya L.Joe hyung tidak pernah biāā Woo Jin
berhenti, senada dengan senyum di wajah Hyo Jin yang seketika lenyap. āer.. sorry, aku lupa.ā
āTidak masalah. Mendengar namanya
sudah tidak berpengaruh apa-apa lagi bagiku.ā
āBaguslah. Tch, tapi sayang
sekali. Padahal L.Joe hyung sudah berjanji mengajakku ice skating.ā
āKenapa harus dengan dia? Kan ada
aku.ā
āHuh? Kau? Berdiri saja tidak
bisa, mau apa di sana? Mending tidak usah pergi kalau harus mengajakmu.ā
āKau ini benar-benar! Aku serius.
Aku masih punya waktu tiga hari sebelum kembali ke Anseong. Berhubung kau sudah
menemaniku belanja dan potong rambut, sebagai kakak yang baik aku akan menuruti
maumu. Kita bisa pergi ice skating
besok jika kau mau.ā
āTidak usah. Lebih baik kau cari
hyung baru buatku, yang jago ice skating
seperti L.Joe hyung. Liburan semester depan aku jalan dengannya saja.ā
āYah Park Woojin!ā teriaknya.
āSama saja dengan Hyo Sun! Aku ke sana untuk belajar.ā
āKalau hanya mau belajar, di
Chuncheon juga bisa, kan? Untuk apa jauh-jauh kuliah di luar kota kalau bukan
mau cari paāā Hyo Jin langsung membekap mulutnya, sementara tangannya yang lain
mencubit dan memelintir perut Woojin sampai anak itu menggeliat dan berteriak-teriak.
āDengar ya, aku bersumpah tidak
akan pacaran dengan siapa pun selama semester depan, aku akan fokus belajar dan
menjadi mahasiswi paling cemerlang sefakultas. Lihat saja!ā
Woojin menarik tangan Hyo Jin
dari mulutnya dengan napas tersengal. āHeh! Astaga! Kalau kau bukan perempuan
sudah kubalas!ā
āSayang sekali, ya? Hahaha,ā
ledek Hyo Jin. Gadis itu menepuk-nepuk kepala sang adikāyang langsung
ditepisālalu menjulurkan lidah dan berjalan menuju kamarnya dengan sukacita.
Oh, dia akan sangat merindukan
Park Woojin.
**********
Setelah hari gelap, Hyo Jin yang
sedari tadi berleha-leha di ranjang akhirnya mengganti blus dan jinsnya dengan
piama. Gadis itu hendak keluar untuk makan malam saat ponselnya berbunyi,
sebuah panggilan dari nomor tak dikenal. Tanpa pikir panjang, Hyo Jin menjawab
panggilan itu.
āHalo?ā katanya sambil membuka
pintu kamar.
[Hey.] Satu kata dan jantungnya
berhenti. Oh, itu bahkan bukan kata. Hyo Jin melangkah mundur dan menarik
kembali pintu kamarnya. Terlalu bertenaga dari yang ia harapkan. Pintu itu
terbanting menutup dan membuat dirinya sendiri berjengit.
[Aku sudah keluar dari penjara,
kami hanya dikurung selama dua bulan sebelum bebas bersyarat,] terang si
penelepon tanpa ditanya. [Intinya kami masih di bawah pengawasan. Harus
melakukan pelayanan sosial selama enam bulan, denda dan lain-lain. Yah.. tidak
buruk. Tadinya mau langsung didaftarkan wajib militer, untungnya kuliah
dijadikan pertimbangan. Jujur saja, aku belum siap jika harus wajib militer
sekarang.]
Hyo Jin tak tahu apa ia
membutuhkan semua informasi itu, Hyo Jin tak tahu apa ia harus menjawab dengan
reaksi senang atau melontarkan sarkasme saja. Yang ia tahu, sekujur tubuhnya
panas dingin mendengar suara L.Joe lagi. Ia benar-benar mual dan gemetar. Siapa
yang memberi tahu L.Joe bahwa menghubunginya lagi adalah ide bagus? Terlebih
pria itu bicara dengan antusias, seolah tak ada yang terjadi, seolah hubungan
mereka masih baik.
[Aku cuma mau memberi tahu bahwa
aku sudah beli ponsel baru. Jadi jangan lupa mengganti kontak āchicken-ssiā-mu
dengan yang ini,] dia berkata lagi, begitu mudahnya. Hyo Jin bahkan bisa
mendengar eyesmile dalam suaranya.
Hyo Jin berusaha membuka mulut,
untuk mengatakan sesuatu, apa saja, tapi tidak ada sepatah kata pun yang
keluar. Ia tak percaya L.Joe masih berefek sebegini besar padanya. Tadinya,
setelah semua ini, ia kira hatinya sudah berubah menjadi sekokoh baja. Tapi
nyatanya L.Joe hanya membutuhkan āheyā untuk membuat hatinya lembek lagi.
Benar-benar tidak adil.
āMungkin kali ini bukan
āchicken-ssiā lagi.ā Hyo Jin akhirnya bisa bicara, walau dengan suara serak
seolah tenggorokannya tersumbat batu.
[Yeah, aku tidak masalah
dipanggil apa saja.] Hyo Jin ingin bertanya apa ia masih tidak masalah jika
dipanggil āsampahā.
[Apa kau tahu ibuku menelepon ibumu Sabtu lalu?]
tanya L.Joe.
āA-apa?ā
[Ya, keluargaku akhirnya tahu dan
mereka langsung menelepon ibumu. Aku minta maaf soal itu.] Hyo Jin
terdiamāwalaupun sedari tadi ia memang lebih banyak diam. Sang ibu sama sekali
tak bilang apa-apa padanya soal ini dan Hyo Jin merasa amat durhaka. Hyo Jin
mengerti ibunya pasti tak ingin membuat dirinya khawatir, tapi seharusnya tidak
begini. Semua ini salah L.Joe. Seratus persen. Kalau saja pria itu tak
menyuruhnya bohong dari awalā¦ kalau saja dirinya tak setuju untuk berbohongā¦
Rasanya Hyo Jin ingin berlari
keluar kamar dan memeluk ibunya sambil meminta maaf dan mengucapkan seribu terima
kasih. Dua ribu. Lebih dari itu.
[Tapi tenang saja, aku percaya
mereka sudah baikan lagi. Aku sudah menjelaskan semuanya,] tambah L.Joe.
Memang seharusnya begitu, pikir Hyo Jin. Semua ini tanggung jawabmu, dasar idiot. Namun yang keluar dari
bibirnya justru malah āterima kasih,ā dengan suara setipis satin.
[Ngomong-ngomong, kapan kau
kembali? Aku akan menjemputmu di terminal jikaā¦]
āAku sudah meminta Wendy,ā potong
Hyo Jin. Tuhan tahu dia belum meminta siapa pun. Gadis itu hanya ingin
menghindari L.Joe.
[Okay, tak masalah. Kita bisa
bertemu di kampus.]
Kuharap tidak. āYeah.ā
Hyo Jin sejujurnya merasa sangat
aneh dengan semua perbincangan ini, sangat sangat aneh. Ia merasa seperti
pikiran dan perasaannya tak sejalan. Seolah L.Joe bukanlah apa-apa, sekaligus
segalanya. Di dalam kepala, ia terus menjawab ucapan L.Joe dengan ketus, tapi
di bibirnya ia tidak bisa. Hyo Jin tak tahu apa maunya, ia bahkan tak tahu
bagaimana persisnya perasaannya.
Ini pasti sudah sangat terlambat untuk kembali, kan?
Atau mungkin belum?
[Jadi,] kata L.Joe. Hyo Jin bisa
mendengar pria itu menarik napas, sementara dirinya di sini malah menahan
napas.
[Jadi,] ulang L.Joe, lebih yakin,
[Hyo, dengar, maafkan aku.]
[Please, aku tidak bisa hidup begini. Bisakah kita baikan?]
***********
Sembilan hari kemudian.
Area di depan panggung
benar-benar penuh sesakā90% di antaranya adalah mahasiswa baru, dan di antara
mahasiswa baru itu 90% di antaranya adalah perempuan, menjerit-jerit seperti
melihat setan. Hyo Jin berkeliling di stan minuman sambil sesekali melirik ke
panggung. Band L.Joe sedang manggung
dan ya, objek jeritan para mahasiswi baru itu adalah si drummer.
Hyo Jin tak tahu pelayanan sosial
macam apa yang L.Joe lakukan selama ini, tapi itu jelas membentuk lengannya
menjadi sangat sempurna. Pria itu menggunakan kaus merah tipis tanpa lengan,
jins hitam yang robek di bagian-bagian berbahaya dan menabuh drumnya dengan
penuh tenaga dan ekspresi sensual.
Pria itu jelas baru potong
rambutāmungkin spesial untuk acara penyambutan mahasiswa baru ini, spesial
untuk penampilan pertama band-nya,
spesial untuk memenangkan hati para mahasiswi semester satu. L.Joe terlihat bercahaya,
berbahaya, dan gilang-gemilang. Walaupun hari sudah semakin siang, barisan
penggila L.Joe masih setia berdiri di depan panggung sambil berteriak dan
mengipas-ngipas mukanyaāentah gerah karena terik matahari atau karena keringat
yang menetes konsisten di pelipis si drummer
itu.
Pamor L.Joe melesat bak roket
hanya dalam waktu seminggu kuliah. Bahkan fakta bahwa dia pernah dipenjara
malah membuatnya semakin digilai saja. Tapi, yah, bukankah memang begitu?
Bukankah mayoritas perempuan memang lebih tertarik dengan bad boy? Mengelaklah sepuasmu, tapi sudah ada bukti ilmiah soal
itu. Dan menariknya, L.Joe yang beberapa bulan lalu bukan siapa-siapa tiba-tiba
menjadi kandidat paling sempurna untuk menyabet predikat bad boy pujaan itu.
Hyo Jin baru saja berbalik,
hendak pulang ke asramanya saat tiba-tiba teriakan para gadis di depan panggung
terdengar lebih dekat. Belum sempat ia menoleh, tangan L.Joe yang lebih berisi
dan penuh keringat melingkar di pundaknya.
āMau ke mana?ā tanyanya. Hyo Jin
terkejut. Ia yakin pria itu langsung melompat dari panggung begitu lagunya
habis. Sebab tadi, tak lama sebelum Hyo Jin memutuskan untuk pulang, L.Joe
masih di atas sana, duduk di belakang drum, terlihat berkilau dan sempurna dan
tidak nyata. Dan tiba-tiba saja dia di sini. Masih tidak nyata, dalam arti,
bagaimana mungkin seseorang yang berkeringat sebanyak itu masih bisa berbau
seperti lemon dan citrus?
Selama mereka melangkah menuju
asrama putri, Hyo Jin bisa mendengar desas-desis iri di sekitarnya. Gadis itu
berharap mereka memelankan suaranya sedikit. Serius, apa mereka semua mengira
Hyo Jin itu tuli?
āDia pacarnya?ā
āSerasi, sih, tapiā¦ semoga cepat putus.ā
āJurusan musik juga?ā
āSetahuku sih anak teater.ā
āNamanya Park Hyo Jin, seangkatan sama L.Joe oppa.ā
āKatanya mereka sudah pacaran dari semester satu.ā
āKok awet, yah?ā
āKalau pacarnya secakep itu, ya pasti diusahakan supaya awet.ā
āCeweknya nggak banget.ā
Kalau menuruti nafsunya, Hyo Jin
pasti sudah berbalik badan dan menampar mulut mereka satu per satu. Tapi ia
berusaha menahan diri. Ia tak mau namanya booming
karena hal-hal sampah.
Saat itu, Hyo Jin tak sengaja
melihat Wonwoo, kemudian mengeluarkan senyum seperempat yang nyaris tidak
menimbulkan lekukan di pipinya. Tapi sepertinya senyumnya kelewat tipis untuk
bisa dilihat. Mereka cuma bertukar pandang sesaat, sebelum akhirnya Wonwoo
membuang muka.
āJadi, kulihat kau sudah semakin
akrab dengan Wendy.ā Hyo Jin menoleh ke sebelahnya dan baru sadar ia masih
berjalan berdampingan dengan L.Joe, pria itu bahkan masih merangkulnya. Oh, jika ia ada di posisi Wonwoo, ia juga pasti
akan membuang muka.
Hyo Jin berdeham sambil menarik
bahunya. āPenggemarmu sudah tidak ada.ā
āOh,ā L.Joe menurunkan tangannya,
ābenar.ā
āAku mau ke asrama.ā
āKalau begitu kuantāā
āAkan lebih baik jika kau pergi,ā
potong Hyo Jin. Nada bicaranya sedikit terlalu dingin. Sejujurnya agak kesal
karenaā¦.oh, ia belum melihat Wonwoo
selama seminggu penuh dan sekarang ia malah bertatap muka di situasi seperti
ini. Terima kasih banyak.
āOke, Hyo, apa-apaan sekarang?
Kau bilang kita bisa berteman.ā
Hyo Jin berbalik menghadap sang
pria. āApa menurutmu ini namanya berteman? Aku tidak bisa pura-pura menjadi
pacarmu lagi. Ini sudah seminggu.ā
āOh, ayolah, aku benar-benar
tidak nyaman dengan semuaā¦.ā
āKalau begitu bilanglah langsung
pada mereka!ā potong Hyo Jin. āBilang pada semua mahasiswi baru itu kalau kau
tak suka dengan tingkah genit mereka. Kau tidak harus punya pacar untuk membuat
mereka menjauh. Lagian, ini semua benar-benar menyusahkanku. Mereka
menghadangku di tangga asrama hanya untuk bertanya apa benar kita pacaran,
mereka tiba-tiba tahu nomor ponselku, menanyakan hal-hal aneh, ya Tuhan. Kau
benar-benar seperti idol sekarang. Selamat.ā
āWell, aku yakin kau menikmatinya,ā tambah Hyo Jin.
āApa maksudmu?ā
āCowok mana yang tidak suka
digilai banyak perempuan, iya, kan?ā
āTidak semua cowok begitu.ā
āTapi kau jelas begitu,ā
tukasnya. āKau amat bersinar sekarang, aku jadi merasa bersalah sudah
memacarimu dua tahun kemarin. Aku merasa sudah menghalangi pesonamu,
menumpuknya untuk diriku sendiri. Kalau kita masih pacaran, aku tak yakin kau
bisa sepopuler ini.ā
āHyo, kau tahu ini tidak
sebanding dengan apa yang kurasakan dulu,ā katanya dengan suara rendah. āApa
kau sungguh tidak merindukanā¦.ā L.Joe menelan ludah, ākita?ā
āKau merindukannya?ā
āSerius? Kau masih menanyakan
itu? Aku benar-benar patah hati saat kau menolakku di telepon kemarin.ā L.Joe
menatapnya dengan intens.ā Kukira kita masih bisa menjadiā¦ā¦., kau tahu, kita.ā
āDulu, aku pernah membaca satu kalimat
yang sama sekali tidak kumengerti. Katanya, dalam kehidupan ini, kita bisa
merindukan sesuatu tapi tidak menginginkannya kembali,ā ucap Hyo Jin. āDan sekarang
akhirnya aku mengerti. Itulah yang kurasakan sekarang.ā
āYa, aku merindukan kita, tapi tidak, aku tidak
menginginkannya lagi.ā
L.Joe terdiam. Bibirnya bergerak
hendak mengatakan sesuatu namun pada akhirnya ia hanya mengangguk.
āMaafkan aku. Tapi nikmatilah
hidupmu yang baru. Tanpa kita. Aku
berjanji segalanya akan lebih baik saat kau sudah bisa menerimanya. Kau bilang
sendiri, kan? Di luar sana ada banyak perempuan yang jauh lebih cantik, lebih
baik, lebih hebat dariku. Kalau kau bisa mendapatkan yang lebih, kenapa harus
aku, iya, kan?ā
L.Joe tak menjawab. Ia memandangi
Hyo Jin dengan tatapan terluka sebelum akhirnya mengambil satu langkah mundur.
Pria itu menunduk, dan Hyo Jin bersumpah ia melihat matanya berkaca-kaca.
Beberapa detik setelahnya, L.Joe
mengangkat kepala dan memaksakan senyum. Senyum itu membuatnya tampak semakin
menyedihkan. Senyum itu bisa membuat seluruh pengagumnya remuk redam. āBaiklah,
aku akan kembali ke lapangan,ā katanya sambil mengarahkan ibu jarinya ke
belakang. Hyo Jin benar-benar merasa seperti tokoh antagonis.
āYa.ā
Tapi di satu sisi, Hyo Jin yakin
inilah yang terbaik.
āSelamat tinggal.ā
**********
āLihat yang itu! Yang baju ungu,
dia lebih cantik dari yang pakai sweter tadi,ā kata Mingyu, jarinya
menunjuk-nunjuk tak tahu malu.
Vernon menggeleng, āYang sweter
merah jambu lebih imut.ā
āKau harus bisa membedakan mana
imut dan mana kekanakan.ā
āMenurutku dia berpenampilan
sesuai umur. Yang baju ungu memang cantik, tapi kelihatan palsu.ā
āPalsu apanya? Kau bisa lihat
dari garis wajahnya kalau dia cantik alami.ā
āJustru menurutku garis wajahnya tidak
mungkin alami.ā
āHeh!ā Wonwoo membentak. āYa
ampun, sudah berapa lama kalian tidak melihat perempuan? Jaga sikaplah sedikit!
Kalau ada yang mendengar pembicaraan kalian, aku jadi ikut malu. Lagian, tidak
etis menilai fisik orang lain seperti itu.ā
āKenapa kau sensitif sekali?ā
tanya Vernon.
āSedang PMS, ya?ā tambah Mingyu.
Kedua pria itu lantas berhigh-five
sambil cekikikan. Wonwoo menggeleng menyabarkan diri.
Soal kamar, pada akhirnya Mingyu
dan Vernon justru sekamar berdua, sementara Wonwoo mau tak mau harus pindah ke
kamar lama Vernon, bersama Taeyong. Ia tak mengerti kenapa dua orang itu berlomba-lomba
memperebutkannya kalau pada akhirnya ia dibuang begini.
āEh, itu samudramu! Tokoh dalam
novel!ā celetuk Vernon spontan. Mereka semua serempak menoleh ke arah yang
sama. Ke arah Park Hyo Jin, tepatnya.
Wonwoo bisa merasakan sudut
bibirnya melengkung membentuk senyum. Mereka sudah mulai kuliah sejak hari
Senin, dan ini pertama kalinya dia melihat Hyo Jin lagi. Dengan potongan rambut
baruāsedikit lebih pendek dengan warna coklat karamelāgadis itu terlihat
semakin mengagumkan saja.
Wonwoo berdiri seraya merapikan
kausnya, sudah berniat untuk menghampiri Hyo Jin saat tiba-tiba saja seorang
pria merangkul gadis itu dari belakang. Wonwoo mencelos.
āBukankah itu L.Joe? Kukira
mereka sudah putus,ā komentar Vernon.
Saat itu, Hyo Jin tak sengaja
menoleh padanya seraya mengumbar senyum tipis. Namun Wonwoo cuma balik
memandangnya dengan datar, lantas membuang muka. Oke, itu memang haknya untuk
memilih L.Joe (yeah, gadis itu bilang sendiri bahwa jatuh cinta menggiringmu
pada kebodohan, dan bukan hanya bicara, ia pun mempraktikkannya dengan benar)
tapi Wonwoo tetap tak bisa menahan diri untuk tidak merasa kecewa.
āAda apa dengan Park Hyo Jin?ā
tanya Mingyu tak tahu menahu.
āYeah, bagaimana bisa mereka
masih pacaran?ā sambar Vernon.
āBukan, maksudku, apa hubungannya
dia dengan Wonwoo?ā
Vernon langsung menoleh pada
Mingyu dengan mata membelalak. āKau serius tidak tahu? Itu perempuan yang
Wonwoo suka.ā
āP-perempuan yang Wonwoo suka?ā
āBagaimana bisa kau tidak tahu?
Semester lalu kalian benar sekamar, kan?ā
āJ-jadi, itu gadis yang mencium
rahangmu dengan hidung?ā Mingyu menjeda sesaat sebelum menepukkan tangannya dan
berteriak keras. āYa ampun! Kenapa kau tak pernah bilang kalau gadis itu adalah
Park Hyo Jin? Heh, aku pernah satu proyek teater dengannya. Aku punya nomor
ponsel dan nyaris semua akun snsnya. Wonwoo, astaga, kau benar-benar idiot!ā
āOh, benar. Kau pernah berperan
jadi kakak laki-lakinya di pentas tengah semester.ā Vernon menambahkan,
sementara Mingyu mengangguk-angguk dengan kencang sampai kepalanya sakit.
āAku bisa memberimu nomornya
sekarang jika kauā¦..ā
āTidak, terima kasih,ā potong
Wonwoo dingin. āAku duluan, ada urusan.ā
**********
Wonwoo tak berbohong saat berkata
āada urusanā. Pria itu pergi ke gedung UKM radio yang letaknya jauh di belakang
gedung serbaguna, di lingkar terluar area kampus. Jalan setapak menuju ke sana
sudah dipenuhi rumput, ilalang di kanan kirinya pun sudah semakin tinggi.
Begitu sampai, Wonwoo disambut dengan begitu banyak orang, delapanājika ia tak
salah menghitung. Mereka semua memakai sarung tangan karet, masker dan membawa
peralatan kebun.
Wendy menjadi orang pertama yang menyadari
keberadaan Wonwoo.
āHei,ā sapa Wendy sambil
menurunkan maskernya ke leher. āMencari sesuatu?ā
āY-yeah,ā jawab Wonwoo. āTunggu,
t-tidak, maksudku tidak.ā
Saat itu, Changjo, Seungkwan, dan
beberapa wajah lain yang kurang familiar menoleh bersamaan. Rasa panik
menyerang Wonwoo sampai ia sulit bernapas. Walaupun tak bicara apa-apa, mereka
jelas-jelas mengirimkan pandangan yang menyuruhnya pergi.
Changjo melepaskan kaitan maskernya,
membuatnya menggantung di satu telinga. āApa yang membawamu ke sini?ā
āA-akuā¦ hanya, err begini,ā¦..ā
āBicaralah yang benar!ā seru
Changjo tegas.
āAku mau minta maaf!ā Wonwoo
refleks balas berseru. āMaaf sudah meninggalkan siaran terbuka tanpa bicara
apa-apa, maaf sudah mengacaukan acara radio waktu itu. Aku sudah lama ingin menemui
kalian, tapi aku tidak berani.ā
Mereka semua terdiam. Bahkan
Wendy yang senantiasa menatapnya dengan mata ramah pun terdiam juga.
āSetelah mengacaukan siaran
terbuka, alih-alih minta maaf, aku malah tidak pernah datang ke sini lagi. Aku
mengerti aku salah, dan jika kalian mengizinkan, bolehkah aku memperbaikinya?ā
āKau mau kembali ke UKM?ā tanya
Wendy, matanya berbinar namun juga ragu di saat yang sama.
āKau tahu kami tak menerima
anggota partai, kan?ā tambah Changjo, ketus, dingin dan sok seperti biasa.
āYa, tentu aku tahu. Aku sudah
keluar dari partai sejak lama.ā
Changjo melepas kedua sarung
tangannya hanya untuk bersedekap dengan tampang galak. Wendy menggeleng-geleng
melihat tingkah pria itu. Demi Tuhan, Choi Changjo cuma wakil, Wendy lah ketua
UKM radio yang sesungguhnya.
āBagaimana kami bisa percaya kau
tidak akan kabur lagi?ā
āAku berjanji.ā
āKau pikir janjimu itu cukup?ā
āJadi bagaimana supaya cukup? Apa
yang kau inginkan?ā
Changjo tak langsung menjawab. Ia
memberi jeda sekian lama supaya menambah kesan dramatis, sebelum akhirnya
menoleh pada Seungkwan dan menyuruhnya berdiri di sampingnya.
Tangan Changjo meremas bahu
Seungkwan selagi ia berjalan ke belakangnya. āSoal itu, biar kuserahkan pada
Seungkwan,ā katanya. āDia yang paling panik saat kau tidak datang. Seungkwan
harus mengganti beberapa naskah sendirian. Kau mungkin lupa, tapi itu bukan
hanya siaran perdanamu saja, itu siaran perdana Seungkwan juga. Bayangkan
bagaimana perasaannya saat itu!ā
Kecanggungan mencekik Wonwoo
tanpa ampun. Seungkwan sepertinya sangat sakit hati sampai tidak mau
menatapnya. Rasanya seperti ditampar. Wonwoo memang tak pernah memikirkan ini,
dia dan Seungkwan nyaris tak pernah bertemu karena mereka berbeda fakultas.
Tapi setelah dipikirkan, sikap pengecutnya waktu itu benar-benar tidak bisa
dimaafkan. Dia sudah mempermalukan Seungkwan, membuat pria itu kalang kabut di
meja siaran di tengah-tengah lobi, sendirian.
āKau baru bisa bergabung dengan
kami jika Seungkwan mengizinkan,ā kata Changjo, kemudian melanjutkan dengan
suara besar, āaku menganggap semua anggota radio sebagai keluarga, dan aku tak
mau ada kecanggungan, apalagi kebencian di antara keluargaku. Jadi, lebih baik
kalian selesaikan masalah ini dulu. Soal menjadi anggota UKM atau tidak, itu
urusan belakangan.ā
Setelah Changjo menjauh ke
belakang, Seungkwan mendengus keras sebelum akhirnya memaksakan diri untuk
menatap Wonwoo. āDengar, aku tidak membencimu. Aku hanya tidak suka dengan
sikapmu yang tidak ada otaknya itu. Bukan hanya kau saja yang gugup, oke? Aku
juga sangat gugup sampai rasanya jantungku mau meledak, tapi aku tetap datang.
Gugup saja sudah sangat mengganggu, tapi kau malah memutuskan untuk tidak
datang dan membuatku tambah gugup lagi. Kau benar-benar hampir membunuhku, tahu
tidak?ā
āAku tahu,ā kata Wonwoo. āAku
benar-benar minta maaf.ā
Wonwoo sudah menyiapkan diri
untuk mendengar ākau pikir maaf saja cukup?ā namun Seungkwan malah menepuk
bahunya. āIni semua terserah Wendy dan Changjo, tapi aku sama sekali tak
masalah jika kau mau bergabung.ā
Wonwoo terbelalak. āB-benarkah?ā
āYa. Tentu. Aku tak tahu apa yang
harus kulakukan sekarang, jadi lebih baik kau masuk tim radio dulu.ā Seungkwan
mengulurkan tangannya sambil menyeringai kecil. āAkan lebih mudah membalasmu
jika kita sering bertemu, iya, kan?ā
āBenar.ā Wonwoo sepakat, kemudian
menjabat tangannya.
Saat itu, Changjo mengambil gunting
rumput dari tangan Seungkwan dan memberikannya pada Wonwoo. āTugas pertama
sebagai anggota radio,ā katanya datar.
Wonwoo menerima gunting rumput
itu.
āDan satu lagi,ā katanya seraya berbalik.
āSelamat datang.ā Choi Changjo, untuk pertama kalinya dalam sejarah, tersenyum
pada Wonwoo. Dan Wonwoo praktis balas tersenyum, hatinya mencelos senang. Ia
benar-benar merasa diterima. Rasanya seperti memenangkan sesuatu, dan gunting
rumput di tangannya ini adalah pialanya. Wonwoo berpikir untuk mengucapkan
sepatah dua patah kata kepada seluruh anggota UKM barunya itu saat Wendy
tiba-tiba berteriak dari arah belakang.
āYah, sudah cukup dramanya!
Kalian semua kembali bekerja! Banyak yang harus dibersihkan. Kalian tak mau
gedung radio kita dianggap kumuh oleh mahasiswa baru, kan?ā
**********
Wonwoo tinggal di gedung radio
selama beberapa jam, sementara nyaris semua anggota sudah kembali ke asrama.
Hanya tersisa Wendy dan seorang anak semester tiga bernama Jisoo, sedang
mengobrol sambil membersihkan barang-barang di ruang siaran.
āAku duluan,ā teriak Jisoo pada
Wendy, kemudian terkejut begitu melihat Wonwoo masih duduk di sofa luar. āEh,
masih di sini? Aku duluan, ya.ā
Wonwoo menganggukkan kepala
sambil tersenyum ramah. Jisoo pun menghilang di jalan setapak yang sudah bersih
dan bebas dari rumput liar itu.
Tak lama kemudian, Wendy ikut
keluar. Gadis itu mengunci pintunya dengan terburu-buru, lantas berbalik dan langsung
menjerit melihat Wonwoo.
āK-kau masih di sini?ā
āYa, maaf membuatmu terkejut.ā
āT-tidak apa-apa. Kenapa kau
masih di sini? Ayo kembali ke kampus! Sebentar lagi gelap.ā
āDuluan saja.ā
āKau mau bawa kuncinya?ā Wendy
mengulurkan kunci di tangannya.
āTidak usah. Aku tidak masuk.
Cuma mau duduk di sini saja, dulu ini tempat favoritku.ā
āOh, begitu.ā Wendy menarik
tangannya lagi. āKau tidak apa-apa sendirian?ā
āTidak apa-apa.ā
āBaiklah, kalau begitu aku duluan.ā
Mereka melambai satu sama lain, sebelum akhirnya Wendy beranjak pergi. Namun
baru saja kakinya menginjak bebatuan di jalan setapak, kepalanya menoleh lagi
pada Wonwoo.
āMaukah kau cerita padaku?ā
āCerita apa?ā
āApa yang kau pikirkan? Kenapa
kau kelihatan gelisah? Hyo Jin lagi?ā
Wonwoo tersenyum tipis, āApa
namanya tertulis di keningku?ā
āYeah, tinta permanen.ā
Keduanya mendenguskan tawa.
Setelah itu, Wonwoo malah menatap
rerumputan. Wendy merasa tak punya pilihan lain. Ia paling tidak bisa melihat
siapa pun (terlebih seseorang yang ia kenal) sedih dan sendirian, rasa peka dan
keibuan sudah mengalir deras di darahnya.
āWonwoo?ā
āYa?ā
āMaukah kau menemaniku pulang?ā
pinta Wendy, hanya supaya bisa mengajaknya bicara. āSebentar lagi gelap.ā
***********
Changjo benar. Wendy memang
menyukai Wonwoo. Dia sudah menyukai Wonwoo semenjak pertemuan pertama mereka di
kantin fakultas musik. Mereka masih semester satu dan semua orang sibuk mendekatkan
diri dengan teman-teman baru, namun Wonwoo malah duduk di dekat mesin minuman.
Ia mengajak ngobrol petugas bersih-bersih yang sedang memisahkan sampah, Wonwoo
menyuruhnya duduk di sebelahnya dan menawarkan sandwich-nya dengan ramah, tanpa ekspresi āaku lebih baik darimuā.
Pria itu terus tersenyum dan bicara dan menanyakan keluarganya. Dan Wendy
merasakan hatinya terus mencelos dan mencelos, dan bibirnya terus tersenyum dan
tersenyum, cowok seperti itu sudah langka di muka bumi, kan? Kemudian mereka
bertemu lagi di UKM radio dan Wendy tak bisa lebih senang lagi.
Wendy tahu sofa di luar ruang
siaran merupakan tempat favorit Wonwoo, Wendy sering melihatnya di situ sewaktu
masih aktif; bermain gitar, bercanda dengan teman-temannya, atau hanya duduk
memerhatikan langit. Wendy tahu Wonwoo sering menyendiri di ruang musik, Wendy
tahu betapa tulusnya permainan Wonwoo, dia sering mengintip saat pergantian
kelas. Dan Wendy juga tahu betapa kikuknya dia jika harus membawakan permainan
gitar super tulus itu di depan kelas. Wonwoo hanya bersinar saat tak ada yang
melihat.
Selain itu, Wendy juga menyukai Wonwoo
karena pria itu memiliki kepedulian yang tinggi. Wonwoo senantiasa berbuat baik
tanpa pandang buluh, tanpa pamrih, tanpa membutuhkan credit atas perbuatannya. Ia sering sekali mendapati Wonwoo mengalah
kepada juniornya saat mengambil puding, atau memberikan buku paketnya kepada
Hakyeon, pria itu sudah keringat dingin saat Wonwoo tiba-tiba menyodorkan buku
miliknya sambil berkata āpakai saja, aku malas mendengar ocehan dosennyaā
lantas keluar kelasāserta puluhan perbuatan baik lain yang entah mengapa selalu
terjadi di depan mata Wendy.
Bagi Wendy, jika semua perempuan
melihat Wonwoo dari sudut pandangnya, maka tidak akan ada satu perempuan pun
yang tidak menyukai dia. Pria itu sangat misterius, tenang dan tak terduga. Dia
tak menonjol di kelas, tapi oh Tuhan, Wonwoo selalu menonjol di matanya. Wendy
tak tahu kalau ternyata ia menyukai cowok pendiam sampai bertemu Wonwoo.
Tapi mungkin, ia akan berubah
pikiran setelah malam ini. Setelah menghabiskan nyaris sepuluh menit
mendengarkannya.
āAku bersumpah mereka sudah putus.
Itu pasti hanya salah paham.ā
āKalau sudah putus, kenapa dia
diam saja saat dirangkul begitu?ā
āKalau soal itu, aku juga tidak
tahu. Tapi aku bisa menanyakannya pada Hyo Jin.ā
āTidak usah. Mereka akan jadian
lagi secepatnya, percaya padaku. Aku sudah hapal.ā
Wendy mendecak. Wonwoo
benar-benar keras kepala dan terus mengeluhkan hal yang sama. āKau lupa ya aku
sekamar dengannya? Aku bisa membeberkan semua cerita Hyo Jin padamu, tapi aku
bukan teman yang seperti itu. Intinya, terserah kau mau percaya atau tidak,
tapi mereka benar-benar sudah selesai.ā
Saat itu, ponsel Wendy berdering.
Nama Hyo Jin tertera di layar. Diliriknya Wonwoo dengan tatapan kesal sebelum
mengangkat panggilan itu.
āHalo, Hyo?.....Pasar loak Anseong? Sekarang?......Tapi sebentar lagi
gelap, kau yakin toko bukunya masih buka?................Pergi dengan
siapa?..........Mau kutemani?..............Ya sudah hati-hatiā¦ā¦ā¦.Yeah, byeā
āDia ke pasar loak?ā tanya Wonwoo
begitu Wendy menurunkan ponselnya.
āYa.ā
āDengan siapa?ā
āSendiri. Kalau kau mau ikut, aku
akan menyuruh anak itu menunggu.ā
āJangan,ā tolaknya. āTunggu,
mungkin sebaiknya aku ikut. Tapi kau yakin mereka sudah putus? Aku muak menjadi
orang ketiga.ā
āJadinya kau mau ikut atau tidak?ā
Wonwoo terlihat bimbang sekali.
Ia bergerak gelisah dan mengusap-usap pelipisnya seperti sedang ulangan.
Wendy benar-benar tidak tahan
lagi. āMungkin sebaiknya aku tidak menyukai cowok pendiam,ā katanya, lebih
kepada diri sendiri.
Wonwoo berhenti mengusap
pelipisnya dan menoleh. āApa?ā
āAku tak tahu kau bisa begitu
merepotkan.ā
āA-aku?ā
āKau membuatku sakit kepala. Kau
pikir dengan duduk di depan ruang siaran bisa membuat Hyo Jin suka padamu? Kalau
suka ya dikejar! Kalau tidak kubujuk untuk mengantarku ke sini, kau pasti masih
di UKM, kan? Duduk termenung, berlagak seperti akan mati besok. Cih.ā
Wonwoo benar-benar terkejut. Ia
cukup yakin Wendy pasti dirasuki roh jahat sampai bisa membentaknya begini.
āDan jangan menyimpulkan
seenaknya! Hyo Jin dan L.Joe bisa jadi hanya berteman. Memangnya teman tidak
boleh saling rangkul? Sekarang katakan padaku! Kau mau ikut Hyo Jin ke pasar
Anseong atau tidak? Aku akan meneleponnya sekarang jikaā¦ā
āWEN!!!!!ā Seseorang meneriakinya
dari jauh. Wendy dan Wonwoo sontak menoleh.
Changjo berlari menghampiri
mereka dengan napas tersengal-sengal. āKunci kamarku tidak ada,ā keluhnya.
āHuh? Jatuh?ā
āSepertinya sih begitu. Ayo cari!
Ini, aku bawa senter,ā kata Changjo sambil menyodorkan senternya pada Wendy,
lantas menoleh pada Wonwoo. āKau juga! Ayo ikut aku!ā
Wonwoo menahan kakinya. āA-aku
tidak bisa.ā
Changjo dan Wendy yang sudah
berbalik menuju gedung radio praktis berhenti. āKenapa? Ayolah, kalau lebih
banyak orang pasti akan lebihā¦ā
āAku ada urusan,ā potong Wonwoo,
kemudian matanya beralih pada Wendy. āTidak usah bilang apa-apa pada Hyo Jin.ā
āMaafkan aku, tapi aku
benar-benar harus pergi. Semoga kuncimu ketemu. Bye.ā
Dan pria itu pun berlari pergi.
āKau tahu, aku bersumpah tidak
akan mengencani cowok dari fakultas musik,ā kata Wendy begitu Wonwoo menghilang di balik gedung serbaguna. āMereka kebanyakan berkutat dengan lirik lagu. Amit-amit klisenya.ā
āO..kay, bisakah kita membahas
itu nanti? Kunciku masih sendirian entah di mana.ā
āDengar, Changjo. Maaf karena tak pernah
mengaku, tapi yeah, kau benar. Aku memang menyukai Wonwoo. Anak itu sopan
sekali. Aku suka cowok yang sopan, tapi mungkin bukan Wonwoo.ā
āSopan, huh? Memangnya aku kurang
sopan?ā
āKau dan sopan sama sekali tak
bisa diletakkan di satu kalimat, tahu tidak?ā
āAku penasaran sesopan apa si
Wonwoo.ā
āPokoknya dia yang terbaik.ā
āDia pasti mengetuk pintu sebelum
masuk Mcdonald, ya?ā sindir Changjo.
āKalau tersandung batu, dianya
yang minta maaf,ā tambah Wendy.
Keduanya berpandangan dan praktis
menyemburkan tawa.
āWen, astaga! Kita tak boleh
tertawa di saat seperti ini. Ayo cari kunci kamarkku!ā
āKenapa bisa jatuh, sih? Merepotkan sekali.ā
**********
Malam itu, Hyo Jin menaiki bus
menuju pasar loak Anseong. Mencari buku, katanya pada Wendy. Well, Hyo Jin tak berbohong, hanya sajaā¦
kalau cuma mencari buku, ia harusnya bisa menunggu sampai besok pagi. Terlebih,
besok adalah hari Minggu, waktu sempurna untuk jalan-jalan. Dia bisa mengajak
Wendy, sekalian lari pagi di lapangan sebelah pasar dan masih punya waktu
berlimpah sebelum malam.
Namun buku bukan satu-satunya hal
yang Hyo Jin cari. Entah persisnya apa, tapi ia merindukan sesuatu. Mungkin
rindu akan gemerlap pasar Anseong di malam hari; lampion, toko-toko unik,
jajanan pasar. Mungkin rindu akan kenangannya juga, akan segala rasa yang
tertinggal di sana, terselip di antara kios-kios.
āAwas!ā Seseorang meneriakinya,
sementara seseorang yang lain melesat dan mengulurkan tangannya, mendorong
gumpalan tas super gemuk yang nyaris jatuh ke kepala Hyo Jin.
āAstaga,ā sengal sang gadis,
terkejut. Lantas lebih terkejut lagi begitu menoleh dan mendapati Wonwoo lah
yang mendorong tas itu. Tangan pria itu masih menempel di belakang kepalanya.
Wonwoo terpana sejenak sebelum
tersadar dan langsung membuang muka, tak lupa menarik tangannya juga. Ia
benar-benar ingin mengerang, bukan begini yang ia harapkan. Rencananya, Wonwoo
hanya akan mengawasi Hyo Jin diam-diam sepanjang malam, namun tas berengsek itu
malah memutuskan untuk jatuh. Tadi, begitu melihat tas tersebut bergulir
miring, badan Wonwoo secara refleks meluncur dari kursi belakang.
āMaaf, itu tasku,ā kata seorang
pemuda seumuran mereka, mungkin pendatang yang baru migrasi ke Anseong untuk
kuliah.
āApa tujuanmu masih jauh?ā tanya
Wonwoo.
āTidak, sih. Hanya dua halte
lagiā
āKalau begitu bisakah tasnya
diletakkan di depanmu saja? Itu melebihi muatan, bahaya kalau dipaksa di atas,ā
katanya, agak geram, namun masih terdengar sopan.
Wonwoo lalu menoleh pada Hyo Jin,
yang ternyata masih menatapnya. āSebelahmu kosong, kan?ā
āY-ya,ā jawab Hyo Jin.
āSebelum duduk, harusnya kau
periksa barang yang ada di atasmu. Dan tolong biasakan untuk merapat ke
jendela,ā kata Wonwoo datar, lalu berbalik, hendak beranjak kembali ke
kursinya.
Hyo Jin menyambar bagian belakang jaket
Wonwoo. āDi sebelahku kosong,ā katanya, menekankan. āDan aman, maksudku, tak ada sesuatu yang
akan jatuh ke kepalamu.ā
āAku mau duduk di belakang saja.ā
āKenapa?ā
āTidak apa-apa, hanyaāā Wonwoo tak bisa memikirkan alasan yang masuk akal dan akhirnya berdecak. āBaiklah.ā
Hyo Jin langsung bergeser dan
Wonwoo mengenyakkan diri di sebelahnya.
Hyo Jin terus menoleh ke luar
jendela selama beberapa saat, sebelum akhirnya mereka menoleh satu sama lain
dan bicara bersamaan.
āKau duluan,ā kata Wonwoo.
Hyo Jin menarik napas. āAku cuma
mau bilangā¦ kalau tadi siang, aku dan L.Joe, itu bukan apa-apa.ā
āMemangnya kenapa kalau
āapa-apaā?ā
āKenapa kau menyebalkan sekali?ā
āAku cuma tanya. Apa urusanku
kalau kalian masih āapa-apaā?ā
āKalau kau sebegitu tak peduli,
kenapa tadi siang membuang muka?ā Wonwoo baru hendak membuka mulut saat Hyo Jin
menjawab pertanyaannya sendiri. āKau cemburu pada L.Joe, makanya kau membuang
muka.ā
Wonwoo tak merespon. Dan Hyo Jin
menganggap sikap diamnya itu sebagai tanda bahwa jawabannya benar.
āSekarang giliranmu, apa yang mau
kau katakan?ā
āErrā¦ itu tidak penting.ā
āKatakan saja.ā
Wonwoo melirik Hyo Jin sekilas.
āAku.. suka penampilan barumuārambutmu. Rambutmu bagus.ā
Senyum di wajah Hyo Jin
mengembang. āDan menurutmu itu tidak penting?ā
āBukan, aku hanyaā¦ aku yakin kau
sudah mendengar itu berulang kali.ā
āTak ada yang memuji rambutku
selain adik laki-lakiku,ā sangkal Hyo Jin. āItu pun tidak benar-benar memuji.ā
āTerima kasih,ā tambahnya.
āApa kau mau ke pasar loak juga?ā Hyo Jin bertanya dengan antusias.
āYa.ā
āAku juga!ā Ia berseru,
kebahagiaan terpancar terlalu jelas dari suaranya. Pipi gadis itu merona malu,
lantas kembali berkata dengan volume dan kadar kebahagiaan yang dikurangi.
āKebetulan sekali.ā
āYeah, kebetulan sekali.ā
āKau mau ke toko Paman Ong?ā
āKau tahu Paman Ong?ā
Hyo Jin terdiam. Di kepalanya,
dirinya yang lain sedang mengguncang badannya sendiri, menyuruhnya berhenti
melontarkan kalimat tanpa berpikir. āAku tidak mengenal Paman Ong, tapiā¦
aku..mendengarmu memanggilnya begitu. Akuā¦ā
āMenguping,ā sambung Wonwoo.
āTidak sengaja dengar,ā ralat Hyo
Jin.
Wonwoo mulai tertawa. Hyo Ji mendecak,
menyuruhnya berhenti.
Tiba-tiba saja Wonwoo merasa
senang dan sedih di saat yang sama, semua ini terasa familiar, rasanya persis
seperti malam pertama mereka menuju pasar Anseong, seolah ia sedang mengalami
kejadian yang sama untuk kedua kalinya. Malam itu, Hyo Jin duduk di samping
jendela dan berdecak menyuruhnya berhenti. Malam itu, Hyo Jin juga sedang putus
dari L.Joe. Wonwoo berpikir apa ia akan senang setengah mati lagi malam ini,
kemudian hancur lebur di esok hari.
Wonwoo berusaha mengenyahkan
pikiran itu. Ia mencari topik obrolan dan mendadak teringat dengan baju gipsi
yang dibelinya. Benar-benar konyol. Bisa-bisanya ia masuk ke toko aneh itu,
terlebih membeli sesuatu di sana. Sebagian besar dari Wonwoo menolak untuk
bercerita, tapi jika tidak sekarang, Paman Ong pasti akan mempermalukannya
lebih parah lagi.
āKau ingat baju gipsi yang
melambai-lambai itu?ā
āKau membelinya,ā tebak Hyo Jin.
Wonwoo benar-benar membenci gadis itu karena ucapannya selalu akurat. Ia bahkan
tak mau repot-repot mengangguk mengiyakan karena nampaknya Hyo Jin pun tak
membutuhkan pembenaran dari tebakannya.
āApa kau sebegitu merindukanku?ā
goda Hyo Jin.
āYa,ā balas Wonwoo jujur. āAku sangat
sangat merindukanmu sampai tak sadar sudah membelinya.ā
Hyo Jin bisa merasakan wajahnya
terbakar. Ia tak menduga Wonwoo bisa bicara begitu gamblang, pasti Hyo Jin
sudah meracuninya terlalu banyak.
āAku tinggal di ruko Paman Ong
selama liburan. Aku tinggal di area Pasar Anseong dan setiap hari rasanya
seperti bersamamu,ā ungkap Wonwoo. āAku baru tahu hanya dengan mengunjungi
suatu tempat sekali saja, kau bisa melekat di sana secara permanen. Jadi, kalau
itu yang kau tanyakan, maka jawabannya adalah iya, aku memang merindukanmu. Aku
membeli teh susu Thailand di sana nyaris tiap malam, padahal aku sama sekali
bukan penyuka teh, apalagi teh yang dicampur susu.ā
āKau aneh sekali,ā kata Hyo Jin,
berbisik.
āAku tahu. Aku akan berhenti.ā
āK-kau akan berhenti?ā Nada suaranya
terdengar kecewa, dan hal itu sukses membuat Wonwoo tersenyum. Pria itu lantas
berkata dengan nada serius yang dibuat-buat, āTidak ada yang menjual Thai Tea
di kampus. Aku tak mungkin naik bus setiap malam hanya untuk membelinya, kan?ā
āTch, dasar!ā Hyo Jin menggerutu.
Ia sudah berpikir bahwa yang Wonwoo maksud dengan berhenti adalah āberhenti
menyukainyaā.
āLagian, sekarang aku bisa
melihatmu kalau rindu,ā tambah Wonwoo dengan suara rendah.
Hyo Jin mendengus, lalu
menyandarkan kepala dan mencoba bernapas dengan teratur. Bisakah Wonwoo
berhenti mengucapkan kata-kata seperti itu? Jantungnya serasa melayang. Mereka
duduk sangat dekat dan meletakkan tangannya di pangkuan masing-masing, sehingga
jemari mereka nyaris bersentuhan.
āMaaf sudah menghancurkan banyak
hal. Jika tidak ada akuā¦ā
āJika tidak ada kau, semuanya
akan tetap begini,ā sela Hyo Jin. āHanya saja dengan skenario yang berbeda. Dan
bisa jadi lebih buruk.ā
āAku sempat mengira aku akan
sakit hati seumur hidup. Tapi ternyata hanya selang beberapa bulan saja, aku
sudah baik lagi, sudah tak menyesali apa-apa lagi. Bahkan sekalipun aku diberi
kesempatan untuk menghapus atau mengubah sesuatu, aku bersumpah tak akan ada
yang kuubah.ā
āYeah, tapi maaf karena..ā
āAku akan sangat berterima kasih
jika kau berhenti meminta maaf,ā selanya. āKau tak bersalah sama sekali.ā
āMenurutmu begitu?ā
āYa. Kukira aku sudah
mengucapkannya sejelas mungkin.ā
āYeah,ā desah Wonwoo. āDan soal
kita, Wendy bilang kau sudah selesai dengan pria itu. Dan kau bilang kalian
sudah tidak ada apa-apa. Jadi, apakah aku boleh menarik kembali kata-kataku di
rumah sakit?ā
Hyo Jin mengamati tangan mereka,
berharap ia tak jadi orang pertama yang menautkan jemari-jemari itu. āKata-kata
yang mana?ā
āSoal mengakhiri semuanya,ā jawab
Wonwoo. āSudah kupikirkan. Aku tak mau ada yang berakhir.ā
Hyo Jin menoleh menatap Wonwoo
sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Wajahnya memerah dan berkilau seperti
matahari terbenam. āAku juga tak mau ada yang berakhir.ā
Bus berhenti dan pemuda bertas
besar tadi turun. Dari kaca, Hyo Jin tak sengaja menatap pemuda itu dan
langsung menganggukkan kepalanya. Jika Wonwoo menyelesaikan masalah tas jatuh
tadi dengan emosi, mereka tak mungkin bisa saling menganggukkan kepala dengan ramah seperti ini. Sesaat Hyo Jin
merasa amat bersyukur, dilindungi tanpa harus melukai perasaan orang lain
terasa sangat menyenangkan.
Begitu bus berjalan lagi, Wonwoo
mengusapkan punggung tangan Hyo Jin dengan punggung tangannya sebelum
mengaitkannya dengan erat. Gadis itu langsung menoleh dengan mata membelalak. Wonwoo mengeluarkan senyum tipis dan ekspresi wajahnya melembut.
Hyo Jin tak tahu betapa
perkataannya barusan membuat Wonwoo berbunga-bunga, yang ia tahu, wajah Wonwoo
sekarang diterangi oleh lampu jalan berwarna oranye dan melihat pemandangan itu
dari jarak dekat serta-merta membuatnya ikut berbunga-bunga.
āTapi.. aku sudah berjanji pada
diriku sendiri untuk tidak pacaran,ā sahut Hyo Jin. āAku hanya merasa.. terlalu
obsesif pada hubungan, dan aku sadar itu salah. Sesuatu yang berlebihan tidak
pernah baik.ā Suara Hyo Jin kian memelan. Wonwoo tampak waspada. Hyo Jin tak
bisa menebak apa pria itu bisa menerima keputusannya ini atau tidak. āK-kau
tahu, aku hanya inginā¦. sendiri dulu, memperbanyak teman, memperbaiki diri.ā
Wonwoo tak merespon. Hyo Jin
mendesah, āDengar, aku..ā
āAku tidak minta kita pacaran sekarang,ā
selanya, lantas mempererat genggaman tangan mereka. āKapan pun kau bersedia.ā
Hyo Jin menghela napas lega dan balas
tersenyum.
āTerima kasih,ā katanya.
āKau tahu, aku tak mengharapkan
apa-apa darimu. Duduk di sini saja, tanpa melakukan apa-apa, aku sudah
sebahagia ini.ā
āAku juga.ā
āTapi..." Wonwoo menoleh dan bertanya dengan hati-hati, "Bisakah kita melakukan ini,
maksudku jalan-jalan malam seperti ini, sesekali?ā
"Tentu," jawab Hyo Jin.
āDan jalan-jalan pagi, sesekali?ā tambahnya.
"Dan menonton konser, sesekali?"
"Dan pergi ke bioskop, sesekali?"
āDan jalan-jalan pagi, sesekali?ā tambahnya.
"Dan menonton konser, sesekali?"
"Dan pergi ke bioskop, sesekali?"
āDan, ini,ā Wonwoo mencium
keningnya, āsesekali?ā
āJuga ini,ā Hyo Jin mencium tautan tangan mereka, āsesekali?ā
āYeah, semua itu, bisakah?ā tanya
Wonwoo.
āYa.ā
Wonwoo menunduk untuk menciumnya.
āYa?ā
"Ya. Asal konser yang kau maksud bukan konser crying cheese lagi."
Wonwoo tertawa. āTidak lagi.ā
Wonwoo tertawa. āTidak lagi.ā
END
Comments
Post a Comment