Bitter Sugar - Part 5





Perkiraan Seungkwan memang tidak pernah meleset. Katanya jika mereka membiarkan rumor tentang ‘VABOLOUS SEORANG TRANSGENDER’ terus berkembang, mereka semua akan untung besar. Itu memang menjadi kenyataan walaupun Minhyuk harus rela uring-uringan selama sebulan belakangan.


Bagaimana tidak? Terakhir kali ia mengunggah seri terbarunya, kolom komentar dipenuhi dengan ribuan pertanyaan seputar jenis kelaminnya dan kesehatan psikisnya. Seolah topik itu lebih penting daripada materi komiknya.

Itu menyebalkan. Memang benar Minhyuk ingin karyanya lebih dikenal orang banyak tapi bukan dengan cara seperti ini.



Kalau begini orang-orang bukan tertarik dengan cerita komiknya, namun dengan sensasi murahan yang bosnya biarkan melebar dan membesar.

 
Untungnya rumor itu sudah mulai surut. Keadaan juga semakin membaik dan mood-nya pun perlahan kembali bagus. Entah untuk bermusik ataupun untuk melanjutkan komiknya. Semua itu berkat pengakuan resmi yang dikeluarkan Seungkwan di website resmi mereka bahwa VABOLOUS  adalah seorang pria. Benar-benar seorang pria asli dari lahir.


“Aku masih tidak menyangka bosmu itu akhirnya setuju untuk membuat klarifikasi.”


Minhyuk tersenyum penuh rasa bangga. “Aku mengancam tidak akan melanjutkan seri terbaruku kalau ia tidak juga membuat klarifikasi. Aku juga bilang padanya kalau aku mungkin akan keluar dari perusahaannya dan pindah haluan ke penerbit,” jelasnya.



“Dan Minhyuk hyung membual kalau ada beberapa penerbit yang mengirimi e-mail tawaran kerja sama. Tentu saja itu berhasil membuat si buncit itu ketakutan,” tambah Jooheon. Pria muda itu bergabung dengan seluruh anggota BitterSugar kecuali Hyunwoo yang belum kembali dari Chuncheon.


“Biar bagaimanapun Minhyuk Hyung kan mesin penghasil uangnya. Si Seungkwan itu tidak akan berani macam-macam.” Jooheon melengkapi ceritanya. Ia kelihatan dua kali lebih bersemangat daripada Minhyuk yang tidak begitu tertarik dengan percakapan tersebut.


“Untung aku ada di sini saat Minhyuk hyung mengirim surat ancaman itu. Kalau tidak, pasti bakal keluar umpatan–“

“Aku tidak mengancamnya, Jooheon-aa. Hanya memberi sedikit peringatan saja. Tidak seburuk itu.”

Minhyuk beralih menatap ke layar televisi.

“Oke, satu masalah sudah selesai. Lalu bagaimana dengan gadis yang waktu itu? Kau sudah mengembalikan kartunya?” tanya Hyungwon yang membuatnya membayangkan wajah gadis itu.



Entah sudah berapa kali teman-temannya menanyakan hal tersebut dan ia pun masih memberikan jawaban yang sama. Ia tidak tahu. Ia bahkan tidak akan ingat masih menyimpan kartu milik Andrea kalau Kihyun tidak sengaja menemukan benda itu di laci meja kerjanya minggu lalu.



Dan berkat penemuan Kihyun itu, ia pun baru ingat kalau ia masih mempunyai masalah yang belum terselesaikan dengan gadis itu. Kilasan tentang pertemuan terakhir mereka bulan lalu yang benar-benar kacau terus mencuat dan mengusiknya setiap mau memejamkan mata.  


Ia sadar sikapnya hari itu sangat menyebalkan padahal kalau dipikir kembali, Andrea hanya menyampaikan pesan dari ibunya. Semua perkataan Andrea hari itu memang benar. Ia memang sangat beruntung karena ibunya masih berusaha untuk menemuinya lagi. Mau dipikirkan sampai berapa kali pun kesimpulannya tetap sama. Ia sudah keterlaluan.


Apa ia harus menemui gadis itu? Apa belum terlambat untuk minta maaf?


Ia mendengus frustasi. Wajah seram Andrea tempo hari langsung terbayang di benaknya dan itu bukan gambaran yang menyenangkan untuk diingat. Saking frustasinya Minhyuk tak sadar menghentakkan kakinya hingga menendang kepala Jooheon.


“Aku minta maaf, aku benar-benar tidak sengaja.” Minhyuk segera melompat dari sofa yang didudukinya kemudian melesat masuk ke dalam kamarnya.


Dengan cepat ia menutup pintu lalu memutar anak kunci. Di balik pintu, Jooheon sedang menggedor-gedor sambil meneriaki namanya dengan murka.

“Oi, Lee Minhyuk! Apa karena aku lebih muda darimu kau boleh menendang kepalaku seenaknya, huh?”



****  




Tadinya Minhyuk ingin langsung ke kafe SummerHunt, namun karena Junhong ingin menemuinya untuk membicarakan kontrak BitterSugar, akhirnya ia mampir sebentar ke kafe Busker.  


Tak banyak yang dibahas Junhong. Pria itu hanya mengajukan tawaran untuk menjadikan bandnya sebagai band reguler di Combos. Tentu saja tawaran itu tak bisa Minhyuk putuskan sendiri, ia perlu berdiskusi dengan teman-temannya terlebih dulu.


Dan itu akan memakan waktu yang agak lama karena semua anggota BitterSugar memiliki kesibukan masing-masing pekan ini.


Son Hyunwoo masih berada di Chuncheon untuk mengurus acara pemakaman kakenya, Hyungwon yang lebih sering menghabiskan waktunya di perpustakaan kampus dan rumah temannya untuk mengerjakan tugas UAS, sedangkan Kihyun sibuk bekerja di kedai ramen milik orangtuanya, dan ia yang juga sibuk mengerjakan seri terbaru komiknya. Semua orang sibuk dengan urusan mereka sendiri.



Tapi kemudian ia langsung teringat Jooheon. Keberadaan pemuda itu mematahkan pernyataan ‘semua anggota BitterSugar memiliki kesibukan masing-masing’, bisa dibilang Jooheon satu-satunya member BitterSugar yang tidak mempunyai kesibukan. Yah, sebenarnya hanya satu kesibukan bocah itu. Menghindar dari kakaknya yang super bawel dan menyeramkan.


“Aku tidak bisa memberi keputusan dalam waktu dekat ini. Semua orang sibuk kecuali Jooheon,” ucapnya sambil menatap map berisi surat kontrak.


Junhong mengibaskan tangan, “Santai saja. Gunakan waktu kalian baik-baik,” sahut pria berambut kelabu itu. 

“Oiya, apa kalian berencana untuk benar-benar serius dengan band ini?” tanya Junhong. Pria itu menyesap Caramel Machiato-nya dengan penuh gaya, kemudian meliriknya dengan berharap.


Minhyuk menggidikkan bahu, ikut mengangkat gelasnya, meneguk cairan americano dingin perlahan. Ia juga tidak tahu masa depan BitterSugar. Ia bahkan masih tidak menyangka BitterSugar akan memiliki karir yang lumayan bagus seperti sekarang ini. Padahal awalnya mereka membentuk BitterSugar untuk sekadar iseng dan menghabiskan waktu senggang.


Mereka terbilang sangat beruntung karena Hyunwoo memperkenalkan BitterSugar pada Junhong hingga akhirnya memiliki kesempatan untuk tampil di Combos.


“Membuat album? Masuk dapur rekaman? Aku rasa kalian pantas mendapatkan itu semua,” kata Junhong dengan persuasif.

“Entahlah, kami belum pernah berpikir sampai ke sana. Aku juga tidak yakin kami siap dengan kesibukan setelah rekaman nanti.” Minhyuk menatap Junhong serius.


“Tapi kalau ada kesempatan di waktu yang tepat dan kami semua sudah siap, aku rasa tidak akan masalah.”


Obrolan keduanya terus bergulir mulai dari Junhong yang terus mendorong Minhyuk untuk mempertimbangkan rencana untuk membuat album, menawarkan bantuan untuk mengenalkan pada seorang teman yang memiliki perusahaaan rekaman, sampai membahas hal-hal remeh tentang cuaca dan klub malam baru yang layak dikunjungi.


Ya, kalau sedang tidak di bar dalam keadaan mabuk sebenarnya Choi Junhong itu orang yang cukup menyenangkan untuk diajak bicara.

“Kurasa Jooheon masih kesal padaku karena insiden waktu itu,” kata Junhong merujuk pada kejadian pengusiran anggota BitterSugar dari Combos.


“Setiap bertemu denganku ia selalu menampakkan wajah kesal sambil mendengus-denguskan napasnya.”


Sepertinya kejadian malam itu memang menjadi salah satu peristiwa yang tidak akan pernah dilupakan Jooheon. Minhyuk hendak menyahut, namun terhenti begitu menemukan sosok yang terlihat familiar untuknya. Perhatiannya langsung tertuju sepenuhnya pada sosok itu, mengabaikan Junhong yang masih terus mengoceh. Ia bahkan tidak mendengar apa yang pria itu bicarakan.



Andrea Jung? Minhyuk mengamati sosok itu baik-baik. Namun karena jaraknya dari gadis itu cukup jauh ia tak bisa melihatnya dengan jelas. Ia belum benar-benar yakin orang yang dilihatnya memang gadis itu atau hanya sekadar mirip saja.



Gadis itu datang bersama ketiga temannya. Minhyuk tak hafal nama ketiga teman Andrea, tapi ia menemukan gadis yang suka membawakan bunga atau bingkisan untuk Hyungwon diantara gadis-gadis itu. Jadi tidak salah lagi, gadis itu memang Andrea.


“Kau mendengarku tidak, sih?” Junhong yang mulai kesal karena diabaikan, akhirnya mengikuti arah pandangan Minhyuk. Ia pun mengerti apa yang membuat Lee Minhyuk sampai mengabaikannya. Ternyata sang singa telah menemukan mangsanya.


“Kau mengenal salah satu dari mereka?”


Minhyuk tak menjawab dan memang ia sudah tidak lagi tertarik berbincang dengan Junhong. Hal itu pun ternyata disadari oleh Junhong. Pria malang itu langsung memakai jaketnya kembali.



“Baiklah, kurasa aku harus pergi sekarang. Kelihatannya kau lebih tertarik mengamati gadis-gadis itu,” kata Junhong sambil pura-pura kecewa. Pria itu mengambil map di atas meja lantas beranjak.


“Jangan sampai lupa memberitahu teman-temanmu tentang kontrak ini. Mengerti?” katanya lagi sebelum pergi. Junhong menggoyang-goyangkan map di tangannya, memaksa Minhyuk memberikan respon yang meyakinkan.


Minhyuk mengangguk sambil mengacungkan jempol agar Junhong merasa lebih yakin. Tak lama kemudian, Junhong pun pergi.


Kini tinggal dirinya sendiri dan ia berharap salah satu dari gadis itu tidak menyadari keberadaannya. Alasannya masih berada di kursinya adalah mengamati Andrea diam-diam, bukan malah menjadi pusat perhatian orang-orang.


Samar-samar perbincangan keempat gadis itu terdengar dari tempatnya. Minhyuk segera berkonsentrasi, sebisa mungkin tak mau ketinggalan informasi.


“Kau tidak akan ikut kami ke Jeju? Kenapa Andrea?” keluh gadis berambut pirang sepinggang yang kedengaran begitu kecewa.


“Pasti akan seru sekali kalau kau juga ikut. Ayolah kali ini saja,” rajuk gadis yang kalau tidak ia salah ingat adalah gadis yang sama dengan gadis yang suka meneror Hyungwon.


“Kau juga selalu tidak ikut berlibur dengan kami sebelumnya. Ayolah, sekali ini saja. Kakakmu pasti mengizinkan, lagipula kau sudah tidak perlu mengurus Ethan. Demi Tuhan, adikmu itu sudah besar sekali. Jadi, ayolah ikut dengan kami.”



Andrea tersenyum kikuk dan kelihatan tidak nyaman. Minhyuk yakin kalau gadis itu sedang kesulitan mengarang-ngarang alasan untuk menolak ajakan teman-temannya. Tapi kenapa? Minhyuk merasa semakin penasaran.


“Irish akan pergi ke Kanada minggu depan, ia akan pergi selama satu bulan. Tentu saja aku harus berada di rumah dan menjaga Ethan. Kau tahu kan anak itu agak idiot, aku hanya takut meninggalkan rumah padanya. Kita tidak tahu apa yang akan diperbuatnya jika aku meninggalkannya sendirian,” kata Andrea meyakinkan.



Meskipun Andrea terlihat begitu lancar mengutarakan alasan pada teman-temannya, namun Minhyuk tak lantas mempercayai gadis itu. Ia sudah banyak berbohong dalam hidupnya, jadi ia bisa memastikan  ucapan Andrea barusan hanya sebuah dusta.  



Tapi untuk apa gadis itu berbohong? Entah kenapa Minhyuk malah merasa semakin penasaran dan sepertinya ia perlu pergi ke suatu tempat untuk mengobati sedikit rasa penasarannya. Ia langsung memakai kupluknya dan segera keluar dari kafe.


Ia harus ke Summer Hunt.


****  



Kafe itu sedang ramai saat ia sampai. Baik Irish, Ethan, dan satu orang pegawai yang tidak ia ketahui namanya itu sedang sibuk melayani pelanggan. Ia pun menunda sebentar rencananya, ia akan menunggu sampai suasana kafe agak lenggang.


Setelah memesan satu gelas Chocolate Frappe, ia duduk di salah satu tempat yang masih kosong. Sambil menunggu pesanannya datang, ia mengeluarkan ponsel. 


“Hei, hyung. Mencari Andrea?”


Minhyuk mendongak, menemukan Ethan berdiri di hadapannya. Pemuda itu menyapanya dengan cengiran ramah, lantas meletakkan pesanannya di atas meja.

“Tidak juga. Hanya ingin mampir saja,” jawab Minhyuk.


“Mencari Andrea juga tidak masalah. Kudengar kalian sedang bertengkar.” Mereka bertukar pandang. Tentu penuturan Ethan membuat Minhyuk bertanya-tanya. Apa si gadis menyeramkan itu menceritakan kejadian itu pada kedua saudaranya?



Ethan mengulas senyum jail, “Aku masih ingat sekali waktu Andrea pulang dengan wajah seram dan sepanjang hari terus memaki namamu. Wow, kau memang sangat pemberani, hyung,” kata Ethan setengah berbisik.


Pria muda itu terlihat berhati-hati dan sesekali melirik ke belakang bahunya. Berharap Irish tidak melihatnya sedang mengobrol dengan pelanggan.


“Menurutmu ia–“

“Ethan, lanjutkan perbincangan kalian lagi nanti. Sekarang bawakan pesanan ini.” Ethan meringis begitu Irish menangkap basah dirinya.


Sebelum kakaknya itu menjelma menjadi nenek sihir yang mengerikan, Ethan pun segera mengambil pesanan yang dimaksud Irish.



Minhyuk menyimpan semua pertanyaannya untuk sementara waktu. Ia kembali menekuri layar ponselnya. Kembali sibuk membaca komentar-komentar penggemarnya di unggahan terakhirnya. Sepertinya ia perlu mempertimbangkan untuk mengunggah seri terbarunya dalam waktu dekat ini.



Ternyata para penggemarnya sudah benar-benar kesal karena ia tidak mengunggah apapun selama sebulan belakangan.



****



Lagi-lagi Andrea melanjutkan sandiwaranya. Ia datang ke kafe Busker, tempat biasa ia dan ketiga temannya bertemu sebelum akhirnya mereka pergi bersama entah untuk melihat penampilan BitterSugar atau sekadar cuci mata di mal. 



Andrea tahu seharusnya ia mengatakan yang sebenarnya. Mengatakan tentang semua hal. Tentang masalah ekonomi keluarganya, tentang rumahnya, dan tentang dirinya yang tidak bisa sering berpergian karena harus membantu Irish di kafe. Seharusnya ia tidak berkeliaran, bersenang-senang sementara kakaknya kerepotan mengurus kafe.



Lagipula tidak seharusnya juga ia membuang uangnya hanya untuk membayar segelas milkshake yang harganya dua kali lebih mahal dari harga ramen yang biasa ia dan Ethan beli di kedai Paman Eun Gil.


Namun rasa takut ditinggalkan langsung menghantuinya. Andrea belum siap kehilangan teman-temannya, ia belum siap teman-temannya itu memandang dirinya dengan cara yang berbeda.


“Aku jadi curiga padamu. Jangan-jangan kau hanya mengarang-ngarang alasan saja agar tidak pergi dengan kami.”


Sontak Andrea menatap Narin dengan cemas. Apa gadis itu menyadari kalau alasannya tidak masuk akal?

“Aku.. aku sungguh-sungguh mengatakan yang sebenarnya. Aku–“


Saking paniknya ia tidak bisa berpikir untuk membuat alasan yang tepat. Astaga, padahal biasanya ia paling pandai dalam melakukan hal tersebut. Namun kali ini jembatan di otaknya seperti tersumbat oleh gumpalan rasa cemas hingga rasanya sulit untuk mengolah informasi yang bisa ia jadikan alasan yang cukup meyakinkan.


“Kalian tahulah bagaimana sikap Irish setelah ayahku meninggal. Ia jadi sangat gila kerja dan juga sangat keras pada dirinya sendiri. Ia selalu memaksakan diri untuk menjaga aku dan Ethan. Bahkan ia ragu untuk pergi ke Kanada karena mengkhawatirkan kami,” katanya memelas.


Sebenarnya ia benci melakukan hal seperti ini. Berbohong dan memelas. Tapi setelah ayahnya meninggal, berbohong sudah menjadi keahliannya dan memelas sudah menjadi nama belakangnya. Lama-lama ia pun membenci dirinya sendiri. Ya, ia benci gadis tukang bohong ini.


“Tapi aku harus meyakinkannya untuk pergi. Aku ingin meyakinkan Irish kalau aku dan Ethan bisa menjaga diri kami sendiri. Aku ingin Irish bahagia dan mengejar impiannya.”


Andrea mendongak, menatap ketiga temannya dengan tatapan sendu. Triknya berhasil, mereka semua terlihat mempercayainya. Bukan hanya berhasil membuat ketiga temannya percaya, ia bahkan sukses membuat mereka merasa iba dengan kondisinya.


Narin langsung memeluknya, menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut. Sedangkan Minyoung dan Sinbi kompak mengulas senyum prihatin kepadanya.



“Ah, sudah lama sekali aku tidak mendengar kau bercerita seperti ini.” Narin melonggarkan pelukannya, “Kalau kau tidak cerita apa-apa, kami mana tahu apa yang sedang kau rasakan,” katanya dengan nada penuh kasih.


“Benar itu. Aku bahkan sering merasa kau selalu menyimpan semua kegundahanmu sendiri. Ceritakanlah pada kami, walau tidak bisa memberi solusi setidaknya bercerita akan membuatmu merasa lebih lega,” timpal Minyoung.


“Ya Andrea, kau jadi sangat tertutup pada kami setelah ayahmu meninggal. Kau yang sekarang terasa lebih jauh. Entah kenapa aku merasa begitu.” Kali ini Sinbi yang bicara dan tepat saat itu juga rasa cemas kembali menghantuinya.


“Aku.. aku.. aku hanya tidak ingin membebani kalian dengan masalahku. Tapi aku akan berusaha untuk lebih terbuka kalau itu yang kalian inginkan.”



Andrea menatap teman-temannya bergantian, kemudian mengulas senyum tipis. “Aku janji,” katanya lagi yang membuat ketiga temannya tersenyum senang.



Ia tidak tahu sampai kapan ia akan meneruskan sandiwara ini, namun semakin hari kebohongannya semakin meyakinkan, seolah ia memang terlahir untuk menjadi seorang pembohong. Hal itu membuatnya takut dengan dirinya sendiri. Kenapa semakin lama ia semakin mengerikan?


Ia ingin menghentikannya namun tidak memiliki cukup keberanian untuk melakukannya. Ia juga tidak sanggup membayangkan bagaimana reaksi teman-temannya ketika mereka mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Apa mereka masih ingin mengenalnya atau justru menjauhinya seperti yang dilakukan wanita kejam itu pada ayahnya.



****  



Setelah suasana kafe mulai sepi, Ethan menghampirinya. Pria muda itu duduk di kursi di seberangnya. Ia menghela napas panjang, “Jam-jam melelahkan sudah berlalu. Rasanya kakiku pegal sekali,”keluh Ethan meluruskan kakinya sementara tangannya memain-mainkan kain lap.


“Jadi sampai mana kita tadi?” Walau baru saja mengeluh kelelahan, nyatanya Ethan nampak begitu semangat untuk melanjutkan pembicaraan mereka tadi.


“Sampai... aku terlalu berani karena mencari masalah dengan kakakmu yang menyeramkan itu.” Ethan memetik jarinya dengan bersemangat. Pemuda itu menegakkan posisi duduknya kemudian menatap dengan kilatan penuh rasa ingin tahu. “Jadi apa yang sebenarnya terjadi sampai Andrea semarah itu?”


Minhyuk mencondongkan tubuhnya, “Singkatnya aku sudah mengusirnya dari apartemenku.” Ia meringis kemudian menambahkan, “Hari itu aku memang sedang kacau sekali,” tambah Minhyuk.


Ethan mengangguk-angguk, ekspresi wajahnya nampak begitu serius seolah sedang memikirkan solusi untuk berdamai dengan Andrea.


“Jadi sekarang kau mau minta maaf?”

“Bukannya aku mau menghakimimu, tapi bukankah permintaan maafmu sudah sangat basi?”

“Tadinya aku memang mau minta maaf, tapi sekarang ada yang lebih penting dari itu,” jawab Minhyuk.  

“Apa?” tanya Ethan benar-benar penasaran.



Minhyuk berpikir ulang keputusannya. Apa ia harus menanyakan kepergian Irish pada Ethan? Tapi kalau dipikir lagi, itu bahkan bukan masalahnya kalau Andrea memang hanya mengarang alasan.


“Apa?” ulang Ethan mulai tidak sabaran.



Sebelum benar-benar mengajukan pertanyaannya, Minhyuk mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia berharap Irish tidak ada di sekitarnya. Saat ia menemukan Irish sedang bicara dengan pegawainya di meja kasir, ia pun yakin untuk mengajukan pertanyaan.


“Apa dalam waktu dekat ini Irish berencana pergi ke luar negeri?”


Ethan kelihatan bingung campur kecewa. “Pertanyaanmu agak aneh hyung, tapi aku tegaskan padamu kalau Irish tidak akan pergi keluar negeri. Bahkan tak seorangpun di keluargaku berniat untuk pergi.”


“Memangnya kenapa?” Ethan masih belum puas dan matanya yang memancarkan rasa ingin tahu itu menatapnya dengan curiga.


“Aku hanya penasaran. Sebentar lagi kan liburan Chuseok, kukira kalian berencana pergi ke luar negeri. Hanya ingin tahu saja,” kilah Minhyuk.

“Jangankan pergi ke luar negeri, untuk pergi ke Daegu saja Irish masih pikir-pikir,” kata Ethan menekankan bahwa kemungkinan si sulung itu pergi ke luar negeri amat mustahil.



Berarti benar dugaan Minhyuk, perkataan Andrea di kafe Busker tadi memang dusta. Gadis itu hanya mengarang alasan. Namun Minhyuk masih tak mengerti alasan di balik kebohongan gadis itu. Padahal Andrea bisa saja menolak ajakan teman-temannya tanpa perlu berbohong.


Ckk, kenapa rasa penasarannya jadi berlebihan begini? Minhyuk menggeleng. Ia tidak boleh terlalu penasaran.


Jangan terlalu penasaran, sobat.  



Minhyuk mengulang kalimat itu di kepalanya. Berusaha untuk menekan rasa ingin tahunya yang bisa saja membuat dirinya berada dalam masalah. Ia masih ingat terakhir kali ia merasa terlalu penasaran terhadap seorang gadis, ujung-ujungnya ia patah hati.


Ingatan itu lagi. Minhyuk buru-buru menghentikan arus ingatan kelam dua tahun lalu itu. Ia menatap Ethan, kemudian langsung teringat perbincangan mereka malam itu.



Ia ingin tahu apakah benar Ethan yang menyebarkan berita bahwa dirinya itu seorang transgender. Maksudnya bukan ia sebagai Lee Minhyuk, tapi VABOLOUS. Si pengarang komik web yang sedang naik daun itu.



“Kau ingat perbincangan kita tentang VABOLOUS malam itu?” Minhyuk menyorot pemuda di hadapannya dengan tegas. “Apa kau yang menyebarkan rumor VABOLOUS seorang transgender?” 



“Tentu aku ingat. Tapi aku bersumpah bukan aku yang menyebarkan rumor itu,” kata Ethan sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada.



Minhyuk belum yakin. Ia mengamati gerak-gerik Ethan, menyelidiki apakah pemuda itu sedang berbohong atau mengatakan yang sebenarnya.


“Setelah kau pulang, aku langsung menceritakan semua percakapan kita pada Eunjae, temanku. Kemudian keesokan harinya berita itu sudah tersebar.” Pemuda itu menghela napas pelan, ia menggelengkan kepala dengan prihatin, “Aku benar-benar tidak menyangka Eunjae akan menulisnya di fanpage. Bukannya aku tidak tahu kalau temanku itu sedikit gila,” tambahnya dengan mulut bersungut-sungut.


“Tapi aku tidak menyangka kalau dia sebodoh itu. Padahal sudah kubilang itu masih sebatas spekulasi saja. Aku benar-benar kasihan dengan VABOLOUS. Ia pasti sangat frustasi karena banyak berita yang mengada-ada.”

 “Untungnya sudah ada klarifikasi resmi dari perusahaan,” kata Ethan lagi.

“Ya, walau agak terlambat.” Minhyuk menambahi dengan nada sarkatis.  



****



Andrea menutup pintu depan dengan sangat berhati-hati. Sebelum melangkah masuk, ia mengedarkan pandangan. Oke, tidak ada tanda-tanda keberadaan Irish. Ia pun berjalan cepat melewati deretan meja kafe yang sudah dibereskan, melesat ke arah tangga.


Ia memijakkan kakinya pada anak tangga pertama dengan amat perlahan, tapi rupanya kali ini ia memang kurang beruntung. Ia tidak bisa lolos dari kakaknya itu. Suara dehaman Irish yang sudah berada pada 10 anak tangga di depannya, membuat ia gentar untuk naik ke kamarnya. 


Ia mengamati wajah kakaknya dengan takut-takut. Menangkap wajah Irish yang tak bersahabat dan ia tahu apa penyebabnya. Apa lagi kalau bukan karena ia pulang terlalu larut? Ia bukannya pulang tengah malam, namun pukul 1 di pagi buta dan ia baru menginjakkan kaki di anak tangga pertama.


Andrea menelan ludah susah payah. Ia memberanikan diri menatap langsung pada kakaknya yang kini tampak tak berperasaan. Yah, ia memang bersalah. Sangat bersalah. Ia sudah berjanji tidak akan pulang malam. Namun nyatanya ia mengingkari janjinya sendiri. Ia benar-benar menyesal, ia tidak bisa mengendalikan dirinya saat bersama teman-temannya tadi.


Setelah dari kafe Busker, mereka pergi ke COEX Mall, pusat perbelanjaan terbesar di Asia yang berada di kawasan Samseong-dong. Tentu saja ia lupa diri begitu sampai di sana. Ia terpana melihat kemegahan bangunan itu. Belum lagi saat matanya dimanjakan dengan deretan sepatu, tas, dan baju yang terpajang di sepanjang etalase toko yang begitu menakjubkan.



Sudah lama ia tidak pergi ke tempat seperti itu. Sudah lama sekali ia tidak melihat barang-barang mewah yang nampak begitu berkilauan dari dekat. Sehingga rasanya sulit sekali untuk beranjak meninggalkan tempat tersebut.



Dan begitu ia sampai di depan rukonya, aliran rasa bersalah menyesaki dadanya. Ia benar-benar sudah keterlaluan. Harusnya dari awal ia tidak pergi kemana-mana, harusnya ia tetap di kafe dan membantu Irish. 


Andrea nyaris membela diri begitu Irish menuruni tangga, namun semua kata yang sudah dirangkainya menguap saat irish melewatinya begitu saja. Irish tak mengatakan apapun, benar-benar hanya melewatinya seolah-olah tidak melihat kehadirannya.


“Irish,” panggilnya.

Irish tak berbalik, “Sudah. Naik saja sana,” katanya.


Andrea menatap lama punggung Irish, hingga gadis itu masuk ke ruang penyimpanan bahan makanan. Ya Tuhan, ia benar-benar dalam masalah besar.


Begitu ia sampai di atas, ia segera masuk ke kamarnya. Dahinya mengerinyit ketika menemukan Ethan sedang duduk di meja belajarnya. Adiknya itu hanya mengangkat bahu tak acuh dan kembali membaca komiknya dengan khidmat.


“Sedang apa kau di kamarku? Pergi sana ke kamarmu,” kata Andrea tak bersahabat.



Tak ada jawaban, bahkan Ethan sama sekali tidak bereaksi. Andrea mendengus, kemudian mengempaskan tubuhnya ke kasur. “Aku lelah sekali Ethan, jadi kumohon pergi dari kamarku sekarang juga,” titahnya.



“Irish bilang malam ini ia mau tidur di kamarku, jadi aku tidak punya pilihan lain.” Ethan mendongak, “Kalau kau tidak sudi satu kamar denganku, kau boleh meninggalkan kamar ini. Yang jelas aku tidak akan pergi dari sini karena biar bagaimanapun semua ini kan terjadi karena ulahmu juga,” lanjutnya tak peduli.


Andrea langsung bangun terduduk, menatap adiknya tak percaya. Irish marah padanya dan pindah ke kamar Ethan? Kalau sudah begini perlu waktu lama untuk berbaikan dengan Irish. Ia tahu perangai kakaknya itu. 


Ia masih ingat bagaimana Irish mendiamkannya waktu ia lupa pulang dan malah menginap di rumah Narin. Kakaknya itu benar-benar kuat mendiamkannya hingga satu minggu lebih. Dan ia rasa aksi diam Irish akan jauh lebih lama dari sebelumnya. 



Ckk, bahkan Ethan tidak membantu sama sekali. Setiap kali Irish marah padanya, bocah itu selalu berpihak pada kakaknya. Jadilah ia dimusuhi semua orang di rumah ini. Malang sekali nasibnya.  


“Ngomong-ngomong tadi sore Minhyuk hyung mampir ke kafe.”

Andrea mendengus sebal, “Sejak kapan kau jadi akrab dengan pria menyebalkan itu?” sahutnya. “Lagipula mau apa lagi sih dia datang ke sini?”


Tadinya ia ingin tidur saja karena percuma berdebat dengan makhluk menyebalkan bernama Ethan, tapi begitu mendengar nama pria menyebalkan itu disebut langsung membuat darahnya mendidih. Kilasan kejadian sebulan yang lalu langsung melintas.


Jooheon-aa, tolong antar Andrea keluar. Kurasa ia tidak bisa menemukan pintunya


Tentu saja ia tidak mau mengingat-ingat kejadian itu, namun sekeras apapun ia berusaha untuk melupakannya namun kalimat itu terus terngiang di kepalanya saat nama Minhyuk disebut. Dan sekarang ia jadi tidak bisa tidur.


“Pria menyebalkan yang kau sebut itu membelanjakan uangnya untuk membeli minuman dan makanan di kafe kita. Kurasa tidak ada yang salah kalau dia mau datang ke sini. Bahkan kalau ia mau datang ke sini setiap hari pun tidak masalah,” kata Ethan yang kini sudah meletakkan komiknya di atas meja.



“Lagipula aku senang bicara dengannya. Ia orang yang ramah dan menyenangkan tidak seperti seseorang.”


Sejak kapan adiknya jadi gemar mengobrol dengan pria itu. Ia kemudian menegang, pandangannya mengarah pada Ethan. “Kalian tidak membicarakanku, kan?” tebaknya dengan penuh percaya diri.


“Wow, kau benar-benar besar kepala ya.” Ethan beranjak dari tempatnya, mengempaskan tubuhnya ke kasur milik Irish.



Rasanya ingin sekali melemparkan sesuatu ke arah anak itu. Benar-benar menjengkelkan. Sepertinya tingkah menyebalkannya semakin menjadi gara-gara bergaul dengan Lee Minhyuk.


Kalau mereka tidak membicarakan dirinya, lantas apa tujuan Lee Minhyuk datang ke kafe? Ia benar-benar yakin pria itu datang untuk mencari masalah dengannya. Ia melirik Ethan yang sudah memunggunginya.


Ia tidak mau mengakuinya, tapi mau bagaimana lagi, ia memang penasaran. Ia melirik punggung Ethan sekali lagi, ia yakin adiknya itu belum benar-benar tidur.



“Hmm.. lalu mau apa dia datang kemari?” Andrea menjaga nada suaranya supaya tak terdengar sangat amat penasaran.


“Dia hanya memesan minuman dan beberapa potong kue untuk dibawa pulang,” jawab Ethan.


Hanya itu? Tidak ada sesi tanya-jawab tentang dirinya? Benar-benar ya pria itu. Memangnya pria itu tidak berencana untuk minta maaf atas perbuatannya yang benar-benar tidak sopan waktu itu?


“Ia tidak menanyakan apa-apa tentangmu. Kumohon untuk tidak berpikiran yang macam-macam. Kau pikir kau itu keren sekali, ya?”



Darahnya mendidih mendengar ucapan Ethan barusan. Kalau saja ia tidak mengepalkan tangan dan menenangkan diri, ia pasti sudah menerjang bocah di kasur sebelah.


Lee Minhyuk. Ckk, bahkan pria itu belum mengembalikan kartu mahasiswanya. Ia langsung melompat dari kasurnya, kemudian menerjang tubuh Ethan. Aksinya itu langsung mendapat perlawanan dari Ethan yang sedang meronta-ronta di bawahnya.


“Apa ia menitipkan sesuatu untukku?”


“Lepaskan tanganku.” Ethan mengerang sambil terus meronta dan berusaha menggulingkannya. Namun tenaganya jauh lebih kuat, ia mengeratkan cengkeramannya pada kedua tangan Ethan. Memelintir tangan kurus itu hingga sang pemilik berteriak kesakitan.


“Jawab pertanyaanku dulu,” desaknya.


“Kan sudah kubilang ia tidak mencarimu.”Ethan berusaha menarik tangannya, kemudian mendesah frustasi karena perlawanannya sia-sia. “Irish! Tolong aku! Andrea mau membunuhku,” teriak anak itu.


Andrea melarikan pandangan ke arah pintu, takut sewaktu-waktu Irish muncul di depan sana. Berhubung ia sedang tak ingin membuat Irish semakin kesal, ia pun melepaskan Ethan. Kemudian duduk di pinggiran kasur dengan perasaan tak tenang.


“Dasar pengadu!” desisnya.


“Biar saja! Siapa suruh macam-macam denganku!” Ethan menjulingkan matanya seraya menjulurkan lidahnya dengan senang.


“Jadi?”



Ethan menatapnya malas, “Minhyuk hyung tidak menitipkan apapun untukmu?” Bocah itu memutar bola matanya dengan dramatis. “Kau berkhayal ia menitipkan sesuatu untukmu? Kalau ya, tolong hentikan. Kurangi sedikit rasa percaya dirimu yang berlebihan itu,” kata Ethan lagi.


Kali ini Andrea tidak peduli irish akan menerobos pintu kamar dan memakinya. Ia sudah tidak bisa menahan kekesalannya. Ia langsung menerjang tubuh Ethan dan memukuli wajahnya berkali-kali dengan guling.


“Irish! Tolong aku! Kali ini Andrea benar-benar akan melenyapkanku! Irish!”



Kali ini benar-benar terdengar suara pintu terjeblak di belakanganya. “Apa yang sedang kalian lakukan? Kalau mau ribut-ribut di luar saja! Aku butuh istirahat!” Tak lama suara pintu dibanting menyusul.


“Dasar pengadu!” Andrea melempar guling ke kepala Ethan untuk terakhir kali.


Ia masih tidak percaya. Ia yakin kedatangan Minhyuk hari ini pasti ada alasannya, dan alasan itu berhubungan dengan dirinya. Pasti, ia bisa menjamin hal itu. 


TBC

Comments

Popular Posts