Bitter Sugar - Part 6
Minhyuk melepas kacamatanya,
memijat pelan tulang hidungnya yang terasa nyeri. Mungkin kalau ia berkaca, ia akan
menemukan jejak kemerahan di antara kedua matanya.
Sudah seharian ini ia bekerja di
depan layar komputer, mengerjakan seri terbaru yang rencananya akan ia
terbitkan minggu depan. Biasanya saat ia kedatangan banyak ide dan suasana
hatinya sangat baik, ia bisa tidak keluar dari kamarnya kecuali untuk mengambil
makanan atau pergi ke toilet.
Ia mungkin tidak akan berhenti, namun
karena punggungnya mulai terasa sekaku papan dan matanya sudah berair hingga
rasanya sangat perih saat berkedip, ia pun dengan terpaksa menyudahi
kegiatannya.
Layar komputernya sudah mati
total, kemudian keheningan malam langsung terasa. Diliriknya jam kecil di sudut
meja, sudah pukul 1 pagi. Ia sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Bekerja
sampai lupa waktu, kemudian saat selesai ia baru menyadari waktu berjalan
begitu cepat.
Biasanya saat ia beranjak dari
kursi, ia akan menemukan Hyungwon yang tengah terlentang dengan pose tidak
elegan di atas kasur. Namun kali ini tidak ada Hyungwon dengan pose tak
bermoral serta suara dengkur khas yang membuat Minhyuk sulit untuk tidur.
Sudah satu minggu ini Hyungwon
memilih untuk tidur di rumah orang tuanya. Ya, tidak seperti dirinya, Hyungwon
tidak memiliki masalah dengan keluarganya hingga enggan pulang ke rumah.
Ia berbaring sambil melepas
lenguhan panjang. Gara-gara Hyungwon, ia jadi teringat rumah itu. Rumah yang
sudah ia tinggalkan hampir delapan tahun lamanya. Minhyuk termenung sembari
mengamati bercak-bercak kecokelatan bekas tempias air hujan di langit-langit
kamarnya. Pikirannya melayang jauh menuju rumah besar di kawasan Gangnam.
Bagaimana kondisi rumah itu
sekarang. Apakah masih sama-sama menguarkan aura dingin menusuk yang membuatnya
tak betah berlama-lama di sana? Apa saja yang sudah berubah di rumah itu
semenjak kepergiannya? Hmm..atau mungkin tidak ada yang berubah sama sekali?
Sebenarnya ia paling tidak suka
mengingat-ingat bagaimana rumah itu dan semua penghuninya membuat ia tertekan
dan sulit bernapas. Namun terkadang ingatan itu datang sendiri, menyusup ke
dasar ingatan di saat dirinya tengah terdiam dalam kesendirian. Itulah salah
satu alasan mengapa ia senang bermusik. Karena dengan bermusik ia tidak merasa
sendirian dan ingatan itu tidak akan datang mengusiknya.
Kemudian sekelebat wajah ibunya
melintas di depannya. Terakhir kali ia melihat sang ibu adalah empat tahun yang
lalu saat pemakaman neneknya di Daegu. Waktu itu ia hanya melirik sebentar sang
ibu yang berdiri beberapa langkah di sebelahnya dengan wajah sedih. Ia tahu
ibunya begitu merindukan dirinya, karena sebenarnya ia pun begitu.
Sebenarnya ia mulai
mempertimbangkan untuk menghampiri sang ibu. Namun saat ia menemukan sosok
ayahnya sedang menyalami orang-orang yang mengucap bela sungkawa, ia pun mengurungkan niatnya. Ia segera pergi dari
rumah duka. Tak menghiraukan sang ibu sudah merentangkan tangan untuk
memeluknya.
Malamnya ia langsung kembali ke
Seoul. Ia sengaja langsung pulang karena tak ingin bertemu dengan kedua
orangtuanya. Walau begitu sepanjang perjalanan ke Seoul ia dipenuhi rasa ragu
dan bersalah. Biar bagaimanapun ia tidak mati rasa. Ia melihat wajah ibunya
yang memelas, berharap ia mau menghampirinya.
Dan wajah itu terus menghantuinya
hingga detik ini. Yah, ekspresi sedih, lelah, dan penuh duka itu yang barusan
melintas di depannya.
Kira-kira bagaimana keadaan
ibunya saat ini? Apa orang-orang di rumah itu masih mengabaikan keberadaannya?
Apa sosok ibunya masih dianggap seperti bercak-bercak kecokelatan di
langit-langit kamarnya? Bercak itu selalu ada di sana namun tak seorang pun
menghiraukan keberadaannya. Persis dengan ibunya.
Ia meraih ponselnya dari atas
meja kecil di samping ranjang. Beberapa hari yang lalu ia membaca kembali
lipatan-lipatan kertas yang diberikan Andrea waktu itu. Salah satu dari kertas
tersebut berisi kombinasi nomor ponsel,
di bawahnya dibubuhi sebuah pesan singkat berbunyi, Itu nomor telepon ibu yang baru. Ibu harap kau mau menghubungiku
sesekali.
Tadinya ia enggan menyalin nomor
itu ke dalam buku teleponnya, tapi kemudian ia mengingat ucapan Andrea hari
itu. Setidaknya ibumu sudah berusaha
untuk menemuimu kembali. Tidak semua orang beruntung punya kesempatan seperti
itu. Akhirnya ia pun menyimpan nomor tersebut dan sekarang ia
bersyukur sudah melakukannya.
Kini ia merasa jantungnya
berdegup tak karuan, bahkan jemarinya gemetaran dan berulang kali menghapus
kata yang sudah diketiknya dalam pesan singkat yang akan ia kirimkan pada
ibunya. Ia mendesah, kebingungan mencari kalimat yang tepat untuk ditulis. Maklum
saja, sejak hari itu ia belum pernah menghubungi ibunya lagi.
Ia menggigit bibir dengan
gelisah, berpikir keras untuk menuliskan pesan yang singkat dan tidak cengeng. Namun apa daya, jemarinya terus
mengetikkan kalimat seperti, āBu, ini aku
Minhyuk. Rasanya sudah lama sekali tidak menyapamu dan itu membuatku bingung
mau menulis apa. Tapi Bu, aku rindu ibu. Maafkan sikapku selama iniā.
Tentu saja merangkai pesan ini
lebih membuatnya frustasi dibanding terakhir kali ia mengirim ajakan berkencan
untuk seorang gadis seksi yang ia temui di bar.
Keheningan malam rupanya
mendorong sisi cengeng dalam dirinya keluar. Tapi ia tidak akan membiarkan
dirinya lepas kendali. Pesan pertama ini harus terkesan tegas. Ia tidak boleh
terkesan cengeng pada pesan pertamanya. Biar bagaimanapun ia tidak ingin ibunya
berpikir kalau ia masih Lee Minhyuk yang dulu, yang cengeng maksudnya.
Setelah berpikir cukup lama, ia
pun memutuskan untuk mengetikkan sepotong kalimat yang dirasanya tepat. Ia
membaca kembali kalimat tersebut, kemudian tanpa merasa ragu ia langsung
menekan tulisan ākirimā pada layarnya.
Jujur saja ia merasa cukup lega
setelah itu. Setelah sekian lama akhirnya ia mau berusaha membuka hatinya untuk
menerima kembali sang ibu. Namun ia tahu ini semua tidak mudah untuknya, maka
itu ia akan melakukan dengan caranya sendiri. Ia akan membuka dirinya
perlahan-lahan.
Ia meletakkan kembali ponselnya
ke atas meja. Ia pun memejamkan mata. Entah sudah berapa lama ia tidak merasa
tidurnya senyaman ini. Saat memeluk gulingnya, ia merasa diselemuti kehangatan
yang sudah lama tak didapatkannya.
Tak lama kesadarannya tergelincir
masuk ke alam bawah sadar dan dirinya jatuh ke alam mimpi yang penuh kehangatan
dan kasih sayang. Samar-samar ia bisa melihat sosok ibunya sedang menyanyikan
lagu pengantar tidur untuk Minhyuk kecil.
Bu, ini aku Minhyuk. Maaf baru
menghubungimu sekarang.
Sent
****
Berhubung sudah dua hari ini ia
mengurung diri di dalam kamar karena sedang dikerjar deadline menyelesaikan kelanjutan seri terbarunya, hari
ini Minhyuk memutuskan untuk pergi keluar mencari udara segar. Walaupun
ujung-ujungnya udara yang ia hirup saat ini tidak segar sama sekali. Pengap,
bau asap rokok dari sana sini, aroma tubuh yang beragam dan bercampur bau
alkohol.
Combos memang bukan tempat yang
tepat untuk mencari udara segar, tapi di sini ia bisa melihat beragam
pemandangan wanita seksi yang membuat pikirannya kembali segar. Lagipula hanya
di Combos ia bisa minum sepuasnya dengan membayar setengah harga. Ya, itulah
bonus yang diiming-imingi Junhong supaya BitterSugar terus tampil di tempatnya.
Seungcheol, si bartender yang
terkenal playboy mengisi lagi gelasnya sampai penuh. āWanita di pojok sana
terus melihat ke arahmu,ā bisik pemuda itu sambil melirik wanita yang duduk di
ujung bar.
Minhyuk melirik wanita yang
dimaksud sementara tangannya mendekatkan tepi gelas ke bibirnya. Wanita yang
dimaksud Seungcheol, melambaikan tangan sambil mengulas senyum menggoda. Tentu
saja ia tidak tinggal diam, ia mengangkat gelasnya, memberi gesture ānikmati minumanmuā yang membuat
wanita itu melakukan hal yang sama.
āBegitu saja? Aku yakin kalau kau
memberi kode agar ia mendekat, wanita itu pasti tidak akan menolak.ā Seungcheol
berkomentar saat ia beralih dari wanita itu.
Ia mengangkat bahu sementara
menyesap minumannya perlahan, ia melirik wanita tadi sekilas. āSedang tidak mau
diganggu,ā katanya tak acuh.
āAku hanya mau minum malam ini.ā
Minhyuk mencomot kue kering yang baru disuguhkan, sementara Seungcheol cuma
menggeleng takjub. Pasalnya seorang Lee Minhyuk yang dikenal sering
mempermainkan wanita kini mengabaikan seorang wanita seksi dengan lekuk tubuh
aduhai yang tengah mendengus kecewa.
āBaiklah, asal jangan menyesal
kalau aku yang meladeni wanita itu,ā kata Seungcheol.
Minhyuk mengangguk tak keberatan,
āSilahkan saja,ā katanya tidak keberatan.
Lagipula ia tidak memiliki
rencana untuk berhubungan dengan gadis manapun sekarang ini. Bukan berarti ia berubah menjadi pria suci
dalam sehari semalam, ia hanya sedang tidak mau konsentrasinya untuk menulis
komik terganggu dengan ajakan kencan atau rengekan gadis yang menuntut perhatiannya.
Ponselnya bergetar, notifikasi
pesan masuk terpampang di layar. Ia meraih ponselnya, membuka pesan yang
dikirim oleh ibunya. Ngomong-ngomong setelah pesannya dua hari yang lalu, sang
ibu terus mengiriminya pesan.
Ia masih ingat bagaimana pertama
kalinya ia menemukan balasan dari sang ibu. Dengan perasaan gugup dan jantung
yang anehnya berdegup tak keruan, ia membaca pesan yang dikirim ibunya pada
pukul 7 pagi.
Ibu senang sekali kau mau menghubungiku, nak. Minhyuk sayang...
bagaimana kabar anak ibu? Apa kau baik-baik saja? Coba ceritakan pada ibu
semuanya.. ah, ibu senang sekali mendapat pesan darimu. Minhyuk, ibu sangat
merindukanmu. Semua orang di rumah pun merindukanmu, nak.
Sesekali pulanglah ke
rumah, ibu ingin sekali bertemu denganmu.
Atau kalau kau mau, kita bisa bertemu di kafe yang waktu itu. Apa
namanya? Summer Camp?
Bagaimana?
Walau begitu ibu tidak akan memaksa, mendapat pesan darimu saja sudah
membuatku bahagia. Tapi ibu pun berharap suatu hari Minhyuk-ie mau
menemuiku.
Minhyuk-aa, jaga dirimu baik-baik, jangan sampai sakit. Ibu
menyayangimu.
Setelah membacanya Minhyuk merasa
ada aliran hangat yang membuat hatinya begitu tenang. Sungguh pesan itu
memberikan efek yang menakjubkan untuknya. Selama seharian ia merasa senang dan
tanpa beban. Seolah kerisauan yang dipendamnya sejak lama mulai menguap.
Sejak hari itu ia menyadari bahwa
yang perlu dilakukannya adalah membuka hati. Ia tak perlu lagi menghindari
ibunya karena itulah yang selama ini membuatnya merasa kesepian. Ia tak perlu
mengabaikan sang ibu hanya karena wanita itu memilih untuk tetap bertahan
bersama ayahnya.
Kalau dipikirkan lagi ibunya
pasti sangat menderita selama ini. Tinggal di rumah besar bersama orang-orang
berhati dingin, tidak dihiraukan keberadaannya, bahkan ditinggal oleh anak
semata wayangnya. Dan rasanya egois sekali kalau ia terus mengabaikan wanita
ibu.
Apa sesekali ibu boleh mampir? Bagaimana kalau kita bertemu di kafe
Summer Camp yang waktu itu?
Dahinya berkerut melihat pesan
dalam layar ponselnya. Mampir ke apartemen? Sepertinya untuk yang itu ia belum
bisa menjanjikannya. Pasalnya keadaan apartemennya begitu kacau dan berantakan.
Handuk basah yang tersampir di kepala sofa, remahan biskuit bertebaran di meja
dan sofa, sepatu dan sandal yang diletakkan asal terhampar di pintu masuk,
tumpukan piring dan gelas kotor yang tak pernah ada habisnya, serta empat
pemuda asing yang suka bertelanjang dada saat mundar-mandir di dalam apartemen.
Membayangkan semua itu membuatnya bergidik ngeri.
Kalaupun ia mau mengajak ibunya
berkunjung ke rumahnya, ia perlu menyuruh semua makhluk itu untuk membereskan
semua kekacauan di sana.
Namun kalau untuk bertemu di
SummerHunt, ia tidak masalah. Ckk, sudah tiga kali ia mengoreksi ibunya, tapi
wanita itu masih saja salah menulis nama kafe milik Andrea.
Boleh Bu, tapi tidak dalam waktu dekat ini. Aku perlu memberitahu
teman-temanku dulu. Yang benar itu Kafe SummerHunt, Bu. Oke, aku bisa bertemu
di sana. Kapan Ibu bisa meluangkan waktu?
Ia meletakkan ponselnya kembali
setelah selesai mengirim pesan kepada ibunya. Kemudian menyesap minumannya yang
tinggal setengah.
Ia nyaris tersedak ketika sebuah
tepukan mendarat di bahunya. Ia buru-buru menyeka mulutnya, lantas berpaling
pada seseorang di belakangnya. Ternyata bukan hanya satu orang, namun ada tiga
orang gadis di sana. Mereka melambaikan tangan sambil mengulas senyum tertahan.
Ia memerhatikan satu persatu
gadis tersebut, merasa pernah melihat ketiganya di suatu tempat. Namun
berhubung kesadarannya mulai menguap, ia kesulitan mengenali ketiganya.
āMinhyuk oppa?ā Gadis yang
berdiri di tengah menatapnya tidak percaya. āKau hanya sendirian di sini?ā
tanya gadis itu lagi.
Ia menganggukkan kepala pelan
sementara otaknya terus mencari informasi yang ia inginkan. Tunggu, ia
sepertinya mengenal gadis yang berdiri di sebelah kanan gadis yang baru saja
menyapanya. Perlahan kilasan wajah kesal Hyungwon melintas di kepalanya. Ia
langsung menjentikkan jari.
āKau Minyoung, kan?ā Ia menunjuk
gadis yang dimaksud dengan girang.
Gadis itu mengangguk sambil
tersenyum malu. Gadis itu menatapnya lama, seperti ingin menanyakan sesuatu
namun langsung mengurungkan niatnya.
āAku tidak bersama member yang
lain. Mereka semua sedang sibuk sendiri.ā Ia menatap ketiga gadis di hadapannya
kemudian berhenti pada Minyoung.
āDan Hyungwon sedang sibuk dengan
UAS dan ujian praktik,ā katanya. Ia mengulas senyum simpul yang membuat gadis
itu tersipu.
Kemudian kedua gadis yang namanya
belum ia ketahui, mengenalkan diri mereka masing-masing. Ia pun menyambut uluran
tangan keduanya bergantian tanpa ada niatan untuk menggoda salah satunya.
āPantas saja kami tak melihat
BitterSugar selama dua minggu ini,ā ujar Narin menanggapi penjelasannya
mengenai seluruh anggota BitterSugar.
Selagi mereka berbincang, Minhyuk
tak bisa berhenti memikirkan Andrea yang tak terlihat dimanapun. Ya, bukannya mereka
selalu berempat?
āBaiklah, kalau begitu kami
duluanāā
Minhyuk menyela perkataan
Minyoung, āKalau aku tidak salah bukannya kalian selalu berempat? Maksudku, aku
benar, kan? Tapi malam ini kalian hanya bertiga,ā katanya.
āIya, biasanya memang begitu.
Namun hari ini Andrea tidak bisa ikut karena harus mengantar adiknya ke rumah
sakit.ā Narin menjelaskan kemudian tersenyum, āHei, kenapa tiba-tiba menanyakan
Andrea?ā Gadis itu menyipitkan mata, bibirnya mengulas senyum jahil.
āJangan-jangan kau tertarik
padanya, ya?ā ledek gadis itu.
Sontak ketiganya menatap satu
sama lain kemudian tertawa kegirangan.
Kalau dilihat dari reaksi ketiga gadis itu, Minhyuk bisa menebak kalau
gadis-gadis itu tidak tahu kalau sebenarnya Andrea dan dirinya pernah bertemu.
āTapi sepertinya kau harus
hati-hati, oppa. Masalahnya Andrea itu sangat membencimu karena tragedi muntah
malam itu.ā Minhyuk meringis menanggapi ucapan Sinbi yang terdengar begitu
riang.
Sekarang ia semakin heran kenapa
gadis menyeramkan dan dingin seperti Andrea bisa berteman dengan gadis-gadis
yang mirip dengan satu geng anak perempuan tukang gosip di suatu SMA.
Sementara ketiga gadis di
depannya masih terkekeh, seorang pria dengan atribut serba bermerek mahal
menghampiri mereka. Minhyuk mengamati pria itu dari ujung kepala hingga ke
ujung kaki. Memaki gaya pamer yang ditunjukkan pemuda itu.
Cih, bahkan Hyungwon yang
merupakan anak direktur salah satu perusahaan otomotif terbesar di Korea Selatan
saja tidak melekatkan semua barang branded
ke sekujur tubuhnya. Memang beda ya, orang yang memang benar-benar kaya atau
yang hanya ingin mendapat pengakuan sosial.
Saking sibuknya menilai pemuda
tadi, ia sampai tak mendengarkan ucapan mereka. Ia baru tersadar saat Sinbi
melambaikan tangan di depan wajahnya.
āKami harus pergi, teman-teman
yang lain sudah menunggu. Sampai jumpa, oppa.ā Sinbi dan Narin mengangguk,
kemudian mengikuti pemuda sok gaya yang sudah pergi duluan.
Tinggal Minyoung yang masih
berdiri di depannya, āHmmm.. oppa. Ini alamat dan nomor Andrea. Yah, barangkali
kau mau bertemu dengannya.ā Minyoung menyodorkan sobekan kertas kecil padanya.
Minhyuk mengamati alamat yang
tertulis di kartu tersebut, dahinya berkerut.
āMaaf agak berantakan, tadi aku
menulisnya terburu-buru.ā Minhyuk mendongak, menatap Minyoung dengan bingung.
āAku tidak bermaksud apa-apa, tapi entah kenapa aku punya firasat kau tertarik
pada Andrea. Mungkin itu bisa sedikit membantu,ā jelas gadis itu.
āBaiklah, aku juga harus pergi.
Senang bertemu denganmu. Selamat malam,ā pamit Minyoung.
Minhyuk menatap kertas itu lagi.
Kini satu persatu pertanyaan mulai memenuhi kepalanya, mendesak untuk mendapat
jawaban. Ia menggigit bibir tak mengerti.
Di kertas ini tertulis alamat
rumah yang terletak di daerah Pyeongchang-dong. Seingatnya Andrea tinggal di
sebuah ruko di daerah Haeundae. Apa mungkin Andrea memiliki dua rumah?
Jangankan pergi ke luar negeri, untuk pergi ke Daegu saja Irish masih
pikir-pikir
Kemudian ia mengingat ucapan
Ethan waktu itu. Dari ucapan Ethan itu ia bisa menarik kesimpulan bahwa ketiga
bersaudara itu tidak mungkin memiliki dua tempat tinggal. Lagipula untuk apa
mereka menyewa sebuah ruko kalau memiliki rumah mewah di kawasan elit
Pyeonchang-dong.
Irish akan pergi ke Kanada minggu depan, ia akan pergi selama satu
bulan
Lalu sekelebat ucapan Andrea di
Kafe Busker ikut muncul. Seperti tak membiarkannya lupa, ucapan Narin tadi ikut-ikutan
memenuhi pikirannya yang mulai kusut.
Namun hari ini Andrea tidak bisa ikut karena harus mengantar adiknya ke
rumah sakit
Kini semua itu terhampar di
kepalanya bagai kepingan puzzle yang berantakan. Ia mencoba untuk merangkainya
satu persatu dan perlahan-lahan. Namun sayangnya kepingan-kepingan itu tak
relevan satu sama lain. Ia mendesah sementara matanya masih tertuju pada
kertas.
Siapa sebenarnya Andrea itu? Apa
yang sebenarnya gadis itu sembunyikan?
****
Kali ini ia sudah tidak waras
sepertinya. Sepulangnya dari Combos, ia tidak langsung ke apartemen tapi malah
pergi ke SummerHunt. Ia meneguk air putih di botolnya hingga tandas, berharap
cairan itu bisa meringankan rasa pening di kepalanya. Ia memicingkan mata
mengamati papan bertuliskan āSummerHuntā yang terpajang di bagian depan ruko.
Ia tak bergerak sesentipun, masih
betah mengamati kesibukan di dalam kafe dari kejauhan. Ia bingung dengan
dirinya sendiri yang sudah menempuh perjalanan dengan keadaan setengah mabuk
hanya untuk mencari kebenaran tentang seorang gadis asing.
Dari kaca jendela transparan, ia bisa
melihat Andrea yang sedang membuatkan minuman pesanan pelanggan dengan cekatan.
Kemudian sosok pemuda yang dikenalnya menghampiri meja kasir, siap mengambil
nampan berisi pesanan.
Minhyuk tertawa hambar. Ethan ada
di sana dan keadaannya baik-baik saja. Gadis itu berbohong lagi pada
teman-temannya. Tapi kenapa? Minhyuk mengusap wajahnya dengan resah. Pertanyaan
itu harusnya ia tanyakan pada dirinya sendiri. Memangnya kenapa kalau Andrea
berbohong?
āSial.ā Minhyuk mengumpat sambil
menghentakkan kaki.
Ia tak punya alasan yang masuk
akal untuk tindakan serta rasa ingin tahunya yang berlebihan ini. Ia mengakui
Andrea memang sosok gadis cantik dengan aura paling unik yang pernah
ditemuinya, tapi kalau dipikir lagi masih banyak gadis yang berkali lipat lebih
cantik dan lebih waras dari Andrea. Terus kenapa? Kenapa ia tidak bisa berhenti
memikirkan semua kepingan acak tentang gadis itu?
Ia menoleh ke belakang,
mempertimbangkan untuk pulang saja. Namun batinnya mengeluh. Ia sudah pergi sejauh
ini dengan mengabaikan rasa pusing yang melahap setengah kesadarannya. Kalau ia
pulang apa gunanya menahan rasa sakit selama perjalanan.
Ia hanya akan naik turun bus
untuk pulang ke apartemen dengan membawa kepingan misteri tentang Andrea.
Tidak, ia tidak ingin pulang tanpa hasil. Lagipula ia paling tidak suka
terjebak dalam rasa penasaran. Ia selalu mencari tahu semua yang tersembunyi.
Baginya selalu ada alasan untuk sebuah rahasia.
Akhirnya ia mengabaikan
logikanya. Ia terus melangkah maju hingga sampai di depan pintu kayu bergaya
vintage. Saat ia mendorong pintu, suara lonceng bergemerincing dari atas
kepalanya. Ia langsung berjalan menuju kasir tepat dimana Andrea menyapanya
dengan ramah.
Namun sedetik kemudian sikap
Andrea berubah drastis, senyumnya menghilang dan keramahan di wajahnya memudar
saat menyadari pelanggan yag baru saja datang adalah dirinya. Gadis itu
berdeham, menatapnya malas.
āSelamat datang. Ada yang bisa
saya bantu?ā
Minhyuk beralih menatap daftar
menu yang berdiri di sampir meja kasir. Namun tulisan serta gambar di dalam
daftar menu terlihat melayang ke sana kemari. Ia menggelengkan kepala, berusaha
untuk mempertahankan kesadarannya.
āMau pesan apa?ā Suara dingin
Andrea kembali terdengar, ia segera berpaling dari daftar menu.
Lantai tempatnya berpijak seakan
bergoyang, seolah bumi memang baru saja bergoncang. Ia menatap Andrea, namun
pandangannya mulai menggelap. Rasa pusing semakin gencar melahap kesadarannya, membuat
ia kesulitan untuk mengendalikan diri. Wajah Andrea terlihat kabur, suara
mengomel gadis itu pun timbul tenggelam, dan ia mulai kesulitan untuk bernapas.
Selanjutnya ia merasa sudah tak
kuat mempertahankan diri, kakinya lemas sampai akhirnya ia ambruk. Orang-orang
di sana nampak terkejut, buru-buru mengerubungi Minhyuk yang jatuh pingsan.
Sementara itu Andrea bergeming di tempatnya, kejadian barusan rupanya membuat
gadis itu sangat terkejut.
TBC
Comments
Post a Comment