Freeze #2 (we meet again)
Perlu beberapa hari bagi Hana
untuk membiasakan diri dengan rumah barunya, dengan kebiasaan baru keluarga
angkatnya (keluarga Lee), serta betapa tertutupnya anak laki-laki mereka,
Wooseok, yang usianya hanya terpaut empat-lima tahun di atas Hana.
Keluarga Lee tak banyak bicara,
jauh berbeda dengan keluarganya. Mereka makan dalam kondisi hening dan hanya
bicara jika diperlukan. Piala dan penghargaan berjejer di sekeliling ruang
keluarga. Gen jenius sudah pasti diwariskan turun-temurun dalam DNA mereka. Dan
kecerdasan Hana yang tidak seberapa membuatnya merasa kecil di tengah-tengah
mereka. Selama apa pun mereka tinggal bersama, rasanya mustahil untuk menganggap dirinya menjadi bagian dari keluarga
ini.
Keluarga Lee sibuk sepanjang
waktu. Tuan Lee adalah pemilik perusahaan tekstil tempat ayah Hana bekerja dan
Nyonya Lee bekerja sebagai tim legal di sebuah real estate. Sementara anak tunggal mereka yang super jenius, Lee Wooseok,
tengah kuliah jurusan fisika sekaligus bekerja freelance di laboratorium swasta di Seoul.
Saking padatnya jadwal
masing-masing, melihat ketiganya berada di rumah dalam waktu yang sama menjadi
momen langka bagi Hana. Jika Nyonya atau Tuan Lee pulang, biasanya Wooseok baru
akan pergi. Dan begitu sebaliknya. Hana nyaris tak punya kesempatan untuk
mengobrol dengan siapa pun di rumah ini. Bahkan asisten rumah tangga mereka pun
terlihat agak kesal jika Hana mengajaknya ngobrol. Sejujurnya, Hana benar-benar
kesepian dan berharap ia bisa tinggal di rumah singgah saja.
Lagipula, jika ia tinggal di
sana. Ia bisa mampir ke rumah sakit Mungyeong kapan pun ia mau. Ibunya masih dirawat
di sana, tak jauh dari tempat kecelakaan.
Dokter bilang, memindahkannya ke rumah sakit di Seoul terlalu berisiko,
memindahkannya ke mana pun terlalu berisiko. Ini sudah enam bulan sejak
kecelakaan dan kondisi ibunya sama sekali tak membaik. Hana benar-benar
terpukul. Terlebih, ia harus menempuh jarak 153 kilometer dulu setiap kali mau
menjenguk. Menyusahkan sekali.
āHana, bagaimana hasil
ulanganmu?ā tanya Nyonya Lee di suatu malam.
āBagus,ā jawab Hana seadanya. Tidak mungkin mendekati hasil ujian Wooseok
waktu SMP, tapi.. āAku sudah melakukan yang terbaik.ā
Nyonya Lee mengangguk senang,
āLalu, apa kau sudah memikirkan mau melanjutkan SMA di mana?ā
āYa,ā sahutnya. Hana sudah
memikirkan itu semenjak ia pindah ke sini. āAku sebenarnya sudah menemukan SMA
bagus di Mungyeong.ā
āMungyeong?ā
āYa. Aku ingin tinggal di dekat
ibuku. Aku bisa menetap diā¦ā
āHana, kau tahu kau selalu bisa
menengok ibumu kapan pun kau mau.ā Tuan Lee nampak kecewa. āKau hanya harus bilang
pada kami.ā
āTapi kalian semua jarang di
rumah,ā balasnya langsung. Suaranya mendadak sengau. āAku sejujurnya agak
kesepian di sini.ā
Wooseok mendongak dari daging
asapnya dan menatap Hana seolah ia mengerti perasaan itu.
āJika kalian mengizinkan,ā Hana
melanjutkan dengan suara memelan, āaku ingin tinggal di rumah singgah saja.ā
**********
āKenapa kau belum tidur?ā Bunda
Sejeong menanyai anaknya.
āAh, ya. Aku baru mau tidur,ā
jawab sang anak, sembari berjalan pelan mendekati peti kaca di tengah kamar.
āKau masih belum mau cerita pada
Eomma?ā
āTentang apa?ā
āTentang penyebab kegelisahanmu?ā
āAku tidak gelisah.ā Pria itu
menyangkalāironisnya, dengan nada gelisah. Ia lantas berbaring dan meraih
penutup petinya yang sedingin freezer.
āAku hanya berpikir akan sangat menyenangkan jika ada jendela di ruangan ini.ā
āSayang, kau tahu itu tidakā¦ā
āBenar. Itu tidak mungkin.
Bodohnya aku sudah bertanya.ā Ia tertawa hambar. āSelamat malam. Bisakah kau
matikan lampunya selagi keluar?ā
Sang wanita mendesah. Peti
kacanya bergerak menutup dan pria di dalamnya berbaring meringkuk ke arah lain.
**********
Nyonya Lee membangunkan Hana
keesokan paginya dengan senyum sayang dan segelas susu. Meskipun Nyonya Lee
merupakan ibu angkatnya, hanya satu kali Hana pernah melihatnya di kamar ini,
dan itu sudah enam bulan yang laluātepatnya saat Hana pertama pindah.
āSelamat pagi,ā sapanya sembari
menyodorkan segelas susu.
āPagi,ā sahut Hana serak. Ia
bangkit ke posisi duduk sembari memandang Nyonya Lee keheranan.
āKami sudah bicara,ā katanya
setelah Hana meneguk susunya.
āBicara apa?ā
āSoal pilihan SMA-mu.ā Hana
langsung menyeka mulut dengan lengan baju dan memandang Nyonya Lee gugup.
āBoleh, kan?ā
Saat itu, Wooseok mengetuk pintu
dan masuk sambil membawa tumpukan brosur. Ia menyodorkan brosur-brosur itu pada
sang ibu. āSemua SMA terbaik di Seoul, juga beberapa SMA di Jepang dan Inggris.
Sesuai permintaanmu. Aku berangkat kuliah sekarang.ā
Wooseok menoleh pada Hana seraya mengangguk, lantas berlalu.
āHana, iniā¦ā
āAku tidak mau,ā tolak Hana.
āIbumu pasti akan senang kalau
kau bisa mendapat pendidikan terbaik.ā
Hana tak menjawab.
āAku akan tinggalkan ini di sini.ā
Nyonya Lee meletakkan brosur-brosurnya di nakas dan berdiri. āKuharap kau membacanya.ā
āAkan kubaca,ā jawab Hana. āTapi
maaf, aku tetap akan ke Mungyeong. Aku sudah menemukan SMA yang tepat untukku.ā
āHana..ā
āTante, aku sudah yakin dengan
pilihanku.ā
āSayang, bisakah kau pikirkan
lagi?ā
āAku benar-benar ingin sekolah di
Mungyeong,ā Hana bicara dengan nada memohon.
Nyonya Lee menarik napas panjang.
āBaiklah.ā
***********
āLihat! Itu Hana Noona, kan?ā
Anak-anak di rumah singgah berbisik-bisik. Mereka semua dengan kompak keluar
dari kamar masing-masing dan membanjiri koridor.
Hana yang baru turun dari mobil
melongokkan kepalanya ke jendela dan membungkuk pada sang pengemudi.
āMakasih banyak, Wooseok Oppa.ā
āIya, sama-sama. Ayah dan Ibu minta
maaf tak bisa ikut mengantarmu ke sini.ā
āTidak masalah. Sampaikan salamku
pada mereka.ā Hana tersenyum tulus. āJujur, sebenarnya dari semalam aku sudah
takut memikirkan harus ke Mungyeong dan registrasi sekolah sendiri. Aku
benar-benar gugup saat tahu mereka tak bisa mengantarku. Tapi untung ada Oppa.
Maaf sudah membuatmu bolos kuliah karena aku.ā
āHana, aku tahu bagaimana rasanya
punya orangtua super sibuk. Aku tak akan membiarkan adikku merasakan itu.ā
Hana menghela napas. āSayang
sekali,ā gumamnya sedih. āKenapa kita baru menjadi dekat saat aku pindah?
Berkendara dua jam dari Seoul ke Mungyeong denganmu benar-benar menyenangkan.
Aku selalu berandai-andai bagaimana rasanya punya kakak, dan sekarang akhirnya
aku tahu.ā
āYeah.ā Wooseok tersenyum getir.
āAku selalu mengacuhkanmu sejak awal. Aku tidak bermaksud begitu, aku hanyaā¦.
tak tahu harus apa. Maaf Hana, tapi ini kali pertamaku menjadi kakak.ā
Hana terkekeh. āBenar.ā
āOkay, kau bisa meneleponku kalau
butuh apa-apa.ā
āTidak mau turun dulu?ā
āLain kali aku mampir. Jaga diri
baik-baik.ā
āYeah, kau juga.ā
āBye.ā
Hana melambaikan tangan sementara
kaca mobilnya perlahan-lahan bergerak naik. Tak lama kemudian, mobil Wooseok
pun melaju pergi.
āHana Eonnnieee,ā teriak Somin.
Gadis itu berlari menghampiri Hana dan langsung memeluknya. Di belakangnya, Jeha
berlari-lari kecil.
āBunda Sejeong bilang kau akan
tinggal di sini. Benarkah? Benarkah?ā tanya Somin bergairah.
āBagaimana menurutmu?ā Hana
mengerling pada kopernya. āApa aku terlihat akan pindah?ā
āYAA!!ā jawab Jeha
sekencang-kencangnya.
Hana tergelak. āYa, aku akan
tinggal di sini.ā
Jeha dan Somin bersorak senang.
Dari kejauhan, Hana bisa melihat Melvin bersama beberapa anak lain tengah
memandanginya dengan penasaran. Kelihatan serba salah untuk bereaksi. Wajar
saja, toh hanya Somin dan Jeha yang pernah bicara dengan Hana. Tapi melihat
dari wajah-wajah penasaran itu, Hana menyimpulkan bahwa mereka semua turut
senang dengan kedatangannya. Hana melambaikan tangan, dan merekaāwalau diawali
dengan aksi saling lempar pandangābalik melambai ragu-ragu.
āAku akan menemui Bunda Sejeong
dulu.ā
āDia ada di ruang kerjanya.
Sebelah sana.ā Somin menunjuk.
āOke.ā
āAku akan bawakan kopermu ke
kamar,ā kata Somin.
āTidak. Aku saja,ā sergah Jeha.
Merebut gagang kopernya dari Somin.
āYa ampun. Tidak boleh. Kau
bahkan lebih kecil dari kopernya.ā
Hana mendesah. āTeman-teman,
terima kasih. Tapi tolong jangan berebut. Nanti koperku jebol.ā
āSomin Noona! Menjauhlah!ā
āKau yang menjauh!ā
āTidak!ā
āJEHA!ā
***********
Tak beda jauh dengan pertemuan
pertama mereka, Bunda Sejeong lagi-lagi menyambut kedatangan Hana dengan wajah
ramah dan senyum merekah. Hana dipeluk erat sekali. Selama berada di ruang
kerjanya, Bunda Sejeong terus menanyakan kabar Hana dan bagaimana sekolahnya.
Ia juga berulang-ulang mengucapkan terima kasih atas kedermawanan keluarga
angkat Hanaākeluarga Leeāyang sudah bersedia menjadi penyumbang rutin untuk
rumah singgah.
Berhubung mulai hari ini ia akan
tinggal di rumah singgah, Bunda Sejeong menganjurkan Hana untuk mendekatkan diri
dengan semua anak. Hana tentu saja setuju. Bahkan tanpa mengulur waktu, ia langsung
mengumpulkan seluruh penghuni rumah sesudah makan siang.
Kebetulan hari itu cerah sekali.
Langitnya bersih dan udara di luar terasa sejuk. Mereka duduk melingkar di
taman dan bicara tentang banyak hal, mulai dari perkenalan singkat sampai
kejadian memalukan masing-masing. Alhasil, dalam waktu dua jam, Hana sudah bisa
menghapal nama mereka semuaāyang ternyata cuma berjumlah sembilan orangādisertai
sekelebat karakteristiknya.
Somin anak yang penuh syukur dan
penurut. Jeha punya halusinasi super tinggi. Melvin anak yang pendiam tapi
sangat beraniāmalam itu (enam bulan yang lalu), saat lampu tiba-tiba padam,
ternyata dialah yang keluar dan menghidupkan meteran listrik. Ada juga Won Tak
yang kidal, Eun Ki yang jago main karet gelang (Hana diajari bagaimana
membentuk bintang, huruf-huruf serta jembatan), lalu ada Ki Won, Hyun Mi dan dua anak lain. Hana merasa senang sekali. Di sini, ia tak lagi
kesepian.
āHei, Somin.ā
Saat yang lain beranjak
meninggalkan tamanāentah untuk tidur, mengerjakan PR, atau sekadar maināHana
menarik lengan baju Somin seraya memandang arlojinya. āKita punya waktu sepuluh
menit sebelum jam tiga.ā
āJadi?ā
āTadi kau bilang biasanya kau
mandi sore jam tiga, kan?ā
Somin tertawa. āYa. Ada yang bisa
kubantu?ā
āSebenarnya, aku ingin
berkeliling rumah singgah.ā Hana memerhatikan ekspresi Somināyang masih
tersenyum tanpa menaruh curigaākemudian melanjutkan, āBerhubung aku akan
tinggal di sini, kupikir selain mengenal para penghuninya, aku juga harus
mengenal bangunannya. Bukankah begitu?ā
āKau datang ke orang yang tepat,ā
seru Somin riang. āAku sudah hapal seluk beluk tempat ini. Aku bahkan bisa
menggiringmu ke aula makan dengan mata tertutup.ā
āLuar biasa,ā komentar Hana. āBisakah kita mulai sekarang?ā
āDengan senang hati.ā
**********
Saat Hana bilang āberkeliling
rumah singgahā, yang dimaksudnya adalah berjalan di sepanjang koridor gedung
disertai penjelasan singkat seperti ādi sebelah kananmu ada dapurā, ādi sebelah
sana ruang belajarā, āyang itu aula berkumpulā. Tapi Somin punya pemahaman
sendiri dari āberkelilingā (yang dalam pengertian Hana, disebut menggeledah).
Hana bersumpah mereka mendatangi setiap inci bangunan, dari satu ruang ke ruang
yang lain, bahkan Somin merasa perlu untuk memperlihatkan lemari penyimpanan
sapu dan kain pel di dalam gudang, serta menyombongkan betapa kuatnya tali
jemuran buatannya, tak lupa ia juga membawanya menyambangi setiap kamar anak-anak di rumah singgah. Hana akhirnya tahu kenapa malam itu ia tidak bisa
menemukan anak yang lain, ternyata kamar mereka terletak persis di belakang
kamar Hana.
Pada akhirnya, Hana jadi tahu
lebih banyak tentang kebiasaan buruk mereka (sebab Somin membeberkan kejelekan semua
orang saat berada di kamar masing-masing).
āMelvin tak pernah mencuci
gulingnya.ā Somin menunjuk guling yang sedang dipeluk Melvin dengan tampang
jijik. Anak laki-laki yang sebelumnya sedang tidur siang itu sontak terbangun.
Ia mengernyit bingung melihat Hana dan Somin di dalam kamarnya.
āApa yang kalian lakukan?ā
tanyanya serak. Hana sudah panik dan hendak meminta maaf saat Somin menjawab
enteng. āBerkeliling.ā Lantas keluar begitu saja.
āJeha suka mengambil majalah
orang,ā katanya selagi di kamar Jeha. Somin merunduk ke kolong tempat tidur dan
menyeret keluar selonggok majalah yang beraneka ragam.
āIni majalah otomotifnya Melvin.
Majalah fashion milikku, majalah kuliner Bunda Sejeong, gamestation Hyun Mi
dan.. t-tunggu, apakah itu buku PR-ku yang hilang??ā
Jeha menggeleng, tapi jelas
sekali ada nama Kim Somin di sana. Hana yang tak bisa membantu apa-apa hanya
meringis.
āJeha!ā lolongnya. āKau tahu
tidak aku harus menyalin semuanya? 34 lembar!!ā
Alhasil, mereka pun keluar dengan
setumpuk majalah di pelukan Somin. Kendati wajahnya tertekuk, Somin tetap
berupaya menjadi pemandu tur profesional dan meneruskan agenda berkeliling
mereka.
Somin menggiring Hana berjalan melewati
lapangan hingga tibalah keduanya di gedung yang ditunggu-tunggu Hana.
Sesungguhnya, inilah inti dari acara keliling mereka. Hana ingin sekali
mengetahui ada ruangan apa saja di gedung ini. Sejak malam itu, tak pernah
sehari pun ia berhenti memikirkan sang pemuda misterius. Rasa penasarannya
makin besar alih-alih menghilang. Ia yakin pria bertangan es tersebut ada di salah satu ruangan di sini.
āOke, jadiā¦.. mulai dari mana
kita?ā tanya Hana bergairah.
āMulai dari sini dan berakhir di
sini.ā
āApa maksudmu?ā
āIni adalah gedung terlarang.ā
āTerlarang?ā
āYeahā¦.,ā Somin berbisik ngeri.
āBerhantu.ā
āHuh?ā
āKau tahu kenapa rumah singgah
sangat besar sementara penghuninya sedikit?ā
āEntahlah.ā Hana menebak-nebak.
āKelebihan uang?ā
āIni gedung bekas,ā sergah Somin.
Suaranya diseram-seramkan. āBunda Sejeong baru datang ke sini tahun 2005 dan
mengubahnya menjadi rumah penampungan untuk anak terlantar. Kau bisa melihat
sejarahnya pada plakat di ruang berkumpul.ā
āOkay.ā
āKonon katanya ini bekas sekolah
tua. Ada juga yang bilang bekas rumah sakit.ā Hana mengedarkan pandangannya dan
mau tak mau mengakui kalau bangunan ini memang mirip gedung sekolah. Dan
mungkin juga Rumah sakit.
āIntinya, jangan pernah ke sini.
Baik sendirian, berdua, bertiga, bergerombol. Jangan pernah ke sini. Bunda
Sejeong saja tak berani ke sini. Gedung ini seperti labirin yang rumit, banyak
sekali lorong dan persimpangannya. Kudengar, dulu pernah ada anak asuh yang
hilang.ā
āApa?ā Hana melotot. āL-lalu
bagaimana?ā
Somin mengangkat bahu.
āE-eonni, apa kau
merasakannya?ā Somin tiba-tiba berjengit.
āMerasakan apa?ā Hana tak
mengerti.
āDingin,ā jawabnya, setengah
berbisik. āEntah kenapa gedung ini selalu terasa lebih dingin dari gedung
lain.ā
Mungkin ini hanya ilusinya saja,
tapi Hana tiba-tiba ikut merasa dingin. Ia memeluk tubuhnya sembari melihat
arloji. āAstaga,ā desis Hana.
āSudah jam tiga, ya?ā
āSetengah enam.ā
āApa?ā Somin terbelalak. Salah
satu majalah dalam pelukannya jatuh. Ia membungkuk untuk memungut majalah itu, namun majalah-majalah yang lain malah ikut terjatuh. āOkay perasaanku tidak enak. Kita harus pergi dari sini.ā
**********
Bunda Sejeong tidak ikut makan
malam dan baru muncul saat Seong Lee dan Won Tak sedang mencuci. Wanita itu
muncul di dapur dengan wajah muram, ia meletakkan beberapa makanan di atas nampan
dan pergi melewati aula tanpa bilang apa-apa.
Di salah satu meja, Hana yang
saat itu tengah main bingo bersama anak-anak lain memerhatikan gerak-gerik
Bunda Sejeong dengan khawatir.
āSepertinya urusan kantor lagi,ā
kata Somin seolah habis membaca pikiran. āBunda Sejeong memang suka murung
begitu.ā
āBunda hanya butuh waktu untuk
berpikir,ā tambah Melvin. āBesok juga sudah biasa lagi. 11. BINGO!!!ā
āYa ampun! Kok bisa sih menang
terus? Pasti curang, ya!ā tuduh Eun Ki.
āEnak saja! Lihat sendiri, nih!
Periksa kertasku!ā
Somin cuma menghela napas, menerima
kekalahannya dan lekas membentuk garis baru. Sementara itu, Hana meletakkan
kertas dan penanya seraya bangkit.
āMau ke mana?ā tanya Somin.
āMenyusul Bunda. Aku tidak enak
melihatnya begitu.ā
Somin, Melvin dan Eun Ki saling
berpandangan. Sikap mereka seolah menunjukkan bahwa menyusul Bunda Sejeong
bukanlah ide yang bagus.
āSebenarnya, jika sudah
berhubungan dengan masalah pribadi, Bunda Sejeong tidak suka diganggu,ā kata
Eun Ki.
Somin dan Melvin mengangguk.
āAku tidak akan mengganggu.ā
**********
Hana berjalan pelan menyusul
Bunda Sejeong, sementara kepalanya menyusun kalimat untuk dikatakan. Ia harus
berbicara dengan sopan dan baik agar tidak membuat Bunda Sejeong terganggu.
Setelah beberapa lama, ia akhirnya yakin dengan susunan kalimatnya dan lekas
mempercepat langkah.
Waktu Hana hendak memanggil, ia
melihat Bunda Sejeong menoleh ke kanan-kiri dengan mencurigakan, sebelum
akhirnya berjalan lurus menyeberangi lapangan menuju gedung terlarang. Hana
mengerutkan kening. Jelas-jelas Somin berkata padanya bahwa Bunda Sejeong takut
memasuki gedung itu. Jadi Somin berbohong
padaku, huh? Atau Bunda Sejeong berbohong pada Somin?
Hana merapat ke tembok dan
mengikutinya. Setiap kali Bunda Sejeong menoleh, Hana dengan gesit bersembunyi
di balik tiang.
Hingga tibalah wanita itu di
sebuah pintu. Sebelum membukanya, Bunda Sejeong kembali memerhatikan sekelilingnya
dengan waspada.
Begitu Bunda Sejeong masuk, Hana
berjalan jingkat dan menempelkan telinganya di daun pintu.
āJadi, kau masih tak mau bicara padaku?ā
āSinar matahari tak akan membunuhku.ā
āMemang tidak. Tapi aku tak bisa tiba-tiba meletakkan jendela di sini.
Dindingnya harus dijebol, harus ada pekerja yang datang untuk memasang. Pasti
akan berisik sekali. Apa yang harus kukatakan pada anak-anak? Dan di mana kau
harus berdiam selama itu?ā
āApa kau lupa dulu aku pernah hidup di luar? Kenapa sekarang kau
bersikap seolah aku akan mati tanpa ruangan ini? Kenapa kau bersikap seolah aku
akan mati jika ada yang melihatku?ā
āAku bukan ilmuwan. Aku tak tahu apa-apa saja yang bisa membunuhmu,
jadiā¦ā
āJadi kau akan mengurungku di sini selamanya. Tidak boleh kenal siapa
pun kecuali kau saja.ā
āItu caraku melindungimu.ā
āOh, sungguh? Kau harusnya tanya dulu apa aku mau dilindungi.ā
āHabiskan saja makan malammu!ā
Hana buru-buru menjauh dari pintu
dan bersembunyi di balik tembok. Pintu pun terbuka. Bunda Sejeong menguncinya
dan berdiri di depan sana cukup lama. Ia berulang kali mengusap matanya seraya
mendesah panjang. Kelihatan gundah sekali.
Begitu Bunda Sejeong berbelok di
ujung lorong, Hana keluar dari tempat persembunyiannya dan mencoba membuka
pintu itu. Terkunci. Ya, padahal dia sudah melihat Bunda Sejeong mengunci pintunya
tapi tetap saja terkejut ketika pintu tersebut benar-benar tak bisa dibuka.
Hana menggerutu sambil
menarik-narik gagangnya sekuat mungkin.
āApa yang kau lakukan?ā Hana
mendongak dan menemukan sepasang mata abu-abu mengintip lewat ventilasi.
Hana terperangah. āA-aku tahu kau
nyata.ā
āTentu saja aku nyata. Apa aku
terlihat seperti hologram?ā
āIzinkan aku masuk.ā
āAndai aku bisa.ā
āKau tak bisa membukanya dari
dalam?ā
Sang pria menggeleng.
āKenapa waktu itu tidak dikunci?ā
āMungkin ibuku lupa.ā
āIbumu? Bunda Sejeong ituā¦.
ibumu?ā
āYa.ā
āMungkin jika aku minta
baik-baik, dia akan meminjamkan kuncinya padaku,ā kata Hana seraya bergegas
pergi.
āIde bagus, jika kau mau diusir.ā
Pria itu bicara dengan suara yang lebih keras. Hana praktis berhenti dan
kembali menghampirinya dengan kening mengerut.
āApa maksudmu?ā
āDia mengusir siapa pun yang
pernah melihatku.ā
āBunda Sejeong tak mungkin
mengusirku. Keluarga angkatku adalah penyumbang rutin di rumah singgah ini.ā
āKalau begitu cobalah.ā Suaranya
menantang. āTapi akan sayang sekali jika kau pergi. Semenjak aku tinggal di
sini, kau satu-satunya orang selain ibuku yang pernah mengunjungiku lebih dari
sekali.ā
āYah.. coba pikir sendiri. Mana
ada orang yang mau mengunjungimu lagi jika kau berkata ājangan pernah datang ke
siniā dengan tampang kejam begitu?ā
āAda.ā Lewat mata abu-abunya yang
melengkung, Hana tahu pria itu sedang tersenyum. āKau.ā
Suasana hening sejenak. Sebelum
akhirnya api di mata Hana kembali berkobar-kobar. āAku akan mencari cara untuk
mendapatkan kunci itu.ā
Sang pria tak langsung menjawab.
Matanya menghilang berganti dengan rambutnya yang keperakan, yang kelihatan
halus sekali sampai-sampai mengingatkan Hana pada dandelion.
āKau tahu,ā katanya seraya
berbalik lagi. āMungkin sebaiknya memang begini.ā
āMaksudmu, kau tak ingin aku
masuk?ā
āAku akan senang sekali jika kau
masuk, tapi begini lebih aman. Maksudku, dari sini aku tak mungkin menyentuhmu.
Kau tahu kan apa yang terjadi terakhir kali aku melakukannya?ā Hana mendesah
karena mata lawan bicaranya indah sekali. Berapa banyak gliter yang ia masukkan
ke mata itu hingga membuatnya berkelip-kelip? āDari sini kita bisa saling
bicara dan menatap, tanpa membahayakan satu sama lain. Kedengaran sangat sempurna
bagiku, memangnya apa lagi yang kau mau?ā
Hana terdiam selama beberapa saat
sebelum membuang napas dan menggeleng. āBelum sempurna bagiku. Aku akan cari
cara untuk mendapatkan kuncinya."
āTapi sampai itu terjadi, kita
bisa bertemu seperti ini,ā tambah sang gadis.
āOkay.ā
āKurasa aku harus kembali
sekarang.ā
āBaiklah.ā
āSampai jumpa besok?ā
āSampai jumpa besok.ā
Hana melambai singkat, kemudian
beranjak pergi.
āHana,ā panggil sang pria. Sang pemilik nama langsung menoleh.
āKau ingat namaku,ā katanya, terkejut sekaligus girang.
āApa kau
masih mau tahu siapa namaku?ā
āTentu saja.ā
āNamaku Taeyong.ā
āTaeyong?ā
āYa.ā
āOke. Sudah kusimpan di sini.ā
Hana menunjuk kepalanya. āSampai ketemu besok, Taeyong-ssi,ā lanjutnya seraya tersenyum.
Dan senyuman itu menular ke bibir
Taeyong. Ia terus mengawasi Hana sampai gadis itu tak terlihat lagi. Lantas
melompat salto dari atas lemari dan jungkir balik menabrak kaki peti. Tapi
alih-alih mengaduh, pria itu malah cengar-cengir sendiri. Oh, sungguh ia nyaris
lupa rasanya punya teman. Taeyong merasakan entakan di perutnya dan ia meyakini
hal itu sebagai efek samping dari terlalu bahagia.
TBC
Semoga part ini nggak seboring part satu, dan part selanjutnya lebih
nggak boring lagi :ā
See you. Wasalam^^
Comments
Post a Comment