Do You Want Some Fluff? Vol.7
"Cinta itu seperti hujan. Dia bisa datang kapan saja, dimana saja, dan membasahi siapa saja. Tidak peduli orang itu siap atau tidak dengan kehadirannya. Yang jelas ia hanya ingin orang-orang merasakan kesejukan karena kehadirannya. Begitu pula dengan cinta yang mengharapkan kebahagian yang dapat dirasakan oleh orang-orang yang didatanginya. Tidak peduli apakah orang-orang itu telah siap dengan kehadirannya atau tidak."
Happy Reading :)
ā
~ 6 PCS ~
Cast:
Park Jinyoung - Jaehee
Sudah lama Jaehee tidak menghabiskan waktu lenggangnya
dengan tidak melakukan apa pun di pusat perbelanjaan. Dan akhirnya ia dapat
melakukan hal itu lagi dengan di temani Inhyeong. Awalnya ia menghubungi
temannya itu untuk mengajaknya membeli minuman asal negeri gajah yang tengah
digandrungi oleh banyak anak muda. Namun saat ia menunggu kedatangan Inhyeong,
ia melihat sebuah kedai yang menjual makanan pinggir jalan yang terlihat begitu
lezat.
Sepertinya aku harus
mencicipinya., pikirnya.
Jaehee mengeluarkan ponselnya dari dalam tas bermaksud untuk
mengirimkan pesan menanyakan keberadaan Inhyeong. Namun belum juga ia mengetikkan
pesannya, gadis itu telah muncul dengan memanggil namanya.
āAkhirnya kau datang juga.ā Sambut Jaehee.
āMaaf tadi aku harus mengumpulkan tugas terlebih dahulu.ā
āTak apa. Oh iya, aku ingin mencicipi makanan di sana.ā
Jaehee menunjuk kedai yang sedari tadi menarik perhatiannya itu. Sementara
Inhyeong memusatkan pandangannya pada arah dimana jari temannya itu mengarah.
āOh.. aku sudah pernah mencobanya.ā
āBenarkah? Bagaimana rasanya?ā
āEnak. Walau aku tidak menyukai tekstur ramyeonnya, terlalu
matang.ā Terang Inhyeong yang diangguki oleh Jaehee.
Keduanya pun memutuskan untuk membeli minuman khas thailand
yang telah dikemas semodern mungkin hingga begitu menarik perhatian mereka.
Setelahnya mereka beralih pada kedai yang sedari tadi telah membuat perut Jaehee keroncongan karena melihatnya.
āSaya pesan satu tteokboki dan satu odeng.ā Ujarnya pada
pramusaji kedai.
Pramusaji itu mengangguk. Kemudian ia memberitahukan pesanan
Jaehee kepada sang juru masak sebelum menunjukan total tagihan yang harus
dibayarkan gadis itu.
Setelah selesai dengan pemesanan, kedua gadis itu mencari
tempat dan akhirnya memutuskan untuk duduk di dekat tempat pemesanan agar
Jaehee dapat memantau pesanannya.
Sembari menunggu, kedua gadis yang sudah jarang bertemu itu
akhirnya berbagi cerita terkait kegiatan masing-masing. Inhyeong yang mulai
bercerita mengenai kepergiannya mengikuti kegiatan pelatihan kepemimpinan satu
bulan lalu hingga bagaimana ia menjalin pertemanan dengan seorang mahasiswi
asal thailand bernama Emily.
Jaehee mendengarkan semua cerita Inhyeong, sesekali ia
merespon dengan pertanyaan saat merasa ada yang menarik dari kejadian yang
dialami temannya itu. Cerita Inhyeong pun berakhir tepat saat seorang pramusaji
mengantarkan pesanan makanan Jaehee.
Jaehee yang sudah sangat lapar walaupun sebelumnya ia tidak
berniat untuk membeli apa pun selain minuman thailand itu, mulai menyuapkan
setiap makanan yang ada di hadapannya ke dalam mulut. Di mulai dari kue beras
yang telah berlumurkan saus merah gochujang, lalu kuah sup odeng yang masih
mengeluarkan uap panas, kembali lagi pada isian dari tteokboki yang dibelinya,
dan kemudian mulai menyantap odeng yang telah ditusukan ke sbeuah tusukan kayu.
Di tengah aktivitas makannya, Jaehee pun mulai menceritakan
hal-hal yang dialaminya. Mulai dari saat memilih kelas untuk semester ini,
mengikuti program internship untuk
menambah pengalamannya, sampai kejadian buruk yang menimpa sang adik. Ya.. ia
tahu bahwa adiknya seorang laki-laki yang tengah mengalami masa pubertas. Tapi
ia tidak habis pikir saja bagaimana bisa sang adik terus saja membantah dan
tidak mau mendengarkan perkataan orang tuanya. Walaupun sudah pernah mengalami
kecelakaan akibat tidak mau mendengarkan nasihat ibunya, tetapi saat sudah
sembuh, anak itu kembali lagi perangainya. Sungguh ingin sekali Jaehee
memberinya pelajaran agar ia sadar. Tapi pelajaran seperti apa yang bisa
membuat adiknya itu sadar???
Lupakan masalah sang adik yang mungkin akan terus berlanjut
sampai Tuhan yang memberikan mukjizat kesadaran untuknya. Jaehee yang terus
menyuapkan makananya ke dalam mulut tanpa sadar telah menghabiskan seluruh
makanan tersebut. Ia pun merasa puas dan memutuskan untuk tidak membeli apa pun
lagi karena perutnya telah terisi penuh.
Baik Jaehee maupun Inheyong akhirnya bangkit dari kursi
masing-masing. Berjalan meninggalkan kedai guna menuju toko perlengkapan
keluarga untuk membeli pesanan ibu Inhyeong. Tidak lama bagi Inhyeong untuk
mencari sebuah gagang pembersih lantai dan kemudian membayarnya. Kemudian
keduanya memutuskan untuk kembali ke atas. Bermaksud pulang namun saat melihat
sebuah cafƩ
yang menampilkan gambar cheese tart, Inhyeong mengusulkan untuk melihat
harganya ke dalam.
Awalany memang hanya ingin melihat saja, tetapi begitu
mengetahui harganya Inhyeong berencana untuk membelinya. Begitu pun dengan
Jaehee yang juga mulai tertarik dengan kue tersebut. Keduanya pun akhirnya
memutuskan untuk membelinya, dan Jaehee lah yang bertugas untuk memesan.
Inhyeong menunggu di salah satu kursi yang berada di dekat
jendela. Walau begitu ia masih dapat melihat dengan jelas apa yang dilakukan
Jaehee di depan meja pemesanan. Tak lama gadis itu pun kembali.
āApa saja yang kau beli?ā Tanya Inhyeong. Entah ada angin
apa, tetapi gadis itu langsung saja menanyakan hal tersebut sekembalinya Jaehee
dari kasir.
āCheese tart dan juga..ā Jaehee memberikan struk
pembelainnya.
āKau membeli hot chocolate?ā
Jaehee mengangguk.
āKatanya tidak mau membeli apa pun lagi.ā Cibir Inhyeong.
āYa.. karena saat kita makan tart kita membutuhkan pendampingnya.
Dan cheese tart sangat cocok dipadukan dengan minuman coklat.ā
Jaehee kemudian menduduki kursi di depan Inhyeong.
Mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan meletakkannya di atas meja. Tidak
ada perbincangan yang terjadi setelah itu antara kedua teman itu. Inhyeong tengah
sibuk memperhatikan penampilan di atas panggung sedangkan Jaehee tengah sibuk menunggu
namanya dipanggil untuk segelas hot chocolate serta 6 buah cheese tart yang
akan dibagi rata dengan Inhyeong.
Dan tak lama ia mendengar namanya dipanggil seorang pria. Ia
yakin bahwa pria itu adalah barista atau coffee maker atau apa pun itu
sebutannya di cafƩ itu. Dengan segera ia bangkit dari duduknya menuju menghampiri
meja pengambilan dan kemudian kembali ke mejanya.
āPria itu tampan.ā Ucapnya cepat setelah tubuhnya telah kembali
berada di atas kursi.
Inhyeong menoleh dengan dahi berkerut. āSiapa?ā
āItu barista yang membuatkan minumanku.ā
Mau tak mau Inhyeong memutar kepalanya ke arah dimana tempat
pembuatan minuman berada. Ia melihat ada dua orang pria di sana. Dan ia tidak
tahu pria mana yang Jaehee bilang sebagai pria tampan itu.
āYang berkulit putih itu.ā Ujar Jaehee lagi.
Inhyeong lantas kembali menatap Jaehee setelah mengetahui siapa pria yang
dimaksud oleh temannya itu. āLamayanlah untuk seorang barista. Aku jarang
sekali menemukan orang seperti dia bekerja sebagai barista. Atau mungkin dia
hanya part-time di sini dan bukanlah
pekerja tetap?ā
āMungkin saja.ā Balas Jaehee sembari menyesap dengan
perlahan coklat panas miliknya.
Keduanya pun memulai kembali pembicaraan khas anak muda pada
umumnya. Baik itu mengenai apa yang tengah digandrungi banyak orang saat ini,
permasalahan cinta, masalah kuliah yang tidak akan pernah ada habisnya, sampai
dengan politik negara yang tengah memanas. Untuk topik mengenai politik itu
menjadi pengecualian karena jarang sekali anak muda yang mau membicarakan
masalah tersebut di tengah-tengah waktu luang mereka. Tetapi karena yang tengah
membicarakannya adalah Jaehee dan Inhyeong yang terkadang suka sangat melebar
jauh dari topik, hal itu menjadi wajar dibicarakan.
Pembicaraan yang sudah sangat panjang itu akhirnya harus
teralih dengan permasalahan cheese tart yang tak kunjung datang. Pasalnya sudah
hampir dua puluh menit mereka menunggu cheese tart tersebut, tapi yang ditunggu
itu tak kunjung datang. Dan saat keduanya melihat ke arah etalase di dekat meja
pemesanan, mereka melihat deretan cheese tart matang yang tengah ditata di
dalam etalase.
Hal itu membuat keduanya bingung sekaligus agak kesal.
Cheese tartnya sudah ada tetapi kenapa nama Jaehee tak kunjung dipanggil???
Akhirnya gadis itu berdiri dan menghampiri pembuat kue yang
tengah menyusunkan cheese tart tersebut.
āMaaf, saya memesan 6 buah cheese tart. Tetapi pesanan saya
belum juga datang.ā
āOh, tunggu sebentar.ā
Ia lantas pergi dan menghampiri sosok pria yang tidak jauh
darinya. Ia membisikkan sesuatu sebelum akhinya pria itu datang menghampiri
Jaehee.
āBoleh saya lihat struknya?ā
Jaehee lantas menyerahkan kertas putih itu.
ā6 pcs cheese tart untuk Miss Jaehee. Oh baik tunggu
sebentar ya..ā Pria itu kemudian kembali memberikan struk yang dimintanya
kepada Jaehee. Sementara Jaehee, ia hanya mengangguk sambil terus memerhatikan
cheese tart di dalam etalase yang begitu menggiurkan.
Pria itu kembali dengan sebuah kotak kue yang diambilnya
dari dalam laci. Ia kemudian membuka etalase tersebut dan mulai menyusunkan
cheese tart tersebut ke dalam kotak berwarna putih dengan sentuhan kuning
sebagai tanda bahwa kotak itu berisi kue dengan bahan dasar keju.
Mata Jaehee terus memperhatikan setiap tart yang diambil dan
kemudian diletakan di dalam kootak pesanannya. Dan hal itu menarik perhatian
sosok pria yang bertugas memasukkan tart-tart tersebut.
āApakah kau sangat menyukai cheese tart sampai-sampai harus
memperhastikannya seperti itu?ā Pria itu membuka suaranya. Ia menatap pada
Jaehee dengan tangannya yang tetap melakukan tugasnya.
Jaehee tersentak. Ia kemudian mengalihkan pandangannya pada
sosok pria itu. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat siapa sosok itu. Dia
adalah pria yang membuatkan minumannya. Pria berkulit putih yang ia sebut
tampan. Dan kini pria itu tengah menatapnya dengan tersenyum manis. Ya.. manis.
Bahkan sangat manis untuk kategori seorang barista laki-laki. Senyum yang bisa
membuat dirinya menjadi kecanduan karena terlalu manis dan berakhir dengan
menderita penyakit diabetes jika ia terus melihatnya.
āAh.. ehm.. itu...ā Jaehee tidak dapat menjawabnya. Begitu
bingung dengan jawaban apa yang harus ia berikan sekaligus perasaan
terpesonanya saat melihat wajah pria itu.
āKau lucu.ā
Jaehee kembali tersentak. Ungkapan itu membuat ia merasa
seperti ada banyak kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutnya. Membuat rasa
panas mulai menjalar dari ujung kaki hingga ke puncak kepalanya. Sampai membuat
tubuhnya terasa panas walaupun terdapat beberapa pendingin ruangan di sana.
ā6 pcs cheese tart untuk Miss Jaehee..ā Pria itu kemudian
mengulurkan kotak putih berisi cheese tart pesanannya.
āAh.. terima kasih.ā Jaehee mengambil kotak itu.
āAku Jinyoung, senang bertemu dengan mu Jaehee-ah..ā Ia
mengulurkan tangannya.
Jaehee tertegun melihat tangan pria itu yang tengah mengarah
kepadanya. Matanya mengerjap cepat secepat jantungnya yang langsung berdetak
cepat.
āJaehee, se-sena-ng be-r-temu deng-an mu.ā Balasnya terbata.
Keduanya pun berjabat singkat sebelum akhirnya berakhir
karena Jinyoung yang harus kembali bekerja.
Astaga! Ya Tuhan!! Apa
yang baru saja terjadi?? Aku.. aku berkenalan dengan barista tampan itu??? Ya
ampun!! Apakah ini mimpi??? Sungguh tidak dapat dipercaya! Aku.. Ji-Jin..young?
ASTAGA?!?!?, hatinya.
Selama beberapa detik Jaehee masih berdiri di sana dengan
rasa terkejut yang masih mendominasi, jantungnya yang masih berdetak cepat,
rasa panas yang masih menjalari tubuhnya, serta kupu-kupu yang semakin terbang
cepat di dalam perutnya.
~ SUBWAY ATTACK ~
Cast:
Jung Jaehyun - Soojin
Sama seperti hari-hari pada umumnya, Soojin menghabiskan
separuh harinya di kampus dengan berbagai mata kuliah yang kadang mengasyikan
walau kadang lebih banyak membosankan baginya. Kegiatannya pun berlangsung sama
setiap harinya. Bangun pagi, bersiap menuju kampus, berjalan menuju stasiun
kereta bawah tanah, menunggu transportasi tersebut datang, duduk atau berdiri
jika tidak mendapatkan kursi, berjalan beberapa meter menuju kampus, menghadiri
kelas, makan siang, kembali menghadiri kelas siang, dan pulang.
Namun untuk hari itu ada yang berbeda. Seorang pria yang
baru dirinya sadari selalu berada di gerbong yang sama dengannya baik saat
berangkat maupun pulang menarik perhatiannya. Pria itu, ya pria berkulit putih
dengan rambut blonde-nya yang kerap berdiri di dekat pintu.
Awalnya Soojin sama sekali tidak tertarik dengan keberadaan
pria itu. Menurutnya pria itu sama saja dengan orang yang lain, mereka
sama-sama warga negara yang menggunakan fasilitas umum yang telah disedikan.
Namun hari itu ia menarik ucapannya. Pria itu bukanlah pria biasa yang hanya
menggunakan fasilitas transportasi itu untuk sampai ke tempat tujuannya.
Tetapi ia adalah pria baik bahkan sangat baik yang berhasil
menarik perhatiannya selama kereta itu berjalan.
Seorang wanita yang diperkirakan berusia di atas lima puluh
tahun baru saja menaiki kereta. Wanita itu berusaha mencari tempat untuk duduk tapi sayangnya semua kursi
telah terisi penuh. Dan pria itu yang berada tidak jauh dari wanita tersebut
meminta salah seorang penumpang berpakaian sekolah untuk mempersilahkan sang
wanita duduk.
Dengan gaya berbicaranya yang sepertinya sopan dan ramah,
sosok penumpang itu mengangguk dengan tersenyum. Lantas pria itu mempersilahkan
sang wanita untuk duduk di kursi penumpang tadi. Dan kemudian kembali berdiri
di tempatnya yang semula bersama dengan penumpang yang tadi memberikan kursinya
untuk wanita tersebut.
Melihat bagaimana perlakuan pria itu membuat Soojin seperti
terbang ke langit ke tujuh. Walaupun bukan dirinya yang dipersilahkan oleh pria
itu, tetapi melihat sebaik apa dirinya sampai mau mencarikan kursi untuk wanita
tersebut sudah berhasil membuat hatinya luluh lantak bagai diterjang ombak
besar.
Tampan baik pula.,
pikirnya.
Soojin terus memperhatikan pria itu yang kini tengah sibuk
memainkan ponselnya. Hingga tanpa sadar seorang wanaita yang sebelumnya berada
di sampingnya telah berganti menjadi pria setengah baya.
Awalnya ia tidak menghiraukannya. Namun saat ia menoleh ke
sisi lainnya, ia menemukan pria lain yang juga tengah berdiri. Dan jika
dijelaskan, saat itu ia tengah berdiri di antara dua orang pria.
Soojin ingin tidak memperdulikannya, tetapi perasaan tidak
nyamannya membuat ia akhirnya memutuskan untuk berpindah. Setidaknya dia tidak
akan merasakan perasaan tidak aman itu terus-menerus jika ia pindah.
Soojin beralih menuju tiang kecil yang berada di tengah. Ia
gunakan tiang itu sebagai pegangan agar tubuhnya tidak terhuyung-huyung selama
kereta berjalan. Namun matanya tidak bisa lepas dari sosok pria tadi. Ia terus
saja memperhatikan pria itu yang masih nampak asyik dengan ponselnya.
Sesekali senyumnya tersungging saat melihat pria itu juga
tengah tersenyum pada sesuatu yang ditampilkan pada layar ponselnya. Senyumnya
begitu manis hingga membuat Soojin merasa pipinya mulai memanas.
Astaga! Jangan bilang
aku bersemu malu karenanya?!? Tidak. Tidak. Tidak., pikrinya.
Kepalanya pun ikut menggeleng pelan. Namun saat matanya
kembali terbuka, pria itu tetap menjadi fokusnya dan sama sekali tidak dapat ia
ganti sekali pun sedari tadi ia telah memegangi ponselnya, bermaksud untuk
menggunakan benda berbentuk persegi panjang itu.
Soojin berusaha keras untuk memalingkan pandangannya dan
berhenti memikirkan seberapa baiknya pria itu. Dan setelah mengumpulkan banyak
tekad di dalam dirinya, akhirnya usaha itu pun berhasil. Ia dapat mengurangi
bayang-bayang pria itu serta matanya juga sudah tidak lagi melihat pada sosok itu.
Namun ekor matanya menangkap suatu kejadian yang membuat
jantungnya bergemuruh. Membuat perasaannya seakan melayang. Bahkan membuat
kakinya terasa tidak menyentuh lantai.
Pria itu, pria yang tadi membantu wanita itu menemukan
kursi, tengah memperhatikannya dengan senyum yang sama seperti saat ia menatap
layar ponselnya. Apakah ini mimpi? Ataukah sekedar halusinasi karena ia yang
terus memikirkan pria itu sebelumnya??
Tidak, tidak. Tidak
mungkin., elaknya.
Dengan memberanikan diri, Soojin mengangkat kepalanya dan seketika
itu juga matanya bertemu pandang dengan mata pria itu.
YA TUHAN!! Jadi dia
benar-benar melihat ku., pikirnya.
Soojin berusaha untuk bersikap tenang. Ia pun berusaha untuk
menganggukan kepalanya sebagai pengganti bungkukkan yang tidak mungkin ia
lakukan di dalam kereta. Selain itu juga karena stasiun selanjutnya adalah
stasiun pemberhentiannya, ia harus segera mendekat ke pintu ādimana pria itu
bersandarā untuk keluar.
Jarak keduanya yang sudah cukup dekat membuat Soojin semakin
merasa tidak tenang. Pasalnya ia takut pria tadi melihat wajahnya yang mungkin
sudah memerah atau orang lain di dekatnya termasuk pria tadi dapat mendengar
debaran jatungnya yang cukup keras itu.
Soojin pun menarik napasnya dalam. Berharap dengan itu
debaran jantungnya dapat berkurang dan perasaan panas yang menyelimuti tubuhnya
dapat menghilang. Namun belum juga usahanya berhasil, pria tadi malah membuat
usaha tersebut gagal dengan berdiri di sampingnya.
Hal itu semakin membuat Soojin kalang kabut. Pasalnya
jemarinya kini mulai mendingin terlebih saat tidak sengaja punggung tangannya
bersentuhan dengan punggung tangan pria itu.
Ya Tuhanku!, jeritnya
dalam hati dengan mata yang terpejam serta dahi yang berkerut.
āKau mahasiswa administrasi negara kan?ā
Sontak Soojin mengangkat kepalanya dan menoleh pada sumber
suara. Betapa terkejutnya sampai ia tercekat begitu melihat siapa sosok yang
baru saja mengajaknya berbicara.
Pria itu!
Ya pria yang tadi menolong wanita itu. Pria yang terus
tersenyum menatap layar ponslenya. Pria yang masih dengan senyum yang sama
menatap ke arahnya.
Soojin menelan salivanya dengan usaha yang begitu keras. Ia
kemudian mengangguk pelan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan pria
itu.
āBa-Bagaimana ka-u bisa tahu?ā
Pria itu tersenyum. āAku sering melihat mu menaiki kereta
ini, turun di stasiun yang sama dengan ku, berjalan menuju fakultas ilmu
politik, dan sesekali melihat mu meminjam buku yang berhubungan dengan
keadministrasian.ā
Soojin terkejut. Matanya agak membulat begitu mendengar hal
tersebut.
āJadi, kau mahasiswa di kampus yang sama dengan ku??ā
Tanyanya tak percaya.
Pria itu lantas mengulurkan tangannya. āAku Jaehyun,
mahasiswa manajemen.ā
Soojin melirik sekilas pada tangan pria bernama Jaehyun itu
sebelum dengan ragu ikut mengulurkan tangannya guna menjabat balik tangan pria
itu.
āAku Soojin.ā Balasnya.
Dan semua usahanya untuk mengurangi bahkan menghilangkan
debaran jantungnya berakhir sia-sia saat tangannya menyentuh tangan Jaehyun.
Tangan yang terasa hangat yang tengah melingkari tangannya itu berhasil membuat
jantungnya berdebar dengan lebih cepat melebihi debaran sebelumnya. Bahkan
membuat dirinya memutuskan untuk tetap berada di dalam kereta sekali pun
stasiun tujuannya telah tiba.
~ CHARISMATIC TEACHER ~
Cast:
Oh Sehun - Hyunra
Hyunra memasukan semua perlengkapan yang ia butuhkan untuk
aktivitas hari itu ke dalam ranselnya. Mulai dari pakaian ganti, parfum, botol
air minum, handuk kecil, hingga pengikat rambut. Semua itu dipersiapkannya
karena sebuah undangan, entah undangan keberuntungan atau kesialan, yang di
dapatkannya karena sudah mau menemani Nami menghadiri kelas tari modern selama
tiga hari berturut-turut.
Sejujurnya ia sangat enggan menemani sahabatnya itu. Tetapi
rajukan yang dimunculkan Nami membuat ia merasa jengkel dan dengan kesal
mengiyakan ajakan sahabatnya itu. Hingga berakhirlah ia di ruangan berwarna
abu-abu yang terkesan tenang, duduk di pojok ruangan dengan bertemankan ponsel
pintarnya, serta alunan musik yang terkadang berirama cepat bahkan sangat cepat
yang membuat kepalanya menjadi pusing.
Awalnya Hyunra berpikir bahwa semakin lama ia berada di sana
akan semakin tinggi saja tingkat stressnya. Ia akan merasa sangat tidak nyaman
karena tidak dapat melakukan apa pun selain memainkan ponselnya dan memandangi
Nami yang sibuk menggerakan tubuhnya mengikuti arahan sang guru. Namun semua
pemikiran itu terbantahkan dalam sekejap di hari pertama kedatangannya.
Hyunra merasa kadar stressnya malah menjadi menurun begitu
melihat bagaimana seorang pria yang ternyata masih cukup muda yang dipanggil
guru oleh Nami dan teman-temannya mempraktikkan setiap gerakan di tengah
ruangan. Keluhan dan umpatan yang terlontar dari mulutnya langsung berhenti
begitu pria muda itu mulai menggerakan tubuhnya mengikuti alunan musik yang
mengalun. Matanya yang sebelumnya hanya ingin fokus pada layar ponsel malah
beralih pada pria itu hingga kelas berakhir.
Tidak hanya itu saja, ia juga selalu tersenyum saat melihat
pria itu. Bahkan senyumnya tidak pernah luntur dari wajahnya. Matanya pun terus
tertuju pada pria itu sejak ia masuk ruang latihan, saat ia meletakkan tasnya
di tepi ruangan, mengatur lagu yang akan mengiringi latihan kali itu,
mempraktikkan setiap gerakan kepada murid-muridnya, memperhatikan setiap
muridnya yang mempraktikkan gerakan tersebut, hingga saat ia mengucapkan terima
kasih atas kehadiran para muridnya untuk kelas hari itu.
Hyunra tidak pernah mengalihkan matanya dari sosok itu.
Sosok yang telah berhasil menumbuhkan perasaan lain di dalam hatinya. Perasaan
yang tidak ia mengerti dan tidak tahu apa, tapi mampu membuat ia terus
tersenyum dan merasa sangat senang.
Apakah perasaan itu adalah perasaan jatuh cinta?
Entahlah. Ia tidak tahu. Yang pasti ia hanya ingin terus
melihat pria itu setiap harinya, apakah saat ia tengah menari atau tidak. Hal
itu tidak masalah baginya.
Dan mengenai undangan yang didapatkannya. Undangan itu
bukanlah sebuah undangan makan malam romantis atau pun mewah. Melainkan sebuah
undangan latihan menari yang langsung ditawarkan oleh pria itu kemarin saat ia
dan Nami hendak meninggalkan ruang latihan.
Awalnya Hyunra terkejut bukan main begitu pria itu
menghampirinya dan menawarkan undangan tersebut padanya. Namun saat dapat
melihat wajahnya dari jarak yang cukup dekat hingga membuat ia dapat melihat
dengan jelas bagaimana kokohnya rahang pria itu, matanya yang tajam saat
menatap, serta senyumnya yang tidak lebar tapi mampu memberikan kesan mendalam
bagi siapa pun yang melihatnya, membuat kepalanya langsung mengangguk pasti dan
membuat ia lupa bahwa kelemahan tubuhnya adalah K-A-K-U.
Setelah kepergian pia itu barulah ia menyadari bahwa ia baru
saja menggantung tubuhnya sendiri di tepi jurang dengan tali rapuh yang kapan
saja bisa putus. Ia menyesal. Ia ingin sekali memutar waktu dan mengatakan
bahwa dirinya tidak bisa menari, atau mengejar pria itu dan meralat
persetujuannya. Tetapi sayangnya pria itu telah pergi entah kemana dan ia tidak
dapat menemukannya.
Dan karena itulah sore hari itu Hyunra telah siap dengan
celana jogger hitamnya, kaos putih
bertuliskan āhappyā berwarna biru,
serta sepatu latihannya. Dengan mengenakan ranselnya, Hyunra telah siap untuk
memenuhi undangan tersebut. Undangan yang mungkin akan membuat dirinya terlihat
memalukan di hadapan pria itu.
* *
* *
Bangunan studio tempat dimana biasanya ia menemani Nami
latihan sudah terpampang jelas di hadapannya. Beberapa anak tangga juga sudah
dapat ia pijaki demi mencapai pintu utama studio tari itu. Namun jantungnya
yang berdetak kencang seakan ingin melompat keluar membuat ia terdiam di
tempatnya dan hanya menatap lurus pada sepatu yang ia pakai.
āTenang.. tenang..ā Gumamnya pada dirinya sendiri.
Tarikan napas panjang dan hembusan perlahan mengawali
langkahnya menuju ruang latihan yang biasa ia datangi. Dengan tangannya yang
mulai terasa mendingin, Hyunra berusaha dengan keras untuk tetap memenuhi
undangan tersebut karena ia telah menyanggupinya. Jika ia tiba-tiba saja
membatalkannya, bagaimana caranya ia menghadapi pria itu jika mereka kembali
bertemu saat kelas yang dihadiri Nami.
Tangannya terulur menekan gagang pintu kaca di depannya.
Pemandangan di dalam yang sudah tidak asing lagi baginya langsung menyambut
indra penglihatannya. Napas legasnya pun langsung terhembus begitu dirinya
tidak dapat menemukan keberadaan pria itu di sana.
Beruntung, dia belum
tiba., pikirnya. Setidaknya masih ada waktu bagi Hyunra untuk menyetabilkan
detakan jantungnya yang nyaris membuat ia gila itu.
Hyunra melangkahkan kakinya masuk dan kemudian tangannya
yang menekan gagang berpindah pada gagang yang satunya. Ia berniat untuk
menutup kembali pintu itu. Namun niatnya terhalang oleh tangan lain yang
menahan pintu tersebut hingga tidak dapat dirinya tutup.
āKau sudah datang.ā
Hyunra menoleh dan terkejut begitu menemukan sosok pria itu
tengah berdiri di belakangnya dengan mengenakan kaos putih polos, jogger hitam
seperti dirinya, dan topi hitam yang membuat ia semakin terlihat begitu
memesona.
Matanya pun mengerjap cepat secepat tangannya yang langsung
melepaskan gagang pintu.
āAh iya.ā Jawabnya agak ragu dan pelan namun masih dapat di
dengar jelas oleh pria yang kini tengah berjalan masuk dan menyimpan tasnya di
tempat biasa.
Hyunra mengikuti langkah pria itu. Ia berjalan masuk dan
kemudian menghampiri tempat dimana biasanya ia menunggu Nami sembari
memperhatikan setiap gerak-gerik pria itu.
āJadi, lagu apa yang kau inginkan?ā Tanya pria itu yang tengah
berdiri di depan komputer.
āEm.. tidak ada.ā
Pria itu menoleh dan menatap Hyunra bingung, āTidak ada?ā
Ulangnya mencoba meyakinkan Hyunra kembali. Hyunra pun hanya mengangguk.
āKalau lagu yang kau suka?ā Pria itu kembali bertanya dan
kembali menyibukan dirinya pada layar komputer di hadapannya.
Namun kepala Hyunra kembali menggeleng, āTidak ada juga.
Ehm.. maksudku, aku biasnya hanya mendengarkan instrumen bermelodi lambat. Ku
rasa akan sulit untuk diimplementasikan ke dalam sebuah gerakan.ā Elaknya. Ya,
karena pada kenyataannya ia memiliki daftar putar lagu yang begitu banyak
dengan berbagai jenis lagu yang siap menemani dirinya setiap hari.
Pria itu kembali menatap Hyunra namun kali ini alisnya
bertaut. Ia kemudian meninggalkan komputer yang sedari tadi digunakannya itu
dan menghampiri Hyunra yang hanya mampu berdoa agar suara debaran jantungnya
tidak dapat didengar oleh pria itu.
āAku ingin menunjukan sebuah koreografi kepada mu. Jadi lagu
apa yang ingin kau lihat koreografinya?ā
āChunky!ā Dengan cepat Hyunra menjawab pertanyaannya pria
itu, dan dengan cepat pula ia menutup mulutnya dengan salah satu tahun.
Bodoh kau Hyunra,
bodoh!!!., umpatnya.
Pria itu langsung tersenyum begitu mendengarnya.
āJadi kau menyukai lagu milik Bruno Mars itu? Kenapa tidak
kau katakan sejak tadi.ā Pria itu tertawa kecil. Ia kemudian kembali
menghampiri komputer dan mulai mencari lagu tersebut.
āJadi sejak kapan kau menyukai lagu itu?ā Tanyanya lagi
dengan tetap fokus pada layar di depannya.
āEhm.. itu....ā
āApakah sejak aku menunjukannya di depan murid-murid yang
lain?ā Tebaknya yang langsung membuat
mata Hyunra membulat.
Astaga! Bagaimana dia
bisa tahu?!?., pikirnya.
āAh itu, maafkan saya gur-ā
āSsstttt.. jangan memanggilku guru atau yang lainnya.
Panggil saja aku Sehun. Ku pikir umur kita tidak jauh berbeda, bukan?ā Selak
pria itu cepat.
āTapi kau kan...ā
Sehun menghampiri Hyunra lagi. Dan kali ini diiringi dengan
alunan lagu chunky milik Bruno Mars. āKau kan bukan muridku. Kau adalah tamuku,
yang sengaja aku undang. Jadi alangkan lebih baiknya jika kita menjadi akrab
layaknya teman.ā
Pria itu āSehunā mengulurkan tangannya, bermaksud untuk
mengajak Hyunra menuju tengah ruangan. Agak lama ia menunggu Hyunra, sampai
akhirnya gadis itu mengangkat tangannya dan meletakannya di atas telapak tangan
Sehun.
āTapi Sehun-ah..ā Hyunra menjeda ucapannya. Ada keraguan dan
ketakutan yang tersirat dari suaranya. āAku...ā
Dengan sabar Sehun menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya.
āAku, ehm.. aku tidak bisa menari. Tubuhku terlalu kaku untuk
bergerak mengikuti irama lagu.ā Akunya dengan wajah tertunduk.
Mereka berhenti melangkah. Sehun yang dengan tangannya yang
bebas bergerak mengangkat kepala Hyunra yang tengah tertunduk.
āUntuk itulah aku mengundang mu, Hyunra. Setiap orang yang
bisa pasti mengalami fase tidak bisa terlebih dulu, dan disitulah gunanya
belajar dan berlatih. Jadi kau tak perlu takut tidak bisa menari karena aku
akan mengajarkan mu secara perlahan hingga nanti kita bisa membuat video tarian
pasangan.ā Sehun mengusap puncak kepala Hyunra. Senyumnya pun semakin
mengembang saat Hyunra menatapnya dengan terkejut begitu ia menyentuh puncak
kepala gadis itu.
E N D
Because it is still in the mood of GIGS' anniv, therefore I decided to publish this story for all of you. To be honest, I wanted to publish this story yesterday to coincide with the anniversary. But, because I just finished the poster and I have not written a single word, so yeah I could not publish it. And here it is, after I tried to write it since morning, finally I can finish and publish itu.
How is it?
If I am not wrong, the last 'Do You Want Some Fluff' was about in the middle of 2015. So it is already 2 years since the last update. But I still hope the euphoria is still the same as 2 years ago.
I think that is all from me, hope you guys enjoy and see you.....ź°ģ¬ķ©ėė¤ ^^
Comments
Post a Comment