Freeze #4 (touch touch)
Perlu beberapa hari bagi Hana
untuk meyakinkan Taeyong tentang sarung tangan kedap suhu buatan Wooseok. Dia
tak percaya. Dan tak mau ambil risiko.
āKalau ternyata aku bisa
merasakan dingin, aku janji akan langsung menarik tanganku.ā
āBagaimana aku tahu kalau kau berkata
jujur? Bisa saja sebenarnya tanganmu sudah kebas saking dinginnya tapi kau
tetap tak mau melepasku karena takut melukai perasaanku.ā
āYa ampun. Aku tak mungkin
begitu.ā
āHana, apa kau menyayangiku?ā
tanya Taeyong sungguh-sungguh.
Hana tercekat. Mendengar kalimat
semacam itu dari pria bermata sendu benar-benar membuat kepalanya kacau.
Tubuhnya tegang dan hatinya mulai berdebar dalam tempo yang aneh.
āK-kenapa kau bertanya begitu?ā
āKarena Eomma juga menyayangiku
dan dia senantiasa berbohong demi aku.ā
Debaran aneh di hati Hana mulai
mereda. Ternyata maksudnya sayang yang seperti itu. Apa yang sudah kupikirkan?
āEomma-kuā¦,ā kata Taeyong gusar,
ādia selalu menahan dingin saat menyentuhku, selalu bilang āEomma tidak
merasakan apa-apaā, tapi saat kulihat tangannya, semuanya biru. Bahkan ada yang
menghitam.ā
āAku jadi refleks mengelak tiap
kali tangannya terulur. Aku takut menyakitinya, Hana. Sangat takut. Menyentuhmu
pun begitu. Dengan alat apa pun, aku tidak berani.ā
āTapi alat ini buatan Wooseok
Oppa! Dia itu ilmuwan palingā¦ā
āAku tak mungkin bisa percaya
lagi,ā sela Taeyong. āKau pasti akan bilang tidak dingin, padahalā¦.ā
āKalau memang dingin ya kubilang
dingin, kalau tidak ya tidak,ā Hana balik menyela tak sabaran. āAyolah. Aku
bukan Eomma-mu. Kau harus percaya padaku. Aku bersumpah.ā
āTidak,ā tolaknya.
āTaeyongā¦ā
āHana, jangan paksa aku!ā
āTapi..ā
āTIDAK.ā
Hana akhirnya menyerah. Tak ada
gunanya meyakinkan seseorang yang hatinya sudah tertutup. Ia mengempaskan tubuhnya ke sofa dan menatap Taeyong sebal. Padahal sarung tangan tersebut
sudah lulus uji di Stein Lab, sudah berhasil mengantar Wooseok diterima di
sana.
Andai saja ada sesuatu yang bisa membuka hati yang tertutup ituā¦.andai
ada sesuatu yang bisa membuatnya yakinā¦.
Saat sedang berpikir begitu, Hana
mendadak teringat dengan es krim di tasnya. Wajahnya langsung berseri-seri.
āHei, ayo uji coba apa alat ini
benar-benar berfungsi!ā kata Hana. Taeyong sudah siap protes, sudah siap untuk
bilang āaku tak mau menyentuhmuā, namun Hana mengeluarkan sebungkus es krim
cair dari tasnya dan Taeyong mendadak lupa apa yang ingin ia katakan.
āKenapa sih dari tadi tak bilang
kalau punya es?ā Taeyong berseru. Dengan sigap ia berjalan menghampiri Hana dan hendak
merebut es krimnya, namun gadis itu malah menyembunyikannya di belakang
punggung.
āPakai sarung tangan itu lalu
sentuh esnya, kalau tidak beku berarti alatnya berfungsi.ā
āKonyol sekali.ā
āKau yang konyol kalau tidak mau
coba. Aku sudah susah-susah minta alat ini pada Wooseok Oppa, tapi malah tidak
mau kau pakai. Aku sampai berbohong macam-macam padanya, tahu tidak.ā
Taeyong menatapnya dengan
pandangan mencela. āBukannya kau memang hobi berbohong, ya?ā
Hana hendak protes, namun Taeyong
menyambar sarung tangan di tangannya dan langsung dipakai. Ujaran protes Hana
menghilang di tenggorokan dan berganti menjadi senyum lebar.
āNah, begitu dong! Aku merasa
bodoh sekali sudah membujukmu macam-macam, harusnya dari tadi saja kukeluarkan
es krimnya. Kau langsung gelap mata.ā
Taeyong cuma mendengus. Ia tak
mengerti maksud Hana. Matanya tidak gelap. Tapi apa pun itu, biarlah, pikirnya. Toh ia tetap yakin bisa
membekukan es krim pujaannya itu dengan atau tanpa sarung tangan.
Setelah sarung tangannya
terpasang, ia merebut es krim di tangan Hana dan memeganginya selama beberapa
detik. Namun karena tak kunjung ada perubahan, ia menggenggamnya lebih erat
sembari memandanginya penuh konsentrasi. Melihat itu, sudut bibir Hana tertarik
tipis.
āKau percaya padaku sekarang, huh?
Sudah kubilang Wooseok Oppa itu genius.ā
Taeyong mengabaikan Hana dan
terus mencoba. Menggenggamnya dengan dua tangan. Tambah konsentrasi. Lebih
banyak konsentrasi. Pegang lebih erat. Lebih erat lagi. Semakin erat. Remas.
āCukup. Kau menghancurkan es
krimnya.ā
Taeyong berhenti dan memandangi makanan
super enak itu dengan heran. Satu-satunya hal yang terjadi pada es krim tersebut hanyalah teksturnya
yang menjadi semakin lembek, berantakan tak keruan. Biasanya, sekalipun
terhalang kain atau selimut, rasa dinginnya tetap akan merambat menembus
benda-benda itu. Sarung tangan ini jelas berbeda. Taeyong menolehkan kepalanya
pelan-pelan ke arah Hana dengan tampang bodoh. āB-bagaimana bisa?ā
āJangan tanyakan padaku! Bukan
aku yang buat,ā kata sang gadis, kemudian mengulurkan tangan. āSekarang lupakan
es krim itu dan jabat tanganku.ā
āJ-jabat tangan?ā
āIya. Ayo!ā
āEntahlah, bagaimana kalau sarung
tangan ini hanya berfungsi pada es krim?ā
Hana bosan sekali mendengar
Taeyong mencari-cari alasan. āOh, ayolah, tidak akan terjadi apa-apa padaku.
Sarung tangannya berfungsi. Kau butuh bukti apa lagi, sih?ā
Taeyong tak menjawab.
āIngat tidak? Tujuh bulan yang lalu, kubilang
setelah berjabat tangan, kita akan resmi berteman. Kau tak mau berteman
denganku?ā
āKukira kita sudah berteman?ā
āMemang sudah, tapi belum resmi.ā
Taeyong nampak ragu-ragu.
Ia memandangi sarung tangannya dengan bimbang, kemudian menoleh pada Hana
dengan sebelah alis naik, āEntahlah.. akuā¦ā
Hana yang sudah kepalang lelah
dengan sikap skeptis Taeyoong langsung menyambar tangan si priaāyang terkejut
sekali sampai matanya nyaris copotādan menjabatnya erat-erat.
āHana, lepaskan!ā
āKita resmi berteman sekarang.ā
āK-kau tidak dingin?ā
Hana menggeleng. Muka Taeyong
perlahan-lahan berubah dari tegang menjadi penuh harap.
āSerius?ā tanyanya, masih takut
untuk gembira.
āAku bersumpah.ā
Bibir Taeyong berangsur-angsur melengkung ke atas. Ia
memindahkan tangannya yang berbalut sarung tangan ke pipi Hana. Dengan gerakan
yang pelan sekali. Kemudian tersenyum semakin lebar. Wajahnya berseri-seri dan
cerah bak matahari. Hana ikut gembira melihatnya. Taeyong semakin berani. Sedikit demi sedikit, gerakan pelan dan hati-hatinya menjadi lebih liar. Gadis itu pasrah
saja saat mukanya ditepuk-tepuk, saat rambutnya diacak-acak, atau hidungnya
dijepit sementara Taeyong tak henti-henti terkikik.
āIni hebat.ā
āCukup.ā Hana menarik tangan
Taeyong dari hidungnya.
āAda apa? Apa kau kesakitan?ā
Taeyong seketika panik lagi.
āOh, kau mau tahu rasanya mukamu
diaduk-aduk? Kau pikir aku ini adonan, ya? Sini berikan padaku! Biar kau
rasakan sendiri.ā Sebelum Taeyong sempat menjawab, Hana sudah merebut sarung
tangan di tangan kirinya dan memakai benda tersebut di tangannya sendiri.
Sekarang, masing-masing dari mereka memakai sebuah sarung tangan.
Begitu terpakai, Hana langsung
menjulurkan tangannya, balas menjepit hidung Taeyong. Taeyong menjerit
tertahan, berusaha menghindar dari tangan sang gadis yang amat gesit. Mereka
saling mendorong dan menangkis tangan satu sama lain sambil tertawa
terbahak-bahak. Taeyong gembira bukan kepalang. Ia merasa normal.
āAndai aku bisa menggunakan ini
di depan Eomma,ā kata Taeyong begitu keduanya berhenti. Taeyong menunduk
menatap sarung tangannya, masih sumringah.
Di hadapannya, senyuman Hana
berangsur-angsur menghilang. āKalau kau mauā¦.ā
āAku cuma bilang andai,ā sela
Taeyong. āAku cukup tahu diri, kok. Begini saja sudah anugerah besar. Aku
tak akan minta lebih.ā
āTapiā¦ā
āLagian aku tak mungkin mengarang
cerita padanya kalau sarung tangan ini jatuh dari langitā¦ā Taeyong mendenguskan
tawa. āAku bahkan tak bisa melihat langit.ā
āAku akan cari cara.ā
āSatu-satunya cara adalah jujur
pada Eomma kalau kita berteman, tapi itu tidak mungkin.ā
āKenapa sih selalu bilang tidak
mungkin? Kalau Wooseok Oppa saja bisa membuat alat secanggih ini, kenapa jujur
pada Eomma-mu saja kita tak bisa? Demi Tuhan, Taeyong, kita cuma perlu bicara.
Aku yakin Bunda Sejeong tak akan sekeras itu.ā
āHanaā¦ kau tidak kenal Eomma-ku.ā
āAku tahu Bunda Sejeong adalah
manusia berhati malaikat.ā
āPercayalah, hati malaikatnya
akan hilang begitu tahu ada yang macam-macam denganku. Siapa pun itu. Termasuk
kau.ā
āAku tidak macam-macam.ā
āKau mencuri kunci.ā
Hana tertegun, āBenar juga.ā
āAku adalah rahasia besar, Hana. Kau
tak mengerti. Tak ada yang boleh melihatku, tapi kau malah masuk ke sini. Kita
malah berdiri berhadapan dan saling menyentuh dengan alat keren ini. Aku tak
tahu apa yang akan Eomma lakukan padamu. Kau bisa jadi satai.ā
āBagaimana kita tahu kalau belum
mencoba? Tak mungkin dia menjadikanku satai.ā
āOkay, mungkin bukan satai, tapi
daging cincang.ā
āTaeyong, aku serius!ā
āHana, aku juga! Kalau
sudah dicoba dan ternyata gagal, memangnya kau mau meninggalkan aku?ā kata
Taeyong tajam. Ia selalu mengagumi sikap optimis Hana dalam memandang segala
sesuatu, tapi tidak semua hal bisa teratasi dengan keyakinan hati. Mereka harus
memikirkan peluang kegagalannya juga. Mereka harus memikirkan risikonya.
Taeyong melanjutkan dengan suara memelan, āAku sudah sangat terbiasa dengan
kehadiranmu. Aku tak bisa membayangkan bagaimana rasanya sendirian lagi.ā
āAku tahu. Tapi apa gunanya punya
sarung tangan sehebat ini kalau tidak bisa membantumu sama sekali? Eomma-mu
jauh lebih membutuhkannya ketimbang aku. Sudah berapa lama kau tak mengizinkan
Bunda Sejeong menyentuhmu? Mungkin jika kita bilang baik-baik, dan jika kita
tunjukkan alat ini, dia akan paham.ā
āTidak, dia tidak akan paham.ā
āKau tahu apa masalahmu?ā tukas
Hana. āKau tak pernah setuju dengan ucapanku.ā
āTidak, aku tidak begitu.ā
Hana mendecakkan lidah. Pria itu
baru saja tidak menyetujui ucapannya lagi.
āOke, baiklah. Terserah apa
katamu.ā Hana angkat tangan. Tak ada gunanya membantu seseorang yang tidak mau
dibantu. āSekarang apa yang mau kau lakukan? Aku bawa komik terbitan ke-13 jika
kau mau dibacakan. Aku juga bawa laptop dan film Spider Man. Atau jika kau mau
lanjut belajar hari iniā¦ aku akan dengan senang hati mengajarkan. Jadi, apa
yang mau kau lakukan?ā
āAku mau nonton saja. Kau bisa
tinggalkan komiknya di sini. Akuā¦.kurasa aku sudah bisa baca sendiri.ā Hana
mengangkat alisnya, terlihat keberatan dengan kalimat terakhir sang pria.
Melihat reaksi Hana, Taeyong buru-buru menambahkan, āTidak selancar kau tentu
saja. Tapi aku sudah bisa mengeja.ā
āKau yakin tidak mau kubacakan?ā
āTentu. Jangan remehkan kemampuan mengejaku, ya!ā
Hana terkekeh. Ia kemudian
membuka ranselnya, mengeluarkan laptop beserta dvd. Tak lupa memberikan
komiknya pada Taeyong. Taeyong meletakkan komik itu di atas peti tidur, lantas
bergabung dengan Hanaāduduk di sebelahnya di atas sofa.
Film pun dimulai.
Selama nyaris dua jam, Taeyong
tak henti berkomentar. Tentang apa saja. Apa saja yang menurutnya menarik.
Jadi, Peter juga sekolah sepertimu, Hana?
Kenapa mereka tidak pakai seragam?
Apa kau dijemput dengan bus sekolah juga?
Apa teman-temanmu ada yang jahat seperti itu?
Sampai akhirnya.....
āMenakjubkan! Sudah kubilang, dari awal firasatku jelek pada Mr. Osborn. Dan lihat jadi apa dia!ā seru Taeyong begitu filmnya habis. Hana memandanginya sambil berpikir ābukan firasat jelek namanya kalau kau sudah baca komiknyaā, tapi ia tak mengucapkan itu karena tak mau merusak suasana hati Taeyong.
āMenakjubkan! Sudah kubilang, dari awal firasatku jelek pada Mr. Osborn. Dan lihat jadi apa dia!ā seru Taeyong begitu filmnya habis. Hana memandanginya sambil berpikir ābukan firasat jelek namanya kalau kau sudah baca komiknyaā, tapi ia tak mengucapkan itu karena tak mau merusak suasana hati Taeyong.
āWalaupun aku sudah yakin Spider
Man bisa mengalahkan Goblin, tapi tetap saja melihatnya langsung membuatku
terpukau! Dia melompat dari gedung ke gedung, bergantungan dan mengeluarkan jaring
dari tangannya seperti ini.ā Taeyong berdiri dan melompat sambil menjentikkan
jarinya pada lemariātak ada yang terjadi, tentu saja, tapi pria itu tetap
kelihatan girang sekali.
Taeyong berkomentar dan memuji
Peter Parker tak habis-habis. Kemudian setelah beberapa menit, ia akhirnya
mengakhiri rentetan pujian itu dengan gumam terpana. āDia keren sekali.ā
Hana tersenyum geli. āKau tak
akan mencari laba-laba setelah ini, kan?ā guraunya sambil memasukkan laptop dan
dvd-nya kembali ke tas.
āOh, Hana, mentang-mentang aku
tak sekolah kau pikir aku ini bodoh, ya?ā
Bukan bodoh tapi polos, batin Hana. Ia mempercepat adegan-adegan
ciuman di film karena takut Taeyong bertanya macam-macam. Mungkin inilah alasan
mengapa para orangtua tak mau menonton berdua dengan anaknya. Hal-hal seperti
itu lebih baik mereka cari tahu sendiri. Tunggu,
kenapa aku berpikir begini? Taeyong bukan anakku! Dan mungkin anak itu tidak
sepolos yang kuā¦
āSupaya bisa jadi Spider Man, aku
harus digigit oleh laba-laba yang ada di laboratorium sains.ā Taeyong
melanjutkan dengan serius. Hana menghela napas. Okay, dia memang sepolos itu.
āBukankah kakak angkatmu kerja di
lab?ā
āWooseok Oppa? Ya, sudah kubilang
dia ilmuwan muda yang hebat,ā jawab Hana bangga. Ia berdiri seraya mengayun
tasnya ke punggung, lalu kembali menatap Taeyong. āStein Lab, nama tempat
kerjanya.ā
āPeringatkan dia untuk tidak
melakukan percobaan aneh dengan formulanya. Kau lihat bagaimana Mr. Osborn
berubah jadi Goblin, kan?ā
Hana memutar mata. āOkay.ā
āDan tanyakan padanya jika dia
melihat laba-laba di sana.ā
āJangan bilang kau mau jadi
Spider Man!ā
āSiapa yang tidak mau?ā
Hana mendecakkan lidah. āKau tahu
itu cuma film, kan? Mustahil punya kekuatan seperti itu di dunia nyata.ā
āKenapa mustahil?ā sangkal Taeyong.
āKau tak pernah berpikir apa yang membuatku jadi begini?ā
Hana terdiam. Dia sudah lama
sekali tidak memikirkan itu. Mungkin dari awal pun tak pernah. Tiba-tiba saja
ia menerima keadaan Taeyong seolah keganjilan di tubuh anak laki-laki tersebut
sudah sepatutnya ada.
āAku tak beda jauh dari Spider
Man, kan? Maksudku, kami sama-sama tak normal. Bedanya, Spider Man menggunakan
keabnormalannya untuk menjadi pahlawan.ā Taeyong menjeda, mendengus pendek dan
mengulum senyumnya. āSementara aku pecundang.ā
āTaeyongā¦.ā
āTidak. Tidak masalah.ā Taeyong
menyela lagi. āKau tahu, aku bisa saja berkeliaran di luar sana dan membekukan
orang-orang, tapi aku tidak melakukannya. Aku bukan penjahat seperti Goblin.
Aku sudah cukup bersyukur dengan pilihanku itu. Jadiā¦.,ā Taeyong mengangkat
bahu. āEntahlah, aku bukan pahlawan dan bukan juga penjahat. Jadi yahā¦kau bisa sebut
aku pecundang.ā
āAku tidak akan menyebutmu
begitu.ā Hana menolak tegas. Namun kemudian ia terdiam, bahunya turun, wajahnya
nampak sedih dan tak berdaya. Gadis itu biasanya selalu punya sesuatu untuk
dikatakan, tapi kali ini ia tak mampu memikirkan apa-apa. Mungkin seharusnya ia
tak usah memperkenalkan Spider Man pada Taeyong. Semua pemikiran Taeyong tadi
adalah tanggung jawabnya.
Di sisi lain, melihat respon Hana
yang seolah setuju, Taeyong merasa remuk. Dalam hati ia berharap untuk didebat.
Dengan alasan apa saja. Walaupun dirinya yang
memulai, tapi ia tak menampik jika dadanya terasa sakit saat membicarakan semua
ini. Jadi ia memutuskan untuk mencari topik lain.
āSaat kau datang ke sini lagi,
kupastikan aku sudah selesai baca komiknya,ā kata Taeyong, berusaha terdengar
antusias.
āKau yakin?ā
āYa. Kau lihat sendiri aku sudah
bisa baca terjemahan di filmnya.ā
Hana tak memprotes, walau
sebenarnya ia-lah yang membacakan nyaris semua terjemahan panjang di filmnya.
āOkeā¦ besok atau lusa, akan
kubawa film lanjutannya.ā
āAda lanjutannya?ā
āYa.ā
āKeren.ā
āSebenarnya ada banyak versi film
Spider Man. Aku akan bawakan semuanya jika kau mau.ā
āAku mau,ā sambar Taeyong.
āBaiklah. Sampai jumpa.ā
Taeyong mengangguk. Ia mengawasi
Hana keluar dari pintu dan lenyap dari pandangan. Selama beberapa menit pria
itu hanya diam meratapi pintu. Setelah melihat film tadi, Taeyong semakin
penasaran akan dunia luar. Bagaimana rasanya hidup di sana? Bagaimana rasanya
mendongak langsung pada langit? Bagaimana rasanya naik bus ke sekolah dan punya
teman lebih dari satu? Bagaimana rasanya berkelahi di depan loker seperti Peter
Parker? Bagaimanaā¦ bagaimana rasanya jadi normal?
**********
Gara-gara Taeyong, Hana jadi hobi
sekali membeli es krim. Dia beli lima bungkus nyaris setiap hari dan
memasukkannya ke kulkas di aula makan. Terkadang ia lupa meletakkannya di sana
dan malah membeli lagi. Alhasil es krimnya pun menumpuk.
Suatu hari setelah makan malam,
Hana mengeluarkan lusinan bungkus es dari kulkas dan membagikannya pada
anak-anak.
āEs krim lagi, Hana?ā Bunda
Sejeong tiba-tiba muncul di belakang mereka dan menghela napas.
āI-iya, aku beli terlalu banyak.ā
āIni yang terakhir, oke?ā
āOke.ā
āKenapa, Bunda?ā protes Jeha. āEs
krim kan enak.ā
āApa yang enak belum tentu baik,ā tukas Somin, sementara mulutnya belepotan es
krim.
āSetahuku makan es krim bisa
membuat kita gemuk,ā tambah Hyun Mi, yang tidak mengambil sebungkus pun sejak kemarin.
āBerarti es krim bagus untukku.
Bunda selalu bilang aku terlalu kurus.ā Jeha melirik bungkus-bungkus es yang
tersisa. āSepertinya aku harus makan lebih banyak supaya tambah gemuk.ā
Hana langsung menyambar
bungkus-bungkus es tersebut. āBunda Sejeong dan Somin benar. Terlalu banyak es
krim tidak baik. Hari ini cukup es krimnya, ya..ā
āMaksudmu minggu ini?ā Bunda
Sejeong mengoreksi ucapannya dengan penuh penekanan, namun wajahnya masih
terlihat ramah.
āY-ya, minggu ini.ā Hana mau tak
mau setuju.
āTermasuk kau, Hana. Bunda yakin
kau sudah makan cukup banyak es krim sejak kemarin. Bagaimana jika kusimpan es
krim-mu?ā Bunda Sejeong mengulurkan tangannya. Dan Hana langsung terpaku.
Bukan. Bukan perkataan Bunda Sejeong yang membuat Hana terpaku, melainkan
tangannya. Penuh lebam. Biru dan hitam, persis seperti yang Taeyong katakan. Ia
pasti berusaha melawan dinginnya tubuh Taeyong. Hana membayangkan Bunda Sejeong
mengusap kepala Taeyong dengan senyum ramah, pura-pura tidak merasakan apa-apa.
Saat itu, akhirnya kekhawatiran Taeyong tempo hari dapat Hana pahami. Kau bisa
melakukan hal apa punāentah seberapa gila atau menyakitkannya ituādemi orang
yang kau sayang.
Hana menyodorkan bungkus-bungkus
es-nya, dan Bunda Sejeong mengambilnya dengan ujung-ujung jarinya yang
keunguan. Lebam itu terlihat serius. Hana merinding dibuatnya.
āYa ampun! Apa jadinya kita semua
tanpa es krim?ā racau Jeha melebih-lebihkan.
āKau akan baik-baik saja. Sebelum
ada Hana Eonnie, kau hampir tak pernah makan es krim dan tubuhmu sehat-sehat
saja,ā kata Somin. Ia mengambil kantong plastik dan memasukkan sampah-sampah di
meja ke dalamnya, lantas berdiri hendak membuangnya. Namun sebelum pergi, ia
mengerling pada Hana. āBagaimana pun terima kasih banyak, Eonnie. Kami semua
suka sekali.ā
Hana masih memandangi jemari
Bunda Sejeong.
āHana Eonnie?ā panggil Somin.
Hana tersadar. āAh? Ya?ā
āTerima kasih.ā
āOh, ya, ya, maksudku, tentu,
sama-sama.ā
Saat itu, pandangan Bunda Sejeong
beralih ke dua buah piring makan di pojok meja. āApa ada yang belum makan?ā
Eun Ki menunjuk Melvin dan Won
Tak di meja seberang. Mereka berdua duduk bersebelahan sambil membaca sesuatu,
cekikikan tak henti-henti. Di depan mereka, ada setumpuk komik.
āMelvin? Won Tak?ā panggil Bunda
Sejeong.
Mereka dengan kompak mendongak
dari komiknya.
āMakan dulu.ā
āIya, Bunda,ā kata mereka, tapi
tak ada yang beranjak. Won Tak lanjut membaca sementara Melvin malah menoleh
pada Hana dan menanyakan tentang salah satu seri yang hilang. Noona, kenapa seri yang ke-13 tidak ada?
āMakan sekarang!ā seru Bunda
Sejeong, masih lembut.
āSebentar lagi,ā jawab Won Tak
tanpa menoleh.
āYa, kami janji akan cuci semua
piring kotornya,ā tambah Melvin dengan nada terganggu.
āTidak! Biar Bunda yang cuci! Kalian berdua berhenti baca itu dan lekas makan!ā Bunda Sejeong meninggikan suaranya.
Nadanya terdengar marah sekaligus memohon. Dan nada itu berhasil
membuat Melvin dan Won Tak, bahkan semua anak di aula makan merasa bersalah.
Itu pertama kalinya Bunda Sejeong kelihatan kecewa sekali.
Kedua anak laki-laki itu saling pandang dan langsung berdiri, lantas berjalan mengambil piringnya.
āApa kalian sudah kerjakan PR?ā
Melvin dan Won Tak hanya menunduk.
Bunda Sejeong menghela napas, terlihat amat sedih dan sakit hati. Wanita itu kemudian berkata dengan suara pelan. āKembalikan komiknya pada Hana. Kalian cuma boleh
membaca komik saat akhir pekan.ā
āTapiā¦ā Won Tak langsung menyikut
rusuk Melvin yang hendak protes.
āTapi apa, Melvin?ā
āBukan apa-apa.ā
Bunda Sejeong menghela napas lebih
keras. Ia berjalan mengambil semua komik di atas meja dan memberikannya pada Hana.
āTolong, Hana. Jangan berikan komikmu pada siapa pun kecuali hari libur.ā
āB-baik.ā
āBunda benar-benar minta tolong
padamu,ā katanya. āAku bisa percaya padamu, kan?ā
āY-ya.ā
āTerima kasih.ā
Hana merasakan hatinya mencelos. Tidak, kau tak bisa percaya padaku. Aku
adalah orang yang paling tidak bisa dipercaya di rumah singgah ini.
**********
Saat itu sudah pukul sebelas malam
dan Hana masih mencoba menghubungi Wooseok. Ia benar-benar penasaran hingga tak
bisa tidur. Rasanya, jika ia tak mendapat penjelasan ilmiah (mengenai lebam
mengerikan di lengan Bunda Sejeong) malam ini juga, ia akan mati.
[Halo.] Suara Wooseok terdengar
jauh sekali.
āHalo. Ini aku Hana. Apa kau
sudah tidur?ā
[Hmm, ya..,] gumamnya serak. [Ada
apa?]
āAda yang ingin kutanyakan.ā
[Tanyakan saja!]
āApa yang akan terjadi jika kau
memegang sesuatu yang sangat dingin?ā
[Sedingin apa?]
āPokoknya sangat dingin sampai
bisa membuat kulit lebam.ā
[Kau baru saja menjawab
pertanyaanmu sendiri.]
āJadi cuma lebam?ā
[Tergantung sedwingin apa benda
itu dan berapa lama kau...hoam... memegangnya.] Wooseok bicara tidak jelas karena sedang menguap. [Kalau tak terlalu lama,
mungkin kulitmu hanya berubah keunguan atau bengkak. Tapi kalau kelamaan, lebam
itu bisa jadi permanen. Yang lebih buruk, kau bisa kena radang dingin.]
āApa itu radang dingin?ā
[Eung, kau tahu hipotermia?]
Wooseok tak menunggu Hana menjawab. Hana sendiri tengah mengernyit di
ranjangnya. Oh, ia pernah dengar hipotermia, tapi tak pernah tahu apa artinya.
[Itu adalah kondisi di mana mekanisme tubuh kita kesulitan mengatasi tekanan
suhu dingin. Yah.. seperti yang kubilang, penyebabnya adalah suhu di sekitar kita
yang terlalu dingin. Nah, radang dingin ini jauh lebih parah dari hipotermia.
Selain detak jantung melemah, jaringan di dalam tubuh juga bisa rusak.]
āTerdengar berbahaya.ā
Hana menyahut ngeri.
[Memang bahaya. Kalau kerusakannya
sudah parah, bagian tubuh itu bisa busuk dan harus diamputasi.]
āB-busuk? Amputasi? Ya
ampun, jadi itu kemungkinan terburuknya?ā
[Tergantung,] kata Wooseok, bicara
tipis-tipis di balik napasnya, kemudian menguap lagi. [Jika menurutmu cacat
fisik lebih buruk dari kematianā¦.]
āK-kematian?ā
[Yeah, tentu saja. Bayangkan
tekanan darahmu terus menurun, kau bisa mati dalam keadaan membeku seperti
mayat.] Hana pucat pasi. Ia terlalu takut untuk bertanya lebih jauh lagi dan
langsung berterima kasih dan menutup teleponnya.
Selama ini, Hana hanya sok tahu
saja mendekati Taeyong. Ia berkata ātidak apa-apaā atau ākau tak akan
menyakitikuā dengan enteng, seolah ia mengerti konsekuensinya. Nyatanya, ia bersikap begitu hanya dengan modal nekat saja, tanpa pengetahuan sama sekali. Ia kira, menyentuh Taeyong
hanya akan membuatnya merasa sakit dan tersetrum seperti dulu. Cuma meninggalkan memar dan perih biasa, kemudian besoknya memar itu akan hilang bersama rasa sakitnya. Tak pernah terpikir di benaknya bahwa sentuhan Taeyong ternyata seberbahaya ini.
Jadi itu alasan Bunda Sejeong mengurung Taeyong? Dia benar-benar bisa
menyakiti orang-orangā¦ Benar-benar bisa menyakiti mereka sampai ke tahap
kematian.
Hana memikirkan itu semalaman
dengan perasaan terganjal, hatinya memberat dan memberat. Ia berpikir apa
sebaiknya berkata jujur sajaā¦ perihal semua iniā¦ perihal pertemuan rahasia
mereka sebulan belakangan. Lebih dari itu. Bahwa sebenarnya ia sudah melihat
Taeyong sejak tujuh bulan yang lalu. Dan sekarang mereka berteman. Mereka bahkan
punya alat canggih yang bisa membantunya.
Kemudian tanpa sadar, di antara
semua pemikiran itu, Hana tertidur.
**********
āHana! Hana!! Hanaā¦..Ya ampun, Hana!ā
Sang pemilik nama sontak terbangun. Bunda Sejeong berseru sambil berlari ke
ranjangnya. Wajahnya berbinar cerah seperti baru saja melihat keajaiban.
āAku ditelepon dokterā¦. Ibumuā¦
Hanaā¦Ibumu siuman.ā Bunda Sejeong bicara dengan napas tersengal dan raut penuh syukur. Hana berusaha mencerna kata-kata itu sebelum akhirnya berhasil dan terbelalak.
āI-ibuku siuman?ā ulang Hana gelagapan.
Bunda Sejeong mengangguk-angguk.
Hana melompat dari tempat
tidurnya. āAku mau ke rumah sakit sekarang,ā ucapnya, kalang kabut menyambar
jaket dan memakai sepatu.
āIni masih jam lima pagi, Sayang.
Bagaimana kalauā¦ā
āTidak apa-apa, Bunda. Akuā¦bagaimana bisa aku diam di sini? Saat tahu ibuku sadarā¦ Ya Tuhanā¦.Ibuku... siuman.ā Hana syok sekali sampai-sampai bicara seperti orang linglung. Ia membuka pintu kamar
dengan napas tersendat. Air matanya mulai turun. Jantungnya berdebar-debar seperti sedang ditabuh dan lututnya lemas. Ia
berlari tergopoh-gopoh di koridor rumah singgah dengan pandangan buram karena
air mata.
Saat itu, tangannya ditangkap
dari belakang. Hana menoleh dan melihat Bunda sejeong.
āBiar Bunda mengantarmu.ā
*********
Selagi Hana di rumah sakit,
Taeyong memanjat lemari dan duduk bersandar di tembok. Matanya tak lepas
memandangi koridor lewat ventilasi. Oh, ia tak tahu apa yang terjadi. Yang ia
tahu, kemarin Hana berjanji akan menemuinya sebelum berangkat sekolah. Tapi
sekarang matahari sudah tinggi sekali dan tak ada siapa pun yang datang. Bahkan
ibunya pun tak datang. Ia belum sarapan dan sekarang sudah hampir tiba waktu
makan siang.
Karena terlalu lama menunggu,
Taeyong ketiduran di atas lemari. Saat itu, sang ibu datang membawa nampan dan
panik karena tak bisa menemukan Taeyong.
āAstaga!!ā serunya begitu menoleh
dan melihat Taeyong di atas lemari.
Taeyong mengerjap-ngerjap sebelum
tersadar.
āEommaā¦,ā katanya terkejut.
āA-apa yang Eomma lakukan?ā
āHarusnya Eomma yang tanya
begitu! Apa yang kau lakukan di sana?ā
āA-akuā¦ ā Taeyong mengusap tengkuknya mencari alasan. āAku menunggumu membawakanku makanan. Dari sini, aku bisa lihat ke
luar.ā
Bunda Sejeong seketika merasa bersalah.
āMaafkan Eomma, tadi ada urusan mendadak. Tolong turunlah dari sana. Seseorang
bisa melihatmu.ā
āVentilasinya cuma selebar tujuh
centi.ā
āTurunlah!ā
Taeyong pun melompat turun. āApa
ada sesuatu yang terjadi dengan anak asuhmu?ā tanyanya penasaran.
āYa, tapi bukan masalah. Justru
sebaliknya, itu adalah sesuatu yang sangat baik.ā
āApa yang terjadi?ā
āSalah satu dari anak asuhku,
ibunya koma selama tujuh bulanā¦dan hari ini, pagi-pagi sekaliā¦ dia siuman dan
memanggil-manggil nama anaknya.ā
Muka Taeyong langsung berbinar
bak matahari. Ia tentu sudah tahu siapa gerangan anak asuh itu. Hana sudah
bercerita tentang ibunya yang koma nyaris sepuluh kali. āYa ampun! Sungguh?ā
āYa.ā Bunda Sejeong mengernyit.
āKau terlihat bahagia sekali.ā
Taeyong terpaku, lalu mengubah
mimik mukanya menjadi datar kembali. āTidakā¦ aku hanya ā¦ itu kabar baik. Siapa
yang tak senang mendengar kabar baik?ā
āApa kau bahkan mengerti apa
artinya koma?ā Bunda Sejeong tertawa pendek, lalu meletakkan nampannya di meja.
āNgomong-ngomong soal kabar baik, lebih baik kau habiskan makananmu sekarang
karena aku punya kabar yang super baik.ā
Taeyong sangsi apa ada kabar yang
lebih baik dari berita yang ia dengar barusan. Ibu Hana siuman. Kabar macam apa
yang bisa menandingi itu? Taeyong tak bisa menghilangkan wajah gembira Hana
dari kepalanya. Ia ikut gembira sampai-sampai sekujur tubuhnya menghangat.
Dan makanannya menjadi dua kali lipat lebih enak.
Ia menghabiskan makanannya dengan
cepat, kemudian berbalik menghadap sang ibu yang menunggunya di sofa.
āSudah selesai?ā
āYa.ā
āBisa bantu Eomma menutup peti
tidurmu dengan kain ini?ā Ia mengeluarkan kain putih selebar seprai dari
kantong plastik.
āYeah, tentu,ā ucap Taeyong,
heran. Ia menyelubungi peti tidurnya sementara sang ibu mematikan pendingin
ruangan.
āAyo kita pindah ke ruangan lain. Para pekerjanya akan datang.ā
āPekerja?ā
āYa. Kau masih ingin jendela,
kan?ā
Taeyong terperangah. āE-eomma serius?ā
Bunda Sejeong tersenyum. āSelamat
ulang tahun, Sayang. Eomma yakin satu jendela tidak akan menyakiti siapa pun.ā
āA-aku ulang tahun? Maksudmuā¦ ini
hadiah ulang tahunku? Astaga!ā Taeyong berseru. Bibirnya melengkung di luar kendali. āUlang tahunkuā¦ aku
tak pernah tahu kapan aku ulang tahun...ā Taeyong menyapu rambutnya ke belakang. Berpaling dan mendesahkan napas tak percaya. Ia bahagia sekali sampai-sampai jantungnya serasa mau copot. Bahagia sekali sampai tak tahu harus berkata apa. Ia cuma bernapas panjang-pendek, cuma memandangi ibunya sambil melengoskan senyum lega. āAku berjanji tak
akan sakiti siapa pun. Aku bersumpah padamu. Terima
kasih banyak. Sungguh, aku menyayangimu. Terima kasih.ā
āKalau begitu, ayo kita pergi
sekarang! Eomma sudah siapkan semuanya. Semoga suhu di sana tak jauh beda
dengan ruangan ini.ā
Taeyong mengangguk tak sabar dan
mengekor di belakang sang ibu.
Untuk pertama kalinya sejak
beberapa tahun ini, Taeyong melangkah keluar kamar. Ia merasa seperti mengunjungi dunia yang berbeda. Langit terlihat sangat biru (jauh lebih biru dari apa yang ia lihat lewat ventilasi) dan gumpalan awan di sekitarnya kelihatan lezat. Ia mendongakkan kepalanya lebih jauh, membuat iris abu-abunya berkilau diterpa sinar mentari. Taeyong menurunkan pandangannya pada lapangan, yang luas dan sepi, dalam hati berharap diizinkan untuk berlarian di sana setidaknya sekali sebelum mati. Ia berjalan di samping sang ibu melalui
koridor yang panjang. Luar biasa panjang. Ia bisa salto dua puluh kali di sepanjang koridor ini dan
tak akan ada habisnya. Saat Taeyong sibuk menoleh ke sana kemari bak sedang
darmawisata, mereka tiba di ruangan yang dituju.
Ruangan itu kecil dan dingin.
Taeyong masuk perlahan-lahan dan merasa nyaman sekali. Pendingin ruangannya
berfungsi optimal, belum lagi ada sekitar tiga kulkas kecil yang sengaja dibuka
persis di depan kasur.
āNyaman?ā tanya sang ibu.
āYeah, sempurna.ā
āBagus. Eomma usahakan mereka
bekerja dengan cepat. Kalau bisa malam ini juga kau bisa kembali ke kamarmu.ā
āTidak masalah.ā Taeyong melompat
ke kasurnya dan merebahkan diri. āSungguh, aku baik-baik saja. Di sini sejuk.ā
āAda batu es di dalam kulkasnya
jika kau merasa gerah.ā
āOke.ā
āEomma akan tunggu di kamarmu
sampai mereka datang.ā
Taeyong mengangguk. Bunda Sejeong
pun melangkah keluar dan mengunci pintu. Taeyong meletakkan kedua tangannya
di belakang kepala dan menatap langit-langit. Di ruangan ini, walaupun
ventilasinya sedikit lebih besar, tak ada lemari yang bisa dipanjat untuk
menjangkaunya. Ia berharap Hana tak datang dulu sampai semuanya beres.
**********
Selagi menunggu para pekerja,
Bunda Sejeong mendorong peti tidur Taeyong ke sudut dan menutupi semua perabotātermasuk
sofa dan pendingin super besar yang jelas-jelas mencurigakanādengan kain putih
yang sama. Ia menyapu lantai dan merapikan baju-baju Taeyong yang acak-acakan
di lemari.
Saat menarik salah satu pakaian
di tumpukan terbawah, sebuah benda terjatuh di depan kakinya. Bunda Sejeong
memungut benda itu dengan kening berkerut. Bungkus es krim. Bungkus es krim
yang ia lihat semalam. Yang dimakan oleh semua anak di rumah singgah. Ia terpaku
sebentar, memandangi bungkus es krim itu dengan mata terbelalak. Bunda Sejeong
lantas menggeledah lemarinya lebih dalam lagi. Dan semakin terkejut begitu
melihat benda-benda ganjil yang lain. Sarung tangan super anehāyang ia bersumpah
tak pernah membelinya. Dan komik terbitan ke-13. Komik yang dibilang hilang oleh Melvin semalam..
Bunda Sejeong menggenggam
benda-benda itu dengan tubuh gemetar. Rasanya seperti disambar petir.
āH-hanaā¦,ā gumamnya dengan suara bergetar.
āDia mengetahuinya.ā
TBC
Nah lo, hana bakal diapain sama bunda sejeong??
Anyway, happy belated anniversary buat GIGSENT tercintaā¦ dan makasih
teruntuk Kim Dhira dan GSB yang udah publish pas hari H. Maaf banget aku bener2
g bisa publishā¦karena ya emang g punya apa2 buat dipublishā¦..pikiran sama hati lg g tenang jadi mau bikin
ficlet pun g bisaaa :ā( Tapi sekarang udah tenang kok.. makanya publish..
huhu..
Sampai ketemu di part selanjutnya. Wasalam^^
Comments
Post a Comment