The Fucking Fiance





Cast:


Song Soo Jeong / You  ~  Lee Taeyong NCT




Genre:


Lemon / Lime (AU - Alternate Universe)




*   *   *   *





Entah bagaimana cara menggambarkan rasa terkejut yang tengah ia rasakan. Apakah dengan berteriak? Memaki? Memukul? Atau melompat dari ketinggian ribuan kaki di atas permukaan laut?



Rasanya semua itu tidak cukup untuk menggambarkan rasa terkejut Soo Jeong yang terlihat sangat terkejut sampai-sampau lidahnya mengelu dan membuat ia tidak sanggup mengeluarkan sepata kata pun. Bahkan saat sang pembawa acara berseloroh akan ketidaksetujuan para hadirin dengan acara sore hari itu, ia tetap diam dengan sorot mata tak percaya.



Dalam hati ia diperintahkan untuk mengatakan ketidaksetujuannya. Tapi bibirnya seakan terkunci hingga rasanya sulit sekali untuk membukanya walau hanya untuk menghembuskan napas.



Hingga akhirnya sampailah saat dimana dirinya akan dipakaikan sebuah cincin yang dijadikan sebagai simbol pengikat antara dirinya dengan sang pemberi. Namun hingga detik-detik sebelum cincin tersebut disematkan di jari manisnya, Soo Jeong tetap tak bergeming dan hanya bisa menatapi seisi ruangan dengan pandangan tidak mengerti.



“Baiklah.. Lee Taeyong-ssi, anda bisa menyematkan cincin pada jari manis Nona Song Soo Jeong.” Ujar sang pembawa acara.



Taeyong pun mengikuti arahan sang pembawa acara. Ia mengambil kotak bludru merah yang berada di dalam saku jas, membuka kotak tersebut dan mengeluarkan cincin berwarna silver. Sementara tangannya yang bebas meraih tangan Soo Jeong.



Perlahan ia sematkan cincin silver tersebut. Dan kemudian hiruk pikuk tepuk tangan dan teriakan meriah langsung menggema begitu Taeyong telah berhasil menyelesaikan tugasnya.



“Kemudian kami persilahkan Nyonya Lee untuk memberikan hadiah yang telah dipersiapkan.”



Wanita setengah baya yang sedari tadi terus memasang senyum lebarnya itu perlahan menghampiri Soo Jeong. Kemudian dengan tetap tersenyum wanita itu mengambil sebuah kalung yang berada di dalam kotak bludru lainnya dan melepaskan pengaitnya.



“Ini adalah hadiah dari ku untuk mu Soo Jeong-ah.. dan mulai sekarang kamu sudah bisa memanggil ku dengan panggilan Ibu.” Katanya dengan menampilkan senyum hangat bak seorang ibu kepada anaknya.



Wanita itu kemudian berpindah ke belakang Soo Jeong dan kemudian memasangkan kalung berbandul lingkaran dengan sedikit ukiran disisi-sisinya. Tidak berapa lama, setelah pengait kalung itu telah tekait kembali, wanita itu lantas kembali ke hadapan Soo Jeong dan menarik gadis itu ke dalam dekapannya.



“Selamat datang anak perempuanku.”





*  *  *  *




Kemeriahan sore yang telah berganti malam itu masih terus berlanjut. Para tamu yang tidak lain adalah keluarga serta teman-teman dekat dari keluarga Lee dan Song masih memenuhi salah satu ruangan terbesar di bangunan hotel itu dengan kegembiraan yang juga mereka rasakan atas perhelatan pertunangan yang baru saja dilaksanakan.



Iya.. pertunangan. Acara itulah yang membuat Soo Jeong bagai tersambar petir di siang bolong. Bagai dilempar ke dalam jurang yang dipenuhi tumpukan jarum. Bagai terseret arus saat bermain arum jeram hingga tenggelam ke dasar laut.



Begitu mengejutkan dan tida dapat ia percayai!



Ia yang mengenakan gaun selutut dengan payet-payet pada lingkar leher datang ke tempat itu karena permintaan kedua orang tuanya. Ia tidak tahu kenapa ia diminta untuk datang. Kedua orang tuanya tidak mengatakan apa pun selain memintanya untuk datang pukul 4 tepat dengan memakai gaun dan riasan pada wajah.



Dan permintaan itu sama sekali tidak dicurigai oleh Soo Jeong. Pasalnya ia sudah terbiasa untuk diminta menghadiri pertemuan antar rekan bisnis ayahnya. Dengan memakai gaun dan tentunya wajah yang dirias dengan peralatan make-up andalannya. Karena kebiasaan tersebutlah akhirnya ia datang tanpa menaruh curiga apa pun.



Namun setibanya ia, seluruh pasang mata yang hadir yang kebetulan melihat kedatangannya berbondong-bondong memberikannya senyuman seleber yang mereka bisa dan tak lupa ucapan selamat yang diisyaratkan dengan hanya gerakan bibir saja.



Soo Jeong bingung. Ia tidak mengerti kenapa semua orang menatapnya dengan tatapan yang begitu senang dan seakan ia lah bintang utamanya, serta berbagai ucapan selamat dan pelukan singkat dari beberqpa orang yang kebetulan dilewatinya.



Hingga sampailah pada inti acara. Gadis itu dipanggil oleh sang ayah untuk datang ke depan. Bersamaan dengan itu, pria paruh setengah baya lainnya memanggil sosok bernama Lee Taeyong untuk ikut datang ke depan. Soo Jeong menatap sang ayah untuk meminta penjelasan. Namun pria itu hanya tersenyum dan merangkulnya erat.



“Dan inilah kedua pasangan itu. Berikan tepuk tangan untuk Tuan Lee Taeyong dan Nona Song Soo Jeong!” Ungkap sang pembawa acara dengan begitu bersemangat.



Soo Jeong yang masih tidak memahami dengan kondisi yang ada memilih untuk tetap diam dan terus meminta penjelasan dari sang ayah melalui tatapan matanya.



“Dan di sore hari ini, izinkan saya memandu acara ini.” Sambungnya. “Kemudian agar kita tidak terlalu lama, mari kita mulai acara pertunangan antara Tuan Lee Taeyong dan Nona Song Soo Jeong di sore yang indah ini.” Imbuhnya cepat, secepat mobil-mobil yang melaju di sirkuti, dengan meriah.



Soo Jeong yang mendengar kalimat tersebut tercengang. Terkejut bukan main. Selama beberapa saat ia menatap kosong sesuatu di depannya. Entah apa itu. Ia bahkan tidak berkedip untuk beberapa detik sampai akhinya sang ayah yang terus merangkulnya memijat pundak anak gadis semata wayangnya itu hingga membuat Soo Jeong tersentak dari keterkejutannya.



Pertunangan?? Dirinya? Mimpi apa dia sampai-sampai ia harus bertunangan dengan orang yang tidak terlalu ia kenal?




*  *  *  *




Soo Jeong merasa dirinya seperti tengah terombang-ombing di lepas pantai. Bingung akan kemana dan tidak tahu mau melakukan apa. Pikirannya menginginkan ia untuk menyendiri. Dimana pun itu asalkan hanya ada dirinya saja. Tidak ada siapa pun yang menemaninya, baik itu orang tuanya, tunangannya yang tidak dirinya kehendaki, atau sahabat-sahabatnya yang ternyata juga hadir atas permintaan sang ibu.



Pikiran tersebut akhirnya sampai kepada hasrat yang tidak dapat Soo Jeong bendung lagi. Dengan  bermodalkan keberanian dan kemampuan mengamuflasekan dirinya yang ia pelajari secara otodidak saat menjadi mahasiswa tingkat 1, ia memutuskan untuk meninggalkan ruang acara tersebut.



Dengan melangkahkan kakinya secara perlahan menembus berpasang-pasang kaki yang tengah bercengkrama seakan tidak ada apa-apa, Soo Jeong menjalankan aksi kaburnya. Dengan kecepatan yang stabil, tidak terlalu cepat dan terburu, kakinya melangkah. Tapi tiba-tiba saja kakinya berhenti melangkah saat ia melihat Taeyong yang tengah bercengkrama dengan teman-temannya, tidak jauh dari posisinya saat itu.



Aku harus menghindarinya., pikir gadis itu.



Ia putar langkahnya mencari jalan lain untuk menghindari Taeyong. Namun ia kembali memutuskan untuk tetap berdiri di sana dan bersembunyi pada salah satu tiang penyangga yang tidak jauh dari tempatnya maupun laki-laki berstatuskan tunangannya itu berada.



Apa yang tengah mereka bicarakan? Kenapa samar-samar aku mendengar namaku disebut??, batinnya.



“Jadi bagaimana perasaanmu Taeyong-ah?”



Taeyeong menarik ujung bibirnya. “Menurut mu bagaimana Johnny Seo?”



Pria bernama Johnny itu hanya menganggukkan kepalanya. Ia tahu betul bagaimana sahabatnya itu. Dan saat melihat reaksi pria berjas hitam dengan kemaja biru muda itu, ia hanya mengangguk dan tersenyum.



“Tapi Taeyong-ah, aku masih bingung kenapa kau mau menerima pertunangan ini?”



“Maksud ku kenapa kau setuju dengan pertunangan ini? Dan kenapa Soo Jeong?” Ralatnya cepat saat Taeyong menatapnya dengan alis bertaut –bingung–.



“Nakamoto Yuta..” Doyoung, pria lainnya, yang berdiri di sebelah pria itu menepuk pundaknya. “Kau belum mengenal siapa Song Soo Jeong. Karena itu kenal lah dia dan kau akan tahu kenapa Taeyong dengan senang hati menerima pertunangan ini.”



“Kenapa kau seperti sudah mengenal gadis itu lama?”



Doyoung mendengus. “Tentu saja! Aku menghabiskan setiap hari rabu ku selama 1 semester bersama dengannya. Jadi aku tahu siapa sosok Soo Jeong.” Ujarnya bangga, seakan mengenal Soo Jeong lebih dulu sama berharganya dengan kemenangan ia saat mengikuti lomba maraton beberapa minggu yang lalu.



“Dia gadis yang berbeda. Aku akan menyesal bahkan sangat menyesal jika aku menolak perjodohan ini. Membiarkan Soo Jeong lepas dan akhirnya dimiliki pria lain.” Taeyong akhinya membuka suara.



“Tapi kau tidak mencintainya bukan? Jadi untuk apa kau melakukan ini?”



“Cinta akan tumbuh setelah sering terjadinya kontak. Memang, aku akui kalau saat ini aku tidak mencintainya. Tapi dengan memilikinya saja sudah cukup memberikan ku kesenangan, lalu untuk apa aku mencintainya di awal? Apakah kau paham maksudku Yuta-ya?”



Yuta terdiam selama beberapa saat. Dahinya berkerut dan matanya sedikit berputar. Otaknya masih belum bisa memahami dengan cepat maksud dari perkataan Taeyong. Namun saat ia telah memahami maksud ucapan Taeyong, pria itu malah memberikan pukulan ringan pada pundak temannya itu.



“Kau benar-benar pria bajingan Lee Taeyong!” Serunya terkekeh.



“Lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini?” Johnny kembali membuka suaranya setelah hanya diam mendengarkan.



“Menurut mu? Aku adalah tunangannya dan tinggal menentukan waktu saja dia akan menjadi milikku selamanya. Jadi…”



“Johnny-ya, kau pasti tahukan seberapa buruk isi pikiran Taeyong jika sudah berhubungan dengan wanita. Dan pikiran-pikiran itu yang akan dilakukannya. Memang apa lagi menurut mu?!?!” Sergah Doyoung cepat, secepat Taeyong yang langsung memasang senyum miringnya.



Soo Jeong yang bersembunyi di balik tiang tidak mampu menutupi rasa terkejut yang bercampur dengan amarah. Mendengar perbincangan Taeyong dan teman-temannya membuat dirinya sudah tidak bisa bertahan lagi. Ia harus pergi sebelum dirinya merasa semakin buruk dan menyebabkan keributan disaat keadaan ruangan yang tengah tenang.



Dan di saat ia akan meninggalkan tempat persembunyiannya, Hyebin, sahabatnya, datang menghampiri.



“Apa yang kau lakukan di sini?”



Soo Jeong menelan salivanya. Ia berusaha meredam seluruh perasaannya agar tidak diketahui sahabatnya itu. “Ah.. em.. tidak. Tidak ada.” Jawabnya cepat.



“Ah.. Hyebin-ah, aku ingin ke toilet.” Bohongnya saat Hyebin malah menatapnya dengan curiga.



Ia segera pergi meninggalkan Hyebin. Dan agar sahabatnya itu tidak menaruh curiga dan akhirnya mengikuti dirinya, Soo Jeong sengaja memilih jalan dimana banyak kerabat dan kolega keluarganya berada.



“Soo Jeong-ah..” Panggil Hyebin yang tidak mendapatkan gubrisan apa pun dari sang pemilik nama.




*  *  *  *




Mobil menjadi pilihannya untuk bersembunyi dari kenyataan yang tengah ia hadapi, walau hanya untuk waktu yang singkat. Sebenarnya ia tidak ingin bersembunyi di dalam mobil, tetapi tidak ada tempat lain yang aman menurutnya. Jika ia pergi ke salah satu ruangan atau bagian dari hotel tersebut yang jauh dari keramaian, maka orang lain akan dengan mudah menemukannya karena setidaknya ia harus meminta izin kepada pihak hotel.



Karena itulah mobil pribadinya yang ia kendarai untuk bisa sampai ke tempat itu menjadi pilihan terakhir bahkan pilihan satu-satunya yang ia punya. Walaupun begitu, setidaknya ia telah berhasil mengendalikan perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya dengan hanya menyenderkan tubuhnya di jok pengemudi serta memejamkan matanya untuk waktu yang cukup lama.



Selain itu, angin malam yang berhembus masuk melalui celah jendela yang kemudian menerpa wajanya mampu memberikan efek sejuk bagi dirinya yang masih merasakan hawa panas dari ujung kepala hingga kakinya. Setidaknya dengan adanya angin yang berhembus, dirinya tidak terlalu merasa bertambah panas yang kemungkinan terjadi karena bergabungnya hawa panas yang ia bawa dari dalam dengan suhu mobilnya saat itu sehingga berisiko meningkatkan kadar emosinya.



Masih dengan mata yang terpejam dan hembusan angin yang menyapu permukaan kulitnya, begitulah cara Soo Jeong menikmati kesendiriannya demi bisa mengendalikan emosi dan perasaan berkecamuk yang masih menguasi dirinya. Namun belum juga perasaan dan pikirannya merasa tenang seutuhnya, seseorang malah mengusiknya dengan tiba-tiba saja membuka pintu penumpang di sampingnya dan ikut duduk.



“Tae-Taeyong?” Pekiknya terkejut saat membuka mata dan menemuan sosok pria itu di sampingnya.



Sosok itu menoleh. Kemudian menatap Soo Jeong dengan tatapan mengintimidasi.
“Kenapa kau bisa ada di sini?” Tanya Soo Jeong. Suaranya yang bergetar disadari oleh Taeyong yang malah semakin intens menatapnya.



Tentu aku ada di sini, karena kamu ada di sini Soo Jeong-ah..



Em.. maksud ku, kenapa kau bisa tahu aku ada di sini? Tanyanya kembali dengan suara yang semakin terdengar bergetar.



Kamu bukan gadis bodoh yang akan melakukan tindakan gegabah hanya untuk bersembunyi. Dan segala sesuatu yang berlabelkan milikmu adalah hal yang tidak akan pernah menjadikan mu sebagai gadis bodoh. Dan di sini hanya mobilmu lah yang bisa menyembunyikan mu dari semua orang, tapi tidak dengan ku. Jawab Taeyong.



Lantas tubuhnya bergerak memangkas jarak di antara mereka. Perlahan namun pasti wajahnya mendekat hingga ia dapat merasakan hawa panas yang dihembuskan oleh Soo Jeong.



Soo Jeong sontak bergerak mundur. Namun usahanya tidak berbuah apa pun karena Taeyong tetap membuat jarak di antara mereka megecil.



A-Apa yang mau kau lakukan?



Soo Jeong yang sudah terpojok semakin merasa takut saat melihat Taeyong tengah tersenyum miring padanya. Memperhatikan wajahnya seakan ada harta karun di sana dengan tangan yang mulai bergerak menyentuh pipinya.



Dekat dan semakin dekat. Sampai-sampai membuat Soo Jeong memejamkan matanya –takut–.



"Aku ingin memberitahu mu kalau mulai hari ini kamu harus terbiasa dengan semua hal tentang diri ku. Apa pun itu, termasuk...." Bisikannya berhenti.



Dan saat itu Soo Jeong merasa bahwa wajah mereka tidak lagi dekat. Perlahan dengan keberanian yang sangat sedikit, ia membuka mataya. Dan tepat saat itu Taeyong malah mendaratkan bibirnya pada bibir Soo Jeong. Membuat Soo Jeong yang tidak siap terkejut bukan main.



Termasuk, kecupan ringan seperti itu dan... yang lebih dari pada itu. Sambungnya setengha berbisik setelah melumut kedua bibir Soo Jeong yang masih teperangkap di dalam rasa terkejutnya.



Taeyong lantas kembali ke posisi duduknya sebelum membuka pintu dan pergi meninggalkan Soo Jeong sendiri. Ya... sendiri dan hanya ditemani dengan rasa terkejut dan jantung yang berdetak cepat.




E  .  N  .  D





 Satu minggu setelah Just for You, aku balik sama cerita baru yang tentunya enggak kalah absurd.



Baiklah, aku mau minta maaf karena aku lagi-lagi enggak balik denganTime atau Goodbye Baby.  Maklum saat ini masih edisi internship jadinya belum sempet ngelanjutin apa pun yang sudah dibuat rencana sebelumnya. Dan emang idenya juga beda sama kedua cerita itu, jadinya aku bikin aja cerita baru pas lagi enggak ada kerjaan dan hanya duduk menunggu dan terus menunggu.



Dan maaf aku menistakan Taeyong di cerita pertama dia yang aku tulis :(( *sorry Taeyong-ers* *asal tulis aja, soalnya enggak tau hehe*



Oke, aku hanya berharap semoga kalian enggak jleh sama keabsurdan yang selalu ada disetiap tulisanku. Dan semoga kalian enggak bosen untuk menunggu kelanjutan dari Time dan GB. Dan agar tidak lebih lama lagi di sini dan membuat kalian muak, aku pamit aja ya.



Sampai bertemu lagi *dadah-dadah*.....감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts