TO MANY BAD PEOPLE THE SERIES: Jiyeong's Diary - Part 4
Cast : Hwang Jiyeong (OC)
Genre : Ori-Fic, Daily Life
* * * *
Aku Jiyeong, mahasiswa tingkat 2 di salah satu universitas terkemuka di
Korea. Aku mengambil studi kesehatan karena bagi ku kesehatan merupakan dasar
dari apa pun. Ku kira apa yang aku pilih ini tidak akan menimbulkan perasaan
penuh sesak dan beban, tapi ternyata perkiraanku salah! Dan di sinilah ceritaku
akan dimulai...
o O
O O o
Setelah menghabiskan
banyak waktu dan membiasakan diri dengan berbagai tipe orang yang ku temui di kampus,
akhirnya aku sadar bahwa istilah āJangan menilai buku dari sampulnyaā itu
salah. Ah ralat, maksud ku agak salah!
Kenapa?
Ya karena apa yang
aku lihat sebagai sampul saat pertama kali bertemu orang baru tidak sepenuhnya
salah. Dan hal itu kembali terbukti!
Ini mengenai Ahri!
Teman sejak aku masih
menjadi mahasiswa baru dan mengikuti serangkaian kegiatan pengenalan kampus
bersama dengan dosen. Sejak pertama kali aku bertemu dan berbicara dengannya,
aku sadar bahwa ia adalah seseorang yang berasal dari kalangan keluarga ekonomi
menengah. Ya... apa pun itu pekerjaan orang tuanya, aku tidak peduli dan tidak
mau tahu.
Tapi semakin lama aku
berinteraksi denganya, aku menjadi tahu bahwa ayahnya memiliki perusahaan yang
bergerak di bidang desain walaupun background pendidikannya bukanlah desain.
Apa pun itu sebenarnya bukanlah urusanku. Tetapi ia kerap menceritakan hal itu
walaupun kami dalam topik, waktu, maupun kesempatan yang berbeda. Jadi dapat dibayangkan
bagaimana aku dapat dengan mudah mengingat setiap detail cerita mengenai
keluarganya.
Namuan bukan itu
masalah terbesar yang ku hadapi. Mungkin ini terdengar sepele tapi hal ini
sangat mengganggu ku. Sangat!! Dan aku menyadarinya saat kami harus bersama
selama sepuluh malam demi menghadiri konferensi yang kami ikuti. Oke.. ralat,
konferensi yang dibarengi dengan liburan sesaat.
Konferensi tersebut
diadakan di sebuah negara yang sangat ingin ku kunjungi. Sangat! Sangat ingin!!
Saat merencanakannya saja sudah berhasil membuat ku berkhayal tinggi. Tapi
sayangnya semua menjadi tidak seperti apa yang ada dibayangan ku.
Entah apa tujuannya
untuk selalu mengatakan bahwa kami akan pergi menghadiri konferensi tersebut
saat sedang bersama dengan teman yang lain. Oh ayolah.. aku tidak ingin banyak
orang yang tahu mengenai rencana kepergian ini. Dengan seringnya ia mengatakn
rencana tersebut kepada orang lain seakan ia sengaja mengumbarnya demi
mendapatkan perhatian dan pengakuan bahwa ia akan pergi. Tapi masalahnya
adalah, kenapa ia juga menyebut namaku di dalamnya???
Aku tahu kalau
kepergian ini adalah kepergian kami. Tapi tidak perlu juga sampai mengatakan
mengenai kepergian ini berkali-kali di forum kelompok saat membahas kemungkinan
kehadiran dalam acara presentasi hasil pengabdian masyarakat kami bukan.
Sombong????
Iya itu yang ada
dipikiranku setiap kali ia mengatakan hal itu di hadapan teman-teman yang lain.
Dan aku muak! Sangat muak. Aku seperti ikut menyombongkan diriku setiap kali ia
menyebut namaku saat mengatakn hal tersebut.
Dan semua kelakuan
dan sifatnya yang membuat aku lelah terus berlanjut hingga kami tiba di negara
tersebut. Mulai dari kebiasaannya yang tidak dapat mengestimasi waktu,
sampai-sampai kami harus selalu telat saat menghadiri konferensi. Memberikan
arahan jalur subway seakan paham dan telah berpengalaman hingga seperti
merendahkan kami yang tidak mengerti mengenai hal tersebut. Tetapi saat kami
tak kunjung juga menemukan jalur yang tepat, ia seakan menjadi seekor kurcaci
saat diminta untuk berbicara dengan penjaga di sana.
Bahkan menanyakan
mengenai peminjaman ruang cuci kepada pemilik rumah yang kami sewa kamarnya, ia
malah meminta ku untuk bertanya. Lalu apa gunanya ponsel pintarnya serta tab
pintarnya yang selalu ia bawa kemana pun kakinya melangkah? Apakah sesulit itu
untuk mengetikan beberapa kata dan mengirimkannya kepada sang pemilik rumah???
Tidak kan. Tetapi
itulah yang terjadi. Dan aku muak dengan semua itu.
Selian itu
kebiasaannya yang selalu berfasilitas kendaraan roda empat seakan terbawa
hingga kami di sana. Ia mudah sekali lelah saat baru berjalan sebentar. Hanya
ingin menggunakan kendaraan umum walaupun jarak satu tempat ke tempat yang
lainnya tidak terlalu jauh. Dan yang lebih membuat ku tak habis pikir adalah,
ia yang tiba-tibas aja membandingkan biaya perjalanan dengan sabway antara
negara yang kami datangi dengan negara lain yang ia datangi saat liburan
kemarin.
Ia bilang bahwa biaya
subway di negara ini sangat mahal dan tidak masuk akal. Dan ia sampai
menceritakannya pada sang Ibu. Oh ayolah.. kau ini seorang mahasiswa. Kau bukan
lagi anak kecil yang harus menceritakn hal sepele seperti itu pada Ibumu dengan nada merajuk sekaligus kesal. Mau
biayanya murah atau mahal, ya itu sudah menjadi konsekuensimu saat memutuskan
untuk datang ke negara ini bukan? Jadi berhenti membanding-bandingkannya dan
menceritakan pada Ibumu setiap malam. Itu sangat mengganggu.
Tak hanya berhenti
sampai di situ, Ahri juga kerap āmemerintahā kami tanpa mengucapkan kata ātolongā. Oh
come on, apakah sulit untuk mengucapkan kata ātolongā?? Bukankah sejak kecil
pasti kita diajarkan untuk berbicara dengan sopan termasuk mengucapakan kata
ātolongā saat ingin meminta orang lain untuk membantu? Lalu kenapa hal itu
tidak dapat ia terapkan?? Bahkan setelah banyak dari barang belanjaannya yang
kami bawakan, tidak ada sepatah kata ucapan terimakasih atau basa-basi yang
diucapkannya kepada kami. Ia malah memerintahkan kami untuk berjalan lebih
cepat agar tidak tertinggal subway.
Bukankah gila???
Ya! Dia gadis gila!
Gadis tidak tahu
terimakasih. Gadis manja. Gadis entahlah gadis apa lagi. Yang jelas sepuluh
hari bersama dengannya membuat aku sadar bahwa ia bukanlah sosok yang bisa ku
jadikan teman baik. Tidak. Tidak akan pernah menjadi baik karena hanya akan
membuat ku dipenuhi dosa.
Dan saat ini aku
benar-benar sadar bahwa orang-orang yang memberikan pengaruh buruk kepada kita
bukan hanya orang-orang yang secara terang-terangan menunjukan ketidak
baikannya di hadapan kita, tetapi juga orang-orang yang berperilaku seperti
teman namun sebenarnya menjerumuskan kita ke hal yang tidak seharusnya kita
ikuti.
Ku pasangkan kembali tutup bolpoin dan kuselipkan di dalam
buku putih kesayanganku ini. Rasa lelah karena baru saja sampai dari perjalanan
beribu-ribu mil ini serta waktu yang telah menunjukan dini hari membuat aku
sangat menginginkan berbaring di atas ranjang yang telah lama ku tinggal pergi
ini. Terlebih Eun Ra dan Minhyo yang berencana untuk datang besok membuat aku
harus segera berpindah dari kursi ini dan mematikan lampu kamar.
Fin...
Hallo semua! Apa kabar?
Seneng deh bisa bertemu kembali setelah ketidakhadiran saya maupun rekan-rekan saya selama 2 bulan belakangan ini. Hingga pada akhirnya GSB memulai menyapa kalian semua dan diikuti dengan Salsa.
Oke.. mungkin terlihat seperti ikut-ikutan. Tapi yaa memang benar, karena aku merasa perlu menyapa kalian sebelum memutuskan untuk semakin jarang update mengingat kini masa krisis sebagai mahasiswi semester 8 tengah menanti.
Karena itu aku mohon maaf ya dan mohon dukungannya supaya masa krisis itu dapat terlewati dengan baik.
Oke.. sekian dari aku. Sampai bertemu di lain kesemaptan. ź°ģ¬ķ©ėė¤ ^^
Comments
Post a Comment