FriendZone - A Mission



Pelajaran olahraga sepertinya adalah pelajaran yang paling disukai teman-temannya. Bukan hanya karena setelah pengambilan nilai selesai, Pak Jung membebaskan mereka memainkan semua peralatan olahraga sekolah, tapi juga karena jam olahraga kelas mereka digabung dengan kelas 11-3. 

Anak-anak cowok yang biasanya tidak mereka lihat di dalam kelas, kini berlarian di depan mata mereka, memperebutkan bola basket. Di lapangan sana sedang berlangsung kompetisi basket–amatiran–antara kelasnya (11-2) dengan kelas 11-3. 


Salah satu orang yang paling bahagia saat ini adalah Kang Mina. Dari awal anak itu terus mencuri pandang ke arah Mark dan bersorak penuh semangat saat tim kelas Mark berhasil menguasai bola. Gadis itu juga terus bertepuk tangan seperti anjing laut.



Sorak sorai anak-anak perempuan yang berkumpul di pinggir lapangan semakin heboh begitu Mark berhasil memasukkan bola, mengakhiri permainan dengan angka 25-23. Tentunya skor 25 untuk kelas 11-3. Soyeon tidak heran dengan hasil itu. hampir sebagian besar pemain dari kelas 11-3 adalah anggota tim basket sekolah mereka. Sebenarnya tidak masalah tim mana yang menang, bagi anak-anak perempuan yang penting adalah pemandangan cowok-cowok keren sedang berkeringat berlarian di lapangan.


Anak-anak cowok kelasnya menyalami tim lawan sambil menggerutu dan menantang tim lawan untuk bertanding lagi minggu depan. Tantangan itu disambut dengan senang hati oleh  kelas 11-3, seolah sudah tahu mereka akan menang lagi minggu depan.


“Kalian sih tidak menyemangati kami dengan benar,” keluh Daesung begitu melewati gerombolan anak-anak perempuan kelasnya. Cowok itu pura-pura merengut, membuat anak-anak perempuan memekik geli.

“Jangan sok imut deh Im Daesung!”



Teman-temannya tak terkecuali Soyeon mengajukan protes. Im Daesung adalah sosok pelawak di kelas dan kehadirannya sangat disukai oleh teman-temannya. Tapi tingkah genit Daesung yang seperti ini sangat tidak bisa diterima. Merusak mata dan mengganggu kesehatan mental meraka.


“Soyeon, memangnya aku tidak imut ya?” tanya Daesung, ia menggembungkan pipinya dan memajukan bibirnya. Tubuhnya berguncang ke kiri dan ke kanan seperti teletubbies.  

Soyeon mengerang, ia menggelengkan kepalanya berulang kali. Tangannya otomatis mendorong Daesung yang memajukan tubuh ke arahnya.


“Ah, Soyeon suka malu-malu begitu deh!” kata Daesung mesem-mesem. Anak-anak cowok yang lain bersorak dan bersiul norak.
“Ya sudah, aku ganti baju dulu ya Soyeon. Nanti kita ketemu lagi di kelas.” Daesung mengerlingkan mata sebelum pergi bersama Woobin, Eunpyo, dan teman-temannya yang lain.



Mina, Hani, Yeri, serta teman-temannya yang lain menertawakan tingkah Daesung sambil geleng-geleng kepala. Mereka pun merasa gemas melihat reaksi Soyeon setiap kali Daesung menggodanya. Terkadang mereka berpikir Daesung dan Soyeon cukup serasi. Kalau tidak sedang membuat ekspresi konyol atau bertingkah norak, tampang Im Daesung lumayan juga sebenarnya.


“Jadi kau suka cowok yang bentuk begitu ya sekarang?”


Soyeon berjengit begitu mendengar suara berat milik Lucas di telinganya. Cowok itu sengaja meniup-niup telinganya, membuat Soyeon merasa lebih jengkel. 

Ia langsung menyikut rusuk Lucas, “Apa sih? Jangan sembarangan deh,” katanya mengelak. 

“Eii, jangan suka mengelak gitu loh. Bisa suka betulan nanti.” Lucas melanjutkan kalimatnya sambil terkekeh.



Kehadiran Lucas di sampingnya mengalihkan perhatian teman-temannya dari pasangan Mina-Mark yang padahal jauh lebih menarik untuk dipandang. Mark sedang mengatakan sesuatu–yang tidak bisa didengar Soyeon–dengan nada rendah, membuat Mina tersenyum malu. Seharusnya pemandangan itu cukup menarik perhatian orang-orang, namun berkat suara berat Lucas yang memekakkan telinga, teman-temannya malah memperhatikan dirinya.


“Siku-ku luka nih,” keluh Lucas. Cowok itu menunjukkan sikunya yang sedikit berdarah dan tertumpuk debu.
 “Temanmu yang namanya Eunpyo itu benar-benar deh kalau main. Main dorong sana-sini.”
“Kenapa tidak langsung dibersihkan? Lihat tuh lukamu penuh debu!” Soyeon menepuk-nepuk siku Lucas, menyingkirkan debu yang menempel.

Lucas berjengit, “Oi, pelan-pelan sedikit,” omel cowok itu.
“Cengeng amat.”
“Sekarang kau bersihkan dulu dengan air, setelah itu minta plaster padaku,” kata Soyeon menginstruksi.
“Yang gambar Batman ada?”


Soyeon mendenguskan napas, mulai merasa jengkel dengan cowok di depannya. Beruntung Lucas yang suka usil itu tahu kapan harus berhenti bercanda.


"Aku ganti baju dulu kalau gitu,” tegas cowok itu sebelum berlari meninggalkan lapangan.
Setelah Lucas pergi, tak berapa lama Mark pun pergi. Kini hanya tertinggal beberapa anak cowok yang masih asik main sepak bola dan beberapa anak perempuan yang belum bosan mengobrol di pinggir lapangan.


“Lucas itu benar-benar seperti bayi besar.” Hani menggeleng-gelengkan kepala dengan dramatis. Sementara Yeri malah terlihat bersemangat, menepukkan tangannya dan tersenyum lebar seperti keledai.
“Tapi dia hanya begitu pada Soyeon. Ah, manis sekali,” cicit Yeri.

“Dia itu merepotkan,” sahut Soyeon keberatan. Manis apanya?
“Soyeon kan ibu angkatnya Lucas,” kata Mina yang baru bergabung.
“Ih, kalian tidak mengerti ya? Lucas itu ingin Soyeon memperhatikan dirinya,” sergah Yeri.
Beberapa orang teman sekelasnya yang lain mulai berbisik menyuarakan rasa iri ataupun kecurigaan mereka. Yah, sebagian besar orang memang tidak percaya kalau ia dan Lucas cuma berteman.



“Kau yakin kalian tidak pacaran?” Hyemi adalah salah satu orang yang meragukan dirinya dan Lucas. Sekarang ia dan kedua temannya mulai menginterogasi Soyeon seperti biasanya.
Apapun yang berkaitan dengan Lucas memang selalu menarik perhatian Hyemi. Bukan baru kali ini Hyemi menanyakan hubungannya dengan Lucas.


“Sangat yakin. Ngomong-ngomong kau sudah menanyakan hal itu berulang kali loh.”
“Ya, habisnya kedekatan kalian terlalu mencurigakan. Aku jadi ragu,” balas Hyemi sinis.
“Aku dan Lucas sudah berteman sejak kami SMP. Jadi wajar kalau kami berdua akrab.”


Ia dan Lucas sudah berteman sejak mereka duduk di kelas 7. Namun itu bukan pertama kalinya Soyeon bertemu dengan Lucas. Ia bertemu pertama kali dengan Lucas di taman bermain di dekat rumahnya. Cowok itu sedang berjongkok dan menutupi wajahnya yang basah, sementara di depannya beberapa anak mengelilinginya dengan gaya sok berkuasa. Ia yang mencium aroma bullying langsung berlari menghampiri Lucas dan mengusir anak-anak nakal itu.



“Sudah jangan menangis lagi. Mereka sudah pergi kok,” kata Soyeon menepuk pundak lelaki kecil di hadapannya.

Anak laki-laki itu menegakkan kepalanya dengan takut-takut. Matanya masih berlinang air mata dan ketakutan masih tergambar jelas di wajahnya.

“Rumahmu dimana?”
Anak itu hanya memandangi Soyeon dengan mata besarnya yang hitam.
“Aku Soyeon. Namamu siapa?”
“Aku bisa mengantarmu pulang loh,” kata Soyeon sekali lagi.


Namun anak itu masih tidak mengeluarkan suara. Akhirnya Soyeon menyerah, ia mengakhiri tindakan ala anak jagoan yang baik hati. Alih-alih memaksa anak itu bicara, Soyeon berjongkok di sebelahnya. Ia mulai mengorek tanah dengan batu kerikil di yang ditemukannya.

“Na..ma..ku Lucas.”


Soyeon langsung menoleh pada bocah di sebelahnya. Anak itu menunjuk dirinya sendiri sambil mengulang namanya. “I’m Lucas.”


Bocah itu memperkenalkan dirinya sekali lagi dalam bahasa Inggris. Takut Soyeon akan mengejek bahasa Koreanya yang terbata-bata.


“Oh, my name is Soyeon,” balas Soyeon. Ia mengulurkan tangannya, bocah bernama Lucas itu menerima uluran tangannya.
“My korean.. not good,” kata Lucas lagi. Kali ini sambil menggelengkan kepala dan merengutkan bibirnya. 

Sejak saat itu secara tidak resmi ia dan Lucas mulai berteman. Seminggu kemudian Soyeon baru tahu kalau Lucas adalah anak keluarga Wong yang baru pindah  dua bulan yang lalu. Lucas tidak sekolah di SD manapun, orangtuanya sengaja memanggil guru privat ke rumah. Sehingga ia hanya bertemu Lucas saat sore hari di taman bermain.


Dua tahun kemudian, ia bertemu dengan Lucas di gerbang sekolah barunya. Kali ini bukan di sore hari. Di pagi hari dan Lucas mengenakan seragam sekolah yang sama dengannya. Sejak hari itu ia dan Lucas resmi berteman.


Sampai hari ini dan seterusnya. Ia harap.

Soyeon menyaksikan bagaimana Lucas bertumbuh dari anak cungkring yang takut bicara karena belum lancar berbahasa Korea sampai menjadi remaja yang terlalu percaya diri seperti sekarang. Tentu itu bukan waktu yang lama, jadi wajar saja kalau ia dan Lucas sangat akrab.


“Kalau begitu bantu aku supaya dekat dengan Lucas, ya?”
“Ya, lagipula kau bilang kalian kan hanya berteman. Jadi tidak masalah, kan?” timpal Shinhye.
 “Aku tidak keberatan. Tapi..” Tapi aku sendiri bahkan tidak tahu cara mendekati cowok. Bagaimana bisa aku membantumu?


Soyeon menghela napas keras-keras, “Baiklah, aku akan bantu. Tapi kau sendiri juga harus berusaha, oke?”

Deal!”  



****



Sudah dua hari berlalu sejak perjanjian ‘menjodohkan' itu berlangsung. Walaupun sudah mendapatkan ide pagi tadi, namun Soyeon masih merasa ragu. Bagaimana kalau ternyata Lucas menjadi tidak nyaman karena ulahnya. Bagaimana kalau idenya tidak cukup bagus.


“Soyeon!” Mina mengguncang tubuhnya, mengembalikan ia pada kenyataan.
“Lucas sudah menunggumu, tuh!”


Soyeon langsung menoleh ke arah Lucas yang sedang bersadar di depan pintu kelas. Cowok itu sedang berbicara dengan Mark. Ia pun teringat pada Hyemi, langsung melemparkan pandangan ke barisan bangku di belakangnya. Hyemi nampak sudah tidak sabar untuk menjalankan rencana mereka.


Ia mengangguk pada Hyemi. Menginstruksikan gadis itu untuk mengikutinya. Ia menghampiri Lucas, Hyemi berjalan di sampingnya.


What’s up! Yeon!” Lucas menyambutnya dengan berisik, “Gimme five, yo!” cowok itu mengangkat tangannya, menunggu Soyeon untuk melakukan hal yang sama.


Huh, selain merepotkan Lucas suka bertingkah sangat norak. Sudah tak terhitung banyaknya cowok itu mempermalukan dirinya. Tapi kali ini ia tidak protes, alih-alih melakukannya ia menepuk tangan Lucas seperti yang cowok itu inginkan.


“Sudah siap, kan?”


Cowok itu kelihatan sangat bersemangat dan berseri-seri. Hari ini rencananya mereka akan pergi ke kafe komik bersama–tempat yang setara dengan surga buat Lucas. Mereka sudah merencanakannya dari seminggu yang lalu.


Membayangkan antusiasme Lucas saat mereka menyusun rencana ini, membuat Soyeon merasa tidak enak hati. Pasalnya Lucas sudah melewati tiga minggu penuh latihan basket sepulang sekolah karena dua minggu lagi tim basket sekolah mereka akan ikut pertandingan. Beruntung hari ini  pelatih Jung sedang berbaik hati meliburkan latihan.


“Kau tahu tidak, Dongwoo bilang ada banyak serial baru di sana! Seri yang paling–“

“Lucas..”

“Aku tidak bisa ikut denganmu.”

Senyum di wajah Lucas perlahan memudar, kerut di sekitar ujung matanya pun menghilang. Wajah Lucas dalam sekejap berubah serius.


“Aku harus pulang tepat waktu hari ini. Ayah ingin kami makan malam bersama di luar. Kak Soobin baru pulang,” katanya berdusta.



Soyeon tahu Lucas pasti sangat kesal padanya, namun cowok itu tidak akan pernah bisa mengatakan apapun kalau ia membawa nama kakaknya. Lucas takut dengan kakaknya yang satu itu.

“Kak Soobin sudah pulang?”


Soyeon mengangguk. Kakaknya yang kuliah di Busan itu memang baru saja pulang kemarin sore. Ia tidak sepenuhnya berbohong.


“Tidak apa-apa, kan?”


Lucas tidak langsung menjawab. Tentu saja ada apa-apa. Tentu saja cowok itu merasa kecewa. Ini adalah hari yang sangat dinanti-nanti. Akhirnya ia bisa bebas menikmati waktu santai tanpa harus latihan. Dan Soyeon baru saja mengacaukannya.


“Aku agak kecewa sih.” Lucas menggedikkan bahunya. “Tapi kita bisa pergi lain kali. Chill.” 

“Tunggu, kau tetap bisa pergi hari ini. Temanku, Hyemi kebetulan ingin pergi ke sana juga.  Kalian bisa pergi bersama.”


Hyemi kelihatan sumringah begitu ia mulai memperkenalkannya pada Lucas.


“Kau tidak keberatan kan kalau aku ikut denganmu?” tanya Hyemi malu-malu.
Soyeon merasa cemas Lucas akan menolak pergi bersama Hyemi. Apalagi tingkah Hyemi agak terlalu bersemangat dan senyumnya terlalu lebar. Membuat siapapun yang melihat menjadi risih.


“Tentu. Tidak masalah.”
 “Aku lega mendengarnya,” kata Hyemi girang.
“Bisa kita pergi sekarang? Kita harus cepat-cepat sebelum kehabisan tempat duduk.”
“Oke.”


Ia benar-benar tidak menyangka Lucas akan setuju pergi bersama Hyemi semudah itu. Tunggu, bukankah itu bagus? Rencananya sudah berhasil. Sekarang ia tidak perlu  pusing lagi memikirkan ide untuk membuat Hyemi dekat dengan Lucas.


“Soyeon, aku duluan ya. Salam untuk Kak Soobin.”
“Aku juga duluan ya Soyeon!” Hyemi menggumamkan ‘terimakasih’ sebelum akhirnya berbalik badan dan mengikuti Lucas.

Soyeon mengamati Hyemi dan Lucas yang berjalan menjauhinya. Ia bisa mendengar Hyemi membuka percakapan canggung, kemudian kedua orang itu mulai mengobrol dengan normal. Syukurlah misinya berhasil.

“Oh ya?”


Itu suara Hyemi yang sedang menahan tawa. Setelah itu Soyeon tidak bisa mendengar apapun lagi begitu kedua orang itu menghilang di ujung koridor.


Anehnya ia merasa ada yang mengganjal di dalam dadanya. Ia masih tidak menyangka kalau kehadirannya begitu mudah tergantikan. Ia pikir Lucas akan berpikir sedikit lebih lama sebelum memutuskan pergi dengan Hyemi.

“Sekarang menyesal, kan? Lagipula siapa suruh setuju membantunya dekat dengan Lucas.”
Ia melirik Mark yang sedang memasang tampang kasihan.
“Membantu orang lain itu kan tindakan yang baik.”
“Yah, tapi bodoh namanya kalau sampai mengorbankan perasaan sendiri.”




Fin 


Terimakasih buat kalian yang udah baca. Semoga gak bosen liat updetan ff ini lagi. Padahal aku udah bertekad buat ngelanjutin Strong Heart atau Bitter Sugar, tapi ya gimana yaa.. mumpung ada mood untuk ngetik ff ini jadi ya mendingan kerjain ini aja dulu.
Baiklah, sekian dari aku. See you next time..


Regards, 

GSB
 



Comments

Popular Posts