Freeze #12 (the past is revealed)
āAku sudah pindah kamar. Aku
tidak tidur di gedung terlarang lagi,ā kata Taeyong lewat telepon.
[Itu bagus. Di mana kau tidur
sekarang?]
āDi kamar dekat aula,ā jawabnya.
āEomma bilang dulu ini kamarmu.ā
[Oh kau tidur di sana?]
āYa.ā
Keduanya terdiam. Untuk yang
ketujuh kali malam ini. Dan mungkin dua puluh kali dalam tiga hari terakhir.
āErr, aku tak tahu harus ngomong
apa.ā Taeyong bergumam. Ia bangkit ke posisi duduk dan mencengkeram tengkuknya.
Semua kecanggungan ini benar-benar tidak nyaman sampai rasanya ia mau merobek
lehernya saja.
[Ya, aku juga tak tahu.]
āTeleponan ternyata lebih susah
dari yang kukira.ā
[Yeah.]
āAku mau ketemu kau langsung.ā
[Aku juga.]
ā.ā¦ā
[ā¦.]
Diam lagi. Baik Hana maupun
Taeyong merasa semakin gelisah. Taeyong melirik jam dinding. Masih jam 8. Belum
saatnya bilang ākututup teleponnya ya, kau harus tidurā. Pria itu mencengkeram
tengkuknya lebih keras lagi, memutar otaknya mencari bahan obrolan.
āApa sebaiknya kau bacakan komik
lagi?ā
[Aku sudah bacakan 4 seri,] kata
Hana putus asa. [Dan itu tidak berhasil. Kau tak akan mengerti jika tidak lihat
gambarnya.]
āBenar,ā jawab Taeyong muram. āUh, kuharap kita bisa ketemu lagi secepatnya.ā
āAku memikirkanmu seharian. Andai
aku bisa mengambilmu dari kepalaku lalu memelukmu. Ya ampun, bisakah kau suruh Wooseok
Hyung membuat alat semacam itu?ā
Hana cekikikan. [Dari mana sih
kau belajar gombal begitu?]
āAku tak perlu belajar, Han. Aku
terlahir begini.ā
[Itu menggelikan,] kata Hana,
[tapi aku suka.] Taeyong nyengir lebar, lalu kembali rebahan. Tangan kirinya
menyangga kepala.
Dan mereka pun terdiam lagi.
āWah, teleponan benar-benar
canggung.ā
[Aku setuju,] sambut Hana cepat,
kemudian dengan ragu-ragu gadis itu mengusulkan. [Mungkin sebaiknya kita tak
usah teleponan tiap malam.]
Taeyong bergeming. Dan Hana sadar
pria itu pasti sedang menyimpulkan sesuatu yang sama sekali berbeda dengan apa
yang ia maksud.
[Dengar, Taeyong.] Ia buru-buru meluruskan, [Aku suka ngobrol denganmu. Tapi kita sudah membahas semuanya
sampai tak ada yang bisa dibicarakan lagi. Kalau kita kasih jeda waktu, aku
berpikir mungkin kita tidak akan secanggung ini lagi saat teleponan.]
āBegitu?ā
[Ya.]
āTapi bagaimana jika kau lupa
padaku?ā
[Ya ampun.] Hana mendadak kesal.
Lupa? Itu konyol sekali. Memangnya dia apa? [Mana mungkin, sih!]
āMungkin saja. Kan ada Lucas.
Kalian satu sekolah, satu komplek perumahan, yah... mungkin saja.ā
Hana mendesah, [Mungkin apa? Aku tak percaya
kau masih memikirkan Lucas. Kami sudah jarang sekali berinteraksi.]
āKalian sudah tidak bertemu lagi?ā
[Taeyong, kelasnya persis di
depan kelasku. Tidak mungkin kami tidak bertemu.]
āBertemu itu salah satu bentuk interaksi,
Han.ā
[Aku bahkan tak pernah ngobrol
lagi dengannya. Kami hanya saling sapa basa-basi.]
āYa ampun.ā Taeyong kedengaran
frustasi sekali. Seolah āsaling sapa
basa-basiā bisa membuat Hana jatuh cinta dan mencampakkannya (lagi). āAwalnya
kalian juga cuma saling sapa, kan? Entahlah.ā
[Entahlah apa? Percayalah padaku
sedikit. Kami tidak makan bareng, tidak pulang bareng, tidak pergi sekolah
bareng. Apa yang kau khawatirkan?] tanya Hana. [Lagi pula, aku bersumpah dia
tak tertarik padaku, sifatnya memang begitu. Kata teman-temanku, dia selalu flirting dengan anak baru.]
āMungkin tidak semua anak baru,ā
kata Taeyong jengkel. āKau cantik, Han. Paling cantik di sekolah.ā
Hana memutar mata, tapi
jelas-jelas tersenyumāmana mungkin dia tak senyum?
[Okay, seandainya dia tertarik
padaku, aku pasti bilang padanya aku sudah punya pacar.]
Taeyong mendengus, tapi wajah meronanya
tak bisa bohong. āYeah?ā
[Yeah. Pacarku jago sains, jago
memanjat, bisa betulkan atap, bisa betulkan mesin cuci dan disayang ibuku
setengah mati. Aku tak bisa meminta yang lebih dari itu.]
Taeyong tak bisa berhenti
tersenyum. Mukanya semakin merah dan ia bersyukur sekali Hana tak melihatnya
seperti ini.
[Omong-omong bagaimana kepalamu?
Masih sakit?]
Taeyong ragu-ragu untuk menjawab.
Jika dia harus jujur, maka ya, kepalanya masih sakit. Dua kali lipat lebih
sakit ketimbang kemarin saat ia mengeluhkannya kepada Hana. Ditambah lagi,
sekarang perutnya juga ikut sakit. Tapi Taeyong tak mau membuat Hana khawatir,
jadi ia cuma mengatakan, āMasih sih, tapi kurasa ini hanya karena kebanyakan
memikirkanmu,ā dengan nada bergurau.
Hana mendecih. Kemudian terkikik
tak henti-henti. Taeyong harus berhenti mengucapkan hal-hal semacam itu,
sungguh. Hana merasa hatinya terus-terusan jungkir balik karena terlalu senang.
[Jaga kesehatanmu, ya,] katanya.
āKau juga.ā
Saat itu, Taeyong mendengar suara
langkah kaki dan langsung berbisik pada ponselnya, āSepertinya Eomma sedang
berjalan ke sini, kututup teleponnya, ya.ā
[Oke.]
āKapan aku bisa telepon lagi?ā
[Lusa?]
Taeyong mendesah, āOke.ā
Tepat saat itu, pintu kamarnya
terbuka dan alih-alih melihat sang ibu, yang ia lihat justru seorang bocah
kecil yang selama tiga hari ini rajin sekali membuntutinya.
āHyung, bicara dengan Hana Noona
lagi, ya?ā kata Jeha. āBunda bilang jangan lama-lama, radinasi.ā
āRadiasi,ā gumam Taeyong meralat.
Ia merasa jengkel sekali, seharusnya ia dan Hana masih teleponan sekarang.
Taeyong menyesal tak melihat jam dulu sebelum menutup teleponnya. Biasanya,
ibunya baru akan datang pukul Sembilan tepat untuk menagih ponselnya. Artinya,
dia masih punya 15 menit lagi sebelum itu.
āBukankah seharusnya kau sudah
tidur?ā
āYa, tapi aku tak bisa tidur.
Mungkin aku bisa tidur kalau pegang tangan Hyung dulu.ā
āJeha, sudah kubilang badanku
sudah tidak dingin lagi.ā
Anak laki-laki itu, untuk yang
kesekian kalinya, menurunkan bahunya dengan berlebihan dan menampilkan ekspresi
kecewa andalannya, āKenapa tidak dingin lagi?ā
āMaafkan aku, tapi aku sudah
sembuh.ā
āLepas saja gelangnya, Hyung. Kau
akan normal lagi.ā
āTidak. Aku tak akan lepas gelang
ini seumur hidupku.ā Taeyong melindungi gelang di pergelangan tangannya dengan
protektif. āLagi pula kau salah mengartikan kata ānormalā. Tubuh sedingin es
itu tidak normal.ā
āTapi Hyung keren begitu.
Sekarang kau sudah tidak keren lagi.ā
āAku tak peduli. Aku tak mau jadi
keren. Aku cuma mau hidup layaknya kau dan semua orang. Aku mau normal, Jeha.
Dan sekarang aku normal.ā
Jeha kelihatan kecewa sekali. Ia
berdiri di ambang pintu, mengayun-ayunkan kakinya dengan bibir mencebik. Seolah
dengan begitu Taeyong akan luluh dan bersedia melepas gelangnya.
āHei, bagaimana kalau kuantar ke
kamarmu?ā kata Taeyong, berdiri. Ia benar-benar tak tahan melihat Jeha
berekspresi seperti ituābukan artinya dia luluh. āAku akan menemanimu sampai
tidur. Mau?ā
Mata Jeha seketika berbinar. āSungguh?ā
āYa.ā
āApa kau bisa bacakan cerita?ā
āTidak, aku belum lancar
membaca.ā
āOh.ā Dia kecewa lagi.
āTapi aku bisa mengarang cerita,ā
kata Taeyong, seketika membuat wajah Jeha berbinar lagi. Taeyong berpikir
mungkin bocah di depannya ini memiliki tombol on/off di belakang punggungnya. Bertugas mengatur ekspresi. Dia
berubah dari senang ke sedih dengan begitu mudahnya hanya dalam waktu setengah
detik. Mengagumkan sekali.
āAyo.ā Taeyong menyelipkan ponsel
milik sang ibu di saku celananya kemudian menggenggam tangan Jeha tanpa
ragu-ragu. (Taeyong melakukan kontak fisik dengan semua orang di rumah singgah
tanpa ragu-ragu; ia berhigh-five dengan Melvin, mengacak rambut Sominādan
membuat gadis itu berubah jadi tomat hidupāmemeluk ibunya dari belakang, adu
panco dengan Eun Ki, dan semua kontak fisik lainnya. Itu luar biasa).
āHyung.ā Jeha mendongak begitu
mereka melewati pintu. Ia menatap Taeyong dengan matanya yang sipit dan tersenyum.
āKau ternyata masih keren.ā
Taeyong mendenguskan tawa, āYeah,
aku tak harus sedingin es untuk jadi keren, kan?ā
**********
Inikah sebabnya Profesor Baek memberi timku kesempatan kedua? Karena ia
menduga Taeyong adalah anaknya yang hilang? Wooseok mengira-ngira sementara
pria setengah baya di depannya terus mengusap matanya seolah sedang menahan
tangis.
āJadi di mana mereka tinggal
sekarang?ā
āMungyeong.ā
āAh.. dia kabur ke Mungyeong
karena tahu aku tak akan pernah ke sana.ā Wooseok tahu kata ādiaā dalam kalimat
itu ditujukan pada Bunda Sejeong. Tapi pria itu tak mengerti kenapa Profesor
Baek bilang ātak akan pernah ke sanaā, tak akan pernah ke Mungyeong, yang
jelas-jelas tercantum di profilnya sebagai ākota kelahiranā-nya sendiri.
āMaaf, tapi kenapa Anda begitu
yakin kalau Taeyong anak Anda?ā
āDNA. Kau menguji DNA-nya
seminggu yang lalu.ā
āTunggu,ā Wooseok terbeliak.
āAnda mengecek komputer saya?ā
āItu komputer Lab.ā Profesor Baek
menekankan. āSemuanya terhubung ke server pusat.ā
āAh.ā Wooseok mencelos, merasa
seolah ia baru saja dikhianati. Rencana timnya untuk pura-pura membuat serum
manusia es jelas sudah gagal total. Rasanya dia benar-benar ingin berlari ke
ruangan lab-nya dan menyuruh seluruh anggota timnya mencari ide baru untuk
dipresentasikan 3 minggu lagi. Tapi dia tak bisa meninggalkan Profesor Baek yang
sedang depresi begitu saja.
Profesor Baek tak bicara selama
beberapa saat. Sibuk melamun sambil sesekali mengusap wajahnya. Sementara
Wooseok bergeming di seberangnya, matanya mengamati ruangan salah satu
pimpinannya tersebut dengan canggung. Baru sadar kalau ruangan serba putih
tersebut kelihatan hampa sekali. Tak ada satu foto pun yang terpajang.
Satu-satunya hal yang paling dekat untuk disebut pajangan hanyalah vas bunga
turquoise semi transparan yang tak ada isinya.
āJadi,ā kata Wooseok tak tahan, ākalau
Anda tahu Taeyong adalah anak Anda sejak awal, kenapa Anda tak melakukan
apa-apa?ā
āAku tak tahu apa yang Sejeong
ceritakan padanya tentangku. Aku tak mau membuatnya takut.ā
āBaik. Tapi sungguh, saya kira
saya sudah sangat hati-hati membawanya ke sini. Saya selalu lewat pintu masuk
selatan.ā
āAku selalu masuk ke gedung ini lewat
pintu masuk selatan.ā
āOh.ā
āDan aku melihat kau dan Howon menyelundupkannya
tiap pagi,ā tambah Profesor Baek. āApa kau sadar membuatnya memakai jubah
seperti itu justru malah mengundang perhatian?ā
Wooseok tertegun. āBenar juga.ā
āAku mencoba mengumpulkan
keberanian untuk mendekatinya sejak pertama kali kau membawanya ke sini, tapi
aku tak berani.ā Profesor Baek mendesah, mengusap matanya lagi. Dia kelihatan
benar-benar putus asa dan Wooseok tak bisa berbuat apa-apa selain menatapnya
penuh simpati. āDan saat aku mulai berani, tiba-tiba kau berhenti membawanya ke
sini.ā
āNyonya Sejeong menyuruh saya
membawanya pulang.ā
Profesor Baek mengangguk.
āSaya tahu alamat mereka. Saya
bisa mengantar Anda ke Mungyeong kalau mau.ā
āTidak,ā tolak sang profesor
tanpa berpikir.
āKenapa tidak? Anda bilang Anda
sudah berani menemuinya?ā
āAku tak bisa ke Mungyeong, aku
punya trauma parah dengan kota itu.ā
āTrauma?ā ulang Wooseok, sebelah
alisnya berjingkat. āItu kan kota kelahiranmu.ā
Wooseok tersadar ia setengah
berteriak dan langsung mempersopan nada bicaranya, āMaaf, Prof. Maksud saya,
profilmu terpajang di lobi dan di sana tertulis Mungyeong adalah kota kelahiran
Anda. Boleh kutahu kenapa Anda trauma pada kota kelahiran Anda sendiri?ā
Profesor Baek menatapnya sekilas,
nampak agak tersinggung. Wooseok sempat berpikir pria paruh baya itu tak akan
menjawab pertanyaannya, tapi tiba-tiba ia berkata, āseluruh keluargaku terbunuh
di sana,ā dan Wooseok merasa terkena serangan jantung. Harusnya dia tak usah
menanyakan itu.
āWaktu itu umurku 10 tahun dan
yeahā¦ā Suara Profesor Baek bergetar tapi ia berusaha keras untuk melanjutkan
kalimatnya dengan tegar. āJika kau baca buku sejarah, tahun 70an ada
pemberontakan besar-besaran di Mungyeong dan waktu itu keluargaku kurang
beruntung. Aku satu-satunya yang tersisa, dibawa ke Anseong bersama para
pengungsi dan melanjutkan hidup di sana dengan keluarga baru. Akuā¦ā Suaranya
merendah dan terus merendah hingga akhirnya benar-benar pecah. Air matanya mengalir
setetes. āRasanya tulangku ngilu hanya dengan membicarakannya saja.ā
Profesor Baek adalah makhluk
hidup paling tenang dan datar yang pernah Wooseok temui seumur hidupnya. Selama
evaluasi bulanan, dia selalu duduk di paling pinggir dan menunduk menatap
clipboard-nya tanpa bicara apa-apa. Dan sekarang, melihatnya seemosional ini,
Wooseok jadi syok sendiri.
āSejeong benar-benar tahu
kelemahanku dan memanfaatkannya dengan baik. Mungyeong adalah kota terakhir
yang akan kudatangi di muka bumi.ā
āMaafkan aku,ā gumam Wooseok
pelan.
Profesor Baek mengibaskan
tangannya. Lalu menyeka air matanya yang cuma setetes tapi amat memilukan itu dengan
tisu. āTerima kasih sudah datang. Kau boleh meninggalkan ruanganku,ā katanya.
Wooseok ragu-ragu berdiri. Lalu
duduk lagi sampai membuat Profesor Baek bingung. āAda apa?ā
āSebenarnya apa yang terjadi?ā
āApa maksudmu?ā
āAntara Anda dan Nyonya Sejeong?ā
kata Wooseok hati-hati. āApa Anda tahu sesuatu tentang tubuh Taeyong?
Maksudkuā¦ā
āSejeong membenciku,ā potong
Profesor Baek singkat. āIa berpikir aku menjadikan Taeyong sebagai kelinci
percobaan. Intinya dia membenciku.ā
āA-apa yang terjadi?ā
Profesor Baek kelihatan enggan sekali
untuk membicarakannya. Dia mendesah, namun entah bagaimana memutuskan untuk
bercerita. āEntah bagaimana aku menceritakannya. Yang pasti ini dimulai sejak
Taeyong lahir.ā Ia mendesah lagi, lebih panjang dan lebih merana. āAnak itu
lahir prematur. Badannya cuma sebesar botol air mineral dan semua Dokter di
Anseong bilang dia tak akan selamat. Lalu aku mulai bereksperimen dengan
formula-formulaākau harus tahu saat itu aku masih merintis kerja di bidang ini,
aku kerja di gudang belakang rumahku, siang malam tak pernah keluar dari sana,
Sejeong menderita sekali karena semua tetangga menganggap suaminya gila.ā
Profesor Baek bicara sambil terus menghela napas dalam.
Ia melanjutkan sembari mengusap
matanya untuk yang keenam kali sejak Wooseok dipanggil ke ruangan ini. āLalu aku
berhasil membuat sesuatu. Kau tahu saat kau lahir prematur banyak organ vitalmu
yang belum berkembang, aku membuat serum untuk membuat mereka berkembang. Tapi Sejeong
menolak habis-habisan, dia bilang serahkan saja pada Dokter. Tapi aku tak punya
uang lagi untuk rumah sakit. Kami sudah menghabiskan 200 juta won dan tetap tak
ada hasilnya. Taeyong bernapas pelan sekali, terkadang ia bahkan berhenti
bernapas. Klep di paru-parunya belum tertutup sempurna jadi kau tahuā¦ā Profesor
Baek menggantung kalimatnya, kemudian melanjutkan sambil memandang Wooseok
tegar, āAku berusaha meyakinkan Sejeong kalau serum itu akan berhasil. Aku
sudah mencobanya pada beberapa tikus di gudangku dan tak ada efek samping. Tapi dia tak percaya
padaku. Dari situ aku akhirnya tahu, sekalipun Sejeong selalu mendukung
keinginanku untuk jadi ilmuwan, dia sebenarnya tak sepenuhnya yakin aku akan
berhasil. Dan aku tak bisa lebih kecewa lagi. Satu-satunya pendukungku ternyata
tak benar-benar mendukungku.ā
Wooseok menyimak semua cerita itu
sambil membayangkan Bunda Sejeong versi muda dan Taeyong yang masih bayi. Ia
menelan ludahnya. Rasanya seperti melihat adegan langsung. Dan ia bersyukur
sekali memiliki keluarga yang dengan tulus mendukung keinginannya untuk menjadi ilmuwan.
Walaupun orangtuanya jarang ada di rumah, tapi mereka selalu histeris saat
mendengar Wooseok bercerita soal penemuan barunya di meja makan.
āA-apa Anda menyuntikkan
serumnya?ā tanya Wooseok hati-hati.
āYa, tentu saja. Aku ingin
membuktikan pada Sejeong bahwa aku berhasil. Aku yakin sekali serum itu akan
membuat Taeyong tetap hidup.ā
āDan kau berhasil.ā
āYa,ā gumamnya pelan, kemudian
berubah pikiran dan menggeleng, āTidak, tidak, aku justru nyaris membuat
napasnya berhenti lebih cepat dari yang seharusnya.ā
Wooseok mengernyit.
āAku menyelinap ke rumah sakit
dan memasukkan serum itu ke infus Taeyong. Warna cairannya bening jadi tak ada
yang tahuājika kau sedang berpikir
seharusnya aku bilang ke dokter dulu, percayalah aku sudah menemui dokter yang
menangani Taeyong dan dia menolak untuk menguji serumku. Dia menertawaiku. Dia
bilang ābayar saja biaya rumah sakitnyaā dan pergi sambil menelepon,ā kata Profesor
Baek seolah habis membaca pikiran.
Wooseok yang sebenarnya tak
berpikir begitu mengangguk-angguk.
Profesor Baek melanjutkan
ceritanya, āTiga hari setelah itu, serumku mulai bekerja. Perkembangan tubuh
Taeyong benar-benar luar biasa sampai membuat para dokter kebingungan. Mereka bilang
itu keajaiban dunia medis, padahal itu keajaiban dari serumku.ā
āJadi Anda baru bilang pada
Nyonya Sejeong setelah itu?ā
āAku tidak bilang padanya.ā
āApa? Kenapa?ā
āKarena saat aku kembali ke
gudangku, saat aku mengecek tikus-tikusnya,ā Profesor Baek bicara dengan napas
tertahan, āmereka semua mati.ā
Wooseok seketika lemas. Ia
terkejut sekali sampai rasanya jiwanya tersentak keluar dari tubuhnya.
āAku panik luar biasa saat itu,
aku mulai membuat formula-formula lain. Aku membuat formula yang berbeda tiap
bulan untuk mempertahankan masing-masing organ vitalnya. Lalu menyuntiknya
diam-diam pada Taeyong. Dan selama itu kukira aku berhasil, maksudkuā¦ Taeyong
sehat-sehat saja.
āHingga di tahun kedua, keanehan
mulai terjadi, rambutnya berangsur-angsur memutih dan matanya berubah abu-abu.
Saat itu akhirnya Sejeong tahu aku sudah menyuntikkan serum pada Taeyong selama
2 tahun terakhir dan dia marah besar. Dia jadi sangat membenciku.ā
Wajar sekali wanita itu marah,
pikir Wooseok. Jika ia berada di posisi Bunda Sejeong, ia yakin ia akan marah
besar juga. Anaknya disuntik cairan kimia yang tak jelas efek sampingnya selama
bertahun-tahun dan diubah jadi monster.
āKami sebelumnya tinggal di
Anseong, tapi dia kabur sehari setelah pertengkaran hebat itu dan kami tak
pernah bertemu lagi. Aku bahkan tak tahu perkembangan tubuh Taeyong. Aku tak
tahu apa dia masih hidup atau tidak, aku tak tahu tubuhnya menjadi dingin
beginiā¦ jadi bayangkan seterkejut apa aku saat melihat DNA-nya minggu lalu.ā
Wooseok rasanya ingin berlari ke
lab dan memberi tahu seluruh timnya bahwa manusia-secerdas-Newton yang rutin mereka
bicarakan seminggu terakhir ternyata tidak secerdas yang mereka kira. Manusia
itu tak tahu apa yang ia lakukan, pun tak tahu apa yang sudah ia ciptakan. Dan
manusia itu ternyata merupakan pimpinan paling pendiam yang mereka lihat nyaris
setiap pagi.
āAku benar-benar pria yang buruk.
Aku membiarkan mereka kabur danā¦ā
āDan Anda bahkan tak mencari?ā
kata itu keluar begitu saja dari mulut Wooseok.
āYa, aku takā¦ mencari,ā gumam
Profesor Baek lemah. āAku berpikir aku harus ke Seoul dulu, berusaha
membuktikan bahwa aku bisa hidup dengan keahlianku ini.ā
āDan Anda berhasil. Anda
mendirikan Stein lab bersama Profesor Jung dan pimpinan yang lain.ā
āBenar.ā
āJadi apa yang Anda tunggu? Ini
saat yang tepat untuk kembali pada keluargamu dan meluruskan semuanya.ā
āTidak. Aku mungkin berani
menemui Taeyong. Tapi Sejeongā¦ entahlah, aku tak punya muka lagi di hadapannya.
Aku tak tahu harus menjelaskan apa. Aku tak tahu harus mulai dari mana. Dia
lebih dari sekadar membenciku, dia takut padaku.ā
āHmm, yeah, dia bilang hal yang
sama padaku. Katanya semua ilmuwan cuma punya otak, tapi tidak punya hati.ā
āMungkin dia benar.ā
āTidak,ā sanggah Wooseok keras.
āJustru Anda membuat semua serum itu karena Anda punya otak dan hati. Anda
berhasil mempertahankan nyawa Taeyong. Walau efek sampingnya luar biasa, tapi
Anda berhasil menyelamatkannya.ā
āMenurutmu begitu?ā
āYa,ā jawab Wooseok menggebu.
āTapi aku mengubahnya jadi
monster. Aku membuatnya tak dapat disentuh, bahkan oleh ibu kandungnya
sendiri.ā
Wooseok berpikir sejenak,
kemudian memandang Profesor Baek dengan serius. āApa sungguh tak ada
penawarnya?ā tanyanya. āAku tahu itu gabungan dari puluhan formula berbeda.
Timku sudah berusaha mengidentifikasi DNA-nya berhari-hari tapi belum
berhasil.ā
āAku melakukan hal yang sama dan percayalah,
mustahil untuk menguraikan DNA-nya, semuanya sudah menyatu sempurna.ā
āApa Anda tidak ingat bahan-bahan
formula Anda saat itu?ā
Profesor Baek menggeleng. āItu
sudah 15 tahun yang lalu. Dan aku benar-benar panik. Aku nyaris tak berpikir
saat membuatnya, aku cuma mengikuti instingku.ā
āJadi benar-benar tak ada jalan?ā
āJika kau bisa meyakinkan Sejeong
untuk membawanya ke Amerikaākau tahu
seberapa majunya teknologi di sana, kan?āmungkin kita bisa melakukan sesuatu
pada Taeyong.ā
Wooseok mengingat betapa susahnya
membawa Taeyong ke Seoul dan langsung menggeleng ngeri. āDibayar pun aku tak
mau. Wanita itu mengerikan sekali.ā
āMengerikan?ā ulangnya, nampak
tak setuju. Mata Profesor Baek menerawang. āSudah lama sekali aku tidak
melihatnya. Bagaimana keadaannya sekarang?ā
āMenyeramkan.ā
āWooseok, kubilang bagaimana
keadaannya?ā ulang Profesor Baek tegas. Seolah jawaban pemuda itu sangat tak
masuk akal.
āYahā¦ baik,ā balas Wooseok
sekenanya. Dia tak tahu bagaimana menjabarkan keadaan Bunda Sejeong. Dia nampak
normal, seperti ibu-ibu pada umumnya. Kemudian ia mengamati pria di depannya
dan menambahkan, āTapi Nyonya Sejeong jelas nampak jauh lebih muda jika
dibandingkan dengan Anda, jangan tersinggung.ā
Raut wajah Profesor Baek seketika
berubah murung. āIni akibat stres,ā katanya membela diri. āKau tahu pekerjaan
ilmuwan itu seperti apa.ā
Wooseok mengangguk-angguk. Dia
sejujurnya juga merasa lebih cepat menua karena pekerjaannya ini.
āOh, Prof, soal sentuh-menyentuh,ā
lanjutnya kemudian, tiba-tiba teringat pada gelang yang dibuatnya minggu lalu.
āAnda sudah tidak usah mencemaskan itu. Dia sudah bisa menyentuh semua orang.ā
Profesor Baek mengubah posisinya
lebih condong ke depan dan mengernyit pada Wooseok dengan penasaran. āApa yang
kau lakukan?ā
āAku membuatkannya sebuah alat
dalam bentuk gelang. Cara kerjanya hampir sama dengan sarung tangan kedap suhu,
tapi yang ini jauh lebih canggih. Jika dia pakai gelang itu, suhu dingin dalam
tubuhnya tidak akan keluar.ā
āM-maksudmu suhu dinginnya
tertahanā¦ di dalamā¦ tubuhnya?ā Profesor Baek bertanya gelagapan.
āYeah,ā angguk Wooseok bangga.
āAku cuma butuh waktu semalam untukā¦ā
āYa ampun! Kukira kau tak sebodoh
ini!ā seru sang profesor seraya berdiri.
Wooseok terkejut dan terheran-heran
di kursinya. āApa maksud Anda?ā
āKau sadar alat itu menahan
dinginnya di dalam tubuhnya?ā
āYeah?ā
āDan kau sadar itu bisa
membekukan organ-organ vitalnya?ā geram Profesor Baek.
āTunggu, apa?ā
āYa ampun! Sejak kapan dia memakai
gelang itu?ā
Wooseok akhirnya berhasil
mencerna apa yang salah dengan alatnya dan langsung terbelalak. āD-dia sudah
pakai gelangnyaā¦ā Wooseok menghitung dalam hati. ā4 hari.ā
āYa Tuhan! Suruh dia melepasnya!ā
Wooseok segera mengeluarkan
ponselnya dan mencari nomor Bunda Sejeong, sementara Profesor Baek terus
mendesah dan mengumpat pelan di hadapannya.
āTidak diangkat.ā
āKita harus ke sana sekarang
juga.ā Profesor Baek menyambar kunci mobilnya dan bergegas pergi.
āMaksud Anda ke Mungyeong?ā tanya
Wooseok. āLalu trauma Andāā
āSialan! Angkat kakimu!ā hardik
pria paruh baya itu galak. Wooseok yang tak terbiasa melihat Profesor Baek yang
kalem dan pendiam berteriak serta-merta terlonjak dari kursinya dan berlari
menyusul. āDan terus coba telepon Sejeong!ā
*********
āBunda, ponselmu bunyi terus, nih!ā
seru Eun Ki sembari menoleh ke sekeliling aula. Namun nampaknya Bunda Sejeong
tak ada di sana. Aula itu kosong. Eun Ki segera menyambar ponsel tersebut dan
setengah berlari menuju ruangan Bunda Sejeong.
āBun, ada telepon,ā katanya
pelan. Bunda Sejeong yang sedang menerima panggilan lewat telepon rumah di
ruang kerjanya membuat isyarat agar Eun Ki mengangkatnya saja.
āEh, aku?ā katanya panik, lebih
panik lagi begitu melihat nama kontak si penelepon.
Saat Eun Ki mengangkat panggilan
itu, seorang pria langsung berteriak keras sekali. Ia terdengar sangat
bersemangat seolah sudah menanti panggilan ini seumur hidupnya. [Nyonya
Sejeong!!] Eun Ki refleks menjauhkan ponselnya.
āHalo?ā
[SURUHTAEYONGLEPASGELXYZNYA!!!]
Ponselnya berdengung.
āKau bilang apa? Tolong bicara
bahasa korea.ā
[LEPAS GELDSBHSDNYA!!!]
āLEPAS?ā Akhirnya Eun Ki ikut
berteriak. āLepas apa?ā Alisnya bertaut dan kepalanya pening karena pekikkan
nyaring yang bertubi-tubi.
[BENAR! SEKARANG JUGA! SURUH DIA
LEPAS SEKARANG JUGA!]
Pria di ujung telepon itu
berteriak histeris. Suaranya tidak jelas dan sambungannya berdengung. Eun Ki
sudah menanyakan ālepas apa?ā sampai lima kali tapi ia tetap tak tahu apa yang
pria histeris itu bicarakan. Setelah beberapa lama saling berteriak,
sambungannya pun terputus.
Bunda Sejeong menoleh padanya
dengan wajah frustasi. Eun Ki tahu wanita itu baru saja menelepon panti asuhan
tempat Paul dulu dititipkan, dan dari wajah gelisahnya, Eun Ki yakin ia tak
mendapat jawaban yang menyenangkan.
āMereka belum sampai ke panti
asuhan?ā tanya Eun Ki, terdengar seperti sedang menebak.
āBelum.ā
āMereka akan segera sampai.ā
āKuharap mereka pulang saja.ā
Eun Ki tak sependapat, ia berharap Melvin dan Somin sampai di Daegu dengan selamat dan bertemu Paul untuk meluruskan semuanya, tapi di satu sisi ia juga tak mau membantah ibu asuhnya. Alhasil anak laki-laki itu cuma memandang datar ke arah
Bunda Sejeong, menunggu wanita itu bicara lagi.
āDari siapa?ā tanya wanita itu
akhirnya, merujuk pada panggilan di ponselnya.
āOh, ini, Sialan.ā
Bunda Sejeong terkejut. Wanita
itu hampir-hampir mengomel sebelum teringat kalau ia memang menamai kontak
Wooseok dengan sebutan itu.
āOh,ā katanya malu. āAda apa?ā
āDia suruh Taeyong Hyung melepas
sesuatu.ā
āLepas apa?ā
āNah, itu. Aku tak tahu. Suaranya
tak jelas.ā
āAnak itu memang tidak jelas.
Coba kau tanya langsung pada Taeyong. Mungkin dia tahu apa maksudnya.ā Bunda
Sejeong meraih mantelnya, kemudian menggiring Eun Ki berjalan keluar.
āBunda mau ke mana?ā tanya Eun Ki
sementara Bunda Sejeong mengunci pintu.
āKantor polisi.ā
āTapi ini belum 24 jam.ā
āMereka masih kecil.ā
āIya, tapi aku yakin mereka akan
baik-baik saja, Bun. Mereka kan sudah meninggalkan surat dan menyuruh kita
untuk tidak khawatir. Somin dan Melvin pasti akan pulang lusa, seperti yang
tertulis di surat.ā
Bunda Sejeong menggeleng. āTidak.
Aku tidak bisa menunggu sampai lusa.ā
āBaiklah,ā ujar Eun Ki pasrah,
kemudian mengulurkan benda persegi panjang di tangannya. āPonselmu, Bun.ā
āBerikan saja pada Taeyong. Dia
sedang hobi menghubungi Hana.ā
āBaiklah.ā
āBunda pergi dulu. Sekarang,
berhubung kau yang paling tua di sini, jaga Taeyong dan anak-anak, ya.ā
āUh, sebenarnya Taeyong Hyung
lebih tua dariku.ā Eun Ki mengingatkan.
āBenar,ā katanya, ātapi tetap
jaga dia, ya.ā
Eun Ki mengangguk. Dadanya membusung dan senyumnya
merekah, entah kenapa merasa bangga sekali. āSerahkan padaku. Aku akan patroli
keliling rumah. Tak akan ada kekacauan di rumah singgah selama aku yang
bertanggung jawab,ā katanya sok penting. Biasanya selalu Melvin yang diberikan
tanggung jawab seperti ini dan sekarang, Eun Ki tak bisa menutupi perasaan
girangnya begitu mendengar ialah yang bertanggung jawab.
āTerima kasih. Bunda percaya padamu.ā
**********
Taeyong berhenti dan bersandar di
dinding dalam perjalanannya menuju kamarnya di gedung terlarang. Dia tak tahan
lagi. Pria itu sudah pura-pura baik-baik saja sejak semalam dan sekarang
sekujur tubuhnya serasa digerogoti dari dalam. Ini hampir seperti yang ia
rasakan di malam melihat meteor bersama Hana, hanya saja 10 kali lipat lebih
buruk. Taeyong merasa perutnya diaduk, ia yakin jantung dan ginjalnya sedang
tawuran dan membuat seisi perutnya porak poranda. Taeyong berpikir aneh sekali
jika semua rasa sakit ini tidak membuatnya mati.
Saat pandangannya mulai gelap dan
berkunang-kunang, Eun Ki mendadak muncul dan menepuk punggungnya.
āHyung! Ya ampun aku mencarimu ke
mana-mana.ā Eun Ki memandang lorong di depan Taeyong kemudian bertanya dengan
sebelah alis berjingkat. āApa kau mau ke gedung terlarang?ā
āYeah, aku mau ke kamarku,ā ujar
Taeyong senormal mungkin. Ia tak mau membuat anak-anak di rumah singgah
panik, apalagi setelah kejadian pagi ini, setelah Somin dan Melvin memutuskan
untuk kabur ke Daegu demi mencari Paul.
āTapi kan kau sudah punya kamar
baru.ā
āYa, aku hanyaā¦ kangen kamar itu.ā
Dan Taeyong sejujurnya berpikir mungkin semua rasa sakitnya sekarang
diakibatkan karena dia sudah terlalu lama tidak tidur di peti esnya. Mungkin
sebenarnya dia memang membutuhkan ruangan sedingin freezer dan peti es untuk bertahan hidup. Mungkin daya tubuhnya harus
diisi seperti baterai. Taeyong berencana tidur di situ selama beberapa jam dan
jika ia terbangun dan masih kesakitan, ia baru akan menelepon Wooseok.
āBaiklah,ā kata Eun Ki, kemudian
mengamati Taeyong yang terus melenguh pelan. āApa kau baik-baik saja?ā
āYa, tentu.ā
āSuaramu agak parau.ā
āBenarkah?ā
āYa.ā Eun Ki mengernyit. Ada
sesuatu yang berbeda dari Taeyong hari ini tapi ia tak tahu apa persisnya itu.
Taeyong senantiasa nampak seperti mayat hidup, kulitnya putih pucat dan mata
abu-abunya selalu terlihat dingin dan sayu seolah-olah dia sudah mati. Eun
Kiādan mungkin semua anak di rumah singgahābelum terbiasa dengan kondisi
Taeyong yang tak biasa ini. Mereka tak bisa membedakan Taeyong yang sedang sehat
dan Taeyong yang sedang sakit. āKurasa matamu agak redup, Hyung. Seingatku
biasanya mereka berkelip-kelip seperti bintang,ā tebak Eun Ki.
āAku baik-baik saja.ā
Sesaat setelah berkata begitu,
Taeyong merasa perutnya melilit tak tertahankan dan ia refleks mencengkeram
pundak Eun Ki. āBisa kau panggilkan eomma?ā
Anak laki-laki itu terkejut.
āUhh, tidak bisa. Bunda Sejeong ke kantor polisi, dia mau laporkan Somin dan
Melvin.ā
āOh.ā
āKau baik-baik saja?ā tanya Eun
Ki cemas.
āYa, aku baik.ā
āSungguh?ā
āYa.ā Taeyong menarik badannya
sekuat tenaga agar bisa berdiri tegak. āBukan aku yang harusnya kau khawatirkan,
tapi Somin dan Melvin.ā
āOh, mereka akan baik-baik saja.ā
Eun Ki mengibaskan tangannya. āAku cuma agak kesal karena mereka tak mengajakku.ā
āKau tahu rencana kabur mereka?ā
āTidak, sih. Tapi aku bisa
mencium gelagat aneh mereka sejak 2 mingguan lalu,ā kata Eun Ki. āMelvin itu
boros sekali, tapi tiba-tiba dia berhemat ketat, dia bahkan tak jajan sepeser
pun minggu lalu. Dan Somin, anak itu jadi sering mampir ke terminal sepulang
sekolah. Ia bahkan beli peta untuk turis.
āLagi pula aneh kan melihat
Melvin tiba-tiba berhenti marah soal Paul? Maksudku, mereka itu sahabat dekat.
Dia harusnya mengobrak-abrik rumah singgah begitu tahu Paul sebenarnya tak
pernah hilang di gedung terlarang. Somin dan Melvin pasti sudah merencanakan
ini sejak Bunda Sejeong mengakui kebohongannya waktu itu. Dan mereka tak
mengajakku. Benar-benar.ā
āYa.ā Taeyong mengangguk-angguk.
Ia tak benar-benar mendengarkan, tubuhnya sudah gemetaran menahan sakit dan ia
sungguh berharap Eun Ki segera meninggalkannya sendiri agar ia bisa menjatuhkan
diri ke lantai dan bergelung seperti trenggiling.
āAku harus kembali ke rumah
singgah. Bunda Sejeong menyuruhku menjaga anak-anak.ā
āYa.ā
āIni ponsel Bunda. Tadi
ketinggalan di aula makan.ā
āYa, terima kasih.ā Taeyong
menyambar ponsel itu kemudian memandang Eun Ki seolah sedang mengusirnya.
āAku pergi.ā
āYa.ā
Eun Ki berjalan melewatinya.
Saat Taeyong sudah menekuk kakinya
untuk duduk di lantai, tiba-tiba Eun Ki memanggilnya lagi. Taeyong kontan
kembali menegakkan badan, memaksakan senyum.
āOh, hampir lupa. Tadi ada yang
menelepon, dia menyuruhmu melepas sesuatu.ā
Taeyong merasa kepalanya terbelah
dua dan langsung mengangguk-angguk pada Eun Ki. Ia tak dengar anak itu bilang
apa, ia hanya ingin anak itu segera pergi.
Dan untungnya, setelah
menyampaikan hal itu, Eun Ki pun berbalik badan dan benar-benar pergi.
Taeyong menunggu sampai Eun Ki
tak kelihatan sebelum tersungkur ke lantai dan mengerang menekan perutnya.
Napasnya mulai berantakan dan samar-samar Taeyong melihat uap keluar dari
mulutnya saat ia bernapas. Pria itu terkejut sekali. Ada sesuatu yang salah
dengan tubuhnya. Sangat amat salah. Selama ini, walaupun tubuhnya dingin,
mulutnya tak pernah sampai mengeluarkan uap. Dia tak pernah begini.
Dengan tangannya yang lemas dan
bergetar, Taeyong mencoba mencari kontak Wooseok di ponsel ibunya. Tetapi tak
ada kontak siapa pun yang dimulai dengan huruf W. Taeyong berpikir mungkin ia
salah mengeja, tapi semakin lama ia berpikir semakin sakit kepalanya. Ia pun
berubah pikiran dan mencari nomor Hana. Ia mencoba menelepon gadis itu tapi
yang terdengar hanya nada sambung yang lama. Panggilannya tak kunjung dijawab. Dan
sebenarnya justru aneh jika Hana menjawab, toh ini waktu sekolah. Pasti
ponselnya ada dalam tas, dalam mode hening.
Taeyong mencengkeram lantai dan
terus mengerang, setengah menangis karena rasa sakitnya benar-benar luar biasa.
Taeyong berharap ia segera pingsan supaya tidak merasakan semua ini, tapi entah
mengapa ia tak kunjung pingsan. Pria itu berbaring di lantai, bernapas dengan
uap dingin yang mengepul-ngepul dan memeluk tubuhnya. Ia sama sekali tak punya
tenaga untuk melanjutkan langkahnya menuju kamar. Ia bahkan tak punya cukup tenaga untuk berdiri.
Setelah satu menit yang menyiksa,
Taeyong kembali mengangkat ponsel dan menelepon Hana. Ia masuk ke kotak suara.
Taeyong mendengarkan suara operator yang menyuruhnya bicara setelah mendengar bunyi
ābipā, kemudian benar-benar bicara setelahnya.
āHei, Hanā¦ Aku tak bermaksud
mengganggumu sekolah, tapi aku agak kurang sehat danā¦ā Taeyong berusaha menarik napas,
tapi tenggorokannya tersumbat dan suaranya jadi parau sekali, āentahlah, aku
agak memikirkanmu. Aku tahu kau menyuruhku untuk tidak telepon sampai lusa.
Tapi aku tak tahu apa aku bisa meneleponmu lusa. Jadi, maaf...ā Taeyong
menghela napas dan uap dingin meluncur keluar dari mulutnya. Membuatnya semakin
yakin ada yang tidak beres dengan tubuhnya dan serta-merta berpikir ia akan
mati.
āAku menyayangimu, Han,ā katanya,
rendah dan ringkih. āAku sayang ibuku yang hebat dan ibumu yang baik hati, aku
sayang Wooseok Hyung dan Howon Hyung dan semua Noona di lab. Aku juga sayang
anak-anak di rumah singgahāMelvin dan Somin kabur untuk mencari Paul, aku tak
tahu apa kau sudah dengar kabarnya, tapi yahā¦ mereka akan baik-baik saja, Eun
Ki bilang begituāaku sayang kalian semua. Aku bahkan tak membenci Lucas. Aku
tahu dia mengagumiku. Aku bisa lihat dari mata lebarnya. Sejujurnya kupikir dia
keren, dan jauh lebih baik dariku dalam berbagai hal. Tapi aku terlalu kesal
untuk mengakui itu. Aku tak suka mengakui betapa tak ada apa-apanya aku
dibandingkan dengan dia. Jadi, yahā¦ tolong bilang padanya aku minta maaf karena
bersikap kasar.ā
Taeyong bisa merasakan tubuhnya
bergejolak lagi. Rasanya seperti ada kepiting hidup yang dilepas di dalam
perutnya dan sekarang kepiting itu sedang mencapit ususnya dan merobeknya jadi
serpihan kecil. Ia menempelkan dahinya di lantai dan menggigit bibirnya yang
membiru supaya tidak mengerang.
āAku sedang tidak begitu sehat,
Han, tapi aku janji saat aku sembuh nanti, aku akan langsung menemuimu,ā bisik
Taeyong. Suaranya pelan sekali, tapi ia sudah tak punya tenaga lagi untuk
bicara lebih kencang dari ini. āAku akan ke Seoul, atau ke ujung dunia, atau ke
mana pun yang ada kaunya. Kuharap aku bisa meneleponmu besok lusa, tapi jika
ternyata tidak bisa, kuharap kau sehat terus sampai kita ketemu lagi.ā
āSampaikan salamku pada semuanya,
ya,ā tutup Taeyong. āKim Hana, aku menyayangimu.ā
Taeyong menggeletakkan ponselnya
di sebelahnya. Ia sama sekali tak tahu-menahu perihal cara kerja pesan suara.
Ia tak mengerti apa ucapan panjang lebarnya barusan akan diterima Hana atau
tidak. Tapi walaupun begitu, Taeyong tetap merasa lega. Rasanya, jika ia mati
sekarang pun tak masalah.
Ia memejamkan mata. Merasakan
kepalanya ditusuk-tusuk dan paru-parunya diremas dan kepiting hidup itu terus mencabik ususnya, semakin lama semakin sakit dan semakin sakit lagi sampai
akhirnya ia tak merasakan apa-apa.
Dan rasanya dunianya berakhir.
TBC
Salsa stop making Taeyong pass out challenge: FAILED!!!
Maaf ya ide aku begini2 ajaā¦ huhu
Anyway, part selanjutnya bakal jadi part terakhir. FINALLY :ā)
Aku sayang bgt sama ff ini tp g sabar juga pengen ngetik vampire bride...
Buat kalian yang lupa siapa Paul, kalian bisa cek di Freeze Part 5 (buka series library trus cari ff freeze di bagian author salsa...)
Buat kalian yang lupa siapa Paul, kalian bisa cek di Freeze Part 5 (buka series library trus cari ff freeze di bagian author salsa...)
Makasih banyak ya udah bacaā¦ sampe ketemu di part selanjutnya..
babay^^
Comments
Post a Comment