Goodbye Baby - chapter 5






Cast:


Lee Minhyuk (BtoB)  ><  Byun Taerin (OC)  ><  Song Mino (WINNER)  ><  Yoon Jisun (OC)  ><  Nam Woohyun (Infinite)



Genre:


romance, university life, angst (AU - Alternate Universe)




Previous Story:






o  O  O  O  o







Taerin mengerjapkan matanya saat secarcik cahaya menyentuh kelopak mata. Ia mengerang dan meregang sebelum menegakkan tubuhnya dan bersandar pada kepala ranjang. Gadis itu meraih ponsel yang tersimpan di atas nakas.


Benda itu dalam keadaan mati dan membuat Taerin harus menekan beberapa saat tombol on yang berada pada sisi ponsel. Hingga benda itu telah berada pada mode standby, Taerin pun kembali menyimpannya pada tempat semula.


Sebenarnya ia tak ingin melakukan apa pun pada benda yang selalu membuat ia tidak nyaman belakangan ini. Tetapi mengingat pengumuman nilai akhir yang akan diberikan melalui e-mail, membuat gadis itu mau tidak mau dan suka tidak suka mengaktifkan kembali ponselnya.


Setelah meletakkan ponselnya di atas nakas, Taerin beringsut meninggalkan ranjangnya. Gadis itu berjalan menuju lemari pakaian. Mengambil pakaian rumah yang nyaman dan kemudian bergegas menuju kamar mandi.


Sesampainya di kamar mandi, Taerin menyimpan pakaian bersihnya dan segera memasuki ruang shower. Ia memutar alat penghidup air. Membiarkan air dingin itu membasahi tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki.


Taerin kemudian meraih botol shampoo. Menuangkannya ke telapak tangan lalu mengusapkannya pada rambut hitam legam miliknya. Ia juga melakukan hal yang sama dengan botol sabun dan pembersih wajah.


Setelah menggunakan berbagai macam isi botol tersebut. Taerin hendak kembali memutar penghidup shower. Ia berniat untuk membersihkan semua busa yang menempel di tubuhnya.


Namun dering ponselnya yang nyaring membuat Taerin mengurungkan niatnya. Ia menoleh pada pintu kamar mandi. Lalu bahunya mengendik saat suara nyaring itu hilang. Taerin pun kembali akan memutar benda alumunium itu. Tapi lagi-lagi suara nyaring ponselnya menginterupsi dirinya.


Taerin geram mendengar suara nyaring itu. Pasalnya ia tengah berusaha menenangkan dirinya dengan membiarkan air yang sempat membuat tubuhnya bergetar itu mengalir di kultinya.


Biarkan saja.. lebih baik aku segera membasuh tubuhku., batin Taerin.


Taerin pun tidak mengindahkan dering ponselnya. Dan ia kembali melanjutkan aktivitas mandinya sampai selesai.


Setelah hampir tiga puluh menit berada di dalam kamar mandi, akhirnya Taerin keluar dengan mengenakan longsleve berwarna biru langit yang dipadukan dengan celana selutut berwarna coklat muda.


Ia berjalan keluar dengan mengusapkan handuk putih pada rambutnya. Ia menuju ranjangnya dan kemudian duduk di sana dengan tangan yang masih sibuk mengusap rambut bermaksud untuk mengeringkannya.


Taerin kembali teringat akan suara panggilan masuk di ponselnya. Ia pun mengambil benda itu guna melihat siapa yang baru saja menghubunginya.


Saat membuka kunci ponselnya, nama Mino langsung terpampang pada layar. Seketika rasa jengkel kembali menggelayuti benak Taerin. Ia kemudian mengeluarkan aplikasi panggilan tersebut dengan keputusan untuk membiarkan saja tanpa mencoba untuk menghubungi kembali pria itu.


Lalu Taerin membuka kotak pesan dimana satu buah pesan singkat baru saja diterimanya. Namun saat mengetahui siapa pengirim pesan itu, perasaan jengkelnya semakin bertambah besar. Ia kembali ingin membiarkan pesan yang dikirim oleh sosok bernama Song Mino itu. Namun sebuah pesan baru saja masuk ke dalam kotak pesannya dengan pengirim yang masih sama.


Arrgghhh! Pria menyebalkan. Kenapa ia senang sekali mengganggu orang lain??, geram Taerin dalam hati.


Dengan berat hati, Taerin akhirnya menekan opsi baca dan membiarkan dirinya membaca deretan kata yang dikirimkan Mino padanya.



From: Song Mino ‘The King of Devil’

Kenapa kau tidak mengangkat telephonnya? Memangnya apa yang tengah kau lakukan calon Nyonya Song??



From: Song Mino ‘The King of Devil’

Terserah kau mau membalas pesan ini atau tidak. Aku hanya ingin memberitahu mu kalau kita akan berkencan sore ini pukul 3 di Clone Coffee. Aku menunggu mu di sana. Kalau kau sampai tidak datang, kau akan tahu apa yang bisa aku lakukan pada mu.



Taerin seketika mendesah begitu dua pesan dingkat yang Mino kirimkan padanya telah ia baca. Rasanya kini tidak hanya jengkel saja yang ia rasakan. Hatinya juga merasa marah dan kesal pada perilaku semena-mena pria itu.


Memangnya siapa dia?? Kenapa Taerin harus menuruti ucapannya? Dia kan bukan Tuhan, jadi kenapa Taerin harus menuruti dirinya??


Taerin melempar ponselnya. Ia juga melemparkan handuk putih yang berada di pundaknya ke sembarang tempat.


Taerin berteriak frustasi. “Aku tidak mau pergi! Aku tidak mau bertemu dengan pria gila dan brengsek itu!!”


Ia kemudian membanting tubuhnya ke atas ranjang. Mengacak rambutnya dengan kasar untuk melampiaskan rasa kesalnya pada Mino.


“Ah.. Hyejin. Bagaimana bisa aku lupa??” Taerin menjentikkan tangannya dan seketika kembali menegakkan tubuhnya.


Ia mengambil kembali ponsel yang sebelumnya ia lemparkan ke atas bantal. Taerin segera mencari kontak Hyejin, menekan opsi panggil, dan segera menempelkan ke telinga.


Nada sambung langsung menayapnya ketika benda itu telah menghubungkan dirinya dengan Hyejin. Tak lama nada sambung tersebut berakhir pada suara Hyejin yang terdengar tidak jelas.



“Apakah aku mengganggu mu?”


“Tidak.. aku hanya sedang memakan roti coklatku sembari menyaksikan siaran di tv. Ada apa? Tumben sekali kau menghubungi ku sepagi ini??”


“Aku batuh bantuan mu Park Hyejin.”


“Bantuan?”


“Iya.. ini berhubungan dengan Mino.”



o  O  O  O  o



 Taerin berjalan memasuki pusat perbelanjaan dimana tempat yang dimaksud  Mino berada. Gadis itu dengan mengenakan blus monochrome yang dipadukan dengan rok putih serta tas tangan hitam memasuki bangunan bertingkat itu dengan jantung yang bergemuruh.


Selain itu perasaannya juga menjadi tidak baik dan pikirannya mengatakan bahwa akan ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi. Entah apa itu yang jelas ia ingin sekali untuk tidak datang.


Taerin menghela napasnya. Ia kemudian menghentikan langkahnya sejenak. Café yang ia maksud tepat berada berada 50 meter di depannya. Taerin melirik sejenak pada jam tangan putih yang mengikat dipergelangan kirinya.


Jam 3 kurang 5 menit. Ia datang lebih dulu dari waktu yang ditentukan Mino. Ahh... daripada ia harus menunggu pria itu di sana dan setelahnya Mino malah menjadi besar kepala, lebih baik bukankah ia berjalan-jalan lebih dulu. Mencuci matanya dengan melihat hal-hal yang berada di dalam pusat perbelanjaan itu.


Sepertinya idenya itu tidak terlalu buruk. Mino kan tak menuliskan untuk segera menuju ke café setelah sampai. Jadi tidak salah jika Taerin berjalan-jalan dulu sebelum neraka menyapanya.


Keadaan pusat perbelanjaan sore hari itu cenderung lebih ramai dibandingkan biasanya. Banyak orang tua yang datang bersama dengan anak mereka. Hal itu karena saat ini pusat perbelanjaan sedang mengadakan kegiatan khusus anaka-anak, seperti lomba menggambar, menyanyi, menari, hingga kelas memasak. Dan Taerin pun menjadi terbuai dengan acara tersebut.


Taerin lantas mencari salah satu kursi kosong untuk menonton acara tersebut. Setiap penampilan yang ditampilkan begitu menarik atensinya. Taerin begitu menikmati dan larut dengan ppenampilan adik-adik kecil itu. Sampai membuat ia lupa akan tujuannya datang ke pusat perbelanjaan tersebut.


Tiba-tiba saja ponselnya bergetar. Taerin yang masih sibuk menepukkan tangannya untuk memberikan semangat pada para kontestan, merasa risih dan terganggu dengan getaran tersebut. Lantas ia mengeluarkan benda tersebut dari dalam tasnya. Dan ketika melihat siapa yang tengah menghubunginya, Taerin langsung bangkit dari duduknya dan bergegas pergi meninggalkan tempat itu.


Sial. Bagaimana aku bisa lupa?!, batin Taerin.


Taerin lantas mengangkat sambungan telepon tersebut. Ia tersentak begitu sosok yang menghubunginya menyambutnya dengan suara yang agak tinggi.



“Dimana kau? Apakah kau lupa kalau hari ini kita ada kencan??”


“Maaf.. aku hampir sampai.”



Taerin langsung mematikan sambungan tersebut tanpa membiarkan Mino membalas ucapannya. Ia kemudian kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas dan semakin menambah kecepatannya untuk kembali ke lantai 1.



At Clone Coffee


 Taerin berjalan dengan begitu perlahan. Ia berusaha untuk menemukan dimana keberadaan Mino walaupun hati kecilnya tengah berteriak menolak tindakannya. Mata gadis itu mengeder dari satu sisi ke sisi lain kedai kopi tersebut. Memeriksa wajah orang-orang yang tengah menikmati minuman mereka.


Namun ia tak juga menemukan keberadaan pria itu.


Taerin lantas mengeluarkan ponselnya. Ia beirnat untuk menghubungi Mino dan memaki pria itu. Tapi niatnya urung dilakukan saat seorang gadis melambai padanya.


Taerin lantas memicingkan matanya. Ia berusaha mengenali pemilik rambut kecoklatan itu.


Ketika otaknya telah berhasil menemukan daftar nama orang yang ia kenal, sontak Taerin membulatkan matanya. Ia tak menyangka bahwa dirinya akan bertemu dengan sosok gadis itu di tempat tersebut.


Tunggu..


Ini bukan sebuah kebetulan. Jika ini kebetulan, tidak mungkin gadis itu melambai padanya seakan mereka telah memiliki janji sebelumnya.


Astaga!!


Taerin memukul keningnya. Ia baru menyadari situasi apa yang tengah membelitnya. Hhaahhh... kenapa ia begitu bodoh?? Kenapa tak terpikirkan sebelumnya mengenai alasan sebenarnya dari kencan yang pria itu maksud??


Sesaat, Taerin kembali melirik pada gadis yang kini tengah melihatnya dengan alis yang bertaut. Sepertinya gadis itu bingung. Tapi Taerin tak peduli. Masa bodoh dengan kebingungan gadis itu. Toh tidak akan berpengaruh apa pun dengannya.


Taerin menarik napasnya dalam. Kemudian ia menghelanya perlahan.


Tidak ada jalan lain dan tidak ada pilihan lain. Mau tidak mau, suka tidak suka, ia harus menghadapi keadaan tersebut. Menghampiri gadis itu. Duduk di depannya. Menunggu pria yang mengajaknya ‘berkencan’ dengan ancaman. Serta menjadi pendengar yang baik di antara sepasang kekasih itu, mungkin.


Taerin lantas menghampiri gadis itu. Sebelum mendudukkan tubuhnya pada kursi yang berlawanan, ia sempat membungkuk singkat dan menyapa gadis itu sopan.


“Apakah tadi lalu lintas begitu padat?” Tanya gadis itu yang berusaha membuka pembicaraan dengan Taerin.


“Ah.. tidak terlalu padat, tetapi cukup ramai.” Balas Taerin sekenanya.


Gadis itu merasa tidak nyaman. Ia merasa seperti ada lubang hitam yang memisahkan antara dirinya dengan sosok gadis itu. Terlebih setelah mendengar pembicaraan sosok tersebut dengan Mino saat hari pertunangan mereka.


Setelah jawaban singkat Taerin, keduanya memutuskan untuk mengunci mulut mereka. Rasa canggung tidak dapat mereka sembunyikan. Hal itu begitu terlihat jelas dari gerak tubuh keduanya.


Tapi untungnya, tak lama, sosok pria yang mengundang Taerin datang dari suatu tempat yang idtak Taerin tahu dan lebih tepatnya tidak mau ia ketahui. Taerin lantas menoleh serta menatap tak minat pada pria itu. Ia kemudian kembali menghadapkan wajahnya ke depan, entah pada apa.


Namun atensi Taerin kembali pada sosok Mino saat pria itu menarik kursi di sebelahnya dan mendudukkan tubuhnya di sana.


Prai itu balik menatap Taerin. Ia kemudian memasang senyumnya dan menatap Taerin dengan tatapan biasa saja. Lantas Mino kembali menolehkan kepalanya kepada gadis berambut coklat itu. Ia kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya bersama gadis itu yang sempat terhenti tanpa memperdulikan keberadaan Taerin di sampingnya.


Dalam hati, Taerin menggerutu. Ia tak menyangka bahwa ‘kencan’ yang tengah dilakukannya menjadi lebih buruk dari apa yang ia bayangkan sebelumnya.


Ia juga tidak menyangka bahwa pria di sampingnya benar-benar gila! Bagaimana bisa ia mengajak Taerin berkencan dengan mengancamnya tetapi ia juga pergi berkencan dengan kekasihnya? Bagaimana bisa???


Taerin kembali melirik pada Mino dan gadis itu. Oh.. iya kini benar-benar terlihat sangat menyedihkan. Ia bagaikan benda mati atau lebih tepatnya obat nyamuk di antara kedua orang itu.


Lihat!


Tangan kanan pria itu dengan mesranya menggenggam tangan gadis di depannya. Mereka juga masih sibuk berbincang dengan tersenyum bahagia. Sesekali tawa pun lepas dari mulut keduanya.


Sementara Taerin. Gadis itu hanya diam. Mematung di samping pria itu.


Ia berusaha untuk mengalihkan rasa jengahnya dengan memainkan ponsel pintarnya. Namun semua itu tidak bisa mengalihkan kejengahan serta kekesalan yang ia rasakan terus-menerus. Lama kelamaan, ia juga merasa lelah jika harus memandangi layar datar itu.


Namun semua itu berubah saat ponselnya bergetar dan sebuah pesan baru saja masuk ke dalam nomornya. Taerin lantas membuka pesan tersebut dan membacanya dengan antusias.



From: Nam Woohyun

Hai taerin-aa.. Hyejin baru saja memberitahu ku rencanamu hari ini. Tenang saja, aku akan menjadi malaikat tanpa sayapmu.



Membaca pesan tersebut membuat seulas senyum tiba-tiba saja bersemi di wajah Taerin. Gadis itu pun buru-buru membalas pesan tersebut dan mengirimkannya kepada sang pengirim.



To: Nam Woohyun

Hai malaikat tanpa sayap! Aku menunggu bantuanmu sekaligus dirimu..



Setelah merasa jengah karena terus membuka ponselnya tanpa ada tujuan, akhirnya kejengahan itu sirna begitu kegiatan mengirimi pesan singkat antara dirinya dengan kontak bernama Nam Woohyun itu terjadi.


Taerin pun dengan senang hati menarik kembali ucapannya terkait rasa jengah yang ia rasakan.


Kegiatan Taerin dengan ponselnya berhasil menarik minat Mino yang sebelumnya hanya fokus pada gadis di depannya. Pria itu melirik Taerin. Lantas dahinya berkerut. Ia berusaha mencari tahu apa yang tengah gadis itu lakukan.


Berkirim pesan. Ya.. ia tahu kalau Taerin tengah mengetikan sesuatu dan kemudian mengirimkannya. Tetapi sayangnya, ia sama sekali tidak tahu dengan siapa Taerin berkirim pesan.


Hal itu membuat perasaan tidak terimanya tumbuh. Mino akhirnya mencoba mencari cara untuk membuat gadis itu berhenti dengan ponselnya. Dan sebuah ide akhirnya muncul dibenaknya.


Dengan salah satu tangannya yang masih sibuk menggenggam tangan gadis didepannya, yang tengah menikmati sepotong cake, Mino menyelipkan tangannya yang bebas ke bawah meja. Kemudian ia meletakkan tangannya di atas pangkuan Taerin yang lansung membuat gadis itu terkejut dan tubuhnya mengaku seketika.


Taerin pun langsung menghujani Mino dengan tatapan membunuhnya. Ia kemudian menyelipkan tangannya ke bawah meja dengan maksud untuk menyingkirkan tangan pria itu dari pangkuannya.


Namun hal itulah yang diinginkan Mino. Niat sebenarnya dari peletakan tangan di atas pangkuan Taerin adalah agar gadis itu melepaskan ponselnya dan ia dapat menghentikan kegiatan Taerin dengan benda itu.


Mino yang merasa bahwa kini Taerin tengah mencoba menepis tangannya, buru-buru meraih tangan gadis itu dan kemudian mengenggemnya. Taerin berusaha untuk melepaskan tangannya namun tidak berhasil karena Mino menggenggamnya dengan sangat erat.


Taerin pun menyerah. Ia tidak mungkin bisa melepaskan tanagnnya. Pria itu begitu licik. Ia pasti menggunakan berbagai cara agar tangannya tetap berada di dalam genggaman pria itu.


Taerin lantas mengangkat kepalanya dan menoleh singkat pada Mino. Dan ia begitu terkejut saat mendapati Mino yang kembali berbincang dengan gadis itu seakan tidak terjadi apa pun beberapa detik yang lalu.


Bahkan ia juga tidak merasa canggung dengan posisinya. Oh kini.. jika ada yang melihatnya mungkin orang itu akan menganggap Taerin lah yang berperan menjadi orang ketiga di antara hubungan Mino dengan gadis di depannya, dengan kekasihnya –Yoon Jisun–.


Kencan Taerin, ah lebih tepatnya kencan antara Mino dan Jisun akhirnya sampai pada akhir ketika pria itu mengajak Jisun dan tentu juga Taerin untuk pulang mengingat hari menjelang malam. Dengan wajah yang terlihat begitu senang, Jisun menganggukkan kepalanya. Gadis itu juga segera melingkarkan tangannya pada lengan Mino begitu keduanya bangkit.


Taerin yang sudah merasa muak hanya mampu membuang mukanya dan berusaha untuk tidak melihat kemesraan yang tengah diperlihatkan oleh kedua sejoli itu. Ia pun dengan sengaja memperlambat jalannya, membiarkan kedua orang itu berjalan lebih dulu di depannya, agar ia tidak terlihat seperti orang ketiga atau menjadi sosok yang tidak diperdulikan.


Sangat menyedihkan sekaligus menyebalkan sekali bagi Taerin jika hal itu sampai terjadi. Seharusnya bukan ia yang mendapatkan gelar seperti itu. Ia kan bukan orang ketiga dan juga tidak pernah meminta perhatian dari kedua orang itu.


Taerin masih terus mengikuti langkah Mino dan Jisun menuju ke tempat dimana mobil pria itu terparkir. Sebenarnya ia tidak mau berada di dalam satu kendaraan dengan mereka. Tapi apa daya, Mino tidak akan membiarkan dirinya pulang sendiri karena pasti ada sesuatu yang tengah direncanakannya.


Ketiganya kini telah berada di luar pusat perbelanjaan tapi mereka masih harus berjalan karena Mino memarkirkan mobilnya cukup jauh dari pintu utama. Ketika mereka hampir sampai di depan mobil Mino, Taerin malah menghentikan langkahnya dan merogoh tasnya. Ia mengambil ponsel pintarnya yang bergetar dan kemudian segera membaca pesan singkat yang baru saja masuk ke nomornya.



From: Park Hyejin

Aku di pintu selatan, dan aku bisa melihat mu.



Begitu selesai membaca isi pesan tersebut, Taerin lantas menoleh ke arah dimana Hyejin berada. Matanya langsung berbinar dan seketika itu juga perasaan penuh beban hilang dalam sekejap.


Taerin pun segera mengetikan pesan balasan dan mengirimnya kembali kepada Hyejin.



To: Park Hyejin

Baiklah.. tunggu aku.



Taerin kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas. Namun sebelumnya ia menonaktifkan benda tersebut dengan tujuan agar tidak ada yan bisa menghubungi dirinya setelah itu.


Taerin segera menghampriri Mino dan Jisun yang sudah sampai di depan mobil. Pria itu kini tengah menutup pintu penumpang yang sebelumnya ia bukakan untuk Jisun. Dan saat ia akan membukakan pintu belakang untuk Taerin, gadis itu dengan cepat menghentikannya.


“Aku bisa melakukan hal sepele seperti ini sendiri. Jadi jangan repot-repot. Lebih baik kau masuk.”


Tanpa ada perasaan curiga, Mino lantas meninggalkan Taerin menuju pintu pengemudi. Ia kemudian membuka pintu dan masuk ke dalam.


Dan saat pria itu telah berada di dalam dan tengah mencoba untuk menghidupkan mesin, Taerin berjalan menuju depan mobil yang langsung membuat Mino menurunkan kaca mobilnya.


“Kenapa tidak masuk? Cepat masuk Byun Taerin!” Titah Mino.


Taerin tidak menanggapi ucapan pria itu. Ia malah menyunggingkan senyum tulusnya dengan tangan yang ia lipat di depan dada.


“Aku tidak akan pulang bersama kalian. Jadi kalian pulang duluan saja..”


Taerin melambai sebelum ia memutar tubuhnya dan berjalan menjauhi mobil Mino. Ia kemudian menghampriri Hyejin yang tengah menunggunya dengan tangan yang terlipat di depan dada serta wajah penuh kemenangan yang ia tunjukkan sembari menatap ke arah mobil Mino.


Mino hendak kembali keluar dan menarik Taerin untuk pulang bersamanya. Namun Jisun menahannya dan bersamaan dengan itu matanya berhasil melihat adegan yang sejujurnya tidak sudi ia lihat.


Pria berambut pirang yang ia lihat beberapa hari lalu itu tengah memasangkan jaket yang tadinya ia pakai kepada Taerin untuk menutupi tubuh gadis itu. Sontak amarah Mino kembali membuncah. Namun bukan Song Mino namanya jika ia memperlihatkan apa yang tengah ia rasakan kepada orang lain.


Dengan keahliannya itu, ia berhasil mengelabui Jisun yang duduk di sebelahnya. Ia pun akhirnya memutuskan untuk segera meninggalkan tempat itu dan membiarkan Taerin untuk hari itu saja dapat menghabiskan waktunya dengan temannya serta pria berambut pirang yang tidak ia kenal.


Semua akan ada balasannya. Jadi kau tunggu saja, apa yang akan aku lakukan kepada mu dan juga pria itu, Taerin..





To Be Continued...





Jadi aku mau minta maaf dulu karena baru bisa update Goodbye Baby saat ini. Maaf banget, karena jujur aku enggak pernah sempet untuk melakukan tahap pengeditan. Banyak banget hal-hal yang harus aku tulis ke dalam proposal skripsi. Dan berhubung aku baru aja melewati tahap pertama untuk masuk ke dalam dunia perskripsian -walaupun masih banyak banget revisi yang aku sendiri bingung ngerjainnya gimana karena di departemen jurusan itu banyak banget mazhab-mazhab dosen yang berbeda-, akhirnya aku meluangkan waktu istirahat singkat ini untuk memulai aktivitas tulis menulis lagi.


Semoga, yang nungguin enggak lupa ya sama ceritanya. Dan semoga chapter ini memenuhi rasa ingin tahu kalian dan ceritanya sesuai dengan ekspektasi kalian.


Baiklah, demiakan dari aku. Sampai bertemu lagi, dan doakan yaa semoga keiinginan untuk menulis dengan cast anak NCT (kayak yang aku bilang sebelumnya) bisa terlaksana secepatnya. Dan aku juga mau ngucapin, selamat ulang tahun bang Jjongku. Walaupun dalam kepercayaanku enggak mungkin, tapi aku mau kayak shawol yang lain dengan berharap semoga bang Jjong bisa jadi The Brightest Star in the Sky :)) Terima kasih telah menemani hari-hari ku dengan karya-karya yang begitu menyentuh dan sangat bagus. You did a very good job bang!


Oke, see you dan.....감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts