Freeze #13 (healed)




Setibanya di rumah singgah, Wooseok langsung melepas gelang di tangan Taeyong sambil komat-kamit meminta maaf. Wajahnya tegang dan ia terus bergumam dengan bibir bergetar; kenapa gelangnya masih belum dilepas juga?, ya ampun ya ampun ya ampun, dia begini karenaku, Taeyong maafkan aku, dan gumaman tidak jelas lainnya.


Melihat keributan itu, seluruh anak di rumah singgah berhamburan ke lokasi pingsannya Taeyong. Mereka semua panik melihat kondisi sang pria yang amat mengkhawatirkan. Tubuhnya biru keunguan alih-alih pucat, dan dia tergeletak di selasar penghubung antara gedung utama dan gedung terlarang.

Bunda Sejeong yang baru pulang dari kantor polisi berlari kencang menuju kerumunan. Ia berteriak histeris begitu tahu Taeyong lah yang menjadi pusat kerumunan itu. Dan bahkan lebih histeris lagi begitu melihat Baek Taewong berjongkok di sebelah Wooseok.


ā€œAPA YANG KAU LAKUKAN DI SINI!ā€ teriaknya. Ia menarik jubah profesor Baek dan langsung menghempasnya menjauh. Profesor baek berdiri. Dan pertarungan sengit yang sudah ditahan-tahan selama 15 tahun pun tak bisa dielakkan.


ā€œAPA YANG AKU LAKUKAN DI SINI? HARUSNYA AKU YANG BERTANYA BEGITU PADAMU! KAU SENGAJA BERSEMBUNYI DI SINI KARENA TAHU BETAPA TAKUTNYA AKU PADA KOTA INI!ā€


Sebenarnya Bunda Sejeong tidak mau pertengkarannya menjadi bahan tontonan, tapi begitulah yang terjadi sekarang. Mata anak-anak semuanya beralih dari Taeyong dan Wooseok di lantai dan berpindah pada sang ibu asuh dan pria asing berjubah putih yang saling berteriak.


ā€œSejeong, sungguh, apa yang kau pikirkan? Kalau kau tak kabur saat itu semuanya tak akan begini!ā€
ā€œKalau aku tak kabur saat itu semuanya akan lebih buruk dari ini!ā€
ā€œApa yang bisa lebih buruk dari ini hah Lee Sejeong!!ā€
ā€œKau!ā€ jeritnya dengan jari menuding. ā€œBertemu denganmu adalah hal terburuk yang terjadi hari ini dan asal kau tahu aku sudah mengalami banyak hal buruk hari ini!ā€


ā€œKau masih marah padaku? Yang benar saja! Kau harus tahu dokter-dokter yang menangani Taeyong dulu adalah orang-orang idiot! Bukan mereka yang menyembuhkan Taeyong, tapi aku. Aku yang membuatnya tetap hidup!ā€


ā€œYa ampun, kau semakin tak terkendali. Apa yang membuatmu merasa pantas berlagak jadi Tuhan?ā€
ā€œSiapa yang berlagak jadi Tuhan! Aku cuma mau kau buka mata! Uang ratusan juta yang kita keluarkan dulu tak berguna sama sekali. Serumku lah yang membuat Taeyong membaik.ā€


ā€œJangan bicara soal uang dasar bajingan! Uang kita? Semua itu uangku! Kau lebih peduli dengan cairan-cairan kimia dan tabung bodoh dan komputer sialan dan semua alat konyolmu itu dibanding anakmu sendiri!ā€


ā€œKau pikir aku membeli semua itu untuk siapa? Aku membeli semuanya untuk Taeyong! Untuk membuat formula demi menyembuhkannya! Kau kira bahan-bahan itu turun dari langit, huh!ā€


ā€œDan kau pikir aku akan berterima kasih untuk itu? Sadarlah kau sudah menghancurkan hidup Taeyong! Kau tak mengerti betapa tak tahu dirinya dirimu! Kalau saja kau kesampingkan egomu untuk membeli semua peralatan ilmuwan konyolmu itu dan menggunakannya untuk pengobatan Taeyong, mungkin dia bisa hidup layaknya anak normal!ā€


ā€œAku tahu kau selalu menganggapku konyol!!ā€
ā€œKarena begitulah adanya!!ā€
ā€œMembawa kabur Taeyong yang kondisinya sedang riskan adalah tindakan konyol, Sejeong. Apa kau sadar siapa yang lebih konyol?ā€


ā€œCUKUP! KALIAN BERDUA SAMA-SAMA KONYOL!ā€ teriak Wooseok tak tahan. Bunda Sejeong dan Profesor Baek seketika berhenti dan menoleh padanya.


ā€œBisakah kalian tunda bertengkarnya?ā€ katanya gemetar. ā€œK-kurasa anak kalian tak bernapas.ā€
ā€œApa?ā€ teriak Bunda Sejeong dan Profesor Baek berbarengan.
ā€œAku tak bisa merasakan denyut nadinya.ā€ Wooseok bicara dengan suara ringkih seolah sedang menahan tangis.


Bunda Sejeong yang mendengar itu langsung membekap mulutnya. Ia terkejut sekali, mukanya langsung pucat dan ia terhuyung ke belakang, hampir pingsan.


ā€œBawa dia ke mobil!ā€ Profesor Baek berseru sembari membantu Wooseok menggotong Taeyong ke mobilnyaā€”mobil box tinggi milik perusahaan.


Bunda Sejeong merasakan kakinya berubah jadi agar-agar, namun tetap berusaha mengejar mereka.


ā€œApa yang terjadi padanya? Kenapa dia begini? Kenapa tak ada yang menjelaskan padaku?!ā€ teriak Bunda Sejeong sementara air matanya meleleh. Saking lemasnya, wanita itu berkali-kali nyaris jatuh. Hyun Mi merangsek untuk merangkulnya.


Profesor Baek membuka bagian belakang mobil box-nya lalu mulai mengintruksikan Wooseok untuk membaringkan Taeyong di ranjang lipat dan memasang infusnya. Mereka berdua kelihatan sibuk dan panik sekali, sementara suara racauan Bunda Sejeong mengiringi kegiatan keduanya. Untuk beberapa saat, racauan itu masih bisa ditolerir. Tapi lama-kelamaan, Bunda Sejeong mulai menyalahkan Wooseok dan membuat konsentrasi pria itu buyar. Profesor Baek tak tahan lagi.


ā€œSEJEONG! AKU BERUSAHA SEMAMPUKU! DIAMLAH!ā€


Bunda Sejeong meraung makin keras. Kali ini suara Jeha yang merengek ketakutan pun ikut terdengar. Suasana makin keruh. Ki Won dan Won Tak berusaha menenangkannya selama beberapa saat sebelum Eun Ki menggeram. Anak laki-laki itu berbalik badan dan menggotong Jeha di pundaknya, lantas berjalan menjauh. Di belakangnya, semua anakā€”kecuali Hyun Miā€”mengikuti Eun Ki kembali ke rumah singgah. Mengerti kalau tidak seharusnya mereka menjadikan situasi ini sebagai bahan tontonan.


Profesor Baek berusaha mengabaikan situasi tak kondusif di sekitarnya dan mengoperasikan defribiliator. Sementara di hadapannya, Wooseok membuka kemeja Taeyong dan terkesiap melihat betapa birunya tubuh pria itu.


Profesor Baek mengambil paddles dari sisi alatnya lalu mengangguk pada Wooseok. Wooseok balas mengangguk padanya.


ā€œ200 Joule, all clear?ā€
ā€œClear,ā€ jawab Wooseok dengan suara tercekat menahan tangis. Permukaan paddles yang berlumuran gel pun ditekankan ke dada Taeyong. Sang Profesor mengecek monitor dan menaikkan muatan listriknya.


ā€œ360 Joule, all clear?ā€
ā€œClear.ā€


Paddles kembali ditekankan ke rusuk taeyong dan lagi-lagi tak ada yang terjadi. Tubuhnya hanya mengejang sedikit sebelum kembali terkapar. Wooseok menunduk dalam-dalam sambil menggigit bibirnya. Pikiran ā€˜ini semua salahkuā€™ menggema di kepalanya, membuatnya gila. Perasaannya hancur sekali dan tanpa ia sadari, ia sudah menggebrakkan kepalanya ke sisi mobil.


ā€œYAH WOOSEOK! KENDALIKAN DIRIMU! KITA BELUM SELESAI. SEKALI LAGI!ā€


Wooseok terisak dan wajahnya memerah. Ia memaksa tubuhnya yang sudah lemas tak berdaya untuk kembali berlutut di sebelah Taeyong. Profesor Baek memejamkan matanya, berdoa kuat-kuat dalam hati sebelum memberi aba-aba dengan tegas. ā€œ360 Joule, all clear?ā€


ā€œClear.ā€


Dada Taeyong kembali ditekan dengan paddles bermuatan listrik. Dan kali ini, Tuhan mengabulkan doa Profesor Baek. Monitornya berbunyi dan aktivitas jantung Taeyong akhirnya muncul di sana.


ā€œDIA MASIH HIDUP!ā€ Wooseok berseru penuh syukur.


Bunda Sejeong merasa lega sekali. Ia menekan dadanya dan berlutut sambil menangis. Hyun Mi berjongkok di sebelahnya sambil mengusap-usap punggungnya.


Taeyong memang masih hidup, tapi detakan jantungnya lemah sekali. Detakan itu bisa berhenti kapan saja. Menyadari hal itu, Profesor Baek berdiri dengan sisa tenaganya dan berjalan ke ujung mobil box. Ia menatap Bunda Sejeong seolah sedang meminta tolong. ā€œSejeong, kali iniā€¦ bisakah kau percaya padaku?ā€


Bunda Sejeong berhenti terisak. Ia mendongak menatap sang pria. Kendati keraguan masih nampak jelas di matanya, wanita itu tetap mengangguk.


ā€œYa,ā€ katanya. ā€œYa, sembuhkan dia.ā€



***********



ā€œJadi nama cowok super cakep itu Taeyong?ā€ Moojin bertanya penuh minat.
ā€œWah, kalau pilihannya Taeyong atau Lucas sih sudah jelas aku akan pilih Taeyong.ā€ Ahra turut berkomentar.


ā€œLucas itu sebenarnya cakep juga, cuma sayang dia idiot,ā€ kata seorang gadis keturunan Jepang bernama Aiko.


Hana cuma menanggapi mereka semua dengan senyum atau kekehan singkat. Daya tarik Taeyong benar-benar luar biasa. Mungkin jika pria itu tak datang ke sekolahnya Senin kemarin, Hana tak akan memiliki selusin anak perempuan bergerombol di mejanya dan mengajaknya berteman. Yeah, kedengarannya memang kurang tulus. Tapi setidaknya dengan adanya pendekatan begini, mereka jadi saling mengenal satu sama lain dan mungkin, jika beruntung, Hana bisa menemukan satu yang tulus.


ā€œTapi wajar sih, Han. Maksudku, Lucas itu lucu. Dan dia orang pertama yang kau temui.ā€
ā€œDan dia tinggi.ā€
ā€œRambutnya cokelat keemasan, matanya besar dan bibirnya seksi.ā€
ā€œDan jangan lupakan suara beratnya.ā€


Gadis-gadis yang tadi memuji Taeyong kini dengan kompaknya memuji Lucas.


ā€œDan sebenarnya jika kita memikirkan ini, wajar sekali dia selalu mengincar anak baru, mereka kan masih belum tahu seburuk apa reputasinya di sekolah.ā€


ā€œBenar. Untuk urusan itu, kukira kita harus mengakui kalau dia cerdas juga.ā€


Hana bisa melihat hampir seluruh kepala mengangguk menyetujui ucapan Ye Eun.


ā€œTapi ya ampun, dia konyol banget!ā€ sahut Moojin. ā€œAku tak percaya ada orang yang bisa dihukum rutin setiap hari.ā€


ā€œKalau anak itu tidak mengubah sikapnya, aku yakin dia pasti akan dikeluarkan.ā€ Aiko menimpali. ā€œMaksudku, coba sebutkan satu guru saja yang menyukainya.ā€ Gadis itu menatap seluruh temannya dengan dramatis sebelum menjawab sendiri. ā€œTidak ada.ā€


ā€œBenar. Seandainya para guru membuat rapat darurat, pasti tak akan ada satu pun dari mereka yang mau menyelamatkannya.ā€


ā€œHeh, suara kalian kedengaran sampai keluar.ā€ Tiba-tiba saja Lucas berjalan masuk dengan santai seolah itu kelasnya. Dia berhenti di samping meja Hana.


ā€œKalian bisa bicarakan aku lagi nanti, tapi sekarang aku mau pinjam Hana dulu,ā€ katanya, kemudian menoleh pada Hana. ā€œAku mau bicara denganmu.ā€


Dua belas anak perempuan yang duduk berkerubung di meja Hana turut mendongak dan menatapnya dengan tatapan ā€˜bicara sajaā€™.


ā€œEmpat mata,ā€ tambah Lucas tegas.
ā€œWell, kita bisa tutup mata,ā€ kata Ahra, lalu mereka semua dengan kompak memejam.


Hana terkekeh melihat tingkah teman-teman sekelasnya itu.


ā€œHan, please, di luar.ā€


Hana berpaling memandang teman-temannya, dan setelah mendapat anggukan setengah hati dari beberapa orang, baru ia berdiri dan mengekor Lucas ke luar.


ā€œAku minta maaf,ā€ kata sang pria, berbalik badan persis begitu Hana melewati pintu.
ā€œYeah?ā€
ā€œYeah.ā€
ā€œUntuk?ā€
ā€œAku tak tahu,ā€ katanya polos, kemudian melanjutkan dengan suara yang kian memelan, ā€œaku hanya merasaā€¦ kauā€¦ membenciku.ā€


ā€œKau tak tahu?ā€ ulang Hana tak percaya.
ā€œTapi aku tetap menyesal, Han, sungguh.ā€ Lucas menyambar.
ā€œBagaimana bisa kau menyesal kalau kau tak tahu apa salahmu?ā€
ā€œApa pun itu aku menyesal.ā€
ā€œWah, oke,ā€ gumam Hana pelan, masih tak percaya. ā€œTapi tidak, tidak masalah. Maksudku, kau tak salah apa-apa.ā€


ā€œAku tak salah apa-apa?ā€
ā€œYa.ā€
ā€œLalu kenapa kau menghindariku?ā€
ā€œAku tak menghindarimu.ā€
ā€œHan, please. Aku tidak mati rasa. Aku tahu kau membuang muka tiap kali kita bertemu.ā€


Hana mendesah dan akhirnya bicara terus terang, ā€œLucas, kau bohong, kan?ā€ katanya setengah menuduh, ā€œSaat kita mau belajar dan kau bilang kau harus latihan baseball atau apalahā€¦ Kau bahkan tak main baseball.ā€


ā€œAku mau bilang basket tapi lidahku kepeleset.ā€
ā€œJadi kau benar-benar latihan basket?ā€
ā€œUh.ā€ Pria itu mendorong rambutnya salah tingkah. ā€œSebenarnya aku ke rumah Jungwoo,ā€ katanya, nyengir.


ā€œUntuk?ā€
ā€œMain PS.ā€


Hana lagi-lagi menghela napas. ā€œDan kau masih tanya apa salahmu?ā€


Lucas cuma meringis.


ā€œMaksudku, kalau kau tak berjanji akan mengajariku malam sebelumnya, aku mungkin tak akan sekecewa itu.ā€


Sebelum Lucas sempat menjawab, Hana buru-buru menyela, ā€œTapi tidak apa, sungguh. Semua itu ada baiknya. Gara-gara kau pergi begitu saja, Taeyong jadi mengajariku dan entah bagaimana kita jadian.ā€


Lucas membelalakkan matanya, ā€œTunggu, kau jadian dengan saudara jauhmu?ā€


ā€œErr, sebenarnya, dia bukan saudara jauhku.ā€ Hana ikut meringis. Mungkin bukan cuma Lucas yang telah berbohong. Mungkin bukan cuma Lucas yang harus minta maaf di sini. Hana pun sama saja. Dan dia bahkan tak tahu kenapa ia harus berbohong. Apa ia sungguh sesuka itu pada Lucas minggu lalu? Dan bagaimana mungkin perasaan sukanya itu menghilang begitu saja dalam sekejap mata?


Lucas mencerna informasi baru itu dan membuat ekspresi aneh. ā€œDan kalian tinggal bersama?ā€ tanyanya, dengan sebelah alis terangkat.


ā€œCuma beberapa hari, kok. Sekarang dia sudah pulang ke rumahnya di Mungyeong.ā€
ā€œOh.ā€ Lucas nampak sedikit kecewa. ā€œBisakah kau sampaikan salamku padanya? Katakan padanya dia manusia terkeren di bumi.ā€


Hana mendenguskan tawa, ā€œYeah, tentu.ā€


ā€œJadi kau sudah tidak marah lagi, kan?ā€ Pria itu memastikan. ā€œKalau kau mau, kita bisa istirahat bersama nanti siang.ā€


ā€œMaaf, kurasa aku akan makan dengan teman-temanku hari ini.ā€
ā€œBaiklah,ā€ katanya. ā€œSebenarnya aku juga mau pergi saat istirahat.ā€
ā€œPergi?ā€
ā€œYa, aku ini banyak urusan.ā€
ā€œLalu kenapa kau mengajakku istirahat bersama kalau sebenarnya mau pergi?ā€
ā€œAku bisa undur jadwal pergiku kalau kau mau istirahat bareng. Jujur, aku hanya tak mau kau membenciku juga. Sudah banyak orang yang tidak suka padaku. Sangat banyak. Aku tak mau jumlahnya terus bertambah.ā€


Hana terdiam memandangnya dan menghela napas. ā€œMungkin kalau kau mengubah sikapmu sedikit, jumlahnya akan berkurang. Kau tahu sendiri bagaimana kau berulah tiap hari. Dan sekarang kau bahkan mau kabur saat jam istirahat,ā€ kata Hana tak habis pikir, sementara suara bising dari kelas di belakangnya semakin menjadi-jadi. ā€œDengar, Lucas, kau punya segalanya untuk disukai semua orang. Tapi sikapmu ini jadi penghalang besar. Cobalah belajar dengan benar dan jangan biarkan dirimu sendiri terus-terusan kena hukum. Setelah itu lihatlah berapa banyak orang yang berlomba jadi temanmu.ā€


Lucas mengangkat bahu. Jelas sekali ia hanya menganggap ucapan panjang lebar Hana sebagai angin lalu, ā€œAku akan memikirkan kata-katamu.ā€


Hana mengharapkan jawaban yang lebih dari itu, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. ā€œAku tak yakin apa kau bahkan mendengarkan aku, tapi yah, kuharap kau benar-benar memikirkannya.ā€


ā€œAku dengar, kok,ā€ katanya, kemudian melirik ke dalam kelas super bising di belakang merekaā€”kelas Hana. ā€œAku senang sekarang kau punya banyak teman.ā€


ā€œYeah, aku juga kaget bisa beradaptasi secepat ini,ā€ jawab Hana, walaupun ia tahu semua ini gara-gara Taeyong. ā€œOmong-omong, apa kau kena hukum hari ini?ā€


ā€œTidak,ā€ kata Lucas pelan, ā€œtapi Jiae Sonsengnim baru saja mengejekku di depan kelas.ā€
ā€œGuru fisika?ā€
ā€œYa.ā€
ā€œApa yang terjadi?ā€
ā€œAku bilang padanya kalkulatorku rusak, tapi dia malah bilang yang rusak bukan kalkulatornya tapi kepalaku.ā€


ā€œYa ampun, itu kasar sekali.ā€
ā€œYa, tapi aku sudah biasa.ā€
ā€œJangan bilang begitu.ā€


Lucas cuma tersenyum menyeringai seolah itu bukan masalah, tapi Hana yakin sekali pria itu kecewa. ā€œKalau begitu, sampai ketemu lagi, ya. Aku harus menyusun rencana,ā€ katanya.


ā€œRencana apa?ā€
ā€œYah pokoknya rencana. Kau tak akan paham. Dah.ā€ Lucas berlalu.
ā€œLebih baik kau tidak melakukan ā€˜ituā€™ saat istirahat.ā€ Hana sedikit berteriak. Dan yang ia maksud dengan ā€˜ituā€™ adalah memanjat pagar belakang sekolah dan kabur saat jam istirahat.


Lucas menoleh padanya dan mendengus konyol, sebelum akhirnya menghilang di balik pintu kelasnya. Melihat pemandangan itu, Hana sejujurnya merasa iba. Lucas seharusnya ditolong alih-alih dihukum dan dibenci.



**********



Saat sedang berjalan pulang, Hana mengernyit heran begitu memeriksa notifikasi ponselnya. Ada panggilan tak terjawab pukul 10 pagi dari Bunda Sejeong dan pesan suara 7 menit setelahnya. Taeyong tahu dia masih di sekolah pukul 10 pagi, jadi seharusnya itu bukan Taeyong.


Dengan perasaan bingung, Hana mencolokkan earphone ke ponselnya dan mendengarkan pesan suara itu.


Ternyata Taeyong. Suaranya amat serak dan pelan. Hana menekan-nekan tombol volume sampai penuh supaya bisa mendengar apa yang pria itu katakan.


Semakin Hana berusaha mendengarkan kata-katanya, semakin bergejolak perutnya. Taeyong terdengar sangat nelangsa dan ucapannya benar menakutkan. Pria itu jelas-jelas sedang kesakitan. Langkah Hana tanpa sadar terus memelan dan memelan hingga akhirnya benar-benar berhenti.


ā€œDia kenapa, sih?ā€ ringis Hana panik. Jarinya dengan lincah menekan nomor Bunda Sejeong dan menghubunginya. Tapi tak diangkat.


Hana terus mencoba menghubunginya selama berjalan pulang dan akhirnya, tepat saat ia sampai di rumah, panggilannya diangkat juga.


ā€œBunda, apa yang terjadi pada Taeyong?ā€ tanya Hana segera setelah sambungannya terhubung.
[Taeyong,] katanya lemah, [Dia pingsan.]
ā€œApa?ā€
[Hana, aku tak bisa bicara sekarang. Aku sedang di bandara.]
ā€œBandara?ā€
[Nanti kuhubungi lagi.]


Dan sambungannya pun diputus sebelum Hana bisa memikirkan apa-apa. Dia kebingungan sekali. Bandara? Kenapa bandara? Bunda Sejeong tak mungkin jalan-jalan saat Taeyong sedang pingsan, kan?


Hana bertemu ibunya di dapur dan menceritakan sedikit soal pesan suara Taeyong yang menyeramkan. Ia lantas memasuki kamarnya dan mulai mencoba menghubungi Wooseok. Dia tak selera makan dan hatinya gelisah. Apa Taeyong akan dibawa ke Seoul lagi? Tapi kenapa bandara? Apa Taeyong yang dibawa ke bandara? Mau ke mana?


Menghubungi Wooseok sama susahnya dengan menghubungi Bunda Sejeong. Teleponnya baru diangkat jam 9 malam dan itu bahkan bukan suara Wooseok.


ā€œOppa, apa kau tahu Taeyong pingsan lagi?ā€ sambar Hana menggebu. ā€œDiaā€¦ā€
[Ini Howon, temannya Wooseok,] sela seorang pria. [Pesawat mereka baru berangkat dan ponsel Wooseok tertinggal di mobil Profesor Baek.]


Hana semakin kebingungan. Dia bergeming sebentar, mengernyit pada layar ponselnya dan bertanya sesopan mungkin, ā€œMaaf, apa aku boleh tahu siapa yang kau maksud dengan mereka?ā€


[Wooseok, Profesor Baek dan Taeyong.]
ā€œKau tahu Taeyong?ā€ tanya Hana terkejut.
[Ya, aku timnya Wooseok di lab.] Hana teringat Taeyong memang menyebutkan nama orang di lab di pesan suaranya barusan. Tapi Hana tak ingat siapa tepatnya.


ā€œBaiklah, begini, namaku Hana dan aku adik angkatnya Wooseok Oppa. Boleh aku tahu ke mana mereka pergi?ā€


[Mereka ke Amerika.]
ā€œApa?ā€ Hana refleks berteriak. ā€œBerapa lama?ā€
[Err, aku tak tahu.] Howon terdengar jengkel. Teriakkan Hana membuat telinganya berdengung. [Aku cuma disuruh membawa pulang mobil.]


ā€œApa Bunda Sejeā€”maksudku, ibunya Taeyongā€”ikut ke Amerika?ā€
[Tidak, dia bersamaku. Kami sedang di perjalanan pulang menuju Mungyeong.]


Saat itu, suara serak Howon berganti menjadi suara Bunda Sejeong.


[Hana,] katanya ringkih, kemudian menangis.


Hana ikut menangis. Ia tak tahu harus bicara apa. Kondisi Taeyong pasti serius sekali sampai-sampai Bunda Sejeong yang ultra protektif mengizinkan Taeyong diterbangkan ribuan mil jauhnya dari dirinya.


ā€œBunda, aku harus apa?ā€
[Berdoa saja untuknya, ya.]
ā€œAku akan ke Mungyeong.ā€
[Untuk apa?]
ā€œAku tak tahu. Aku ingin melakukan sesuatu. Aku ingin membantu Taeyong, aku ingin membantumu. Aku tahu aku tak berdaya tapi aku tak bisa diam saja. Apa yang harus kulakukan?ā€ kata Hana tersendat-sendat.


[Kau mau membantuku?]
ā€œYa,ā€ sambar Hana menggebu. ā€œYa, ya, apa pun akan kulakukan.ā€
[Kalau begitu bisakah kau bantu aku mencari Melvin dan Somin?] tanyanya hati-hati. [Mereka pergi mencari rumah orangtua angkat Paul di Daegu.]


Hana sudah mengetahui informasi itu dari pesan suara Taeyong jadi ia tak terkejut lagi.


Gadis itu langsung mengangguk. ā€œTentu. Aku akan ke Daegu sekarang juga.ā€


[Hana, jangan konyol. Sekarang sudah jam 9.]
ā€œTidak masalah.ā€
[Hana, tidak. Pergilah besok pagi. Dan ajak seseorang denganmu. Jangan pergi sendirian. Aku tak mau semakin banyak anakku yang dalam bahaya.] Hana merasa sesuatu yang hangat tumpah di hatinya. Melegakan sekali rasanya mendengar bunda Sejeong menganggapnya sebagai ā€˜anakā€™ lagi. Apalagi setelah beberapa bulan ini ia selalu merasa Bunda Sejeong membenci dan bersikap dingin padanya.


[Aku sudah menghubungi panti asuhan tempat aku menitipkan Paul 6 tahun lalu dan mereka bilang, Melvin dan Somin tidak ke sana. Itu artinya anak-anak itu pergi ke Daegu tanpa membawa alamat apa pun.]


Hana sudah syok sekali mengetahui seorang Somin yang manis dan penurut bisa terlibat dalam pemberontakan seperti ini. Tapi ia lebih syok lagi saat tahu bahwa perencanaan mereka ternyata amatlah buruk. Serius, apa yang mereka pikirkan? Apa mereka kira mereka bisa mengetuk ribuan rumah di Daegu satu per satu dan bertanya apa di sini ada yang namanya Paul?


ā€œBaiklah, aku akan pergi besok.ā€
[Ya, pergilah besok dan ajak temanmu. Bunda akan kirimkan alamat orangtua angkat Paul di Daegu lewat ponselku.]


ā€œAku mengerti.ā€
[Terima kasih banyak, Sayang.]


Hana merasa hatinya mengembang lagi.


ā€œSama-sama, Bunda,ā€ jawabnya tulus, ā€œdan bisakah kau kabari aku jika ada berita apa pun soal Taeyong?ā€


[Ya, tentu.]
ā€œTerima kasih.ā€
[Ya.]



**********



Hana tahu Taeyong pasti akan kesal setengah mati jika tahu ia pergi ke Daegu bersama Lucas. Tapi Hana tak punya pilihan lain. Gadis itu memang punya banyak teman baru, tapi hubungan pertemanan mereka masih terlalu dini untuk misi ini, mereka bahkan belum menyimpan nomor handphone satu sama lain. Lagi pula, belum tentu mereka mau ketemuan pagi-pagi sekali di stasiun kereta dan diajak bolos ke Daegu untuk mencari anak hilang. Hana berpikir ia justru akan kehilangan teman-teman barunya itu jika ia benar-benar mengajak mereka melakukan hal tersebut. Satu-satunya nama yang bisa ia pikirkan semalam hanyalah Lucas; mereka bertetangga, pria itu hobi membolos dan dia selau senang diajak jalan-jalanā€”walaupun Hana tak akan menyebut agendanya hari ini sebagai jalan-jalan, tapi jelas Lucas menganggapnya begitu. Dia semringah sekali sampai rasanya mustahil bagi Hana untuk tidak tertular.


Belum sampai mereka di Daegu, Bunda Sejeong mengiriminya pesan kalau kepolisian Daegu sudah menemukan Melvin dan Somin. Jadi Hana dan Lucas tak perlu repot-repot mencari dan langsung menuju kantor polisi.


ā€œApa Bunda menyuruh Noona ke sini?ā€ tanya Melvin sengit, tepat setelah mereka semua keluar dari kantor polisi. ā€œPadahal sudah kubilang di suratnya kalau kami akan pulang besok. Aku cuma harus ketemu Paul.ā€


ā€œDan kau tahu di mana dia tinggal?ā€ Hana balik bertanya tak kalah sengit.


Melvin dan Somin saling pandang dan terdiam.


ā€œAku punya alamat orangtua angkatnya Paul jadi ayo kita ke sana dulu sebelum pulang,ā€ tambah Hana, sontak membuat Melvin dan Somin syok.


ā€œN-noona serius?ā€
ā€œYa, kenapa tidak? Berhubung kita sudah di sini, jangan biarkan perjalanan ini sia-sia. Aku dan Lucas sampai membolos demi kalian. Jadi, ayo luruskan semuanya pada Paul. Kau sudah tahu harus bicara apa?ā€


ā€œYa. Somin sudah buat dialognya,ā€ kata Melvin.


Somin yang berdiri di sebelahnya langsung mengangguk bangga, ā€œAku sudah membuat kata-katanya sebaik mungkin, di mana kita bisa bicara terus terang tanpa harus menyudutkan Bunda Sejeong maupun menyebut-nyebut Taeyong Oppa.ā€


Mendengar nama Taeyong disebut, Hana merasa hatinya mencelos. Dua anak di depannya ini belum tahu menahu soal kondisi Taeyong dan mungkin sebaiknya tak usah tahu dulu.


Lucas yang dalam perjalanan ini betugas sebagai bodyguard sekaligus navigator dadakan berhasil menemukan rumah Paul dalam waktu yang tergolong singkat. Dan walaupun tidak seperti yang semua orang harapkan, pertemuan yang sudah ditunggu-tunggu pun terjadi.


Hana tak bisa menggambarkan betapa anti klimaksnya pertemuan itu. Melvin yang antusias luar biasa selama di jalan tiba-tiba mati kutu di hadapan Paul. Dia benar-benar jadi pendiam. Mungkin terkejut karena teman masa kecilnya itu kini kelihatan berbeda sekali. Paul yang sekarang sudah berumur 14 tahun itu tumbuh sangat tinggi, badannya jauh lebih besar dari yang Melvin ingat dan pembawaannya nampak amat dewasa. Ia bahkan nyaris tak mengingat apa-apa tentang gedung terlarang dan apa yang terjadi 6 tahun silam di sana. Sepertinya orangtua angkatnya memberikan pengobatan trauma yang bagus. Alhasil, kedua anak laki-laki itu cuma bicara dengan suasana canggung yang aneh (seolah mereka adalah teman akrab yang dipaksakan) sementara Hana, Lucas dan Somin memandangi mereka serba salah.


Sebelum pulang, keduanya sepakat untuk bertukar nomor telepon (Melvin meminjam ponsel Hana karena ia tak tahu nomor telepon Bunda Sejeong), lantas keduanya berpelukan dengan canggung. Melvin cuma setinggi dada Paul dan badannya yang kurus menghilang saat Paul memeluknya. Hana sampai memalingkan wajah karena pemandangan itu aneh sekali untuk dilihat.


Namun, walaupun benar-benar anti klimaks (dialog Somin bahkan tak banyak terpakai), tapi setidaknya rasa penasaran Melvin sudah hilang. Paul baik-baik saja. Dia masih hidup, tidak trauma dan punya keluarga yang menyayanginya. Dan Melvin merasa hatinya lebih damai sekarang.


Mereka pulang ke rumah singgah di Mungyeong dan tanpa mampir lama-lama, Hana dan Lucas segera kembali ke Seoul supaya bisa ikut kelas hari Sabtu (tepatnya, Lucas berharap mereka bisa menginap di rumah singgah tapi Hana kekeh untuk pulang karena mau ikut kelas hari Sabtu).



**********



Hari-hari berikutnya berjalan lebih normal dari yang Hana kira. Ia disibukkan dengan pelajaran tambahan menjelang ujian kenaikan kelas dan hanya punya waktu melamun di malam hari. Dan semua waktu melamunnya itu habis untuk memikirkan Taeyong.


Wooseok kembali ke Korea sebulan kemudian. Dan saat Hana menyambanginya, pria itu cuma memberikan informasi ala kadarnya dengan nada pesimis. Taeyong masih hidup, katanya. Semua orang berusaha menyembuhkannya. Kita berdoa saja.


Wooseok juga menceritakan soal ayah Taeyong yang ternyata merupakan atasannya di lab dan beberapa info mengejutkan lainnya. Semua informasi tersebut merupakan hal terakhir yang Hana dengar tentang Taeyong sampai ia naik ke kelas 11.


Bulan demi bulan berlalu dengan amat lambat. Lucas menghilang saat tahun ajaran baru. Banyak gosip yang beredar kalau dia tidak naik kelas. Hana tentu tak mau asal percaya, tapi Lucas tak bisa dihubungi dan Hana sedang tak ada di Seoul saat itu. Ia menghabiskan seluruh liburannya di rumah singgah, dan sepulangnya dari Mungyeong, tepatnya saat Hana menyambangi rumah sang pria, rumah itu ternyata sudah kosong. Ibu Hana bilang kalau keluarganya kembali ke Hongkong tapi tak ada yang tahu pasti. Dan itulah akhirnya, Lucas menghilang dari kehidupan Hana semisterius kemunculannya.


Hana tak ingat ada kejadian penting lain saat menjalani masa-masa SMA-nya. Yang pasti, dia rutin mengunjungi rumah singgah tiap liburan dan sebaliknya, beberapa anak asuh akan menginap di rumahnya di Seoul saat mereka liburan. Kabar tentang Taeyong cuma ia dengar sesekali, itu pun cuma kalimat yang sama berulang-ulang. ā€˜Keadaannya membaikā€™. Hana tak tahu apa maksud ā€˜membaikā€™ itu, dan ia pun tak berani bertanya lebih jauh karena nampaknya yang memberi informasi pun sama tak tahunya dengannya. Mungkin, kalimat ā€˜keadaannya membaikā€™ dari Bunda Sejeong atau Wooseok itu hanya sekadar ungkapan doa. Atau basa-basi semata. Mungkin Taeyong memang sungguh membaik. Atau mungkin sebaliknya. Tak ada yang tahu.



**********



ā€œ2/10 itu sama saja dengan 0,2.ā€
[Aku yakin tadi kau bilang 1/5 lah yang 0,2.]
ā€œYa, 1/5 memang 0,2, tapi 2/10 juga 0,2.ā€ Hana menjelaskan dengan tidak sabar. Dia sudah berulang kali mengatakan bahwa 2/10 bisa diperkecil jadi 1/5, tapi lawan bicaranya tak kunjung mengerti.


[Aku mengerti sekarang,] katanya.


Hana mendesah dan menggeleng, yakin sejuta persen kalau sebentar lagi ia akan mendengar kesimpulan yang konyol.


[Jadi intinya, semua angka yang dipisahkan dengan garis adalah 0,2.]
ā€œApa-apaan, tentu saja tidak! Bagaimana bisa kau naik kelas?ā€
[Noona, bisakah kau mengajariku dengan lebih lembut? Mana ada calon dokter galak sepertimu, yang ada pasiennya kabur semua.]


ā€œBerisik. Memangnya ke mana sih kakak-kakakmu? Mana Melvin? Mana Eun Ki? Somin? Hyun Mi? Won TaK? Ki Won? Mana Bunda Sejeong?ā€


[Aku tak tahu. Aku tak peduli. Mereka semua guru yang payah. Aku lebih suka diajari Noona.]


Hana mengusap wajahnya sambil meringis mohon ampun. Jeha sekarang sudah kelas 6 SD dan ia selalu menghubungi Hana 10 menit sekali untuk bertanya ini-itu. Dia menanyakan semua hal kepada Hana seolah gadis itu lebih lengkap dari Google.


ā€œJeha, kelas biomedikku akan dimulai 5 menit lagi.ā€
[Kalau begitu ajari aku 5 menit lagi. Apa Ā¼ juga 0,2?]
ā€œ1/4 itu 0,25.ā€
[Ya ampun, kenapa berubah lagi?]


Hana benar-benar tak tahan. ā€œHei, dengar, aku akan ke Mungyeong minggu depan dan aku bersumpah akan mengajarimu. Sekarang lebih baik kau tidur siang saja.ā€


[Ini sudah terlalu sore untuk tidur siang.]
ā€œKalau begitu tidur sore.ā€
[Tidak ada yang namanya tidur sore, Noona, ya ampun,] keluhnya, dengan nada seolah Hana sangatlah bodoh.


Hana menggeram, kemudian mengembalikan buku yang berusaha ia baca kembali ke rak di belakangnya. Bersiap meninggalkan perpustakaan. ā€œDengar, Jehaku sayang, aku bersumpah akan ke Mungyeong dan mengajarimu pecahan desimal. Tapi tidak sekarang, dan tidak besok, dan tidak juga lusa. Kumohon jangan telepon-telepon dulu. Aku harus buat presentasi dan tugasku menumpuk. Kuliahku sedang sibuk-sibuknya,ā€ kata Hana, menyandang tasnya di bahu kanan sementara tangannya yang tidak memegang handphone memeluk dua rim kertas HVS berisi penelitian tentang vaksin karies gigi.


[Noona janji?]
ā€œYa.ā€
[Oke, kutunggu,] katanya, [Jangan lupa bawa oleh-oleh.]
ā€œIya, iya, SMS saja mau dibelikan apa. Jangan telepon. Sudah ya, kututup sekarang.ā€


Hana langsung mematikan sambungannya dan menyelipkan ponselnya ke saku jins. Lantas setengah berlari menuju kelasnya di lantai 3.


Saat itu, ponselnya berbunyi lagi. Hana sudah yakin itu adalah Jeha jadi ia mengabaikannya. Jeha memang gemar melakukan apa yang dilarang kepadanya, itu hobi nomor satunya.


Setibanya di lantai 3, ponselnya masih saja berbunyi. Dalam satu gerakan cepat, Hana mengambil ponselnya itu dan hendak menonaktifkannya. Tapi alih-alih nomor Jeha, ia malah mendapati serangkaian nomor asing di layarnya. Hana melirik ke dalam kelas dan begitu tahu profesornya belum datang, ia pun bersandar di samping pintu masuk dan mengangkat panggilan itu.


ā€œHalo.ā€
[ā€¦]
ā€œHalo? Ini siapa?ā€ tanya Hana galak.
[Hana?]
ā€œYa, ini Hana. Kau siapa? Ada perlu apa?ā€
[Han.]
ā€œApa?ā€
[Hana.]
ā€œYa ampun, kau siapa, sih?ā€
[Akuā€¦pacarmu.]


Hana terkesiap mendengar jawaban itu, ā€œKau sinting, ya! Aku tidak punya pacar. Siapa ini?ā€


[J-jadi aku sudah bukanā€¦pacarmu?]


Saat itu, Hana melihat profesornya yang sudah bungkuk berjalan ke arahnyaā€”menuju kelas. ā€œHei, dengar, aku tahu aku sedang dikerjai. Dari mana kau mendapat nomorku? Hyo Jin? Kyungsoo? Bajingan yang mana lagi, eh? Katakan pada mereka berhenti menjodoh-jodohkanku! Aku tidak tertarik pada cowok mana pun di muka bumi. Aku akan menunggu Taeyong walaupun itu artinya aku tidak akan menikah seumur hidupku. Dan ya! Taeyong itu nyata! Itu urusan mereka jika mereka tidak percaya, tapi aku sungguh tidak bohong! Dia bukan cowok khayalanku! Aku bersumpah dia nyata.ā€


[ā€¦]
ā€œProfesorku sudah semakin dekat. Kututup teleponnya.ā€
[Han,]
ā€œBerhenti memanggilku, dasarā€”ā€
[Aku Taeyong.]



**********



Pernyataan itu terngiang-ngiang di kepala Hana selama ia berlari. Kalau benar dia Taeyong, kenapa Hana tak mengenali suaranya? Tapi tak mungkin dia dikerjai, kan? Tak mungkin teman-temannya sejahat ini, kan? Hana bahkan sampai meninggalkan kelasnya persis di depan hidung profesornya sendiri, juga membiarkan dua rim kertas penelitiannya tercecer dari pelukannyaā€”sebelum ia memutuskan benar-benar melepasnya di dekat bak sampah.


Dengan debaran jantung menggila, Hana meninggalkan kampusnya menuju halte bus. Kira-kira butuh 20 menit baginya untuk sampai di rumah dan selama itu jantungnya terus mencoba menggedor-gedor dada. Ia bahkan terlalu gelisah untuk duduk. Gadis itu berdiri berjingkat-jingkat di samping pintu bus, seolah siap berlari sprint ke rumahnya begitu pintunya terbuka. Hana meringis tiap kali busnya mengerem, karena rasanya 1 detik pun amat sangat berharga. Kalau ia bisa sedetik lebih cepat untuk menemui Taeyong, kenapa tidak? Dan semua perasaan ini terasa amat menyiksa. Jika ia tiba di rumah dan mendapati semua ini hanya lelucon, Hana bersumpah akan menggocoh siapa pun yang membuat lelucon ini.


Begitu pintu bus terbuka, Hana langsung melompat keluar dan berlari sekuat tenaga. Seseorang meneriakinya karena melompati palang pembatas, tapi Hana tak mendengarkan. Ia terus berlari dengan kencang sampai rasanya kakinya melayang.


Hingga tibalah ia di rumahnya. Di tempat di mana cowok yang mengaku-ngaku sebagai Taeyong itu berada.


Hana mendorong pagar rumahnya yang pendek dan berjalan masuk dengan napas tersengal. Dari pintu rumahnya yang terbuka lebar, Hana bisa melihat seseorang tengah duduk di ruang tamunya dan seketika kakinya langsung lemas.


Ia memaksa kakinya yang lemas itu untuk melangkah semakin dekat ke pintu. Ia berhasil meraih bingkai pintu, kemudian mematung di sana. Hana memandang profil kiri sang tamu yang sedang sibuk membaca potongan brosur AC yang tergeletak di meja. Hana sudah lama sekali tak melihat Taeyong sampai rasanya ia tak dapat mengenalinya.


Walaupun sedang duduk, Hana tahu badannya lebih tinggi, dan juga tegap. Rambutnya hitam legam dan kulitnya tak sepucat yang Hana ingat. Dia bahkan tak pucat sama sekali. Kulitnya merah muda dan nampak amat hidup. Hana terlalu syok sampai tak ingat untuk bergerak, ia terus memandangi pria itu dengan saksama dari ambang pintu.


Sadar sedang diperhatikan, sang tamu berpaling ke arahnya dan seketika Hana merasa semua udara di bumi tersedot ke angkasa. Hatinya lumer di dada. Matanya memanas dan ia benar-benar merasa mau pingsan. Ternyata semua ini bukan lelucon. Mungkin dia memang tidak mengenali profil kirinya, tapi Hana masih bisa mengenali wajahnya dengan baik. Itu memang Taeyong. Taeyong sungguhan benar-benar tengah duduk di ruang tamunya. Pria itu berdiri pelan-pelan dan membatu menatap Hana. Mereka tak berkata apa-apa, cuma saling pandang seolah semua ini tak nyata.


Taeyong benar-benar berbedaā€”dalam arti baik. Selain rambut, kini bola matanya juga hitam pekat. Taeyong 5 tahun lalu sudah sangat memukau, tapi sekarang dia bahkan lebih memukau lagi.


ā€œHei,ā€ kata Taeyong, suaranya bahkan berbeda juga.
ā€œHei,ā€ balas Hana.


Itu terdengar canggung sekali, tapi keduanya tak keberatan. Berdiri satu setengah meter dari satu sama lain, saling berpandangan dan tersenyum rasanya sudah lebih dari cukup jika mengingat apa yang terjadi pada keduanya beberapa tahun ini.


ā€œJadi,ā€ kata Hana perlahan-lahan, napasnya masih tersengal dan ia yakin itu bukan karena habis berlari. Ini lebih karena ledakan emosi, adrenalinnya melesak ke seluruh penjuru tubuh dan membuatnya sesak napas. ā€œKau sudah sembuh?ā€


ā€œYa.ā€
ā€œYa?ā€
ā€œYa, aku sembuh total.ā€
ā€œItu artinya kau tak akan pergi dariku lagi?ā€


Taeyong menggeleng.


ā€œBagus.ā€


Mereka saling berpandangan lagi. Dan Hana terus-terusan menatap Taeyong dengan wajah memerah penuh haru. Walau keduanya tak banyak bicara, tapi atmosfer di ruang tamu benar-benar berbeda. Seolah perasaan rindu dan bahagia keduanya menguar dari tubuh masing-masing dan membentuk aura baru yang menyelimuti ruang tamu.


ā€œJadi,ā€ kali ini gantian Taeyong yang berkata pelan, ā€œkapan aku bisa memelukmu?ā€


Hana tertawa kecil, lalu melangkah mendekati Taeyong yang meregangkan tangan dan masuk ke dalam pelukannya. Tawa kecilnya berubah jadi tangisan kecil, lalu tangisan yang lebih besar.


ā€œYa ampun, aku nyaris gila memikirkanmu. Apa kau pikir menunggu bertahun-tahun itu gampang? Terakhir kali aku meneleponmu kau bilang kau baik-baik saja tapi besoknya sekujur tubuhmu membiru dan kau dibawa ke Amerika. Apa-apaan itu! Bayangkan sesyok apa aku!ā€ Hana merajuk.


Taeyong cuma tersenyum. Ia mengusap kepala Hana, membenamkan wajahnya di sana lalu bergumam lembut, ā€œmaafkan aku.ā€


ā€œKau tak mengerti. Aku ketakutan sekali saat itu.ā€
ā€œAku juga takut, Han,ā€ jawab Taeyong segera. Suaranya bergetar. Mereka sedikit menjauh satu sama lain dan saling memandang. ā€œAku bangun di atas meja operasi super dingin, tidak pakai baju dan dikelilingi orang-orang asing yang sedang menjahit tubuhku. Aku juga takut sekali. Tapi saat tahu mereka bisa menyembuhkanku, aku bertahan.


ā€œGedung laboratorium tempatku tinggal benar-benar terpencil. Mereka punya penjagaan super ketat dan ada banyak manusia unik di sana. Itu sebabnya kau dan eomma tak banyak mendapatkan informasi selama ini. Bukan karena keadaanku memburuk, tapi karena memang tidak boleh ada informasi apa pun yang keluar dari gedung itu. Mereka punya alat-alat canggih dan selama bertahun-tahun ini, aku melihat rambut dan mataku berangsur-angsur menghitam, dan tubuhku semakin lama semakin hangat dan yang bisa kubayangkan hanyalah bertahan selama mungkin, sampai aku benar-benar sembuh. Walau rasanya menyakitkan sekali, walau rasanya amat menakutkan, tapi aku mau sembuh. Dan mereka bilang aku boleh kembali ke Korea jika seluruh DNA es-ku sudah terpisah. Jadi semengerikan apa pun pengobatan mereka, sesakit apa pun jarum suntik atau selang panjang yang dimasukkan ke dalam tubuhku, aku menahannya. Demi kau. Demi eomma. Demi bisa melihat kalian dan hidup bersama kalian lagi.ā€


Taeyong bicara dengan suara bergetar. Matanya memerah dan ia memandang Hana seolah sedang kesakitan. Seolah memikirkannya saja membuatnya kesakitan.


Hana mengulurkan tangannya dan membelai pipi Taeyong. Hidungnya terasa sakit karena menahan tangis. ā€œMaafkan aku sudah berani-beraninya mengeluh di hadapanmu. Aku tak tahu segalanya sesulit itu.ā€


ā€œTidak. Bukan itu maksudku.ā€
ā€œYa. Aku mengerti. Tapi tenang saja, semuanya sudah berakhir. Penderitaanmu sudah berakhir.ā€
ā€œTidak, tidak begitu, ada banyak orang baik juga di sana. Mereka mengajariku banyak hal. Aku sudah bisa membaca dan berhitung, dan bicara bahasa inggris. Dan aku juga jadi dekat dengan ayahku. Semuanya tidak sepenuhnya buruk.ā€


ā€œAyahmu?ā€
ā€œYa.ā€
ā€œProfesor Baek?ā€
ā€œKau tahu ayahku?ā€
ā€œWooseok Oppa menceritakannya.ā€
ā€œDia orang baik,ā€ kata Taeyong segera, ā€œEomma membencinya tapi aku tidak. Dia baik.ā€


Hana mengangguk, membelai pipi Taeyong lagi. Dan Taeyong bersikap seperti anak kucing, sengaja mengusapkan wajahnya di telapak tangan Hana untuk menggodanya. Hana tertawa terisak dibuatnya.


Hana tahu apa yang terjadi antara Bunda Sejeong dan Profesor Baek di masa lalu. Dan ia merasa tak punya hak untuk membela siapa pun. Hana yakin mereka pasti kesulitan untuk berpikir jernih saat itu. Mereka masih muda, baru punya anak, dan anaknya itu berada di ambang kematian. Keduanya pasti punya instingnya sendiri-sendiri untuk melindungi Taeyong.


ā€œHan.ā€
ā€œYa?ā€ Hana tersadar. Taeyong masih setengah memeluknya, dan dipeluk Taeyong tak pernah terasa sehangat ini.


ā€œTerima kasih sudah menungguku.ā€
ā€œYa ampun, tentu saja.ā€
ā€œHarusnya aku tak bilang begitu. Bagaimana jika aku tak pernah kembali?ā€
ā€œApa gunanya mengandaikan sesuatu yang tak terjadi? Kau di hadapanku sekarang dan aku tak akan membiarkanmu pergi lagi.ā€


Taeyong tersenyum, kemudian menarik Hana lebih dekat ke sisinya, menggenggam tangannya, ā€œKalau begitu ikut aku.ā€


ā€œKe mana?ā€
ā€œKe mana pun,ā€ kata Taeyong, menautkan jari-jari mereka. ā€œMulai sekarang, ayo bersama-sama terus.ā€
ā€œBesama-sama terus?ā€
ā€œYa, seperti dulu. Atau bahkan lebih dari itu,ā€ katanya, menekankan hidungnya di jemari mereka yang bertautan. ā€œKali ini biar aku yang bacakan komiknya.ā€


ā€œYa ampun, komik?ā€
ā€œYa, atau buku apa pun yang kau mau.ā€
ā€œOke,ā€ jawab Hana, suaranya tercekat.
ā€œKau mau?ā€
ā€œYa.ā€
ā€œAku bisa bacakan ensiklopedia atau kamus, atau buku tebal lainnya, aku bisa baca apa saja sekarang. Aku akan membacakanmu semua buku di dunia sampai suaraku habis.ā€


Hana mengusap matanya, tersenyum dan menangis. Ia menyukai gagasan itu setengah mati. ā€œOke.ā€


ā€œSungguh?ā€
ā€œYa.ā€


Saat itu, Taeyong merasa dunianya menjadi lebih cerah, seolah ada pelangi di mana-mana. Taeyong balas tersenyum, memandang Hana dan menyentuh pipinya. ā€œAku benar-benar merindukanmu.ā€


ā€œApalagi aku.ā€



END


APALAGI AKU :ā€(


Aku kangen banget nulis huhu


Vampire bride masih dalam proses penulisan (dan aku cuma bisa nulis di hari libur) semoga part 2-nya bisa kepublish bulan depan :(


Makasih ya kalian yg udah baca. Maaf kebanyakan narasi, maaf kalo kurang ngefeel, maaf kl kecepetan, maaf kalo ceritanya gaje, maaf kl ada kesalahan detail di ff ini, dan maaf buat apa pun yg g sesuai sama ekspektasi kalianā€¦ I already did my best tapi aku tahu g ada cerita yg flawless


Semoga ada yang suka ya hehe


also, can you all do me a favor and click this ... makasih muah


Babay^^

Comments

Popular Posts