Goodbye Baby - chapter 7





cast:




Lee Minhyuk (BtoB)  ><  Byun Taerin (OC)  ><  Song Mino (WINNER)  ><  Yoon Jisun (OC)  ><  Nam Woohyun (Infinite)




genre:




romance, university life, angst (AU - Alternate Universe)






Previous Story:
Chapter 1  I  Chapter 2  I  Chapter 3  I  Chapter 4  I  Chapter 5  I  Chapter 6





o  O  O  O  o






Seperti kesepakatan yang telah dibuat kemarin, hari itu Woohyun akhirnya mendatangi tempat tinggal teman lamanya. Keduanya sudah tidak pernah bertemu lagi sejak Woohyun memutuskan untuk melanjutkan studinya ke luar kota sedangkan teman dekatnya itu memutuskan untuk menyalurkan bakatnya.


Hal itu lah yang tengah dipikirkan oleh Woohyun. Ia tidak tahu apa yang tengah dipikirkan temannya mengenai dirinya yang tiba-tiba saja mengajak untuk bertemu. Ia saja merasa aneh jika ada orang yang melakukan hal seperti itu padanya. Pasalnya mereka sudah lama tidak bertemu. Mereka hanya sering bertukar pesan melalui e-mail­. Namun kegiatan tukar pesan itu berakhir saat dirinya harus fokus menyelesaikan studinya lebih cepat dari rencana awal.


Woohyun berjalan menaiki tangga menuju lantai tiga, seperti yang telah dibertahukan bahwa temannya tinggal di lantai tiga pada slaah satu bangunan bertingkat di daerah pemukiman Seoul. Pria itu kemudian mengetuk pintu dengan angka 35 yang terpasang pada dinding dekat pintu. Dan tak lama terdengar suara seorang pria dari dalam dan kemudian pintu tersebut terbuka.


“Hai Nam Woohyun..” Sapa sosok pria yang berada di dalam. Ia kemudian memeluk singkat Woohyun dan menepuk pundaknya.


“Ayo masuk.” Sambung sosok itu lagi sembari mempersilahkan Woohyun untuk memasuki rumahnya.


Woohyun tersenyum dan kemudian mengikuti langkah temannya masuk ke dalam. Ia melepaskan sepatunya dan kemudian berjalan menuju sofa yang berada di tengah ruangan. Ia mendudukan tubuhnya di sana sesuai dengan apa yang dikatakan sang pemilik rumah.


Matanya mengedar memperhatikan setiap sisi bangunan tersebut. Rumah ini memang tidak terlalu besar. Tapi cukup rapih untuk pria yang tinggal sendiri dan tentunya mewah untuk seorang pria yang tidak melanjutkan studinya keperguruan tinggi.


Hei.. tunggu. Woohyun berpikiran seperti itu bukan karena ia tengah merendahkan teman dekatnya itu. Tetapi ia merasa bahwa teman dekatnya itu telah berhasil menghancurkan stigma orang-orang yang mengatakan, kalau tidak melanjutkan studi ke perguruan tinggi maka kelak hidupnya akan penuh dengan penderitaan.


Dan ia merasa bangga pada temannya itu. Setidaknya masih ada harapan untuk tujuannya datang bertemu pada hari itu.


Woohyun kembali memperhatikan setiap seluk ruangan tersebut. Dan ketika matanya masih bergerilya pada setiap penjuru ruangan, sebuah figura yang berada di atas meja di pojok ruang berhasil menarik perhatiannya. Ia lantas berdiri dan menghampiri meja tersebut. Kemudian mengambil figura itu dan memperhatikannya.


Kau masih menyimpan foto gadis itu berarti kau masih sangat mencintainya Lee Minhyuk, batin Woohyun. Ia kembali meletakan figura tersebut dan kembali duduk di sofa. Tak lama pria pemilik rumah tersebut datang dengan membawa dua gelas jus dan makanan ringan yang sebelumnya ia simpan di dalam lemari pendingin.


Pria itu meletakkan gelas untuk Woohyun dihadapannya serta meletakkan piring berisi makanan ringan tak jauh dari gelas Woohyun. Ia kemudian kembali menyimpan nampan yang telah digunakannya ke dapur dan barulah ia bergabung dengan Woohyun yang telah menyesap jus miliknya.


“Jadi bagaimana kabar mu?” Tanya Woohyun.


“Seperti yang kau lihat, aku baik. Pekerjaanku baik, dan kehidupanku juga sudah lebih baik dari sebelumnya.”


“Benarkah? Lalu bagaimana dengan hatimu?” Tanya Woohyun lagi yang berhasil membuat sang lawan bicaara terhenyak untuk beberapa saat.


“A-apa maksud mu?”


“Sudahlah Lee Minhyuk, aku sudah tahu semuanya. Aku sudah bertemu dengan Taerin dan ia sudah menceritakan semuanya.”


Minhyuk mengalihkan pandangannya dari Woohyun. Menghela napasnya yang terasa berat. Kemudian melipat kedua tangannya di depan dada.


“Melihat Taerin bersama dengan Mino membuat diri ku merasa tak nyaman. Dan akhirnya aku memutuskan untuk membantu Taerin. Membantunya untuk terbebas dari perjodohan dengan Mino serta membantunya untuk memperbaiki hubungan kalian. Selain itu-”


“Sudahlah, kau tidak perlu melakukan itu. Karena semua akan menjadi sia-sia saja. Kau tahukan bagaimana orang tuanya, jadi lebih baik hentikan. Dan juga, aku sudah tidak mencintainya.” Selak Minhyuk. Pria itu kemudian bangkit dari duduknya bermaksud untuk kembali ke dapur. Namun Woohyun menghentikan langkahnya mengucapkan kalimat yang membuat dirinya kembali terhenyak.


“Bohong! Kau masih mencintai Taerin. Aku dapat melihatnya dari matamu.”


Woohyun lantas berdiri. Ia kemudian kembali menuju meja tempat dimana figura tadi berada dan mengambil benda tersebut. Lantas ia berikan figura tersebut pada Minhyuk.


“Kau masih menyimpan foto Taerin. Bahkan kau masih memajangnya di posisi yang akan selalu mudah untuk kau lihat.”


Minhyuk tidak mengindahkan ucapan Woohyun. Ia malah mengembalikan figura yang sebelumnya ia pandangi pada Woohyun. “Figura ini, aku lupa membuangnya.” Ujar Minhyuk. Ia kemudian kembali melangkah menuju dapur. Mengambil gelas kosong dan menuangkan air mineral dari botol yang tersimpan di dalam lemari pendingin. Kemudian ia tenggak habis air tersebut.


“Sayang sekali.. padahal Taerin masih sangat mencintai mu.” Ungkap Woohyun. Pria itu lantas kembali duduk di sofa sembari menanti reaksi Minhyuk yang masih berada di dapur.


Tak lama seulas senyum terpasang di bibirnya saat ia melihat bagaimana raut wajah Minhyuk ketika mendengar pengakuannya. Tangan Woohyun lantas kembali terlipat di depan dada. Pria itu pun kembali melanjutkan ucapannya, “Seharusnya kau tidak usah berbohong pada ku Lee Minhyuk.”


Pria bernama Lee Minhyuk itu kini kembali mendudukan tubuhnya di sofa yang sama dengan Woohyun. Ia kemudian menatap temannya tajam dengan tatapan meminta penjelasan.


Namun Woohyun hanya diam dan membiarkan Minhyuk terus menatapnya. Menurutnya ucapannya tadi sudah sangat jelas dan lantang. Lagi pula Minhyuk juga masih memiliki indera pendengaran yang baik. Jadi ia tidak ingin mengulangi ucapannya lagi karena hanya akan membuang tenaganya saja.


“Lalu bagaimana dengan mu? Aku tahu kalau sejak dulu kau juga menyimpan rasa pada Taerin. Tapi sayangnya kau tak berani mengungkapkannya dan lebih memilih memendam perasaan itu.”


Sontak Woohyun mengalihkan pandangannya pada Minhyuk dengan terkejut. Ia tak menyangka bahwa Minhyuk akan mengatakan hal itu padanya. Mengungkit kembali sesuatu yang telah ia coba kubur dalam-dalam bahkan telah coba ia hilangkan dari kehidupannya.


“Dari gelagat mu sepertinya perasaan itu masih tersimpan di dalam hatimu, benarkan itu Nam Woohyun?”


Woohyun menarik napasnya dalam dan kemudian menghembuskannya perlahan. Ia kemudian kembali mengalihkan pandangannya pada televisi yang masih mati di depannya.


“Iya, kau benar. Perasaanku untuk Taerin masih ada. Tapi kau tahu, menurut ku membiarkan gadis yang ku cintai bahagia itulah salah satu perwujudan cinta sejati yang ku percaya. Dan karena itulah aku ingin membantu Taerin untuk menemukan kebahagiannya. Dan kebahagiaannya itu adalah kau Lee Minhyuk.” Terang Woohyun yang berhasil membuat kedua pria dewasa itu menutup rapat-rapat kedua mulut mereka.


Keduanya seketika diam tak bergeming. Membiarkan keadaan ruangan tersebut menjadi sunyi tanpa suara apa pun, kecuali deru nafas mereka yang terdengar berat yang telah menjadi backsound keduanya untuk beberapa saat.


“Sama halnya dengan mu, aku juga tengah melakukan hal yang sama. Kau tahu, membiarkan gadis yang kau cintai terluka karena diri mu itu sangat menyakitkan. Tapi menurutku itu adalah pengorbanan yang bisa ku lakukan untuk menjaga hubungan Taerin dengan kedua orang tuanya agar tetap baik-baik saja.”



*  *  *  *



Taerin baru saja tiba di kelas dan tak lama seorang pria yang masih terbilang muda datang dengan membawa satu buah laptop dan map biru. Pria itu kemudian meletakan barang yang dibawanya di atas meja. Lalu mulai mengoperasikan laptopnya hingga layar putih yang terpasang di depan kelas kini menampilkan serangkaian diagram dengan judul yang berbeda-beda.


Pria itu lantas berdiri di samping layar putih tersebut. Mengeluarkan pointernya dari saku dan mulai menjelaskan diagram-diagram tersebut kepada para mahasiswa di kelas tersbebut. Sang pria terus menjelaskan mengenai maksud dari diagram itu, sesekali ia selipkan teori yang sebelumnya telah disampaikan.


Saat kelas hampir berakhir, pria itu kembali mengoperasikan laptop hitamnya. Membuka sebuah lembar kerja yang telah memiliki tulisan berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus diselesaikan oleh mahasiswa-mahassiswanya.


Setelah memastikan bahwa semua mahasiswa di kelas tersebut telah mencatat pertanyaan yang ia buat, pria muda itu lantas pergi dengan tak lupa membawa barang-barang yang tadi dibawanya. Ia meninggalkan ruang kelas tersebut tepat saat waktu makan siang datang.


Taerin yang tak ingin bersusah payah menggerakan jari jemarinya untuk mencatat, segera menyimpan buku catatan dan alat tulisnya ke dalam tas begitu kamera ponselnyanya berhasil mengabadikan pertanyaan yang tadi terpasang di layar dan menyimpannya ke dalam kartu memori. Ia bersama dengan Hyejin segera membenahi meja mereka karena rasa lapar yang telah mereka rasakan.


Keduanya pun segera bangkit dari kursi dan hendak menuju pintu kelas andai saja Mino tak datang dan menghalangi niat keduanya. Taerin yang kesal lantas menatap tajam pada Mino dengan mulut yang sebentar lagi akan mengucapkan makian untuk pria itu. Sayangnya ia gagal karena Mino telah lebih dulu mengutarakan maksudnya yang membuat Taerin terbelalak tak percaya.


“Aku akan pergi bersama Jisun, jadi kau pulang sendiri hari ini.”


Taerin memutar bola matanya ketika mendengar ucapan Mino. Cih.. memangnya siapa yang meminta untuk diantar pulang oleh pria menyebalkan layaknya titisan iblis seperti dirinya?, pikir Taerin.


Taerin tak mengindahkan ucapan Mino. Ia lebih memilih untuk segera pergi dari kelas guna membeli makanan untuk perutnya yang sudah bergemuruh.


“Aku belum selesai.” Cegah Mino dengan menahan tangan Taerin. Pria itu lantas menarik Taerin hingga membuat tunangannya itu kini kembali menghadap dirinya.


“Jangan berusaha untuk menghubungi pria itu atau mantan pacar mu. Dan satu lagi, tolong katakan pada dosen Hong kalau aku ada urusan. Mengerti?” Titah Mino. Pria itu lantas melepaskan genggamannya dan kemudian pergi begitu saja meninggalkan Taerin yang tengah menahan luapan emosinya.



*  *  *  *



Taerin menggeram. “Kau lihatkan! Bagaimana Mino bertingkah?! Apakah ia pikir kalau aku adalah anak buahnya yang bisa ia perintah dan larang sesuka hati??? Aku ini manusia. Aku juga punya hak atas kebebasan. Terserah pada ku mau menghubungi siapa dan melakukan apa. Belum juga menjadi suami, sudah bertingkah semena-mena. Bagaimana nanti jika perjodohan ini terus berlanjut??!!??”


Gadis itu kini telah menempati salah satu meja di cafetaria bersama dengan Hyejin. Makanan yang ingin dimakan pun telah datang beberapa saat yang lalu. Tapi Taerin tak kunjung melahap makanannya karena rasa kesal yang masih membelenggu dirinya. Ia lebih memilih untuk meluapkannya pada Hyejin yang setia mendengarkan sembari menikmati makan siangnya.


“Sudahlah, lebih baik kau makan makanan mu sebelum dingin. Dan ingat, kita masih harus ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas yang tadi diberikan oleh Dosen Shin. Jadi simpan tenagamu dan jangan kau sia-siakan hanya untuk mengomel seperti itu.”


Taerin menyerah. Gadis itu akhirnya mengikuti saran Hyejin. Ia mulai mengenyampingkan rasa kesalnya dan fokus pada makanan yang ada di hadapannya.


Taerin mulai menyuapi mulutnya dengan nasi serta potongan telur gulung. Lalu ia beralih pada sup rumput laut dan kemudian kembali kepada nasi dan telur gulung tersebut. Ia terus mengulanginya sampai piring serta mangkuk di hadapannya telah bersih.


Gadis itu lantas menyesap setengah botol air mineralnya. Menutup botol tersebut dan menyenderkan tubuhnya. Sejenak matanya terpejam untuk menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya. Rasa kenyang pada perutnya membuat perasaan gadis itu sedikit membaik. Ia tidak lagi memikirkan pria yang telah berhasil membuatnya kesal beberapa saat yang lalu.


Sayangnya kenyamanan yang tengah Taerin rasakan seketika menghilang karena pertanyaan Hyejin yang membuat kepalanya terasa pening. Taerin lantas kembali menegakkan tubuhnya. Sebuah helaan napas lolos begitu saja dari mulutnya.


“Bagaimana dengan Woohyun? Apakah ada kabar darinya?”


Taerin menggeleng lemah. Tiba-tiba saja otaknya kembali mengingatkannya pada Woohyun saat mengatakan rencana untuk membantu dirinya. Bagaimana dengan Woohyun? Apa yang tengah pria itu lakukan? Apa yang akan pria itu katakan? Dan banyak pertanyaan lainnya yang kini terngiang dipikirannya mengenai Nam Woohyun dan rencana pria itu.


“Atau mungkin saja kini Woohyun tengah bersama Minhyuk dan mereka tengah berbicara serius, makanya ia tidak menghubungi mu.” Ujar Hyejin yang mencoba untuk menenangkan Taerin yang terlihat mulai bersedih.


Taerin lantas mengangguk lemah. Ia tidak tahu dimana Woohyun dan sedang apa pria itu. Apakah dugaan Hyejin benar bahwa Woohyun tengah bersama Minhyuk, ia juga tidak tahu dan tidak yakin. Yang bisa ia lakukan kini hanya berharap bahwa Woohyun benar-benar menepati janjinya untuk menjadi penengah hubungannya dengan Minhyuk.


“Sudahlah jangan memasang wajah seperti itu. Kau bisa membuat mahasiswa lainnya terkejut karena wajah jelek mu itu. Lebih baik kita sekarang ke perpustakaan karena tugas Dosen Shin telah menunggu.” Usul Hyejin. Ia kemudian mengenyampirkan tasnya dan mendekap buku catatan biru miliknya. Kemudian ia berdiri dan segera menarik Taerin pergi mengikuti dirinya.



*  *  *  *



Hari telah semakin sore. Taerin dan Hyejin masih saja setia duduk berhadapan pada salah satu meja perpustakaan. Keduanya bahkan juga masih terus membaca beberapa buku yang mereka ambil dari rak sebagai bahan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang memadukan antara logika dengan teori.


Sejak awal mereka telah memutuskan untuk bekerja secara bersama-sama. Membagi dua pertanyaan yang ada dan kemudian saling bertukar jawaban. Semua itu keduanya lakukan agar tugas tersebut dapat selesai secapatnya dan tidak akan mengusik waktu santai mereka.


Taerin yang tengah fokus menyalin jawaban yang diberikan Hyejin tiba-tiba harus menghentikan aktivitasnya saat ponsel miliknya bergetar. Gadis itu menarik benda tersebut dan mendekatkan pada dirinya. Ia kemudian melihat pada layar. Sebuah panggilan muncul dengan nama Taeho yang tertera di sana. Lantas ia mengangkat panggilan tersebut dan mendekatkan benda tipis itu ke telinga.


“Hallo.”


“.....”


“Ada apa? Tumben sekali kau menghubungi ku. Apakah kau tidak memiliki pekerjaan dari atasan mu?”


“.....”


Taerin mendecak. “ Baiklah.. baiklah. Ada apa?”


“....”


“Mmmm.. Mi-no? Mmmm... aku tidak sedang bersamanya. Aku sedang mengerjakan tugas bersama Hyejin. Memangnya kenapa?”


“.....”


“Eemm.... eeee... ti-tidak tahu.”


“.....”


“Iya.. sampai jumpa.”



Taerin menjauhkan ponselnya dan sambungan pun berakhir. Ia kemudian kembali meletakkan benda kesayangannya itu ke atas meja.


“Ada apa? Kenapa kau menyebut nama Mino?” Tanya Hyejin saat Taerin baru saja menyelesaikan pembicaraannya dengan Taeho.


Gadis itu lantas menghelakan napasnya yang panas. Melipat tangannya di atas meja dan menatap Hyejin dengan tatapan lelahnya.


“Taeho, dia menanyakan apakah aku bersama dengan Mino. Dan saat aku katakan tidak, dia menanyakan keberadaan pria itu.”


Sejenak Hyejin terdiam. Dahinya kemudian berkerut, bola matanya memutar, dan alisnya bertaut. “Lalu kenapa kau seperti itu? Maksud ku, kenapa kau bertingkah aneh seperti tadi? Maksud ku.... Ah, kau mengertikan maksud ku?” Ulang Hyejin yang merasa kesulitan untuk menyampaikan maksud pertanyaannya.


Taerin kembali menghela napasnya. Entah sudah berapa kali gadis itu menghembuskan napasnya yang terasa berat. “ Tadi pagi saat kami tengah makan, tiba-tiba saja Taeho menyebut bahwa ia melihat Mino dengan gadis lain. Dan aku yakin kalau gadis itu adalah Jisun.” Terang Taerin.


“Lalu? Bukankah bagus kalau Taeho tahu mengenai hal itu. Jadi peluang untuk membatalkan perjodohan kalian semakin besar. Dan akhirnya kau bisa kembali kepada Minhyuk. Bukankah itu yang kau mau?”


Taerin menyenderkan tubuhnya. Memang jika dipikirkan lagi apa yang dikatakan Hyejin itu benar. Dengan terbongkarnya kebohongan Mino, itu berarti peluangnya untuk kembali bersama Minhyuk semakin terbuka lebar.


Tapi semua itu tidak semudah seperti yang dikatakan Hyejin. Taerin tahu seperti apa perawakan Mino. Ia adalah pria casanova yang bisa melakukan apa pun demi terwujudnya keinginan pribadinya. Dan jika ada yang menghalangi langkahnya, ia tidak akan segan-segan untuk menghancurkan orang tersebut.


Mungkin Mino tidak akan melakukan apa pun pada Taeho atau kedua orang tuanya. Tapi pria itu bisa menekan dirinya dan bahkan melakukan sesuatu yang kejam kepada Minhyuk atau pun Woohyun yang kini ia anggap sebagai penghalangnya.



*  *  *  *



“Apakah kau tau dia pergi kemana?”


“.....”


“Baiklah. Cepat selesaikan dan jangan pulang terlalu malam.”


“.....”



Pria itu lantas menjauhkan ponselnya. Ia kemudian kembali menatap awas pada sepasang muda-mudi yang berada tidak jauh dari tempat dirinya duduk. Pria itu terus memperhatikan keduanya. Bahkan ketika sepasang muda-mudi tersebut berangsur meninggalkan toko pakaian, ia juga bangkit meninggalkan cafe tersebut.


Pria itu terus mengikuti kemana keduanya pergi, tentunya dengan jarak yang cukup aman menurutnya. Matanya masih tetap awas. Ia berusaha untuk tidak melakukan kesalahan dalam melakukan aksinya. Sampai ketika muda-mudi itu berhenti dan memasuki toko perhiasan, pria itu ikut menghentikan langkahnya tidak jauh dari toko tersebut. Ia lantas memperhatikan muda-mudi tersebut dari balik kaca toko.


Selama beberapa saat pria itu hanya memperhatikan keduanya. Namun kini tangannya bergerak mengoperasikan ponselnya. Ia operasikan perangkat kamera dan kemudian menjadikan pasangan tersebut sebagai target bidikannya.


Beberapa gambar telah berhasil tersimpan di dalam memori ponselnya. Ia lantas menyimpan benda tersebut ke dalam saku celana dan kembali memfokuskan dirinya pada pasangan tersebut. Tak lama setelah itu, pasangan tersebut akhirnya pergi dengan membawa satu buah paper bag yang berasal dari toko tersebut.


Perasaan curiga semakin menggelayuti diri pria itu manakala tak sengaja ia mendengar ucapan dari sang wanita. Dengan hati-hati ia mencoba untuk memperpendek jarak mereka agar telinganya dapat dengan jelas mendengar apa yang tengah dibicarkan oleh pasangan tersebut.


“Terimakasih. Kau tahu aku sangat menginginkan kalung ini.” Ucap sang wanita girang. Ia bahkan semkain mengeratkan rangkulannya pada tangan kekar pria yang diyakini sebagai orang yang membelikan kalung yang dimaksud oleh wanita itu.


Pria itu membalasnya dengan tersenyum dan juga mengusap puncak kepalanya.


“Lalu bagaimana dengan tunangan mu? Kau tau, aku merasa sangat iri dengannya. Dan terkadang merasa sedih karena harus merelakan kekasihku menjadi tunangan orang lain.”


Mendengar pengakuan sang wanita membuat pria tersebut menghentikan langkahnya detik itu juga. Ia kemudian memutar tubuhnya menghadap wanita tersebut. Ia letakkan tangannya pada pundak wanita itu.


“Ia memang tunangan ku. Tapi kau yang berada di hatiku. Jadi jangan pernah merasa iri atau pun sedih karenanya. Karena aku hanya mencintai dan menyayangi mu..” Aku pria tersebut dengan mengelus lembut pipi sang wanita.


Mendengar pengakuan sang pria, senyum bahagia kembali merekah pada bibir wanita tersebut. Raut sedih yang sebelumnya terlihat di wajahnya seketika menghilang hanya karena mendengar ucapan pria itu. Keduanya pun hendak kembali melangkah pergi. Namun tiba-tiba saja pria yang tadi terus mengikuti keduanya menginterupsi mereka.


“Song Mino!! Jadi ini kau yang sebenarnya.”


Sontak pria tersebut berbalik dan matanya langsung membulat terkejut begitu melihat siapa sosok yang baru saja memanggil namanya. “Taeho...”.





To Be Continued...




...감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts