Saturday Night


Cast: Jung Cheonsa (OC) – Kris Wu


Cheonsa punya kebiasaan baru setiap sabtu malam. Kalau Kris tidak salah ingat sudah hampir sebulan gadis itu melakukannya. Kebiasaan baru Cheonsa yaitu datang ke rumahnya setiap hari sabtu pukul enam sore, menjajah sofa di ruang tengah, dan membajak laptopnya hingga ...hingga Tuhan memberikan rasa kantuk pada gadis itu. 



Pada awalnya Kris keheranan melihat Cheonsa berdiri di depan pintu dan menerobos masuk ke dalam rumahnya. Seorang Cheonsa yang ia kenal akan berpikir puluhan kali untuk keluar dari rumahnya pada akhir pekan, kecuali ada hal yang sangat penting. Berkunjung ke rumahnya bukan hal yang sangat penting untuk gadis itu. Pahit memang padahal mereka sudah pacaran selama hampir delapan bulan.



Yah, walau begitu ia tidak keberatan menampung Cheonsa selama beberapa jam di rumahnya. Lagipula setiap akhir pekan ibunya pergi dengan pacar barunya dan pulang larut malam. Jadi tidak akan ada suasana canggung saat ibunya tiba-tiba menemukan dirinya dan Cheonsa sedang berduaan di atas sofa abu-abu rumah mereka.


Selagi menunggu kedatangan Cheonsa, Kris memeriksa surelnya. Kepala HRD baru saja mengiriminya pesan untuk segera membaca laporan terkait perkembangan perencanaan acara pelatihan pada bulan September mendatang. Ia akan membaca sekilas dan memikirkan balasannya besok pagi.

Ia menggosok keningnya yang mengerut. Masih banyak hal yang perlu dibereskan dan besok pagi ia akan benar-benar sibuk mengurusi semua ini. Sebagai staff HRD yang paling junior tentu ia harus lebih giat daripada seniornya. 


Ia memberi garis bawah pada beberapa poin yang akan ia uraikan di dalam laporan balasan. Selama ia menandai laporannya, tanpa ia sadari seseorang baru saja menekan password apartemennya. Cheonsa muncul di ruang tengah sambil celingak-celinguk, ia menghampiri Kris dengan langkah pelan.


“Boo!”

Kris berjengit saat merasakan bahunya diguncang tiba-tiba. Ia menoleh ke belakang dan menemukan Cheonsa yang sedang tersenyum jahil. Gadis itu berjalan memutari sofa dan duduk di sebelahnya, lalu mencondongkan tubuhnya pada laptop di atas meja.

“Kau sedang sibuk?”
“Tidak. Sebentar lagi selesai.” Kris melirik jam di pojok kanan bawah layar laptopnya.
“Tidak biasanya kau terlambat.”


Cheonsa terlambat empat puluh menit dari biasanya. Gadis itu selalu muncul di apartemennya pukul enam sore lebih beberapa menit dengan wajah tidak sabar untuk membajak sofa dan laptopnya. Namun hari ini agak berbeda, Cheonsa tidak terlihat seantuasias biasanya. Malah kelihatan lelah.

“Ada kecelakaan di persimpangan jalan besar dekat supermarket. Jalanan jadi super ramai dan macet total.” Gadis itu menyugar rambutnya sambil mendesah.

“Jadi ada mobil sedan yang menerobos lampu merah, sementara dari arah berlawanan ada sebuah truk yang sedang melaju dan tiba-tiba ada sebuah mobil SUV yang berubah menyalip jalannya. Kau tahu kelanjutannya?” Cheonsa menatapnya dengan mata melebar. Gadis itu bergeser, sepenuhnya menghadap padanya.



Ini adalah sosok Cheonsa dalam mode pendongeng, suaranya terdengar serius, begitupun sorot matanya dan kedua tangannya terus bergerak memeragakan posisi ketiga mobil yang terlibat kecelakaan tadi.



“Karena si truk ini tidak mau mengalah, maka pengemudi SUV nekat untuk menambah kecepatan namun sialnya mobil yang menerobos lampu merah datang dari depan dan mobil mereka berbenturan. Si pengemudi SUV berusaha mengelak, tapi akhirnya sama-sama sial. Mobilnya pun membentur truk. Dia pun tergencet di antara mobil sedan dan truk.”


“Ketiga orang itu baik-baik saja. Tapi mereka luar biasa kesal dan saling berteriak di tengah jalan. Sebenarnya seru untuk ditonton tapi juga menyeramkan. Mereka mengeluarkan semua kata-kata paling kotor.”


Cheonsa menggeleng lagi, kepalanya merebah ke bantalan sofa sementara tangannya merogoh ke dalam tas. “Kau harus hati-hati saat mengemudi, Kris. Kau suka ugal-ugalan dan tidak mendengarkan nasihat bijak dariku,” tambah Cheonsa, menatapnya dengan memicing.



“Kau mau aku mendengarkan ‘nasihat bijak’ dari seseorang yang bahkan takut untuk mengemudi di jalan raya? Maaf, tapi kau hanya bicara teori bukan kenyataan di lapangan.” Kris merasa puas bisa mengatakan hal itu pada Cheonsa. Sekarang gadis itu hanya mendecih, tidak memalingkan pandangan dari layar ponselnya. Cheonsa tidak akan bisa mengelak dari serangannya barusan.



Gadis itu panik setengah mati saat mencoba mengemudi di jalan raya. Walaupun sebenarnya Cheonsa sudah berlatih mengemudi selama dua bulan terakhir. Tapi belum ada kemajuan berarti, mereka terus latihan di lapangan kosong.


Selama sesaat mereka melakukan kegiatan masing-masing. Tidak ada yang bicara namun tidak terasa canggung atau aneh. Sampai akhirnya terdengar suara bel berbunyi. Kris menyimpan catatan di laptopnya dan segera beranjak menuju pintu.



“Kau pesan apa?” teriak Cheonsa.

Kris sibuk mengeluarkan uang dari saku celananya. “Pizza dan roti bawang.” Ia membuka pintu dan menerima sebuah plastik besar dari pengantar makanan. “Ini. Terimakasih.” Ia menutup pintunya kembali setelah membayar dan memberi sedikit uang tip.


“Apa kau beli kola juga?”
“Tentu saja. Aku beli yang satu paket. Lebih murah.” Kris mengambil dua buah gelas panjang dari rak piring kemudian menuju ruang tengah.
“Anak pintar!” kata Cheonsa yang sudah sibuk mencari video di internet dari laptopnya.
“Aku belajar dari yang terbaik.”


Cheonsa selalu menceramahinya tentang strategi berbelanja makanan agar tetap bisa makan enak sekaligus berhemat. Kau harus meneliti daftar menunya, dan memastikan apakah ada penawaran khusus atau tidak. Kalau tidak, kau bisa pesan apapun. Tapi kalau ada promo penawan khusus, maka ambil yang itu.


Setelah selesai menata makanan di atas meja dan menuangkan kola ke dalam gelas, ia melirik Cheonsa yang sedang mengangguk puas pada sesuatu di laptopnya. “Sudah siap?”


“Aku yang seharusnya bertanya padamu. Kemarilah.” Cheonsa menepuk ruang kosong di sebelahnya. Kris menurut saja dan merapat pada gadis itu. Lagipula kenapa ia harus membantah? Tidak setiap hari Cheonsa mau mereka berdekatan seperti ini.


Cheonsa memposisikan laptop di antara lutut mereka berdua. “Oke, mari kita mulai.” Ketika Cheonsa menekan tombol ‘putar’ kemudian terdengar lagu tema yang sudah tidak asing untuknya, ditambah dengan video berisi orang-orang yang juga tidak asing.


Mereka menonton Meteor Garden 2018 di hari sabtu malam. Ya, Cheonsa sudah gila karena mengajaknya menonton drama konyol itu. Tapi ia jauh lebih gila karena mau saja menerima perlakuan gadis itu. Bagian yang paling gila dari semua kegilaan ini adalah Kris hafal semua tokoh dan nama asli pemain drama itu.



Jadi begini ceritanya, Cheonsa sedang keranjingan Meteor Garden dan gadis itu benar-benar kesal karena tidak banyak orang yang menerjemahkan ke bahasa korea atau inggris. Kalaupun ada ia harus menunggu selama seminggu lebih. Padahal gadis itu hanya perlu bersabar dan menunggu, namun katanya dia tidak akan bisa sabar menunggu untuk melihat Dylan.


“Aku tidak tahan tidak lihat Dylan. Tapi kalau aku nekat nonton aku akan frustasi karena tidak mengerti apa yang mereka katakan.”


Dylan, Dylan Wang maksudnya. Seorang aktor pendatang baru yang berperan sebagai Daoming Si, cowok yang sedang digilai Jung Cheonsa. Demi si Dylan ini Cheonsa belajar bahasa Cina dengannya, namun tentu saja gadis itu tidak langsung menguasainya begitu saja. Dia mengerti beberapa hal namun masih lebih banyak hal yang tidak dia mengerti. 


Akhirnya Cheonsa datang dengan gagasan luar biasa yaitu dia akan menonton drama itu bersama Kris yang akan menerjemahkan seluruh percakapan di sana.


“Aku punya pacar yang bisa bicara bahasa cina. Lebih bagus lagi kau memang orang cina, asli! Kenapa aku harus menunggu lama kalau aku bisa memanfaatkanmu? Astaga, otakku cemerlang sekali!” kata Cheonsa saat kedatangannya di minggu pertama acara nonton meteor garden mereka.


Ya, Cheonsa mengatakan ‘memanfaatkanmu’ dan memang kenyataannya gadis itu memanfaatkannya. Datang setiap sabtu malam ke rumahnya dan menonton empat episode sekaligus, artinya ia harus terus bicara selama empat episode. Kris hanya berharap ibunya tidak akan pernah menemukannya sedang menonton drama payah ini. Baguslah ibunya sudah pacar.


Oh, man. Itu barbar sekali. Kenapa dia harus buka baju dan menyuruh gadisnya buka baju juga?” katanya mengomentari adegan Daoming Si yang buka baju agar mereka bisa tidur dengan berpelukan dan saling menghangatkan tubuh masing-masing.


Ngomong-ngomong Shancai dan Daoming Si ini sedang terjebak badai salju dan berlindung di sebuah rumah kecil tak berpenghuni. Kebetulan sekali ada rumah di sana. Kris menggeleng sinis.


“Supaya mereka bisa tetap hangat. Kau tidak dengar apa yang dikatakannya tadi?”
Kris melirik Cheonsa tak percaya. Gadis itu tentu tak akan tahu apa yang terjadi di sana kalau bukan karena ia yang menerjemahkannya.


“Kalau itu aku, aku tidak akan mempertaruhkan keselamatanku untuk seseorang yang bahkan tidak menyukaiku.”

Cheonsa mendesah keras. “Untung saja itu bukan kau. Sekadar informasi Shancai akan menyukainya, dia cuma belum menyadarinya.”


Kris ingin menimpali dengan mengatakan ‘kalau kau sudah tahu akhir ceritanya kenapa kau masih menonton drama payah ini?’ tapi tentu saja ia langsung mengurungkannya. Mereka sudah membicarakan hal itu berulangkali dan Cheonsa menjadi sangat defensif.


“Karena setiap versi itu punya perbedaan Kris. Ceritanya memang sama tapi pasti ada detil yang berbeda. Kau tidak akan faham.”


Satu episode baru saja selesai, Cheonsa meletakkan laptop di atas meja. Dia membuka kotak pizza dan mengambil satu potong untuk dirinya sendiri. Sementara Kris langsung menyesap kolanya dengan rakus. Ia haus bukan main.


“Kau benar-benar tidak tertarik untuk membuka jasa alih bahasa film-film cina? Itu sangat menguntungkan loh.” Gadis itu mengatakannya dengan bersemangat, setengah serius dan setengah menggoda.


Kris menyuap satu pizza ke dalam mulutnya, matanya menyorot gadis itu dengan galak.
“Tidak, terimakasih. Kalaupun aku punya waktu untuk melakukannya, aku tidak akan mempertimbangkannya.”
“Bahkan jika itu pekerjaan satu-satunya yang bisa kau dapatkan?”


Kris mengembuskan napas lelah, “Aku percaya aku bisa dapat pekerjaan lain.” Cheonsa memutar matanya mendengar jawab Kris yang terlalu percaya diri.


“Kan kubilang kalau-seandainya suatu saat nanti kau kehilangan pekerjaanmu yang sekarang dan hanya mendapatkan tawaran pekerjaan sebagai penerjemah film berbahasa cina. Pada saat itu tidak ada perusahaan manapun yang mau menerimamu.”


Kris menatap Cheonsa yang kegirangan karena mendapati dirinya kehilangan kata. “Serius, kenapa orangtuamu memberi nama Cheonsa untukmu dan kau tidak sama sekali berperilaku seperi malaikat? Kau senang membuat orang lain kesal,” katanya mengeluh yang hanya ditanggapi dengan senyum penuh bangga.


“Setiap malaikat memiliki tugas yang berbeda dan aku bertugas untuk menguji kesabaran manusia.” Cheonsa menyengir dan menatapnya dengan usil.
“Bukankah itu tugasnya setan?”
“Tega sekali kau bilang begitu, Kris.” Cheonsa berpura-pura sakit hati dengan merengut, namun kemudian terkekeh. Tentu tidak merasa tersinggung atau bahkan tersakiti dengan ucapannya. 



Sebelum mereka melanjutkan episode berikutnya, mereka istirahat dan memenuhi mulut mereka dengan makanan. Dan juga bicara tentang banyak hal; penting, agak penting, dan tidak penting sama sekali. Sebagian besar tidak penting sama sekali.


“Sepertinya persiapan acara kantormu berjalan cukup baik.”


Kris mengangkat bahu sambil menyesap kolanya. “Mungkin agak cukup baik di satu sisi dan kacau balau di sisi lainnya. Sebagai staff junior tentu saja tenagaku ditekan gila-gilaan. Jika aku terlihat diam sebentar mereka akan bilang aku bermalas-malasan. Padahal mereka terus mengulur waktu dengan acara rapat yang payah. Mereka juga bersantai dengan menghabiskan waktu makan siang di sebuah kafe dan membiarkan para staff junior kewalahan.”


“Aku bersyukur kau masih waras sampai detik ini,” kata Cheonsa menanggapi.
Kris tersenyum, “Apa menurutmu aku terlihat waras?” Kris menggeleng-gelengkan kepala.
“Yah, kau memang kelihatan kelelahan tapi tetap waras.”


“Kalau aku waras aku pasti tidak akan mau menemanimu nonton drama payah dan menerjemahkan semua percakapan di dalamnya.”
“Itu namanya kompromi, Kris.” Kris mendecak geli sambil memutar bola matanya.
“Menurutmu begitu? Kalau menurutku sih ini namanya penyiksaan.”


“Oh ya? Tapi aku tidak pernah memaksamu. Kau bisa menolak kalau memang tidak mau.”
“Bagaimana aku mau menolak kalau kau tiba-tiba muncul di apartemenku dengan wajah penuh harap?”


Cheonsa mendecakkan lidahnya, kepalanya menggeleng. “Kau bisa mengganti password apartemenmu supaya aku tidak bisa menerobos masuk.”


Kemudian Kris tidak bisa membalas ucapan gadis itu. senyum penuh kemenangan tersungging di wajah Cheonsa.

“Jujur saja deh, kau memang tidak keberatan aku datang ke sini.”
“Aku memang tidak keberatan. Tapi bukan berarti aku senang menonton drama payah itu dan melihatmu tergila-gila pada cowok lain. Apa senangnya coba?”
“Tidak senang sama sekali? Kau yakin?” Cheonsa mencondongkan tubuhnya ke depan, menudingkan jari ke arah wajah Kris.


“Selagi aku menonton drama payah ini kau suka cari-cari kesempatan untuk menciumku, memeluk pinggangku padahal aku geli bukan main, dan kau suka bernapas di leherku. Kau yakin itu tidak membuatmu senang?”


Oke, sekali lagi Kris tidak bisa menentang argumen Cheonsa. Ia memang melakukan semua itu, tapi kenapa mendengarnya dari mulut Cheonsa terdengar seperti hal yang buruk. Ia merasakan wajahnya memanas karena malu.


“Bisakah kau berhenti mengatakan hal yang benar?” katanya mengelak dari topik pembicaraan.
Cheonsa menatapnya dengan mata menyipit, kepalanya menggeleng-geleng. “Kau tidak bisa mengelak, kan?” 


“Kau mau lanjut nonton episode selanjutnya?” kata Kris menawarkan, dia mengambil laptop dan meletakkannya di atas pangkuan. 

Kris menarik Cheonsa untuk lebih mendekat padanya, sementara gadis itu masih menatapnya dengan sinis.


“Apa sekarang wajahku lebih menarik daripada Dylan Wang? Lihatlah ke layar. Dramanya sudah mulai,” katanya. 

“Kalau sedang panik kau imut juga ya.” Cheonsa mencubit pipinya dan terkekeh, lalu bersandar di bahunya.

Kris mengabaikan komentar Cheonsa, dia melanjutkan tugasnya sebagai penerjemah pribadi gadis itu.



Yah, Cheonsa memang benar. Ia mungkin sangat membenci nonton drama payah dengan alur cerita klise, tapi walau begitu ia tidak serta merta menolak keinginan Cheonsa. Ia menyukai kegiatan mereka ini, bukan bagian nonton dramanya, namun berduaan dan menjauh dari segala kesibukan selama lima hari berturut-turut. Mereka hanya duduk berdampingan dan bersandar ditemani makanan apapun yang bisa mereka temukan. Memang bukan kegiatan paling sempurna untuk mengisi waktu sabtu malam mereka, tapi Kris rasa seperti ini sudah cukup.
Kalau bisa ambil kesempatan sih, itu bonus kan?


Fin 

Oke.. alhamdulillah bisa menyelesaikan ff ini juga. Yah... idenya udah terbit *matahari kali* dari aku suka banget sama Dylan Wang dan berhubung aku suka nunda-nunda, akhirnya aku mulai nulis saat aku udah bosen sama Dylan. Sorry to say Dylan..

Setelah diendapkan dan dibiarkan berada di laptop tanpa kejelasan, aku mulai ngetik ff ini pelan-pelan. Rencananya bakal publish tepat saat 17 Agustus, tapi manusia hanya bisa berencana. Biasalah aku nyibukin diri sendiri nonton video-video youtube. 

Dan hari ini aku bertekad untuk merampungkan ff ini. Sebenarnya bisa kelar tadi pas isya’ tapi aku penasaran sama pembukaan Asian Games 2018. Wow, what a fantastic performance. Salute pokoknya. Gak nyesel kok nunda nulis ff ini untuk pagelaran yang sekeren itu.
Tapi aku konsisten untuk publish hari ini jadi aku berusaha sekuat 
tenaga untuk menyelesaikan ff ini. Dan yeah I did it! 
 
Gak lupa aku mau mengucapkan Selamat Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang Ke-73!! Semoga kita makin jaya dan persatuan tetap terjaga! Hebat dalam keberagaman!
Oiya sebelum lupa aku mau ngasih lihat foto si Dylan Wang yang dari tadi dibahas-bahas Cheonsa sama Kris. Nah ini dia yang namanya Dylan. Ya tau dia emang songong gitu mukanya, tapi cakep kekekek...

Well, udah dulu deh yaa.. terimakasih yang sudah baca. Have a nice Saturday night!!


Regards,


GSB

Comments

Popular Posts