The Compliment
cast:
- MONSTA X Minhyuk as Lee Minhyuk -
- YOU (your name) -
genre: Romance, University Life (AU - Alternate Universe)
o O O O o
Laki-laki tampan. Ya.. ungkapan yang sudah lama sekali tidak
terucap oleh diriku. Maklum saja, aku berada di lingkungan yang didominasi oleh
perempuan. Tidak tahu kenapa, tetapi aku yakin bahwa pandangan orang-orang di
luar sana mengenai fakultasku lah yang membuat hal ini terjadi. Dimana jumlah
laki-laki kalah telak dengan populasi perempuan.
Menyebalkan!
Tapi untunglah, Tuhan tampaknya masih memberi ku satu kali
kesempatan lagi untuk menikmati kehidupan kampus seperti yang kerap ada di
novel-novel. Yaitu bertemu dengan banyak lawan jenis -jika dibandingkan dengan
fakultasku-, berada di kelas dimana jumlah antara perempuan dan laki-laki
seimbang, serta berkesempatan bertemu pengajar tampan dan tentunya masih muda
yang selalu menjadi impian tidak berujung bagi mahasiswi fakultasku.
Dan hari ini, lebih tepatnya hari Selasa, semua itu akan
terwujud. Aku akan menghadiri kelas dimana ada banyak laki-laki, tidak peduli
apakah mereka sudah memiliki pasangan atau tidak, yang jelas jumlah mereka
sebanding dengan jumlah mahasiswi perempuan yang juga mengikuti kelas ini.
Aku yang cukup menantikan awal semester ini segera menuju
kelas yang berada di lantai 3 gedung S. Aku tidak ingin terlambat mengingat
hari ini adalah hari pertama ku menjadi bagian dari fakultas yang terkenal
dengan mahasiswa-mahasiswa dengan visual menarik. Mengingat hal itu membuat aku
bahkan rela menaiki tangga untuk bisa sampai di kelas sekali pun harus diiringi
dengan napas yang tersenggal begitu memasuki ruang kelas.
Dan suasana baru langsung menyambutku begitu pintu terbuka
saat tangan ini menekan gagang yang terpasang di pintu. Ramai dengan susunan
meja yang berantakan. Sungguh, hal ini sangat berbeda sekali dengan fakultasku.
Dimana meja dan kursi selalu rapih setiap kali kelas akan dimulai.
Tapi tak apa. Selama meja dan kursi tersebut masih berfungsi
secara semestinya itu tidak menjadi masalah yang berarti. Toh hal ini tidak akan
membuatku tidak bisa menerima pelajaran dengan baik, bukan.
Aku memilih duduk pada salah satu kursi yang berada di
tengah ruangan dengan anggapan bahwa aku akan dengan mudah melihat pada layar
putih yang akan menayangkan materi-materi yang disampaikan oleh dosen. Dan
pilihanku ini tidak salah karena begitu seorang pria yang terlihat berusia
menginjak 50 tahun masuk dan mulai mengoperasikan laptopnya, semua materi yang
ia telah persiapkan dapat aku lihat dengan baik. Tidak ada yang menghalangi pandanganku
baik itu jarak maupun kepala mahasiswa lainnya.
Namun ada hal yang membuat pikiranku sedikit terusik.
Berdasarkan rancangan pengajaran yang disampaikan oleh Mr. Park, akan ada dua
orang pengajar lainnya yang sayangnya berhalangan hadir. Aku sangat ingin tahu
siapa kedua orang pengajar tersebut. Apakah mereka sudah tua atau malah muda?
Tetapi jika dilihat dari gelar yang bersanding dengan nama mereka, tampaknya
kedua pengajar tersebut memiliki usia yang tidak jauh berbeda dengan Mr. Park.
Jika pun berusia lebih muda, mungkin hanya terpaut tidak lebih dari 10 tahun.
Membayangkan hal itu membuat ku tanpa sadar menghela berat.
Kenapa rasanya sulit sekali bertemu dengan sosok pengajar
muda dan tampan layaknya cerita fiksi yang kerap aku baca? Apakah saat ini
menjadi seorang pengajar diusia muda bukanlah pekerjaan yang menarik??
Entahlah. Mungkin sudah menjadi takdirku untuk menghabiskan
waktu kuliahku dengan mendapat pengajaran dari pengajar laki-laki dengan usia
lanjut.
* *
* *
Sudah empat minggu berlalu dan itu berarti hari ini akan ada
pengajar baru yang masuk kelas. Dan lagi-lagi helaan lolos dari bibirku saat
mengingat bahwa kemungkinan usia pengajar itu tidak jauh dari Mr. Park. Memang
tujuanku mengikuti kelas adalah untuk mendapatkan bekal ilmu di masa depan.
Tetapi rasa penasaran terhadap dosen muda nan tampan yang kerap hadir disetiap
novel fiksiku membuat aku sering berharap bahwa akan ada dosen layaknya yang
aku baca yang akan mengajar kelasku walau hanya satu kali.
Namun tampaknya semua itu tidak akan terwujud mengingat aku yang
sudah menjadi mahasiswa tua yang sebentar lagi akan bergelar sarjana. Dan juga
hanya tersisa tiga kelas lagi dimana dua dari ketiga kelas tersebut diajar oleh
pengajar perempuan.
Sungguh ironis memang hidupku yang sudah salah memilih
jurusan dan kini berakhir dengan lingkungan yang didominasi oleh manusia dengan
jenis kelamin yang sama dengan ku. Bagai sudah jatuh kemudian tertimpa tangga.
Seperti itulah nasib kehidupan perkuliahanku. Bagaimana aku bisa memiliki
kekasih jika keadaannya seperti ini.
Menyedihkan. Sungguh!
Dan hari ini, sama seperti empat minggu yang lalu. Aku
memilih kursi yang tidak di depan dan juga tidak di belakang serta berada tidak
jauh dari layar putih sebagai tempat jatuhnya cahaya proyektor. Bersandar
sembari memainkan ponselku untuk membunuh waktu sebelum kelas benar-benar
dimulai.
Beruntung mata kuliah ini cukup ku minati. Sehingga aku
tidak perlu merasa kesal dua kali karena tidak menemukan pengajar sesuai dengan
harapanku ditambah dengan mata kuliah yang tidak ku suka.
Hingga tidak terasa kelas akan segera dimulai ditandai
dengan hadirnya Mr. Park.
āSelamat siang.ā Ujar Mr. Park sembari menaiki anak tangga
untuk mencapai podium kecil di depan.
āBerdasarkan jadwal, waktu pertemuan saya telah habis karena
yang diberikan untuk saya hanya empat kali dalam satu semester. Karena itu,
mulai hari ini kelas akan diajar oleh Mr. Lee Minhyuk.ā Mr. Park menjeda
ucapannya dan kemudian menoleh cepat ke arah pintu masuk. ā Silahkan masuk Mr.
Lee.ā Sambungnya.
Jujur aku tidak terlalu menantikan siapa dosen selanjutnya
yang akan mengajar di kelas. Karena kemungkinan untuk harapanku dapat terwujud
itu sangat kecil. Jika dipersentasekan mungkin hanya 10% dari 100% kemungkinan
aku akan diajar oleh dosen muda dan tampan. Namun begitu pintu terbuka dan
kemudian sosok seorang pria berjalan masuk, mataku tidak dapat berhenti
menatapnya.
Rasanya seperti mimpi karena kini di depan sana telah
berdiri seorang pria yang ku yakini usianya masih berada di bawah 30 tahun
dengan mengenakan kemeja hitam serta celana jeans dan sepatu boot hitam dan tak
lupa kacamata yang bertengger di atas kepalanya. Sosok itu yang diperkenalkan Mr. Park bernama
Lee Minhyuk.
Oh astaga!! Apakah aku sedang bermimpi?? Bagaimana bisa
persentase sebesar 10% itu dapat terwujud?
Tidak. Tidak! Ini pasti hanya imajinasiku saja. Tidak
mungkin kalau-
āOh, _____ apakah kau lihat. Mr. Lee sangat tampan.
Beruntung sekali kita mendapatkan dosen seperti dia.ā
Sontak aku langsung menatap Eunjung dengan mengerutkan dahi.
āHei! Jangan katakan kalau bagimu ia tidak-ā
āJadi dia benar akan mengajar kita?ā Potongku cepat secepat
kepala Eunjung yang mengangguk membenarkan pertanyaanku.
Oh Tuhan terima kasih.
* *
* *
Seperti biasanya, hari ini Mr. Lee hadir dengan mengenakan
pakaian andalannya yaitu kemeja yang digulung hingga lengan, celana jeans,
sepatu boot, serta kacamata yang akan bertengger dihidungnya jika ia akan
membaca sesuatu atau akan bertengger di atas kepalanya jika tidak ada hal yang
perlu ia baca. Namun yang membuat berbeda bukan terletak pada Mr. Lee, tetapi
pada jadwal dimana aku harus mengumpulkan tugas yang diberikan Mr. Lee sebagai
syarat untuk mengikuti ujian pertengahan yang diadakan Mr. Park.
Aku meletakkan lembaran tugasku di atas meja, tepat di depannya duduk Mr. Lee yang tengah sibuk dengan ponselnya. Oh Tuhan.. kenapa Mr. Lee bisa tampan seperti ini? Berada dekat seperti ini saja sudah cukup membuat ku merasa senang dan membuat hari ku seakan lebih berwarna lagi. Apa lagi jika.....
Ah tidak tidak. Berhentilah berkhayal!, pikirku memperingatkan diriku.
Aku yang masih membawa tasku lantas berbalik guna mencari tempat untuk duduk. Saatakan melangkah pergi meninggalkan podium, terlihat teman-temanku yang
tengah sibuk membulak-balikan buku catatan mereka untuk mengingat kembali
materi yang telah diajarkan Mr. Park. Sedangkan aku, ya.. sungguh beruntung
karena aku telah mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian ini sejak satu
minggu yang lalu.
Bukan bermaksud menyombongkan diri. Tetapi begitulah
kebiasaanku. Selalu mempersiapkan ujian satu minggu sebelumnya dengan membuat
catatan kecil sebagai bahan bacaan hingga menunggu hari ujian. Dan karena
kebiasaan itulah terkadang saat sebelum ujian dimulai, teman-temanku akan
memintaku untuk berbicara layaknya seorang pendongeng tapi kali ini yang
diceritakan adalah materi-materi perkuliahan. Begitu pun dengan hari ini.
Saat aku sampai, salah satu temanku panggil saja dia Mina, memanggilku.
Awalnya aku tidak mengindahkan karena ku kira aku hanya salah mendengar, tetapi
tak lama ia kembali memanggilku dan membuat aku langsung menoleh ke belakang.
āAda apa?ā
āBisakah kau berbicara seperti biasanya? Aku belum membaca
apa pun, karena ku kira berita tentang ujian hari ini hanyalah rumor.ā Pintanya
dan kemudian diikuti dengan teman-temanku yang lainnya.
āBaiklah.ā Aku membalik posisi duduk ku hingga menghadap ke
mereka. Kemudian ku keluarkan catatan kecilku dan mulai menjalani kegiatan yang
sudah menjadi kebiasaan tidak terencana selama 2 tahun belakangan ini.
Berdongeng dengan materi perkuliahan yang berhasil membuat ku terbatuk setiap
kali aku melakukannya.
Sayangnya, aku belum sampai pada akhir catatannku saat
tiba-tiba saja pintu terbuka. Kemudian Mr. Lee masuk, entah kapan ia keluar yang jelas ia masuk dengan membawa map coklat berukuran agak besar. Dari penampilannya hari ini, ada yang berbeda dari Mr. Lee. Bukan style pakaiannya. Namun raut wajahnya terlihat lebih dingin dengan
tatapan mata yang mengintimidasi seperti akan menelanjangi kami yang ketahuan
mencontek. Walaupun begitu, dia tetap terlihat tampan dan memesona bahkan
semakin memesona karena tatapannya itu.
āSebelum dimulai, simpan semua catatan dan peralatan
elektronik kalian ke dalam tas. Kemudian letakkan di depan kelas agar saya
mudah melakukan mobilisasi.ā Perintahnya dari balik meja di atas podium.
* *
* *
Satu minggu telah berlalu dan hari ini dihari yang sama
yaitu Selasa, ku langkahkan kaki ini menuju gedung S yang tidak jauh dari area
parkir dosen dan kemudian menaiki anak tangga menuju lantai 3 dimana kelasku
berada. Berbeda dengan minggu sebelumnya dimana aku datang dengan menggenggam
selembar kertas kecil yang sesekali ku baca untuk mengingat apa yang telah ku
tuliskan di sana. Hari ini aku datang dengan hanya menggenggam ponselku yang
sesekali ku tengok hanya untuk membaca pesan singkat yang masuk.
Tanganku terulur dan kemudian menekan gagang pintu. Perlahan
ku dorong pintu tersebut dan kemudian berjalan masuk menuju kursi yang kosong
yang tentunya tidak akan menghalangiku dalam membaca materi yang akan
ditampilkan.
āBagaimana ujian kemarin?ā Eunjung bertanya setelah
sebelumnya ia melarang ku untuk mengatakan apa pun mengenai ujian hari itu.
āLumayan, hanya saja aku merasa seperti mahasiswa paling
bodoh saat melihat sebanyak apa jawaban mahasiswa lainnya. Sungguh aku hanya
menghabiskan satu setengah halaman untuk menjawab kesepuluh pertanyaan
tersebut. Sedangkan saat aku melihat lembar ujian Hana, dia menuliskan jawaban
dengan cukup panjang sampai menghabiskan empat halaman kertas.ā
āTidak jauh berbeda dengan ku, ya.. setidaknya aku tidak
sendiri menjadi mahasiswa bodoh karena tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut.ā Aku Eunjung.
Kemudian kami kembali diam dan fokus pada ponsel
masing-masing sampai akhirnya Mr. Lee datang dan membuka kelas untuk hari itu.
Kelas pun berlangsung layaknya pertemuan-pertemuan
sebelumnya. Mr. Lee yang kembali mengenakan style
andalannya selalu berhasil membuat ku terkesima sebelum memfokuskan diri
pada apa yang ia jelaskan. Setelah selesai dengan presentasinya, ia akan
menanggalkan kacamata di hidungnya dan menariknya ke atas kepala. Bergerak
menuruni podium dan bersandar pada dinding dekat pintu sembari mendengarkan
pertanyaan yang ditanyakan mahasiswa lain.
Sementara aku?
Ya.. apa lagi kalau tidak memperhatikannya. Memperhatikan
setiap gerak-geriknya, mimik wajahnya, serta caranya menjawab pertanyaan yang
terkesan santai tetapi mampu menjawab rasa kebingungan yang ada dibenak kami.
āBaiklah, saya rasa kelas hari ini cukup sampai di sini.
Sampai bertemu minggu depan.ā
Segera ku rapihkan buku catatan dan alat tulisku begitu Mr.
Lee mengakhiri pertemuan hari ini. Dan bersama dengan Eunjung ku tinggalkan
ruang kelas yang agak besar ini setelah Mr. Lee lebih dulu berjalan
meninggalkan ruangan.
Saat hendak menuju tangga, kami kembali bertemu dengan Mr.
Lee yang tengah menunggu lift untuk turun. Lantas kami membungkuk saat kami
bertatapan.
āKau _____, benar?ā Ucapnya membuat aku dan Eunjung tidak
jadi melangkah pergi.
Aku lantas mengangguk. āIya, saya _____.ā
āSaya sudah membaca tugasmu dan juga melihat lembar
jawabanmu kemarin.ā
Sesaat seperti ada yang menghalangi jalur pernapasanku saat
Mr. Lee menyebutkan tugas dan lembar ujianku. Membuat napasku terasa memendek.
Otakku langsung berputar hingga menyebabkan rasa pening diikuti dengan rasa
takut yang mulai mendominasi diri ini.
āJangan khawatir, hasilmu tidak seburuk apa yang tengah kau
pikirkan. Tenanglah.ā Ujar Mr. Lee yang sepertinya menangkap kecemasan serta
ketakutan diwajahku.
āLa-lu?ā Tanyaku pelan.
āSaya menyukai caramu mengerjakan tugas tersebut serta
bagaimana kamu menjawab soal-soal ujian. Tugas yang saya berikan memang
tergolong mudah karena tidak perlu membuat analisis sendiri, tetapi kamu
menuliskan opinimu berdasarkan analisa orang lain yang membuat tugasmu itu
menjadi lebih dari sekedar penelusuran literatur. Sedangkan untuk ujian
kemarin, jawabannya memang tidak dapat dikategorikan sangat sempurna. Tetapi
setiap penjelasan yang kamu tulis tidak bertele-tele sehingga terlihat jawaban
yang pasti. Sedangkan mahasiswa lain, umunya mereka menghabiskan banyak sekali
lembar jawaban karena terlalu banyak penjelasan yang dituliskan. Sayangnya saya
tidak mendapatkan jawaban sepasti dan seyakin jawaban yang kamu tuliskan.ā
Penuturan Mr. Lee membuat ku tidak dapat menyembunyikan rasa
senang yang berhasil menggantikan perasaan cemas dan takut sebelumnya. Walaupun
aku tidak tahu berapa nilai yang akan diberikan Mr. Lee dan Mr. Park, tetapi
dari penuturan tadi setidaknya aku berada di zona aman.
āDan karena itu..ā Mr. Lee kembali berucap. Ia lantas
merogoh sesuatu di dalam tasnya.
āApakah kamu bersedia untuk membantu saya dalam mereview literatur yang akan di
publikasikan pada jurnal kampus?ā Tawarnya dengan menyerahkan lembaran
pengumuman mengenai hal tersebut.
āTa.. ta-pi, saya tidak yakin saya mampu.ā
āKita akan bekerja sama, selain itu kamu juga akan
mendapatkan pengarahan. Jadi tidak perlu takut.ā
Penjelasan Mr. Lee tidak serta merta membuat aku menyetujui
permintaannya. Rasanya aku masih tidak yakin dengan kemampuanku sendiri.
Terlebih aku akan bekerja sama dengan Mr. Lee. Ya Tuhan, mimpi apa aku jika
memang hal itu sampai terjadi?
āBagaimana?ā
Aku terhenyak begitu suara berat Mr. Lee kembali terdengar.
āEm.. saya-ā
āSaya akan sangat senang jika kamu setuju _____, karena saya
sangat menyukai tulisanmu dan cara kamu menyampaikan apa yang ada di dalam
pikiranmu. Terlihat tegas dan meyakinkan tetapi tidak terkesan angkuh.ā
Tuturnya dengan tatapan yang baru pertama kali ku lihat. Tatapan yang berhasil
membuat jantungku berdebar hebat. Astaga... bagaimana bisa aku merasakan hal
ini hanya karena tatapannya itu yang bahkan tidak aku tahu maksudnya?!?!
āAh.. em.. baiklah. Saya akan mencobanya.ā
āBagus, saya senang mendengarnya. Kalau begitu lusa temui
saya di ruang dosen.ā
āBaik.ā Aku mengangguk dan saat itu aku melihat ia
tersenyum.
Ter-se-nyum!
Senyumnya yang tidak terlalu lebar dan terkesan misterius
itu berhasil membuat aku tertegun untuk beberapa saat sebelum akhirnya tersadar
dan melihat tubuhnya telah terhalang oleh sebuah pintu baja yang akan
membawanya turun ke lantai bawah.
Ya Tuhan, bagaimana bisa ia tersenyum seperti itu. Senyumnya
begitu memesona ditambah dengan tatapannya yang baru pertama kali ku lihat.
Tunggu! Apakah ini nyata? Apakah aku tidak sedang berhalusinasi? Bagaimana bisa
hal semacam ini terjadi padaku yang hanya seorang mahasiswa semi aktif di
kampus???
āWah _____! Aku tidak menyangkanya. Kau sangat beruntung,
dan selamat ya!ā Pukulan yang aku dapatkan di bahu menyadarkan ku bahwa apa yang
baru saja terjadi adalah kenyataan. Aku tidak sedang berhalusinasi atau pun
bermimpi. Tawaran itu, tatapan, serta senyum itu benar-benar nyata.
Sungguh, kebaikan apa yang telah aku perbuat sampai-sampai
kejadian baik ini terjadi pada ku.
E . N . D
Happy 7th Anniversary for GIGSent and GIGSent's Family :)
ź°ģ¬ķ©ėė¤ ^^
Comments
Post a Comment