#6 Instagram Crush - Produce 45



 Nam Chaerin - Luhan

.

Instagram. Sebuah media sosial yang memungkinkan orang-orang untuk berbagi foto. Entah yang bagus, memalukan, indah, aneh, unik, atau terkesan berlebihan karena bertujuan untuk menaikkan nilai dan citra diri di kalangan sosial. Selain itu banyak efek yang ditimbulkan dari penggunaan media sosial ini. 



Ada yang meraih keuntungan dalam bisnis onlinenya, mendapat tawaran kerja karena konten feeds-nya bagus, dikenal dan dipuja banyak orang, dibenci dan dimusuhi orang-orang (bahkan yang tidak dikenal sekalipun), bertengkar karena bersaing untuk hal-hal tertentu, putus dengan pacarnya, kenalan dengan gebetan baru, dan masih banyak lagi. Coba kalian pikirkan sendiri. 


Itulah pendapatku sebagai pengguna aktif instagram; aktif dalam mengunggah foto di akun pribadi, serta aktif menjadi pengamat unggahan dari akun milik orang lain. Entah berapa banyak teman  yang kukenal lewat  instagram. Jadi temanku punya teman, nah temannya ini punya teman, lalu temannya temanku ini punya teman, dia kenal seseorang yang akhirnya jadi temanku.


Kalau menurut Cheonsa lingkup pergaulanku sangat luas dan membingungkan, mirip dengan benang kusut yang susah diurai. Suatu hal yang membuatnya iri sekaligus bersyukur. Iri, karena aku kenal banyak orang dan kemampuan bersosialisasiku lebih baik dari dirinya. Namun dia merasa bersyukur karena tidak perlu menjalani pertemanan yang dangkal dan terlibat konflik-konflik tidak masuk akal. 


Ada benarnya juga sih.


Dari situs jejaring sosial ini, aku pernah kenal dengan seorang cowok ganteng yang kemudian kusebut dengan gebetan tapi dalam hati aku rasa kami pacaran. Tapi tentu saja itu tidak berlangsung lama karena hubungan kami sangat dangkal dan tidak masuk akal. Walau begitu aku cukup sering menjalin hubungan seperti itu. Siklusnya selalu begini; terpikat, terjerat, tersiksa, berpisah, lalu cari yang baru.


Tolong jangan putar mata kalian. Ini ceritaku dan hargai itu.


Ceritaku baru saja mau dimulai dan tadi itu cuma bagian pembukanya saja. Jadi tahan dengusan kalian atau pendapat jahat kalian tentang diriku. Oke, jadi begini ceritanya.


Hari itu seperti hari-hari lain yang membosankan tapi tidak buruk-buruk amat. Bagian mana yang buruk dari pelajaran kosong? Tidak ada. Semua murid menyukai pelajaran kosong. Bisa bebas dari materi kimia yang semakin rumit saja dari waktu ke waktu. Kami juga bisa melakukan apapun yang kami mau. Termasuk mengaktifkan ponsel dan berselancar di media sosial, mengobrol dengan teman-teman, berlarian, berteriak-teriak di kelas, atau nonton film yang disambungkan ke proyektor.


Aku memilih untuk berselancar di media sosial. Kegiatan ini selalu menyenangkan, dan lebih menyenangkan begitu dilakukan di tengah-tengah kegiatan belajar berlangsung, secara sembunyi-sembunyi. Segala kegiatan yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi sepertinya menimbulkan efek menyenangkan yang aneh. Mirip dengan hubungan sembunyi-sembunyi yang kulakukan dengan Jinhwan Oppa.  Upps..



Baiklah, mari fokus dengan cerita baruku. Sampai dimana kita tadi?
Aku sedang berselancar mengamati unggahan teman-temanku di instagram. Sementara ketiga temanku, trio tukang khayal (Cheonsa, Hara, Sora) mereka sedang asyik bertukar cerita seputar idola mereka.


Apa sih serunya mengagumi sosok yang bahkan tidak akan pernah tahu keberadaanmu di muka bumi ini? maksudku, daripada mereka heboh dengan sosok cowok-cowok yang bisa kubilang terlalu sulit untuk dijangkau, kenapa mereka tidak mengincar cowok-cowok yang lebih nyata dan mudah digapai saja?


Tapi aku sudah lelah berdebat dengan trio itu dan mengibarkan bendera putih ke arah mereka. Oke, aku menyerah. Aku akan mengagumi cowok-cowok nyataku sendirian.


Aku tersenyum, senang dengan apa yang kulihat. Cowok bernama Manse yang kukenal dari tempat bimbel mengunggah fotonya bersama kakak perempuannya yang cantik. Sekarang jelas kenapa Manse itu mempesona bukan main, ternyata gen indah mengalir dalam darahnya. Dengan cepat aku langsung mengunjungi akunnya, mau lihat lebih banyak foto-foto yang dia unggah.


Foto unggahannya hanya berjumlah tiga belas, kebanyakan bersama dengan teman-teman sekolahnya. Aku mulai menarik sebuah kesimpulan setelah melihat tiga foto terbarunya, teman-teman sekolah Manse adalah cowok-cowok keren. Penilaian itu semakin kuat begitu aku sampai di foto berikutnya.


Manse dan tim basketnya. Kalau Manse adalah anak bertubuh tinggi besar yang punya senyum manis, berbeda dengan cowok di sebelahnya yang lebih langsing. Dalam waktu sekejap cowok itu langsung menyita perhatianku.


Bagaimana ya aku menjelaskannya? Cowok itu terlihat maskulin dan cantik. Wajahnya kecil dan mata bulat yang berbinar, senyumnya terulas tipis. Dia sungguh keren dengan baju basket dengan potongan leher yang rendah. Dia bahkan sedang berkeringat. Kenapa sih cowok-cowok jadi lebih keren saat berkeringat?


Namun aku merasa ada yang janggal dari cowok di sebelah Manse itu. Aku merasa tidak asing dengan wajahnya. Aku seperti pernah melihat wajah itu. Tunggu sebentar. Aku berpikir keras, mencoba mencocokkan wajah itu dengan nama-nama yang berkeliaran di kepala.


Satu nama muncul dan samar-samar ada sekelebat wajah yang mirip dengan cowok itu.

OHMYGOD!!! WHAT THE FREAKING CUTE AND GORGEOUS HE IS NOW!!!”  Tanpa sadar aku memekik girang sambil mesem-mesem sendiri.

Dia...Luhan? Teman satu sekolahku saat SMP yang ..itu?


Beruntung Manse menandai wajah-wajah di foto itu ke akun mereka masing-masing. Aku langsung mengunjungi akun ‘LHN_XI’ yang muncul di atas kepala cowok itu. Akunnya tidak dikunci, membantuku untuk melanjutkan penyelidikan.


Foto profilnya adalah gambar salah satu karakter anime ‘One Piece’ bernama Luffy atau siapalah aku tidak begitu hafal. Jumlah unggahannya sekitar dua puluhan dan jumlah pengikutnya lumayan banyak. Lima ratus sekian.


Unggahan pertamanya langsung menyita perhatianku. Luhan sedang duduk di sebuah kafe dan fotonya diambil dengan mode candid atau pura-pura candid. Dia terlihat sangat keren dengan rambut yang jatuh menutupi dahinya serta kedua tangan terulur untuk menangkup sebuah cangkir.


Penyelidikanku tidak berhenti sampai di sana, aku benar-benar mengecek semua foto unggahannya. Semua fotonya menegaskan kalau Luhan bertumbuh menjadi remaja cowok yang mempesona. Coba aku ingat-ingat bagaimana wajahnya saat SMP dulu, kemudian membandingkan dengan wajahnya sekarang. 


Aku mendecak iri. Pubertas membuat dirinya bertransformasi menjadi kupu-kupu. Padahal dulu seingatku tubuhnya pendek dan kecil. Wajahnya berminyak dan ditumbuhi lumayan banyak jerawat. Sekarang lihatlah betapa menariknya Luhan sekarang. 


Wajahnya kelihatan normal, mungkin persediaan minyak di sana sudah dia kendalikan dengan baik. Kulit wajahnya juga jadi lebih mulus, walau masih terlihat satu-dua jerawat (yang sangat wajar ditemukan pada seorang remaja seumuranku). Pokoknya dia terlihat lebih cerah dan bersinar, apalagi dengan senyum tipisnya itu. Dia juga bertumbuh lebih tinggi dengan sepasang kaki yang agak berotot yang jenjang dan kedua lengan langsing namun kuat, kelihatan dari urat-urat yang menonjol di sepanjang tangannya.


“Coba kalian lihat ini!” 
Aku mendongak ke atas kubikel, menyita perhatian trio tukang khayal yang sedang cekikan menatap sesuatu di layar laptop Hara. Mereka mengalihkan perhatian ke arahku dan tak segan menunjukkan wajah ‘mau apa kau?’ kepadaku.  Aku mengangsurkan layar ponselku ke arah mereka.


“Dia..” suara Hara terhenti di udara. Dia menatapku dengan mata membulat yang langsung kutanggapi dengan anggukan.
“Luhan. Teman kita di SMP! Bagaimana ya dia bisa jadi ganteng begini!” kataku histeris.
Cheonsa sudah duduk santai menyandarkan punggungnya, sementara Sora mengambil alih ponselku.


“Dia jadi banyak berubah. Tapi jadi lebih bagus sih!” kataku masih histeris. Hara hanya mengangguk, Cheonsa menenggak air di botol minumnya, dan Sora masih mengamati layar ponselku.
“Ya, rambutnya jadi lebih bagus. Gaya berpakaiannya juga bikin dia tampak lebih keren,” komentar Sora sambil mengembalikan ponselku.


“Mukanya juga sudah tidak mirip tempat pengeboran minyak. Dulu kan berminyak sekali.” Bisa tebak siapa yang barusan melontarkan komentar sejahat itu?
Yah, Jung Cheonsa. Siapa lagi memangnya?


Aku mengabaikan komentar jahatnya, kemudian mengatakan sesuatu yang membuat ketiga orang itu terkejut.


“Kayaknya seru kalau aku mendekati Luhan. Kebetulan teman di tempat bimbel kenal dengan Luhan. Aku bisa basa-basi kan?”
Mereka menghujaniku dengan geraman tidak setuju, delikan mata kesal, dan omelan yang tidak begitu jelas.


“Cuma karena dia berubah jadi lebih keren?” Suara Sora meninggi, lalu menambahkan, “Buat apa?”
“Kenalan. Apa lagi? Kalau cukup beruntung kami bisa pacaran. Kan lumayan bisa punya pacar keren.”
“Kau langsung suka padanya hanya karena lihat fotonya?” Hara mendecak.
Aku mengangguk sambil tersenyum menang. “Ya. Kira-kira begitulah.”
Kemudian trio tukang khayal itu mendenguskan napas secara serempak.


“Terus bagaimana nasib hubungan asmara virtualmu dengan Wonwoo?”  Sora mulai memberondongku dengan pertanyaan.
“Itu bisa diatur. Pokoknya aku mau melepaskan rasa penasaranku. Cuma main-main aja, kok.”
WHATTTT!!!” pekik Sora.


Hara hanya menggeleng dengan tabah, sudah menyerah untuk mengubah sikapku yang suka main-main dengan cowok.

“Kurasa kita harus mendukung Chaerin kalau dia memang mau mendekati Luhan.”


Hening.

Aku sendiri tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar, terlebih mendengarnya keluar dari mulut Cheonsa.


Kemana perginya gadis bermulut jahat yang tidak pernah kehabisan kata untuk mencelaku?

Hara bergerak gelisah di tempatnya, dia memelototi Cheonsa seolah gadis itu baru saja mengatakan bentuk bumi trapesium.
“Sepertinya bakal seru kalau itu terjadi.” Cheonsa membujuk Hara.
“Kau gila ya?” kata Hara.
“Memang bakal seru banget, Lee Hara. Aku sudah tidak sabar mau lihat reaksi Junhoe saat tahu sahabatnya didekati Chaerin. Cowok itu kan anti banget sama Chaerin.” 


Lampu di kepalaku langsung menyala dengan terang. Kenapa aku bisa melupakan fakta kalau Luhan itu bersahabat dengan Junhoe, cowok yang paling membenciku di sekolah? Gara-gara Junhoe si cowok yang berpikir dirinya terlalu keren untuk orang seperti diriku, aku kerap menjadi bahan cemoohan di antara cowok maupun cewek di kelompoknya.


Yah, bagaimana bisa aku lupa bagaimana kelamnya masa SMP-ku karena delikan dan sorot mata dari anak-anak populer yang berpikir aku sangat menjijikkan?  


“Benar juga ya!” kata Sora sepakat dengan senyum senang terulas di wajah, Hara pun ikut terkekeh.


“Ayo Chaerin. Lakukan saja. Kami akan mendukungmu kok. Atau mau kami bantu sekalian supaya acara pendekatanmu berjalan lebih cepat?”


Aku mendengus dan menatap tajam Jung Cheonsa yang menatapku dengan tatapan pura-pura baiknya itu. Ugh, ternyata sekali bermulut jahat akan tetap bermulut jahat.


Aku kembali menatap wajah Luhan yang sedang tersenyum ramah, di foto itu dia mengenakan seragam SMA-nya. Dia berdiri di sebelah gurunya yang sedang memegang kue dengan lilin yang sudah mati. Di bawah foto tertulis: Selamat Ulang Tahun Park Joo seosaengnim. Semoga sehat selalu dan diberi kesabaran untuk menghadapi kami. Tertanda, Luhan, ketua kelas yang selalu siap membantu.


Dari semua fotonya tidak ada tanda-tanda bahwa Luhan sama seperti Junhoe yang angkuh dan suka merendahkan orang lain. Aku juga tidak bisa menghakiminya, karena waktu SMP kami bahkan tidak pernah satu kelas. Aku tidak mengenalnya secara langsung, tidak tahu bagaimana sifat aslinya atau reaksinya terhadap diriku.


Namun bersikap waspada jauh lebih baik daripada aku harus menerima delikan atau penilaian mencemooh yang membuatku merasa rendah diri. Lagi.


Foto-foto unggahannya memang tidak menyiratkan apapun tentang sosok sombong dan angkuh. Justru Luhan punya citra ketua kelas yang baik, teman yang asyik, dan murid yang cukup dekat dengan gurunya. Namun kenyataannya apa yang kita lihat di instagram tidak selamanya benar.


Kenyataannya bisa saja tidak sesempurna yang terlihat di foto dan tidak sebaik yang tersurat lewat keterangan di bawah foto.


Akhirnya aku memutuskan untuk menyingkirkan rencanaku jauh-jauh. Baiklah, aku akan fokus saja dengan hubungan asmara virtualku dengan Wonwoo.



Secepat aku menyukaimu, secepat itu pula aku melespakanmu. Bye Luhan.




END

Comments

Popular Posts