#8 Day One - Produce 45
Cast :
Joshua Hong ~ Nam Chaerin
Genre :
Romance (AU - Alternate Universe)
o O O O o
Ini adalah kisahku yang lainnya yang terjadi dalam kurun
waktu 22 tahun ini. Saat itu aku hanyalah seorang siswi yang baru menginjakkan
kaki di tingkat menengah pertama. Menghadapi hari baru dan status baru membuat
hormon adrenalinku meningkat pesat. Aku bahkan bangun sangat lebih awal dari
biasanya. Seperti sudah diprogramkan, aku langsung meninggalkan ranjang menuju
kamar mandi dan membersihkan diri.
Tidak butuh waktu yang lama untuk membersihkan dan
memberikan rasa segar untuk tubuhku. Selama kurang lebih sepuluh menit aku
menghabiskan waktuku di dalam kamar mandi. Setelahnya aku segera kembali ke
kamar. Mengenakan seragam yang tergantung di depan lemari dan mematut diri di
depan cermin.
Bukan bermaksud berlebihan, tetapi aku hanya ingin
memastikan sekali lagi bahwa tidak ada kesalahan dari pakaianku. Tidak hanya
itu saja, aku juga memeriksa kembali semua perlengkapan di dalam tas demi
memastikan tidak ada yang tertinggal atau aku salah membawa. Semua itu ku
lakukan untuk menghindari kejadian buruk di hari pertama ku.
Oh oke.. aku baru menjadi siswi kelas 1 dan tidak mungkin
aku melakukan kesalahan di hari pertama. Tidak, aku tidak mau! Kalian tahukan
kalau menjadi siswa kelas 1 pasti akan melewati masa orientasi bersama dengan
seniormu. Karena itulah aku tidak ingin melakukan kesalahan. Aku tidak ingin
para senior itu mengenalku karena kesalahan kecil yang kemudian berubah menjadi
lelucon untuk mereka. Tidak! Aku tidak ingin hal itu terjadi.
Sungguh memalukan!
Aku menyahut saat mendengar pintu kamarku di ketuk dari
luar. Aku tahu pasti yang mengetuk itu adalah Ayahku. Karena Ayah yang akan
mengantar ku pagi ini seperti janjinya semalam.
Segera ku pakai tas punggungku dan bergerak menuju pintu
untuk membukanya.
āApakah sudah siap?ā
Aku mengangguk. Kemudian dengan berjalan lebih dulu, Ayah
meninggalkan ku keluar untuk segera menghidupkan mesin motornya.
* *
* *
Kami sampai 20 puluh menit sebelum upacara bendera
dilakukan. Sudah ku bilang kan kalau aku tidak ingin hari pertama ku berantakan
dan orang-orang akan mengenalku karena kebodohan yang bisa aku hindari. Karena
itulah aku memaksa Ayah untuk berangkat sangat lebih awal demi menghindari
kebodohan itu.
Aku sampai saat masih sedikit siswa yang datang. Bahkan
jumlah siswa kelas 1 yang datang masih dapat ku hitung dengan jari. Namun
berbeda dengan senior yang memiliki kemungkinan besar untuk melakukan
orientasi. Mereka terlihat telah memenuhi lapangan sekolah dengan mengenakan
celana hitam serta dasi dengan warna senada.
Sejujurnya aku ingin melihat bagaimana tampang para senior
itu. Namun sulit untuk ku karena mereka tengah berkumpul dengan membentuk
lingkaran, seperti enggan orang lain tahu apa yang tengah mereka bicarakan.
Karena itu aku lebih memilih untuk mencari kelasku dengan melihat setiap kertas
yang tertempel di depan kaca.
Kaki ini terus ku ayunkan hingga berhenti di kelas terakhir
yang belum ku datangi. 7.1. Sepertinya ini adalah kelasku, karena sejak tadi
aku tidak menemukan nama ku dimana pun. Tidak ingin membuang banyak waktu, aku
segera melihat kerta yang berada di kaca. Tanganku terulur dan jariku bergerak
menyusuri deretan nama yang tertulis di sana. Hingga akhirnya aku menghembuskan
napas lega begitu ku temukan namaku ada di antara nama-nama lainnya. Aku
berangsur mundur dari kerumunan siswa lain yang juga tengah mengecek nama
mereka dan bergegas memasuki kelas yang tentunya masih sepi.
Mataku mengedar mencari tempat yang tepat untuk menghabiskan
waktuku selama di sekolah. Semuanya terlihat sama saja. Tidak ada yang berbeda
antara meja satu dengan yang lain. Tapi tetap saja, aku perlu memilih tempat
yang paling terbaik agar hari-hariku ke depan ikut menjadi baik. Akhirnya meja
yang berada pada baris dan kolom ketiga menjadi pilihanku.
Segera ku langkahkan kaki ini menuju meja itu. Lantas
menarik kursinya mundur sebelum mendudukan tubuhku di sana.
Aku baru saja duduk dan meletakkan tas yang sedari tadi ku
gendong ke atas meja saat tiba-tiba saja tiga orang anak laki-laki masuk ke
dalam. Oh Tuhan.. mereka tampan. Tidak, bukan ketiganya. Tetapi 2 dari 3 anak
laki-laki yang ku yakini adalah teman sekelasku itu yang ku maksud.
Atensiku tidak dapat lepas dari keduanya, bahkan hingga
mereka telah duduk di meja masing-masing. Aku masih terus melihat ke arah
mereka sampai tiba-tiba salah satu dari 2 anak laki-laki yang ku maksud menoleh
ke arahku.
Malu?
Tentu. Karena itu aku langsung memutar kepalaku dan
menundukkannya berharap dia tidak menyadari bahwa sedari tadi aku memperhatikan
mereka.
* *
* *
Seperti yang telah diberitahuan bahwa setelah jam makan siang
sudah tidak ada lagi agenda di dalam kelas. Kami para siswa kelas 1 ditugaskan
untuk menemui para senior yang memakai dasi hitam dan meminta tanda tangan
mereka. Tanpa rasa keberatan aku melakukan hal itu. Maklumi saja karena aku
baru mengalami fase ini, orientasi. Jadi apa yang para senior katakan adalah
sebuah perintah yang jika tidak dilakukan akan membawa mu ke neraka dan kamu
akan berakhir di surga jika melakukannya.
Aku msih berkeliling. Mencari-cari kemungkinan senior yang
bisa ku mintai tanda tangan. Sejauh ini aku sudah mengumpulkan 10 dari 35 tanda
tangan. Jadi aku tidak perlu bekerja terlalu keras karena masih ada 2 hari
tersisa untuk mengumpulkannya. Namun aku harus tetap mencari dan meminta tanda
tangan mereka hari ini untuk mencegah kegagalan pada hari terakhir.
Dari posisiku, aku melihat dua orang siswi yang sepertinya
akan meminta tanda tangan pada seorang senior laki-laki yang tengah dikerumuni
oleh banyak siswi perempuan. Keduanya terlihat ingin dan tidak, terlebih saat
melihat kerumunan di depannya. Melihat itu aku bergegas menghampiri mereka.
āHai..ā Sapaku.
Kedua siswi itu menoleh dan membalas dengan tersenyum.
āAku Chaerin.. kalian siapa?ā
āAku Hara.ā Balas siswi yang menenteng buku orientasinya
dengan malas.
āKim Minzy.ā Itu suara siswi yang memeluk bukunya seakan
buku itu adalah harta yang paling berharga.
āKalian ingin meminta tanda tangan Senior Jimin?ā
Hara mengangguk kemudian menghela berat. āTapi terlalu
ramai. Aku malas berdesak-desakan hanya untuk sebuah tanda tangan.ā
Aku menganggukkan kepala membenarkan apa yang dikatakan
gadis ini.
Kami bertiga diam. Mata kami tetap memerhatikan kerumunan
yang berada 10 langkah di depan. Menunggu. Ya.. lebih tepatnya kami tengah
menunggu para siswi-siswi yang semakin melengkingkan suaranya untuk pergi
meninggalkan laki-laki itu.
āJika bukan karena permintaan senior Soobin, aku tidak ingin
menunggu di sini. Membuang waktu saja.ā Desisi Hara tertahan.
Sungguh, gadis ini begitu frontal. Tapi aku menyukainya. Itu
berarti dia tidak bermuka dua.
āSudah.. ayo kita temui dia.ā Ajak ku begitu kerumunan siswi
dengan suara seperti tikus terjepit itu telah pergi.
Jimin, Park Jimin. Ia mengangkat kepalanya dan tersenyum
begitu melihat kami datang menghampirinya. āSiapa nama kalian?ā Tanyanya
sembari meletakkan salah satu kakinya di atas kaki lain.
Kami memperkenalkan diri kami. Mulai dari nama, kelas,
hingga asal sekolah kami. Ugh.. rasanya lelah jika setiap kali meminta tanda
tangan harus mengatakan kalimat yang sama terus-menerus. Setelah menyelesaikan kalimat
itu, kami secara bergantian memberikan buku ajaib itu kepada Park Jimin.
āAku akan memberikan tanda tangan, tetapi kalian harus cari
dan ajak Joshua Hong ke sini.ā
Kami bertiga mengangguk, kemudian segera melangkah pergi
dari hadapannya.
āUgh.. siapa itu Joshua Hong? Aku tidak tahu.ā Itu Hara,
gadis frontal yang lagi-lagi menyampaikan isi pikirannya tanpa dipikir dua
kali.
āAku tahu. Tetapi aku tidak tahu cara mengajaknya.ā Balasku.
Hara menoleh dan kemudian senyum tipisnya terukir. āAku
punya ide. Kamu tinggal tunjuk saja yang mana orangnya dan sisanya ikuti saja
aku.ā
Kami mengangguk. Lantas bergegas menuju ke tepi lapangan
dimana pohon bunga seputu tumbuh.
āItu orangnya.ā Ujarku dengan menunjuk seorang laki-laki dengan
rambut hitam legamnya yang tengah tertawa dengan beberapa temannya yang
ditonton oleh beberapa siswa yang sepertinya tengah meminta tanda tangan pada
mereka.
Hara mengangguk dan sejurus dengan itu kakinya kembali
merajut langkah hingga tepat berdiri di samping laki-laki bernama Joshua Hong.
Ya Tuhan... melihat senior Joshua sedekat ini entah mengapa
membuat jantungku berdetak cepat. Aku bahkan tidak dapat mengalihkan
pandanganku barang sebentar saja. Seperti tersihir oleh wajahnya yang kokoh dan
senyum kecil yang menghiasi.
āMaaf.. senior Joshua, kami diminta untuk menyampaikan bahwa
senior Jimin mencari dan ingin bertemu dengan senior.ā Itu suara Hara, lagi.
Aku lantas menoleh dengan bingung. Anak ini? Apa yang baru saja dikatakannya?
āOh.. dimana dia?ā Belum lama aku menatap Hara, suara berat
itu mengalun ke dalam gendang telingaku. Membuat aku seketika kembali
menghadirkan seluruh atensiku untuknya.
āDi sana, senior.ā Hara menunjuk tempat dimana Jimin tengah
duduk.
Ia terlihat mengangguk dan berbisik pada temannya. Kemudian
ia berdiri dan melangkah menuju tempat yang ditunjukkan oleh Hara.
Sesampainya di hadapan Jimin, aku mulai merasa gelisah. Aku
takut jika kami akan mendapatkan hukuman karena telah membohongi seorang
senior. Namun pikiran itu seperti menguap begitu saja saat melihat reaksi Jimin
dan juga Joshua. Rasanya aku ingin mengumpat tetapi dengan sekuat tenaga aku
menahannya.
āAda apa?ā
āTidak.ā Balas Jimin. Ia terlihat masih sibuk membubuhkan
tanda tangan pada buku kami.
āLalu kenapa kau mencari ku?ā
Jimin menutup buku terakhir sebelum menghadiahi Joshua
dengan atensinya.
āAku tidak mencari mu, aku tadi...ā Jimin melirik ke arah
kami. Oh.. tamat sudah!
āMaaf senior, tadi senior Jimin meminta kami untuk mengajak
senior ke mari. Ku kira karena senior Jimin ingin mengatakan sesuatu.ā
Lagi-lagi suara Hara yang terdengar santai kembali mengalun dengan lancarnya ke
dalam telingaku.
Aku melirik takut-takut pada Joshua yang berdiri di samping
senior Jimin. Kemudian aku melihat kepalanya mengangguk. Dan tak lama senyum
tipisnya terukir.
āOh jadi kalian menjalankan misi. Baiklah kalau seperti
itu.ā Kemudian ia duduk di samping Jimin.
Hara segera mengambil buku kami dan berucap, āTerima kasih.ā
Ia membungkuk singkat. Aku dan Minzy mengikutinya sebelum menyusul Hara yang
telah pergi menjauh.
Setelah beberapa langkah, akhirnya aku bisa menghembuskan
napasku yang sedari tadi aku tahan. Rasanya seperti baru turun dari wahana roller coaster. Begitu menegangkan dan
menakutkan. Tapi mengingat senyum Joshua saat ia mengetahui maksud kami,
membuat perasaan deg-degan itu menghilang. Dan malah membuat aku merasakan
jantungku yang berdetak cepat karena senyum tipis tetapi terasa sangat manis
itu.
* *
* *
6 bulan sudah aku menjalani kehidupan ku sebagai siswa kelas
1 di sekolah ini. Pasang-surut masa transisi pun telah berhasil ku lalui. Mulai
dari membiasakan diri dengan sistem sekolah yang baru, mata pelajaran yang
lebih banyak, jam pulang yang tentunya lebih lama, serta kehidupan
senior-junior yang tidak akan pernah ada habisnya. Semua berhasil ku lalui
dengan baik hingga menciptakan keahlian, tanpa ku sadari.
Keahlian yang membuat ku terkadang tersenyum pada layar
ponsel dan kemudian melemparkan benda tidak berdosa itu ke atas ranjang. Tidak sampai
di situ saja, setelah meleparnya ku pastikan aku akan menggerakan kakiku secara
brutal hingga selimutku terjatuh atau bahkan bantal dan gulingku. Lalu mataku
akan terpejam dan kepalaku menggeleng barbar.
Gila!
Iya, aku mengakuinya tetapi tidak bisa untuk
menghentikannya.
Semenjak hari pertama masa orientasi, aku sangat berusaha
untuk bisa mengetahui segala hal mengenai seorang Joshua Hong. Semuanya, apa
pun itu. Karena keiinginan itu aku berusaha mencaritahu segala hal mengenai
dirinya melalui sosial media. Sampai akhirnya aku sadar bahwa aku telah
berhasil menjadi seorang stalker
sejati karena bisa mendapatkan informasi dengan sangat apik tanpa ada yang
mengetahuinya.
Bangga?
Tentu saja. Tidak mungkin aku tidak merasakannya karena
keahlian itu telah semakin berhasil menumbuhkan perasaan suka ah tidak, kagum
ah mungkin suka, oke apa pun itu, perasaan berbunga-bunga yang kurasaksan pada
Joshua. Membuat aku ingin terus melihatnya. Bahkan aku rela untuk mengikuti
ekstrakulikuler basket seperti dirinya. Walau sejujurnya aku lelah karena
jadwal latihan yang dilakukan di hari senin sore. Ugh.. pagi hari upacara,
kemudian pelajaran matematika, dan yah.. sorenya aku harus berlatih basket.
Sangat sempurna!
Tetapi mau bagaimana lagi, hasrat untuk bisa bertemu
dengannya terlalu besar. Membuat seakan lelah tidak menjadi masalah asalkan aku
bisa melihat wajahnya.
Apakah memalukan?
Berlebihan?
Tapi ku pikir tidak. Karena seorang Joshua Hong sepertinya
pantas mendapatkan perlakuan seperti itu dari ku. Dia tampan, bertubuh tinggi
dan tegap, baik, memiliki jiwa humor yang tidak buruk, pintar, dan jangan
lupakan kemampuan bahasa inggrisnya yang berhasil membuatku semakin terkesima
begitu mendengar dirinya menyampaikan pidato saat upacara bendera.
Sayang... walau keahlian baru ku membuat aku merasa sangat
dekat dengannya ākarena aku mengetahui banyak hal dari kegiatan stalking kuā, tetapi ia tetap tidak
menyadari kehadiran ku secara sepenuhnya di sekolah. Bahkan mungkin saja ia
hanya mengetahui aku sebagai salah satu junironya tanpa tahu namaku. Entahlah..
rasanya aku ingin.......
Tidak. Aku tidak ingin berhenti! Aku merasa menjadi stalker seorang Joshua Hong bisa menghadirkan
banyak kebahagiaan tersendiri. Jadi walaupun ada perasaan aneh yang mengganjal
karena hal itu, aku tidak memedulikannya. Yang terpenting adalah perasaan
bahagia dan senang yang ku rasakan bukan? Jadi, melakukan kegiatan stalking selama itu belum dilarang hukum
bukanlah hal yang buruk bukan?
Tolong jangan katakan tidak pada ku! Katakan saja iya untuk
seorang Nam Chaerin yang selalu dan akan sangat mudahnya untuk menaruh perasaan
suka atau kagum atau berbunga-bunga pada seseorang yang bahkan kemungkinan
untuk menyadari eksistensimu di dunia ini tidaklah besar. Karena itu berarti
kalian telah membantu ku untuk bisa merasakan yang namanya perasaan bahagia.
E . N . D
ź°ģ¬ķ©ėė¤ ^^
Comments
Post a Comment