Underground








Mobil sport berwarna hitam itu melaju cepat membelah jalan raya utama. Langit yang gelap tidak menghalangi pengendara kendaraan super cepat itu untuk berhenti dari aktivitasnya mengemudikan kendaraannya. Sang pengendara begitu fokus pada jalanan di depannya untuk memastikan bahwa ia bisa melewati lampu lalu lintas sebelum berwarna merah. Sementara penumpang di belakang sibuk mengotak-atik perangkat komputernya yang menunjukkan tanda merah yang berkedap-kedip.



“Jungkook, ayo lebih cepat lagi! Kita sudah tidak ada waktu.” Perintah sang pemilik komputer yang masih tetap fokus pada peralatannya.



Pria di balik kemudi itu mengangguk. Kakinya lantas menginjak pedal gas semakin dalam hingga membuat mobil yang ia kendarai melaju semakin kencang. Sangat kencang sampai akhirnya ia berhasil membawa mobil yang ia kendarai dan 1 mobil di belakang melewati lampu lalu lintas tepat sebelum warna lampu tersebut berubah merah.



Pria itu bersorak senang sebelum kembali fokus pada jalan di depannya.



2 mobil sport berwarna hitam dan abu-abu itu terus melaju menembus gelapnya malam yang semakin larut. Semakin malam maka semakin cepat mobil itu melaju. Pengendara kedua mobil dan orang-orang  yang berada di dalamnya seperti tidak memedulikan waktu. Mereka tidak peduli bahwa saat itu seharusnya mereka pergi beristirahat setelah melakukan banyak aktivitas di pagi hari.



Emosi yang tersulut bercampur hasrat yang begitu membaralah penyebab kenapa mereka akhirnya berada di tengah jalan yang sudah sepi dengan ditemani masing-masing dari mereka dan berbagai peralatan yang tak lazim. Keiinginan yang timbul karena tindak kecurangan yang dilakukan oleh lawan mereka hingga menyebabkan kerugian yang besar untuk salah seorang dari mereka. Awalnya mereka tidak terlalu memedulikan sosok lawan yang kini telah berubah menjadi target utama. Namun perbuatan yang baru saja sang target lakukan membuat 2 orang dari penghuni 2 mobil itu marah. Ia merasa dicurangi dan diremehkan.



Tindak kecurangan dan meremehkan orang lain tidak dapat diampuni, begitulah yang mereka pikirkan. Karena itu, mereka memutuskan untuk melancarkan aksi mereka malam itu juga. Aksi yang selalu menimbulkan rasa sangat puas setiap kali mereka telah selesai melakukannya.



“Kita sudah sampai.” Jungkook berucap. Pria itu menghentikan mobilnya di depan rumah besar berpagar hitam dengan kondisi seluruh lampu mobil telah mati.



Penghuni mobil itu mengangguk. Kemudian mengambil segala perlengkapan mereka dan meninggalkan mobil. Begitu pun dengan penghuni mobil sport abu-abu yang mengikuti di belakang. 3 orang pria dengan masker dan topi hitam keluar menghampiri Jungkook dan 3 temannya yang lain.



“Yoongi hyung, kau yang memimpin kali ini!”



Pria berkulit putih pucat dengan masker yang menutupi setengah wajahnya itu mengangguk. Ia kemudian melangkahkan kakinya lebih dulu dan diikuti pria lainnya yang seluruhnya memakai masker dan topi.



Yoongi dengan sangat hati-hati membuka pintu pagar yang tergembok. Sementara salah satu temannya mencoba untuk merusak cctv yang terpasang di sisi kiri pagar. Mereka bekerja dengan begitu cepat seperti sudah sangat paham dengan apa yang dilakukan. Yoongi berhasil membuka pagar tanpa perlu merusak gembok bodoh yang hanya membuang waktunya saja. Sementara temannya yang sibuk dengan cctv juga telah berhasil membuat alat tersebut berhenti beroperasi tanpa perlu menghancurkannya.



Ketujuh pria bermasker itu kemudian melangkah dengan cepat menuju pintu utama. Setiap langkah kaki dilakukan dengan penuh hati-hati untuk menghindari kejadian bodoh sebelum tujuan utama mereka terealisasikan.



“Jimin, buka pintu ini!” Perintah Yoongi yang ikut sibuk memerhatikan sekeliling. Takut-takut ada yang melintas dan menyadari keberadaan mereka.



Pria dengan jaket coklat tua itu bergerak ke depan pintu dengan sebuah alat yang selalui ia gunakan untuk menjalankan aksinya. Perlahan ia menggunakan alat tersebut sampai suara antar besi terdengar dari dalam. Ia lantas kembali berdiri tegak dan dengan hati-hati mendorong pintu putih itu.



“Ayo cepat, kita tidak memiliki banyak waktu!” Ucap pria yang sebelumnya sibuk memainkan komputernya dengan tidak sabaran.



“Tenanglah Kim Taehyung! Kita hanya perlu menemukan keparat itu dan menghabisinya.” Seru pria berlesung pipi yang menghuni mobil sport abu-abu sedikit membentak.



Mereka memasuki rumah besar itu. Melangkahkan kaki masing-masing dengan penuh kehati-hatian. Menyusuri setiap ruangan yang ada untuk menemukan target mereka.



“SIAPA KALIAN?!”



Sontak ketujuh pria itu menoleh begitu suara berat dari sosok yang mereka cari menggema. Yoongi yang sebelumnya berada pada salah satu kamar di lantai bawah segera keluar menghampiri sumber suara. Matanya langsung memicing tajam dan dengan santainya membuka masker dan topi yang menutupi wajahnya.



“Selamat malam Kim Hanbin. Maaf telah mengganggu waktu istirahat mu” Ujarnya dengan salah satu sudut bibir yang tertarik ke atas.



Hanbin terkejut saat tahu siapa dalang yang menerobos masuk ke dalam rumahnya. Ia tidak percaya bahwa Yoongi kini tengah berdiri di hadapannya dengan raut wajah yang tidak pernah pria itu tunjukkan. Biasanya Yoongi hanya memasang wajah dingin dengan tatapannya yang tajam. Bahkan ketika ia mencoba untuk menyulut emosi pria berkulit pucat itu, Yoongi sama sekali tidak tersulut dan malah berlalu meninggalkannya.



Namun malam itu, Yoongi datang dengan diri yang baru. Wajahnya terlihat lebih tampan karena cahaya bulan yang tidak sengaja menerangi wajahnya melalui celah jendela yang tidak tertutup tirai. Selain itu matanya terlihat menyorot semakin tajam dengan senyum yang baru pertama kali dilihatnya.



“Apa yang kalian inginkan?!” Hanbin kembali bertanya. Ia berusaha mengembalikan intonasi suaranya untuk menutupi rasa gugup yang entah kenapa menyergapnya. Padahal sebelumnya dialah yang selalu mencari masalah dengan Yoongi dan Namjoon –sahabat seprofesi Yoongi–.



Senyum Yoongi kian berubah menjadi seriangain. Ia tertawa singkat sebelum menjawab pertanyaan pria yang masih berdiri di anak tangga rumahnya.



“Mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milik kami!” Jawab Yoongi dengan santai tetapi terdengar penuh dengan kebencian.



Yoongi perlahan melangkahkan kakinya mendekati anak tangga pertama. Masih dengan menatap sang pemilik rumah yang mulai terlihat gugup saat mata mereka bertemu.



“Apa maksud mu?!”



“Jangan pura-pura bodoh Kim Hanbin!”



“Aku tidak berpura-pura Kim Namjoon!” Balas Hanbin sengit.



Namjoon mencibir. Ia yang sebelumnya berada beberapa langkah di belakang Yoongi, mulai melangkahkan kakinya hingga berhenti pada anak tangga yang sama dengan Hanbin. Tubuhnya berdiri dengan tegap 2 langkah di samping pria itu.



“Kau yang membakar studio kami dan menyebarkan berita bahwa kami melakukan tindak plagiarisme dan pelecehan seksual pada salah satu staf yang nyatanya kau menyuruh wanita itu untuk berpura-pura! Berhenti memasang topeng busuk mu itu. Aku muak!”



Hanbin tersentak begitu mendengar penuturan Namjoon. Pria itu bahkan tidak sadar melangkah mundur untuk menghindari tatapan mengintimidasi yang Namjoon arahkan kepadanya.



“Si-Siapa..”



“Kaki tangan mu, Chanwoo. Tapi tenang saja, sebelum kau menghabisi pria kecil itu kami telah lebih dulu melakukannya untuk mu. Karena tugas mu bukanlah menghabisi Chanwoo yang telah berkata jujur, tetapi untuk mengembalikan apa yang telah kau rebut, KIM HANBIN!”



Setelah Yoongi menyelesaikan kalimatnya, ia dan teman-temannya mengarahkan senjata api yang mereka bawa kepada Hanbin. Senjata yang sudah ditarik pelatuknya dan siap untuk digunakan.



“Te-Tenang.. ki-kita bisa bicarakan semua-”



“Sudah terlambat Kim Hanbin. Seharusnya kau lakukan itu sebelum memutuskan untuk melakukan ide bodoh mu itu!” Potong Yoongi.



“Hoseok persiapkan semuanya.” Perintahnya kemudian.



Hoseok menyimpan kembali senjatanya dan mengeluarkan sebuah map berisikan beberapa kertas kemudian diletakan di atas meja. Sementara Namjoon, pria itu segera mengunci pergerakan Hanbin dan memaksanya untuk turun menuju sofa dimana telah tergeletak kertas dan bolpoin di atas meja. Tubuhnya yang lebih besar memudahkan Namjoon untuk mendorong kasar Hanbin hingga terhempas ke atas sofa.



“Tanda tangani semuanya!” Perintah Yoongi.



Hanbin mengambil kertas tersebut dan membaca sekilas apa yang tertulis di sana.



“Tidak, aku tidak akan menandatanganinya!”



Yoongi tergelak sinis mendengar jawaban Hanbin. “Ini perintah bukan negosiasi Kim Hanbin!”



Hanbin masih tetap diam. Ia masih tetap enggan untuk menandatangani kertas-kertas yang menyatakan bahwa ialah dalang pelaku pembakaran dan penyebaran berita tidak benar, serta surat kuasa pengalihan seluruh harta yang dimiliki Hanbin menjadi milik Yoongi dan Namjoon sebagai bentuk ganti rugi atas perbuatannya.



Yoongi berdecak. “Jin hyung, ku rasa ini giliran mu.”



Pria tinggi dengan bahu lebar itu tersenyum. Tangannya merogoh saku celana dan mengeluarkan sebuah pisau lipat.



“Setelah ini aku harap kau bisa membedakan yang namanya negosiasi dan perintah, Kim Hanbin!”



Setelah mengatakan hal itu, Jin menggerakkan tangannya yang memegang pisau hingga ke atas permukaan leher Hanbin. Ia menekan sedikit ujung pisau itu di sana dan menariknya hingga membentuk garis lurus yang mengeluarkan cairan kental berwarna merah.



Hanbin mengaduh merasakan rasa sakit yang menyerang lehernya.



“Sekarang tanda tangan sebelum Jin hyung melakukan lebih dari pada sayatan manis itu pada mu.”



Hoseok mendorong sedikit map tersebut ke hadapan Hanbin. “CEPAT!” Bentaknya.



Dengan darah yang terus mengalir dari lehernya, Hanbin meraih bolpoin yang telah disiapkan. Tangannya mulai bergerak membubuhkan tanda tangan pada setiap kertas dengan kolom tanda tangan. Setelah selesai, ia mendorong map tersebut.



Namjoon lantas mengambilnya. Ia melihat seluruh kertas untuk memastikan bahwa Hanbin telah melakukan tugasnya dengan benar. Setelah yakin, ia menatap Yoongi dan mengangguk.



“Bagus.” Yoongi menoleh ke sisi kanannya dan kembali berkata, “Jimin, Jungkook, giliran mu.”



Kedua pria itu mengangguk. Kemudian dengan cepat menarik Hanbin hingga ia berdiri dari duduknya. Keduanya lantas memukuli Hanbin secara bergantian. Hanbin tidak dapat melakukan apa pun. Ia ingin melawan, tetapi tangannya dikunci oleh Jungkook saat Jimin memukulinya dan akan berganti ketika giliran Jungkook datang.



Melihat sang target sudah tidak berdaya, Jimin akhirnya melepaskan kunciannya. Ia membiarkan tubuh lemah Hanbin jatuh merosot dan tergeletak di lantai dengan wajah penuh lebam dan darah di sekujur tubuhnya. Di lain sisi, Jungkook mengeluarkan senjatanya dari balik saku belakang. Pria itu mengarahkannya tepat kearah punggung Hanbin.



“Yoongi hyung, bolehkah aku yang melakukannya?” Pertanyaan tersebut membuat Jungkook menaikkan salah satu alisnya dan menoleh pada pemilik suara.



Yoongi mengangguk. “Tentu. Kau boleh melakukannya, Kim Taehyung.”



Senyum kotaknya muncul begitu ia mendengar jawaban Yoongi. Taehyung lantas bergerak ke sisi Jungkook, mengeluarkan senjatanya, dan mengarahkannya pada Hanbin.



“Tenang, kau tidak akan mati Kim Hanbin. Kami hanya akan membuat mu terluka karena jika kau mati maka itu terlalu mudah untuk mu. Kau harus merasakan terlebih dulu akibat dari perbuatan mu!” Ucap Yoongi saat melihat raut memohon Hanbin dari wajahnya yang penuh luka.



Setelah kalimat panjang Yoongi, tanpa menunggu aba-aba atau perintah, Taehyung langsung menembakkan pelurunya kepada Hanbin. Seketika cairan kental berwarna merah mengalir di lantai melalui perutnya. Jimin menendang tubuh Hanbin pelan untuk memastikan bahwa pria itu sudah kehilangan kesadarannya. Setelah yakin ia menganggukkan kepalanya kepada Yoongi sebagai isyarat bahwa pekerjaannya sudah terselesaikan dengan baik.



“Ayo kita pergi, sebentar lagi polisi akan datang. Aku juga sudah membuat keadaan menjadi seperti tindak pencurian.” Jin berucap. Ia kemudian melangkahkan kakinya pergi terlebih dulu dan akhirnya diikuti oleh keenam temannya.



*  *  *  *



Setelah meninggalkan kediaman Hanbin, Yoongi dan teman-temannya segera pergi menuju tempat rahasia mereka. Bukan sebuah tempat sempit dan pengap yang menggunakan sedikit pencahayaan dan berada di ujung jalan gelap. Tempat rahasia mereka lebih dari sekedar tempat usang karena dibangun di atas tanah di daerah elit yang tentunya jauh dari bayangan tempat rahasia yang kerap muncul di film-film gangster. Tempat rahasia mereka terbilang mewah dengan dilengkapi seperangkat video game, komputer merek ternama, sofa mewah, serta terdapat dapur, kamar mandi, dan 2 buah kamar yang diisi dengan kasur king size.



Yoongi yang menjadi pemimpin untuk aksi tengah malam itu masih memejamkan matanya di atas sofa. Sementara Jin, pria itu telah menghilang di dapur untuk menyiapkan sarapan bagi dirinya dan teman-temannya. Sisanya mereka masih berada di alam mimpi yang tersebar di 2 kamar yang ada.



Setelah berkutat cukup lama dengan bahan dan alat memasak, Jin akhirnya selesai dan segera meninggalkan dapur untuk membangunkan teman-temannya. Sasaran pertamanya adalah Yoongi yang masih terpejam dengan tangan kirinya yang menutupi mata. Namun sebelumnya ia sengaja menghidupkan televisi dan mencari saluran berita untuk memastikan pekerjaannya.



“Yoongi bangun!”



Pria berkulit pucat itu menggeliat dan mengerang. Namun matanya tetap terpejam dan enggan untuk beranjak dari tidurnya.



“Cepat bangun dan lihat berita yang ada!” Jin kembali memerintahkan.



Yoongi yang merasa terusik akhirnya menyerah. Matanya mengerjap pelan untuk menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk ke retina. Setelah merasa terbiasa, ia baru membenarkan posisi duduknya dengan bersandar di sofa.



“Jadi beritanya sudah tersebar?”



Jin mengangguk. “Tidak ada yang sulit bagi ku, Min Yoongi.” Ucapnya berbangga diri.



“Sarapan mu ada di meja, aku akan membangunkan yang lain.”



Yoongi mengangguk dan mengambil piring makannya sambil tersenyum senang dengan apa yang tengah diberitakan oleh pembaca berita. Tidak lama, Jin kembali dan diikuti oleh teman-temannya yang masih terlihat lelah akibat kegiatan malam mereka.



“Namjoon, setelah ini kita harus pergi menemui pengacara untuk menyelesaikan semuanya. Aku juga akan meminta sekertaris mempersiapkan konferensi pers untuk menanggapi masalah ini.”



Namjoon mengangguk sembari mengunyah roti isi yang telah Jin buat.



“Jadi apa yang Jin hyung lakukan untuk misi kali ini?” Jungkook yang baru bergabung dan tidak sempat melihat berita akhirnya bertanya setelah menempatkan tubuhnya di atas sofa.



Jin baru saja kembali dari dapur dengan segelas kopi dan kemudian mendengar namanya disebut, dengan bangganya berdiri tepat di depan para temannya yang secara tidak langsung menghalangi televisi yang tengah mereka tonton.



“Mengacak ruang kerjanya, meninggalkan bekas goresan di pintu berangkas, mengacak kamarnya terutama lemari pakaian, membuka seluruh laci, memecahkan beberapa guci, vas, dan alat makan, menghamburkan berkas-berkas di atas meja, mengambil beberapa barang berharga miliknya dan kemudian menyumbangkannya di depan sebuah panti asuhan.”



Jungkook menepukkan tangannya. “Kau hebat hyung!”



Jin membungkuk mendengar pujian pria muda itu. Ia lantas kembali menempati sisi sofa yang kosong.



“Lalu apa yang akan kalian lakukan setelah ini?” Yoongi yang baru saja menyelesaikan sarapan kembali membuka suaranya.



“Pulang untuk beristirahat sejenak karena siang nanti aku harus berlatih dengan anggota orkestra lainnya.” Jawab Taehyung masih dengan roti yang belum tertelan seluruhnya.



Jungkook menegak air di dalam botol mineral miliknya sebelum menjawab, “Aku dan Jin hyung akan ke cafe dan resto untuk melakukan monitoring bulanan.”



“Aku terlalu lelah, jadi sepertinya aku akan pulang dan beristirahat. Lagi pula hari ini aku tidak ada jadwal mengajar.” Jawab Hoseok.



“Jimin..” Panggil Jin saat melihat Jimin yang hanya diam dengan dahi yang sedikit mengerut.



Jimin yang merasa terpanggil kemudian menatap Jin dan teman-temannya bergantian.



“Aku akan ke kantor karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan, setelahnya Ayah meminta ku untuk pergi makan siang bersama.”



“Makan siang bersama?” Ulang Taehyung mencoba memastikan bahwa ia tidak salah mendengar dan Jimin tidak salah berucap.



Jimin mengangguk.



“Aneh..” Balas Taehyung singkat dan kembali memakan sarapannya.



“Tumben sekali Paman Park mengajak makan siang bersama.” Timpal Jungkook.



Jimin hanya mengendikkan bahunya. Ia sendiri juga merasa aneh dan bingung. Kenapa sang Ayah mengajaknya makan siang bersama. Padahal Ayahnya itu adalah pemimpin perusahaan yang sibuk dan selalu menghabiskan waktu makan siang bersama klien atau koleganya.



“Baiklah kalau begitu, setelah ini kita akan kembali ke aktivitas masing-masing. Selamat beraktivitas dan jangan lupa untuk memberikan kabar jika ada misi baru.” Ujar Namjoon mengisyaratkan bahwa pertemuan mereka pagi itu akan segera berakhir.



Walaupun misi balas dendam terhadap Kim Hanbin telah berakhir, bukan berarti mereka tidak akan bertemu kembali. Mereka –Jin, Yoongi, Hoseok, Namjoon, Jimin, Taehyung, Jungkook– tetap akan bertemu sebagai orang berbeda yang memiliki kehidupan sangat layak. Mereka akan tetap datang ke tempat rahasia untuk bermain atau berbincang, baik tanpa misi atau ada misi baru yang akan mereka jalankan. Mereka juga akan menghabiskan waktu bersama di luar baik untuk makan, menyesap secangkir kopi, atau hanya berbincang santai di kantor.



Mereka akan tetap beraktivitas dan bertemu layaknya orang-orang biasa karena itu adalah mereka. Mereka adalah 7 orang pria yang memiliki 2 hidup berbeda. Mereka dilahirkan dari keluarga yang cukup berada. Mereka memiliki pekerjaan yang diakui. Dan itu adalah hidup mereka yang terlihat. Sementara kehidupan lain yang mereka miliki adalah, kehidupan malam untuk menyelesaikan misi yang sejujurnya tidak pernah mereka harapkan. Kehidupan yang tidak terlihat dan dipenuhi dengan bahaya.



 *  *  *  *




Park Jimin


Anak tunggal keluarga Park yang akan mewarisi perusahaan keluarganya. Usianya adalah 24 tahun. Memiliki wajah tampan, tubuh atletis, tatapan mata tajam, dan terkadang matanya akan membentuk eye smile saat tersenyum. Banyak wanita yang menyukainya termaksud para karyawan perempuan di kantornya. Namun tidak ada satu wanita pun yang bertahan lebih dari 3 hari bersama dengannya. Karena Jimin adalah pria dengan sejuta pesona yang hanya ingin bersama dengan wanita tanpa ada ikatan apa pun.




Kim Taehyung


Taehyung adalah anak sulung dari 2 bersaudara dengan background keluarga musisi. Sejak kecil Taehyung sudah dikenalkan dengan dunia musik oleh orang tuanya. Taehyung kecil sangat menyukai alat musik tiup saksofon. Di usianya yang telah menginjak 24 tahun, Taehyung akhirnya bisa menjadi bagian dari tim inti orkestra nasional sebagai saxophonist. Sejak bersekolah musik hingga tergabung dengan tim inti nasional, Taehyung selalu menjadi pusat perhatian kaum hawa. Wajahnya yang tampan dengan senyum kotak membuat Taehyung menjadi primadona di antara teman-teman wanitanya.




Jeon Jungkook – Kim Seok Jin


Jungkook adalah anak bungsu dari keluarga Jeon. Ia memiliki seorang kakak laki-laki yang telah memiliki keluarga. Sejak sekolah tingkat akhir, Jungkook memberanikan dirinya untuk mengambil pekerjaan paruh waktu. Ia melakukan itu bukan karena ekonomi keluarganya yang buruk, tetapi karena ia ingin mencoba suatu hal yang baru. Pekerjaan pertama yang ia lakukan adalah menjadi barista di salah satu kedai kopi dekat sekolahnya. Semenjak saat itu ia mulai jatuh cinta dengan dunia kopi dan di usianya yang terbilang muda yaitu 22 tahun, Jungkook memutuskan untuk membangun kerajaan bisnisnya sendiri yaitu sebuah cafe.



Sementara Jin, pria berusia 27 tahun itu sejak kecil kerap menemani sang Ibu memasak dan mencoba makanan yang baru saja jadi. Kebiasaannya itu menimbulkan rasa suka pada makanan dan tentunya hobi untuk membuat makanan sesuai dengan imajinasinya.



Karena kondisi tersebut, Jungkook dan Jin akhirnya memutuskan untuk mendirikan sebuah cafe dan resto bersama. Dimana Jungkook secara keseluruhan mengelola cafe yang diperuntukan untuk pecinta kopi sementara Jin mengatur resto yang ada. Walau pengelolaan dilakukan secara terpisah, cafe dan resto tersebut merupakan kesatuan dan tetap berada di bawah kendali keduanya yang secara tidak langsung menjadikan Jungkook dan Jin sebagai boss dari tempat tersebut.




Jung Hoseok


Pria berusia 25 tahun itu adalah anak bungsu dari keluarga Jung. Hoseok memiliki seorang kakak perempuan yang kini melanjutkan bisinis keluarganya di bidang fashion. Hoseok sendiri tidak terlalu ikut andil dalam bisnis keluarganya karena ia memiliki mimpi tersendiri. Sejak kecil Hoseok sangat menyukai dunia tari dan bercita-cita untuk menjadi seorang guru tari. Cita-cita Hoseok kecil kini terwujud karena pria Jung itu akhirnya menjadi salah satu guru tari terkenal yang memiliki sekolah tari sendiri.




Min Yoongi – Kim Namjoon


Yoongi memiliki ketertarikan pada dunia musik. Sejak usia 5 tahun ia telah bisa memainkan piano dengan baik. Semakin bertambah usianya, Yoongi semakin menunjukkan ketertarikannya pada musik khususnya dunia produser. Saat menginjak 17 tahun, sudah banyak lagu-lagu yang ia ciptakan bahkan terus bertambah hingga usianya sekarang ini yaitu 26 tahun. Yoongi mendapat dukungan penuh dari keluarganya sekali pun ia merupakan pewaris tunggal dari bisnis keluarga.



Sama dengan Yoongi, Namjoon juga menjadi anak tunggal di keluarganya. Ia dilahirkan dari orang tua yang memiliki pekerjaan yang sangat layak. Sejak kecil Namjoon sudah dibiasakan hidup mandiri oleh kedua orang tuanya. Karena itu Namjoon tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan memiliki jiwa kepemimpinan yang baik. Saat ini usianya telah menginjak 25 tahun dan ia telah berhasil memenuhi rekening tabungannya dengan uang-uang yang ia hasilkan berkat ke-genius­­-annya dalam menciptakan lagu.



Memiliki kemampuan yang sama membuat Yoongi dan Namjoon kemudian bersama mendirikan studio dan menjadi partner kerja. Keduanya kini menjadi produser sekaligus pemilik NY Studio. Sudah banyak kerjasama yang mereka lakukan dengan berbagai artis dan hasilnya selalu melebihi ekspektasi. Hingga akhirnya keduanya menjadi produser yang namanya sangat diperhitungkan di dunia musik.





감사합니다 ^^

Comments

Popular Posts