Vampire Bride - Part 11 (End)
Malam itu, ketika Yuta akhirnya
kembali ke rumah, ia menyembunyikan buku peraturan asosiasi di belakang vas
besar di ruang tamu, lalu masuk lebih ke dalam ke ruang tengah dan menemukan TV
menyala. Ye Eun sedang menonton talk
show tengah malam. Dia tidak menyadari kehadiran Yuta dan mengerjap ngantuk
sambil menarik selimut wol mengelilingi bahunya. Gadis itu baru terkesiap
begitu merasakan bagian sofa di ujung kakinya turun dan melihat Yuta naik
dengan lututnya, merangkak di atas tubuhnya sebelum menjatuhkan diri begitu
saja.
āKe mana saāya ampun, Yuta kau
berat,ā Ye Eun mengeluh dengan suara terjepit, tangannya bergerak mencoba mendorong sang pria dari tubuhnya.
Yuta terpaksa minggir sedikit,
sehingga cuma sebagian tubuhnya saja yang berada di atas Ye Eun. Ia menoleh
pada TV, memandang kosong ke bintang tamunyaāseorang aktris senior dengan
dandanan berlebihan; bajunya terlalu ketat, perhiasannya terlalu banyak,
bibirnya terlalu merah. Dia tertawa keras setiap kali mau menjawab pertanyaan.
āJadi apa kau akan menjawab
pertanyaanku?ā tanya Ye Eun lagi, lebih lembut. Tangannya ada di kepala Yuta,
membelai rambutnya. āKau ke mana? Kenapa tiba-tiba menghilang?ā
āAku ke salon tato,ā jawab Yuta,
tanpa mengalihkan matanya dari TV. Dia tidak bohong. Dia memang langsung ke
sana setelah urusannya di dunia vampir selesai.
āApa?ā Ye Eun terkesiap. Yuta
menoleh menatap wajah terkejut istrinya, sebelum dengan berat hati benar-benar
mengangkat tubuhnya dan beringsut ke posisi duduk.
āAku ke salon tato,ā ulang Yuta,
kali ini dengan suara yang lebih tegas, sembari mengulurkan pergelangan
tangannya. Tanda titik di sana sudah tak terlihat, tertutup dengan inisial
nama.
āS.Y.E,ā gumam Ye Eun, memandang
tato tersebut dan kulit di sekitarnya yang bersemu kemerahan. āKau mencuri
ideku,ā cibirnya. Ia memandang Yuta dengan pandangan mencela dibuat-buat,
sebelum akhirnya meloloskan desah tawa dan tersenyum lembut. Hatinya terasa
hangat. Fakta bahwa inisial namanya cukup berharga untuk diukir di kulit orang
laināterlebih di kulit Yutaāmembuat sesuatu di dadanya meleleh. Ia memandang
tato itu sedikit terlalu lama sebelum mengarahkan pandangannya pada Yuta dan
menariknya ke pelukannya.
**********
Sejak malam itu, semuanya terasa
berbeda. Rasanya jelas sekali kalau Yuta sedang menyembunyikan sesuatu. Dan
setiap kali Ye Eun bertanya, Yuta akan bilang ābukan apa-apaā, kemudian
mengeraskan rahang dan mendiamkannya berjam-jam. Intinya, Yuta tidak suka
ditanya. Jadi, sebesar apa pun rasa penasarannya, Ye Eun mencoba untuk tidak
bertanya.
Selama berhari-hari, Ye Eun
semakin pandai untuk tidak bertanya. Terkadang, Yuta akan memeluk rusuknya
terlalu erat, seolah itu adalah hari terakhir mereka bisa berpelukan.
Terkadang, Yuta akan melamun saat ia sedang bercerita, matanya memandanginya
dengan muram, nyaris mengiba. Terkadang, Yuta bahkan menangis di tengah malam,
melesakkan kepalanya ke bantal dan berusaha tidak bersuara.
Pada sebagian besar malam, Ye Eun
akan berpura-pura tidak tahu. Ia akan meringkuk ke sisi yang lain dan
mendengarkan pria itu berjuang sendiri menahan tangisnya, berpikir Yuta tak
akan senang jika ia memergokinya dalam keadaan setidakberdaya itu. Tapi di
malam yang lain, saat Ye Eun merasa tangisannya terlalu pilu untuk diabaikan,
ia akan merengkuh kepala Yuta dari bantal dan memeluknya. Ye Eun akan menggigit
bibirnya, berusaha tidak menanyakan āsebenarnya kau kenapa?ā atau āada masalah
apa?ā dan menggantinya dengan ucapan penenang sederhana, āsemua akan baik-baik
sajaā, āada aku di siniā sementara Yuta akan menangis di bahunya, sampai pagi,
sampai ia tertidur. Wajahnya akan basah dan pundak Ye Eun juga akan basah. Hati
mereka akan retak. Namun keesokan paginya, mereka akan sama-sama berpura-pura
tidak terjadi apa-apa. Saking takutnya.
**********
Hari-hari berikutnya berlalu tanpa
insiden berarti. Ye Eun akan pergi bekerja atau kuliah di pagi hari dan Yuta
akan menemaninya. Dia akan menunggu sampai gadis itu selesai lalu menikmati
sisa malam mereka dengan jalan-jalan di taman atau cuci mata di mall. Kemudian
mereka akan pulang saat hari sudah larut, berendam dalam air hangat dan pergi
tidur. Begitu seterusnya.
Hingga akhirnya, Yanan dan Edawn
tiba-tiba muncul di ruang tamu mereka pada Selasa malam, menginterupsi permainan
Go Stop mereka yang sedang
seru-serunya. Ye Eun yang tak tahu harus apa akhirnya mencari film di internet
dan menyambungkan laptopnya ke TV. Keempatnya duduk di ruang tengah, menonton
dalam diam.
Edawn berbaring nyaman di sofa
tunggal dengan selimut di sekeliling tubuhnya. Sementara di seberangnya, Yanan duduk
bersedekap dengan wajah tegang, matanya memicing curiga ke sofa yang laināsofa
yang diduduki Ye Eun dan Yutaāalih-alih ke TV. Tak mungkin orang yang tidak
sedang jatuh cinta akan melakukan hal seperti itu; terlalu banyak kontak mata,
terlalu banyak kontak fisik, terlalu banyak senyuman lembut. Yanan beberapa
kali memergoki mereka sedang bergenggaman tanganādan Yuta akan langsung
melepasnya dengan kikuk begitu sadar sedang diperhatikan. Ye Eun juga menciuminya
terlalu sering (lengan, bahu, pipi, dagu, punggung tangan, dan semua yang mampu
dijangkaunya). Gadis itu nyaris tak bisa duduk diam dan menonton tanpa
mengulurkan kepalanya pada Yuta lima menit sekali, menciumnya, lagi dan lagi.
āHahaha, ya ampun kenapa dia
berkilauan begitu?ā Tiba-tiba saja Edawn berteriak dan tertawa terbahak-bahak.
Ye Eun ikut tertawa. Dan saat itu Yanan baru kembali mengarahkan tatapannya
pada TV.
āDan mereka berpikir ada vampir
perempuan,ā sambut Yuta, mendengus tak percaya.
āBenar. Itu konyol sekali.ā Edawn
menyahuti dengan nada yang sama.
Mendengar pembicaraan mereka, Ye
Eun mengerutkan keningnya dan berbisik pada Yuta, āApa yang salah dengan vampir
perempuan?ā
āTidak ada yang namanya vampir
perempuan,ā jawab Yuta tenang.
Kening Ye Eun makin berkerut.
āKenapa?ā tanyanya mendesak.
Yuta sesaat tersadar akan
jawabannya yang mencurigakan, lalu berdeham dan berusaha untuk tidak terlihat
terlalu sok tahu akan kehidupan vampir. āYah, menurutku tidak ada.ā
āKenapa tidak ada? Jangan seksis,
ya! Memangnya cuma laki-laki saja yang boleh keren?ā
āBegitu?ā Yuta menyeringai.
āMenurutmu vampir keren?ā
āTentu saja. Bukankah wajah yang
keren adalah salah satu kelebihan vampir?ā
āYeah.ā Yuta tersenyum makin
lebar. āBenar.ā
Mereka sudah masuk ke pertengahan
film saat Ye Eun membaringkan kepalanya di pangkuan Yuta. Yuta seperti biasa memainkan
rambut sang gadis, sampai Yanan menoleh pada mereka lagi, dan Yuta refleks menarik
tangannya, meletakkannya di sekitar mulutnya sendiri dengan canggung. Yanan
memicing curiga, tapi Yuta pura-pura tak melihat, pura-pura fokus pada TV walau
nyatanya ia tak bisa fokus sama sekali.
Sepuluh menit terlewat dan Yanan akhirnya
tak bisa menahan diri lagi. Dengan gerakan tiba-tiba, ia menyambar remot dan menekan
tombol power-nya, sontak mengundang
teriakan tak terima dari mulut Edawn. āYah! Apa yang kau lakukan! Itu lagi
seru-serunya!ā
Yuta yang mulai kembali larut
dalam film turut mendecakkan lidahnya. Ia berpaling geram pada Yanan dan
seketika saja ekspresi kesalnya melunak. Yanan menatapnya dengan
tajam.
āJadi kapan kau akan melakukan
ritual?ā
Yuta sontak terbelalak. āYanan!ā
tegurnya, mengedikan dagunya ke arah Ye Eun yang berada di pangkuannya.
āDia tidur,ā sahut Yanan bosan.
Yuta menyingkirkan rambut yang
menutupi wajah Ye Eun lalu mendesah. āOke, tapi tetap saja. Jika kau mau bicara
soal ini, biarkan aku memindahkannya ke kamar dulu.ā Yuta menyelipkan tangannya
di belakang leher dan lutut Ye Eun lalu mengangkat tubuhnya seraya berdiri.
āItu jelas sekali.ā
āApa?ā tanya Yuta, menahan
kakinya sebelum melangkah lebih jauh melewati sofa.
āJantungnya sudah berdetak
untukmu,ā balas Yanan. āAku tak mengerti apa lagi yang kau tunggu?ā
Yuta tak mampu menjawab. Jadi ia cuma
memandang Yanan sekilas lalu kembali melanjutkan langkahnya.
āApa kau jatuh cinta padanya?ā cetus
Edawn takut-takut. Yuta bisa merasakan rongga dadanya tersentak. Ia memejamkan
mata kuat-kuat, lantas membuka pintu kamar dengan lututnya.
Ye Eun mengerjap dan bicara
melantur saat Yuta membaringkannya di ranjang.
āMau ke mana?ā gumam Ye Eun
setengah sadar, menarik ujung kaus Yuta sambil menguap.
āAku segera kembali.ā
āSegera.ā
āIya.ā
Yuta Lantas kembali ke ruang TV.
Yanan kelihatan lebih pucat dibanding sebelum ia meninggalkannya, sementara
Edawn sudah mengganti posisi duduknya menjadi lebih serius. Dia memandang Yuta
sebentar sebelum mengulang pertanyaannya dengan lebih takut lagi, āKau jatuh
cinta pada Shin Ye Eun?ā
Yuta tak langsung menjawab. Selama
beberapa saat, ia hanya terdiam sembari meratapi pantulan siluetnya pada layar
TV yang mati. āAku cuma...," Yuta menggerakkan kepalanya asal, "tak mau
lagi membunuh.ā
āTapi kau harus melakukannya
supaya bisa hidup abadi,ā sergah Edawn.
āItu masalahnya.ā
āApa?ā
āMungkin,ā kata Yuta
lambat-lambat, āaku tak tertarik lagi untuk hidup abadi.ā
āApa maksudmu?ā Kali ini Yanan
yang bicara. Wajahnya mengeras bak tanah liat.
āApa yang kurang jelas dari
ucapanku?ā
āYuta, jangan tolol!ā
āAku tidak tolol, maksudku, yeah,
selama ini aku memang selalu berpikir bahwa hidup abadi adalah hal yang paling
kuinginkan di dunia,ā katanya, mendesah, ālalu aku bertemu Shin Ye Eun.ā
āBicara apa kau!ā teriak Yanan.
Suaranya pecah. āYa ampun, jangan konyol. Lebih baik sekarang kau pergi ke
kamarmu. Isap darahnya sampai mati dan ikutlah dengan kami ke dunia vampir.ā
āAku tak mau dia mati.ā
āKalau begitu, kaulah yang akan
mati, berengsek!!ā
āAku tahu,ā sela Yuta keras, ādan
aku bersedia.ā
Edawn mengempaskan punggungnya
dengan lemas, kemudian bicara dengan nada tak percaya. āKau bersedia jadi
debu?ā
āYa,ā jawab Yuta cepat. Mutlak.
āAku bersedia, maksudku, aku sudah hidup selama empat abad, ituā¦ sudah lebih
dari cukup.ā
āKita vampir.ā Edawn mengingatkan
dengan suara meninggi. āMasa hidup kita 1000 tahun.ā
āAku tahu,ā sergah Yuta.
āYa ampun, jadi kau sungguh jatuh
cinta?ā
āBagaimana bisa kau jatuh cinta
pada makananmu?ā Yanan menimpali, sama tak habis pikirnya.
āDia pengantinku.ā
āAku tahu asosiasi sangat bodoh
karena sudah menyebut āmakananā sebagai āpengantinā.ā Yanan menggerutu sendiri
dengan ekspresi menyalahkan.
āJadi kau serius? Kau benar-benar
mau meninggalkan kami? Demi manusia itu?ā Edawn memandangnya dengan bola mata
menggelap. Perlahan-lahan ia mengangkat punggungnya dari sofa dan duduk
membungkuk. Jemarinya gemetar dan saat Yuta mendongak memandangnya, mata Edawn
nampak semakin gelap lagi. Seolah-olah dia bisa pingsan kapan saja. Seolah-olah
dia berharap dia pingsan saja.
āDia punya nama,ā tukas Yuta
sengit. āShin Ye Eun.ā
āAku tahu. Tiba-tiba aku membenci
nama itu setengah mati,ā balas Edawn dengan tatapan dengki. Emosi sudah
menguasainya sepenuhnya sampai-sampai sekujur tubuhnya memerah. Di seberangnya,
Yanan masih terlihat pucat. Ia menarik napas dan berusaha bicara dengan tenang,
nyaris memohon, āYuta, tolong pikirkan lagi. Jatuh cinta bukan alasan. Kau
harus mengorbankan nyawamu demi dia, itu bodoh, gadis itu bahkan tak akan
mengingatmu setelahnya. Serius, apa yang kau cari? Kalau persoalannya benar-benar
karena kau tak mau lagi membunuh, maka kumohon enyahkan pemikiran itu. Kita
vampir. Itu kodrat kita. Percaya padaku apa yang kita lakukan tidak seburuk itu.
Maksudku, dia manusia. Apa yang salah dari membunuh manusia? Toh paling tidak
lima puluh tahun lagi dia akan mati, kan? Jarang ada manusia yang bisa hidup
lebih dari 70 tahunāitu yang kubaca di bukuku. Jadi sungguh, kurasa tak masalah
mempercepat kematiannya sedikit.ā
āLima puluh tahun bukan waktu
yang sedikit.ā
āItu sekejap mata.ā
āBagi kita, Ya. Tapi baginya, itu
keseluruhan hidupnya dikali dua. Dan kau tahu, jika aku bisa menghindarkannya
dari kematian barang sedetik saja, maka aku bersumpah akan kulakukan. Ini bukan
masalah waktu, Yanan. Ini lebih dari itu. Aku sudah tak mau lagi membunuh.ā
āYuta, kumohon dengarkan akuā¦ā
āAku tak peduli dengan apa yang
mau kau katakan. Aku tak akan berubah pikiran.ā
āBenar-benar tolol.ā Cacian Yanan
terdengar samar di antara giginya yang bergemeretak. Yanan terlihat berusaha
sekuat tenaga untuk menenangkan diri, namun pada akhirnya ia menyerah. Ia
menanggalkan raut tenangnya yang palsu dan menggeram pada Yuta, āJadi katakan
padaku, bodoh! Katakan padaku kapan kau akanā¦ tunggu! Mana tanda purnama di
tanganmu?ā Yanan menyambar pergelangan tangan Yuta dan semakin murka.
āApa-apaan ini?! Kau menutupinya?ā
āAku benci melihatnya.ā Yuta
menarik tangannya dari Yanan. āAku tak mau diingatkan setiap hari bahwa
kematianku semakin dekat.ā
āYa ampun! Jadi berapa lama lagi?ā
āEntahlah? Terakhir kulihat
titiknya tinggal dua, itu pun sudah hampir pudar.ā Yuta mengangkat bahunya tak
acuh. āMungkin aku hanya punya satu setengah bulan? Atau satu bulan satu
minggu?ā
āKapan purnama terakhir?ā
āAku tak tahu.ā
āAstaga!ā Yanan berteriak.
āDengar,ā desak Yuta tak tahan.
āKalian tak perlu mengkhawatirkanku. Ini murni keputusanku. Bagiku ini adalah
cara paling terhormat untuk mati. Aku akan baik-baik saja.ā
āLalu bagaimana dengan kami? Kau
pikir kami akan baik-baik saja?ā tanya Yanan merana.
āKalian adalah teman terbaik
sepanjang masa, tapiā¦ā
āTapi manusia sialan itu bahkan
lebih baik lagi.ā Edawn mengolok. Yuta memandangnya geram, namun tak bisa
membalas.
āYuta, apa kau ingat waktu
pencarianku dipotong setengahnya?ā tanya Yanan. āAku melakukannya demi kau. Aku
membuat perjanjian besar dengan asosiasi demi kau. Dan sekarang, kau malah
menyia-nyiakan pengorbananku.ā
āAku tahu. Maafkan aku. Jika ada
cara untuk mengembalikannya, aku bersumpah akan kulakukan. Jika aku bisa
mengembalikan waktu pencarian pengantinmuā¦.ā
āKau tak bisa.ā Yanan menyambar
penuh emosi. āTidak bisa. Tidak ada caranya.ā
āYanan, akuā¦ā
āBaiklah, terserah padamu,ā sela
Yanan lagi, berdiri. āSemoga kau bahagia dengan keputusan bodohmu. Aku tak akan
pernah ke sini lagi dan aku mohon padamu jangan coba temui aku lagi kecuali kau
berubah pikiran,ā katanya dingin. Ia memandang Yuta dengan ekspresi terluka
sebelum mendesah penuh beban dan menghilang.
Edawn ikut berdiri. Namun ia
bahkan tak mau repot-repot memandang Yuta lagi. āTerima kasih banyak, Pengkhianat. Kuharap kematianmu amat menyakitkan,ā gumamnya, lantas menghilang
menyusul Yanan.
Suasana menjadi amat sunyi
setelahnya. Yuta merasa hatinya bergejolak dan hancur berkeping-keping.
Selama beberapa saat pria itu
hanya mampu duduk termenung di sofa. Tatapannya nanar. Segalanya masih terasa
tak nyata baginya. Persahabatannya yang sudah terjalin selama empat abad baru
saja kandas di depan matanya dan ia benar-benar tak tahu harus berbuat apa.
Yuta tak akan mengorbankan Ye
Eun, tentu saja. Perasaannya pada gadis itu sudah mengakar terlalu kuat,
tertanam terlalu dalam dan segala apa yang mereka lalui beberapa minggu
terakhir ini serta-merta membuat dirinya terperosok makin dalam lagi. Mustahil
ia mampu menyakiti Ye Eun alih-alih membunuhnya. Mustahil ia bisa menjalani
kehidupannya selama seratus tahun ke depan dengan tenang apabila satu-satunya
cara untuk bertahan hidup adalah meminum seluruh darah di tubuh perempuan yang
dicintainya. Sungguh, ketimbang itu, ketimbang menghabisi Shin Ye Eun, ia jelas
memilih binasa. Ketimbang harus menanggung beban dan penyesalan seumur
hidupnya, ia jelas memilih jadi debu
saja.
Yuta memijit keningnya dan
memejamkan mata. Dunianya terasa luluh lantak. Seolah kiamat datang lebih awal
khusus untuknya.
Sementara Yuta hanyut dalam
kesedihannya, tanpa ia sadari, di belakangnya, Ye Eun tengah membekap mulutnya
sambil kembali merapatkan pintu kamarnya pelan-pelan. Semua ini sama sekali
tidak masuk akal. Ia duduk di sebelah pintu, menekan lututnya ke perut
sementara deru napasnya semakin berantakan dan pening di kepalanya semakin
menjadi-jadi. Sebenarnya, tak ada satu hal pun yang masuk akal dari Yuta. Dan
entah bagaimana, selama ini ia malah diam saja, memilih pura-pura buta.
Pertemuan awal mereka bahkan
sudah tidak wajar. Yuta tiba-tiba masuk ke apartemennya tanpa meninggalkan
kerusakan di pintu maupun jendela, lalu hilang begitu saja di sana, seolah dia
mampu berubah menjadi gumpalan gas dan keluar lewat ventilasi. Belum lagi
dirinya yang tak bisa makan-minum dan semua harta kekayaan yang tak jelas
sumbernya ini. Yuta bahkan tak punya keluarga.
Sejak awal segalanya sudah amat bertolak
belakang dengan akal sehat. Tapi entah bagaimana Ye Eun baru memikirkannya
sekarang, tepatnya setelah Edawn mengucapkan ākita vampirā dengan mata
membelalak penuh penekanan, serta Yanan yang bilang
ābagaimana mungkin kau jatuh cinta pada makananmu sendiriā dengan ekspresi merendahkan
bercampur gelisah.
Sekarang, buku aneh super tebal
yang ia temukan di belakang vas tempo hari mendadak menjadi tidak aneh lagi. Ye
Eun sengaja tidak memberi tahu Yuta soal buku itu karena suatu alasan; karena
ia tahu ada sesuatu yang tak beres, tapi terlalu takut untuk mencari tahu. Ia
cuma membaca beberapa halaman awal dan langsung menutupnya lagi, menyimpannya
di pelosok lemari bajunya di lantai dua, diam-diam berharap ia tak akan pernah
memiliki alasan untuk membukanya lagi. Sebab segala yang tertulis di sana amat
membingungkan dan tak masuk akal. Sebab semakin ia membacanya, semakin ia
merasa dirinya sudah gila.
Selain itu, jika dipikir ke
belakang lagi, rasanya semua mimpi buruk yang diterimanya di awal-awal
pernikahan mereka mulai masuk akal juga. Mungkin itu bukan sekadar mimpi buruk,
mungkin itu gambaran kehidupan Yuta yang sebenarnya, mungkinā¦
Ceklek
Pintu di sebelahnya tiba-tiba
saja terbuka dan Yuta tercenung di ambang pintu.
āKenapa kau di sini?ā
Ye Eun tak bisa membuka mulutnya.
Rongga dadanya disesaki oleh gelombang kepanikan dan rasa takut yang
menggelora. Yuta menutup pintu dan berlutut di sebelahnya, mengulurkan tangan.
Namun Ye Eun malah beringsut menjauh, menolak untuk menyentuh uluran tangannya.
Ye Eun benar-benar butuh waktu untuk memproses segalanya, dia butuh waktu untuk
terkejut. Otaknya terlalu beku. Tangannya terlalu gemetar. Hatinya terlalu
takut. Ye Eun berusaha mengontrol ekspresinya, jika Yuta melihat raut
wajahnya sekarang, sudah pasti pria itu akan terluka.
Namun ternyata Yuta tak perlu
melihat untuk menyadarinya. Ia menarik tangannya yang terulur itu dengan
gerakan menyedihkan dan hendak kembali berdiri, mungkin untuk menyalakan lampu,
mungkin untuk meninggalkan kamar, Ye Eun tak tahu dan tak bisa menebak apa yang
akan ia lakukan, pun tak bisa melihat bagaimana ekspresinya sekarang. Ruangan itu
terlalu gelap. Yang ia tahu, tangannya yang gemetar tiba-tiba saja sudah
menjulur meraih lengan Yuta.
āMau ke mana?ā tanyanya lirih.
āAku bertanya padamu, kenapa kau
duduk di sini?ā Yuta mengabaikan pertanyaan itu dan kukuh mengulangi
pertanyaannya yang tadi.
Tapi Ye Eun juga sama keras
kepalanya. āKau mau ke mana? Jangan ke mana-mana.ā
āAku tidak ke mana-mana.ā
āJangan,ā bisik Ye Eun, mencengkeram
lengan Yuta lebih kuat, menariknya semakin dekat, āke mana-mana. Kumohon jangan
pergi.ā
āKubilang aku tidak ke
mana-mana.ā
āTetap saja.ā Ye Eun bergumam, mencondongkan
tubuhnya perlahan-lahan ke pelukan Yuta. āAku merasa kau akan pergi.ā
āTubuhmu gemetar.ā
āBisakah kita tidur?ā sambar
gadis itu cepat, seraya merapatkan rahang, berusaha menahan tubuhnya supaya
berhenti gemetar. āKumohon, jangan bicara lagi. Aku benar-benar ngantuk.ā
Yuta tak bereaksi. Ia mengusap
wajah Ye Eun perlahan-lahan sebelum mengangkat tubuhnya. Ia
membaringkan sang gadis di tempat tidur dan menunduk untuk mencium keningnya.
Bibirnya menyentuh kulit Ye Eun dengan begitu lembut dan hati-hati, seolah ini
pertama kalinya mereka bersentuhan. Yuta menarik wajahnya dari Ye Eun dan
menyisakan sejengkal jarak untuk menatapnya.
āSeberapa banyak kau
mendengarnya?ā tanya Yuta rendah.
Ekspresi terkejut terlihat di wajah Ye Eun, bahkan saat ia mencoba menutupi. āDengar apa?ā
Ekspresi terkejut terlihat di wajah Ye Eun, bahkan saat ia mencoba menutupi. āDengar apa?ā
Yuta mendengus, membuat ekspresi
seolah menyuruhnya berhenti berpura-pura.
Ye Eun menelan ludah. āTidak
banyak.ā
āTidak banyak,ā Yuta mengulangi.
āTapi sudah cukup untuk membuatmu sebegini takutnya padaku.ā
āAku tidak takut.ā
āKau tahu siapa aku?ā
āYeah.ā
āSiapa aku?ā
āNakamoto Yuta,ā Ye Eun bicara
dengan suara bergetar yang bahkan lebih rendah dari bisikan, mengulurkan
tangannya dengan kaku untuk membelai pipi Yuta, āsuamiku.ā
āAku bukan manusia.ā
Ye Eun mengangguk rikuh. Dadanya
bertalu-talu.
āKau takut padaku.ā
āKubilang aku tak takut padamu,ā
Ye Eun berkeras membantah, namun suaranya pecah. Jelas-jelas ketakutan.
āAku akan pergi dari sini jika
kau takut aku akan menyakitimu.ā
āSudah kubilang aku tak takut
padamu.ā
āTubuhmu gemetar, kau ragu
menyentuhku, dan aku bisa mendengar betapa gaduhnya detak jantungmu.ā Yuta
bicara terlampau datar, sama sekali tanpa emosi. āKau takut padaku dan memang
seharusnya begitu.ā
āTidak.ā
āYa.ā
āAstaga tidak!! Kubilang aku
tidak takut!ā seru Ye Eun keras. Mendorong Yuta agar menjauh darinya dan
bangkit ke posisi duduk.
āKalau begitu takutlah padaku!ā
Yuta memohon.
āKenapa aku harus takut padamu?ā
āAku monster.ā
āKau bukan monster.ā
Yuta menggeleng. āKau tahu apa
yang aku minum untuk bertahan hidup?ā
Ye Eun seketika merasa mulutnya terpelintir ke dalam.
āAku minum darah.ā Yuta menjawab
sendiri. āDarahmu.ā
āKenapa harus darahku?ā
āKarena asosiasi sudah memilihmu
sebagai pengantinku di abad ini,ā jawab Yuta. āAku hanya minum darah manusia
yang ditunjuk sebagai pengantinku, seabad sekali.ā
āKalau begitu minumlah!ā
āShin Ye Eun!ā seru Yuta dengan
nada menegur.
āApa? Kenapa? Aku tak masalah. Kau
khawatir aku kesakitan? Akan kutahan sakitnya.ā
āApa kau dengar ucapan Yanan
tadi?ā
Ye Eun mengernyit. Dan Yuta
akhirnya mendesah paham. āPantas kau masih berani padaku.ā
Kernyitan di dahi Ye Eun
terbentuk semakin dalam lagi. āApa maksudmu?ā
āLupakan saja! Ini sudah larut.
Besok kau kuliah,ā kata Yuta sementara ia berjalan menuju pintu.
āMau ke mana kau?ā
āAku akan tidur di luar.ā
āKenapa?ā
āKau masih mau tidur di sebelahku
setelah tahu aku vampir?ā
āTentu saja,ā jawab Ye Eun segera.
āMaksudku, aku tahu kau tak akan pernah menyakitiku.ā
āSiapa bilang?ā Yuta tiba-tiba
saja menyambar dengan suara tinggi nan tajam, membentak, membuat Ye Eun
berjengit. āAku nyaris melakukannya malam itu, sehari setelah kita pulang dari
Jeonnam, di ruang tamu. Jika saja Ji Won tak datang malam ituā¦ā Yuta
menghentikan ucapannya. āLupakan saja.ā
āApa yang akan terjadi jika Ji
Won tak datang malam itu?ā
Yuta segera berpaling sebelum akhirnya membuka pintu dan keluar sambil menggabrukkannya.
Itu adalah malam yang panjang,
dan saat Ye Eun terbangun di pagi hari, ia benar-benar berharap semuanya cuma
mimpi. Ia benar-benar berharap Yuta ada di sebelahnya, tidur dengan nyenyak,
tak ada hal buruk terjadi, tak ada pertengkaran soal vampir. Ya ampun, kenapa
dari sekian banyak hal di dunia ini mereka malah bertengkar soal vampir? Vampir
itu tak nyata, kan? Mereka cuma mitos.
Namun saat Ye Eun mengulurkan
tangannya ke kasur di sebelahnya, Yuta tak ada di sana. Dia sendirian di kamar
dan sesaat memori semalam menusuk otaknya seperti belati. Itu nyata. Semuanya
terjadi.
Dengan gelisah, Ye Eun keluar
kamar. Ia menemukan Yuta di ruang tengah, duduk membelakanginya mengamati TV
yang mati. Tangannya terkulai di kening. Atmosfer tak menyenangkan memenuhi
ruangan itu begitu pekatnya sampai-sampai Ye Eun ragu untuk menghampirinya.
Perlahan Ye Eun mendudukkan
dirinya di sofa tunggal, dan Yuta sontak menegakkan posisi tubuhnya. Dari
wajahnya, Ye Eun cukup yakin bahwa pria itu tidak tidur semalaman. Tentu saja.
Justru dirinyalah yang aneh karena masih mampu tidur dalam situasi seperti ini.
Mungkin ini karena kelelahan,
tapi saat Ye Eun memandang Yuta, wajahnya kelihatan berbeda. Terlalu banyak
guratan putus asa, terlalu banyak ketidakberdayaan. Seolah hidupnya, dunianya, segalanya,
sudah tak berwarna lagi, hanya kelabu. Dia kehilangan semua cahaya yang
akhir-akhir ini memenuhi wajahnya seperti kunang-kunang. Dia kehilangan
kilaunya.
āBukankah kau harus siap-siap
kuliah?ā
āAku sedang tidak ingin kuliah.ā
āJadi langsung ke restoran?ā
āAku juga sedang tidak ingin
bekerja.ā
āJadi apa yang mau kau lakukan
hari ini?ā
āAku ingin bicara denganmu,ā
jawab Ye Eun pasti. āAku ingin mendengar apa yang terjadi, ingin tahu apa yang
membuatmu senelangsa ini.ā
Yuta mengusap wajahnya terlalu
kuat dengan kedua tangannya seolah ingin meratakan wajahnya, kemudian bicara
sambil mendengus, āakan lebih baik jika kau tak tahu.ā
āKenapa?ā
āKarena kau hanya akan menambah
beban masalahku.ā
Ye Eun merasakan dadanya mencelos
tak terima. āDan bisa tolong jelaskan kenapa kau menganggapku setidakberguna
itu? Karena aku manusia?ā
āBukan itu.ā
āLalu apa?ā
āKarena kau pasti akan membantah
rencanaku.ā
āRencana apa?ā
āSudah kubilang tidak ada gunanya
kau tahu. Toh pada akhirnya kau tak akan mengingat apa-apa.ā
āApa maksudmu?ā
āBisakah kau berhenti bertanya
macam-macam? Jangan menanyaiku terus! Aku tidak punya jawaban apa-apa untukmu.ā
āMana mungkin aku tak bertanya?ā
Aliran darah di sekujur tubuh Ye Eun sontak memanas. Dia berbicara dengan suara
bergetar, setengah berbisik, setengah berteriak. āAsal kau tahu aku sudah
berusaha sekuat mungkin untuk nampak baik-baik saja sejak kau menghilang siang
itu! Aku tahu ada sesuatu yang mengganggumu. Sejak hari itu, segalanya berubah.
Kau jadi sering melamun dan menangis sendiri saat malam, dan aku sudah bersabar
untuk tidak bertanya, sekalipun aku penasaran setengah mati, tapi aku tak
pernah bertanya. Sebab aku berpikir aku harus menghormati perasaaanmu. Jadi aku
menunggu, aku menunggu sampai kau siap bercerita, tapi kau tak pernah siap! Dan
aku tak tahan lagi!ā
āSedikit pun aku tak pernah punya
niat untuk menceritakan apa pun padamu,ā kata Yuta, pelan dan lugas, namun enggan
menatap lawan bicaranya. āAku cuma mau kita menjalani hidup ini sebahagia
mungkin, sampai kita tak bisa hidup lagi.ā
Ucapan Yuta membuat Ye Eun
berpikir masalah iniāapa pun ituāberhubungan dengan kematian. Cara dia berkata
āsampai kita tak bisa hidup lagiā amat mengerikan, suaranya tipis dan penuh duka,
seolah ajal salah satu dari merekaāatau malah mereka berduaāsudah sangat dekat.
āDaripada pura-pura bahagia saat
tahu badai sedang mendekat, aku lebih senang mempersiapkan diri supaya kita
bisa melewati badai itu,ā kata Ye Eun tegas. Yuta memandangnya sambil
mengatupkan rahang, dia ingin sekali berteriak bahwa yang mendekati mereka
bukan sekadar ābadaiā, tak pernah sesederhana ābadaiā. Ini adalah kiamat. Tapi
ia menahan mulutnya. Di sisi lain Ye Eun malah terus bicara dengan berapi-api,
āMaksudku, kalau kau beri tahu apa masalahnya, aku mungkin bisa bantu. Kenapa
kau selalu bersikap seenaknya sendiri? Kenapa kau tak pernah melibatkanku!
Kalau kau berpikir kau sedang melindungiku dengan cara ini, maka kau salah
besar! Aku tak bisa bahagia. Aku tak bisa bahagia kalau kau sedang menderita.
Aku bahkan tak bisa pura-pura.ā
Yuta berusaha menahan diri, tapi
amarah menguar dari tubuhnya seperti gelombang panas. Dan ia tak bisa menahan
buncahan emosi itu lebih lama. āApa yang membuat makhluk lemah sepertimu
berpikir bisa membantu?ā Yuta meraung tanpa kendali. āKalau aku saja tak bisa
apa-apa, apalagi kau!ā
āBisakah kau percaya padaku
sesekali?ā Ye Eun membalasnya tak kalah kesal. āMungkin aku bisa menemukan
solusi, mungkinā¦ā
āMungkin,ā geram Yuta, āakan lebih
mudah membuatmu tutup mulut jika kau melihat wujud asliku.ā
Ye Eun menatapnya waspada. āWujud
asli?ā
Namun Yuta tak lagi menjawab. Ia
menatap lawan bicaranya dengan tajam sebelum mendecakkan lidahnya dan
memejamkan mata. Yuta jelas tak mau melakukan ini, tapi ia tak punya pilihan
lain. Yuta mengembuskan napas tak senang, berpikir mungkin ia akan menyesali
keputusannya setelah ini. Tapi biarlah, pikirnya. Yang terjadi biarlah terjadi.
Jika pada akhirnya Ye Eun takut padanya dan pergi dari rumah ini, maka mungkin
memang itu yang terbaik.
Sambil memikirkan itu, pelan
namun pasti, Yuta mulai meruntuhkan kamuflasenya. Ye Eun mengamati Yuta membuka
kelopak matanya dengan amat perlahan, memperlihatkan pupil hitam pekatnya
berubah menjadi sewarna rubi. Ye Eun yakin ia pernah melihat bola mata itu
sebelumnya; saat Yuta memuntahkan makanannya di pinggiran ladang di Jeonnam,
saat Yuta murka, saat Yuta menciumi lehernya di ruang tamu. Tapi entah
bagaimana ia tak pernah bertanya.
Ye Eun hampir tersenyum dan
berkata bahwa bola mata Yuta nampak indah alih-alih seram. Ia ingin bilang
bahwa bola mata itu mengingatkannya pada aurora merah di Alaska. Seolah ia
sedang menyaksikan langsung bagaimana udara dari matahari bertabrakan keras dengan
medan magnet bumi. Yuta begitu menawan. Bola matanya begitu menawan. Tipikal
warna merah yang memabukkan. Ye Eun memuji Yuta banyak sekali di kepalanya
sampai ia kewalahan sendiri untuk memilih menuturkan pujian yang mana.
Namun detik berikutnya itu tidak
penting lagi. Yuta memotongnya duluan, āKau masih cinta padaku jika wujudku
begini?ā tanyanya, taringnya yang runcing terlihat saat ia bicara.
Ye Eun tersentak. Ia menggigit
bibirnya agar tidak terkesiap. Pandangan matanya turun perlahan-lahan dan ia
praktis menelan ludahnya dengan gugup begitu menyadari kuku-kuku Yuta ternyata
berubah juga, menjadi hitam dan panjang dan tajam dan luar biasa mengancam.
āKalau pengantinku tidak bisa diam saat aku sedang menjalankan ritual, aku
biasa menyayat perut mereka dengan ini,ā kata Yuta sembari mengamati
jari-jarinya. Suaranya serak dan berbahaya. āAku akan menancapkan kukuku di usus
mereka supaya mereka diam.ā Yuta mengetukkan kuku-kukunya di lututnya. āSupaya
mereka mati lebih cepat.ā
Ye Eun mengamati kuku-kuku itu
dan menelan ludah.
āAku benci dilawan, Shin Ye
Eun-ssi,ā tambahnya, mengangkat pandangannya pada sang pemilik nama. Mata rubinya
berkilat kejam. "Jangan coba-coba melawan."
Ye Eun goyah dalam duduknya.
Bohong jika ia masih bilang ia tak takut pada Yuta di situasi seperti ini.
Bohong jika taring dan kuku dan suara serak dan penjelasan Yuta barusan tidak
membuat bulu kuduknya berdiri. Napas gadis itu langsung berantakan, dan ia
memalingkan wajahnya dari Yuta sambil menggigit bibirnya menahan diri.
Melihat itu, hati Yuta mencelos.
Ia bisa melihat betapa transparannya rasa takut di mata Ye Eun. Tubuhnya terasa
aneh saat menyaksikannya. Yuta mempertahankan raut bengisnya selama beberapa
saat sebelum akhirnya menunduk sendiri, menyerah pada hatinya. Sekalipun ia
sengaja melakukan ini, tapi jauh di dalam hatinya, Yuta tak mau Ye Eun takut
padanya. Ia tak mau Ye Eun meninggalkannya. Tak mau menghabiskan sisa hidupnya
sendirian. Itu egois sekali, ia tahu. Tapi sejak awal ia memang sudah begitu.
Sudah egois.
Jatuh cinta pada pengantinnyaāmakanannya, jika ia mau meminjam kosakata
Yananāadalah bentuk penghancuran diri. Yuta tahu itu. Dia tahu konsekuensi
mengerikan itu dari awal. Dia tahu pada akhirnya harus ada yang berkorban. Dia
tahu pada akhirnya salah satu dari mereka harus matiādirinya, Yuta sudah memutuskan. Tapi itu tak menghentikannya untuk
jatuh cinta, terus jatuh dan jatuh lagi bahkan saat ia sudah menginjak dasar.
Ya, Yuta sudah memutuskan bahwa dirinyalah
yang akan mati. Dia sudah memutuskan itu sejak kasir di restoran Ye Eun
menyebutkan bahwa dirinya tengah jatuh cinta. Dia tahu apa pun yang terjadi,
dia tak akan pernah mengisap seluruh darah di tubuh Ye Eun. Tak mau dan tak
mampu. Bagaimana mungkin ia melakukan itu? Bagaimana mungkin ia bisa
hidup setelah melakukan itu?
Ya, dulu dia bisa melakukannya,
dia bisa membuat pengantinnya jatuh cinta dengan mulus tiap abad dan melakukan
ritual di malam pernikahan mereka tanpa masalah, tapi sekarang tidak bisa lagi.
Tidak setelah ia dengan magisnya merasakan perasaan terlarang itu. Jatuh cinta.
Sesuatu yang begitu kuat dan melekat dan tak bisa dilawan. Sesuatu yang semakin
besar dan menggelora dan membuatmu lemah tak berdaya.
Ya, Yuta tahu mencintai Shin Ye
Eun adalah bentuk penghancuran diri, tapi dia benar-benar sudah kehilangan
kendali. Sudah benar-benar tak tahu diri. Sebab di matanya, hidup abadi
tiba-tiba menjadi tidak berarti lagi. Sebab kehidupan tanpa Shin Ye Eun
terdengar lebih mengerikan daripada mati.
Tanpa sadar, semua pikiran dan
rasa yang berkecamuk itu membuat air matanya mengalir. Yuta benar-benar sudah
berada di titik puncaknya. Dia tak mau mati. Ya ampun, sama seperti semua
orang, Yuta juga takut mati. Tapi dia juga tak mau Shin Ye Eun yang mati.
Apalagi mati karenanya. Dia mau menghentikan waktu dan hidup seperti ini terus
selamanya. Tapi itu mustahil. Yuta tahu itu mustahil. Makhluk sepertinya sudah
dikutuk. Harga yang harus dibayar untuk keabadian amatlah mahal, yakni
keharusan membunuh manusia tak bersalah dan meminum darah. Dan ia ingin
berhenti sekarang. Ingin berhenti menjadi makhluk terkutuk yang membunuh
manusia dan meminum darah. Dan satu-satunya cara untuk berhenti hanyalah mati.
Jadi begitulah keputusannya terbentuk. Yuta takut mati tapi dia memilih mati.
Bukan hanya untuk Shin Ye Eun tapi juga untuk dirinya sendiri.
āY-yuta.ā Tubuh Yuta sudah
bergetar dalam duduknya, menangis tersendat dengan wajah tenggelam dalam
telapak tangannya.
āPergilah dariku,ā gumam Yuta,
berusaha terdengar menyeramkanādan gagal, suaranya terlalu pecah, membuatnya
terdengar menyedihkan.
Ye Eun memandangnya dengan sedih,
lalu beranjak dari duduknya dan berlutut di hadapan Yuta. Tangannya masih
gemetar. Sekujur tubuhnya masih gemetar. Tapi entah keberanian dari mana ia
malah mencondongkan badannya dan memeluk lutut Yuta. āAku harus apa sekarang?ā
āKemasi barangmu dan pergi dari
sini!ā Yuta mendorong tangan Ye Eun dari lututnya. āAku tahu kau takut,
pergilah! Selamatkan dirimu!ā
Ye Eun juga tahu ia takut, tapi
anehnya ia sama sekali tak ingin pergi.
āTidak.ā Ye Eun berdiri, menarik
bahu Yuta dan memeluknya. āAku tidak akan ke mana-mana.ā
āJangan bodoh.ā Yuta
mendorongnya.
āKau yang jangan bodoh,ā hardik
Ye Eun, melesakkan diri ke pelukan sang pria lagi. Kali ini memaksa. Ia
meletakkan dagunya di pundak Yuta dan mencengkeram bajunya dengan erat, hanya
supaya pria itu tidak bisa mendorongnya lagi.
Ye Eun benar-benar gigih
memeluknya sampai Yuta akhirnya menyerah. Tangannya terkulai di sisi tubuhnya
sementara Ye Eun berbisik, āAku tidak takut padamu, aku cumaā¦,ā ia mendesah di
bahu Yuta, memejamkan mata dan memeluknya lebih erat lagi, āā¦terkejut.ā
Setelah itu ia menarik kepalanya
untuk menatap sang priaāyang balik menatapnya dengan mata rubinya yang indah, yang menyedihkan dan putus asa dan tak
bercahaya, tapi tetap indahākemudian berkata, āYeah, aku cuma terkejut. Kau
pikir ada manusia yang akan bereaksi biasa saja melihat suaminya tiba-tiba
berubah wujud begini?ā Gadis itu berusaha meyakinkan Yuta bahwa ia tidak takut,
sekaligus meyakinkan dirinya sendiri bahwa Yuta tidak menakutkan.
āKau benar, aku mungkin tak bisa
membantu, aku mungkin cuma makhluk lemah yang keras kepala. Tapi tolong
jelaskan semuanya padaku dan biarkan aku mencoba membantumu mencari jalan keluarnya.
Walau pada akhirnya usahaku tak akan berarti apa-apa, walau pada akhirnya semua
yang kulakukan akan sia-sia, tapi pasti akan berbeda rasanya jika tahu bahwa
setidaknya kita pernah mencoba, kan? Kita tidak pasrah pada keadaan. Kita
berusaha melawan. Jika sudah berusaha sekuat tenaga tapi tetap tak bisa, maka
apa pun itu, apa pun takdir yang menunggu kita itu, mungkin tak akan terasa
terlalu pahit.ā
Yuta tak bisa memikirkan
bagaimana caranya Ye Eun membantunya, tapi kesungguhan Ye Eun membuatnya mau
tak mau menganggukkan kepala.
Setelah itu, Ye Eun baru mengaku
bahwa ia menemukan buku Yuta. Ia mengambilnya di lemarinya di lantai dua lalu
kembali duduk di sofa sambil membolak-baliknya.
āJadi satu abad sekali kau harus
turun ke bumi untuk mencari manusia yang sudah dipilihkan asosiasi, membuatnya
jatuh cinta padamu, menikahinya, lalu meminum darahnya sampai habis. Itu yang
kau maksud dengan ritual?ā
Yuta mengangguk. Dia sudah
kembali ke wujud manusianya, duduk berseberangan dengan Ye Eun, menjawab
pertanyaannya tentang vampir sementara gadis itu terus membaca bab demi bab
dengan tekun. Menurutnya, tak mungkin buku setebal itu tak memiliki jalan
keluar dari masalah mereka.
āJadi berapa umurmu?ā Yuta
benar-benar sedang tidak ingin bercanda saat ini, tapi pertanyaan Ye Eun
membuatnya tak bisa menahan diri untuk tidak menyeringai.
āKelihatannya berapa?ā
Ye Eun mengangkat pandangannya
dari buku. Memicing. āAku serius. Aku mau tahu sudah berapa kali kau menikah.ā
āYa ampun.ā
āApanya yang ya ampun?ā
āBukankah seharusnya kau bertanya
sudah berapa kali aku membunuh?ā
Ye Eun terdiam. Ya, pria itu
membunuh. Yuta pembunuh, tapi bukankah pembunuhan itu bersifat defensif? Kalau
dia tidak membunuh pengantinnya, maka dialah yang akan mati. Ye Eun tahu ia tak
boleh membela perbuatan Yuta hanya karena ia mencintainya, jadi gadis itu mendecakkan
lidahnya dan menggeleng. āLupakan saja. Aku tak mau membicarakan itu,ā katanya,
kembali pada bukunya.
āKau yang kelima.ā
Ye Eun baru membaca satu kalimat
dan terpaksa mendongak lagi.
āKau pengantinku yang kelima,ā
Yuta mengulangi, lantas menambahkan dengan suara rendah, ādan yang terakhir.ā
āYa Tuhan, kau tua sekali.ā
āBenar. Aku sudah hidup terlalu
lama.ā
āBukan itu maksudku, sudahlah.ā
Lima puluh menit kemudian, Ye Eun
menemukan hal menarik di bab ke-113, tentang cara vampir menghasilkan
keturunan.
āVampir yang membuat perjanjian
dengan manusia untuk menghasilkan keturunan diwajibkan untuk tinggal di dunia
manusia sampai bayi vampir siap untuk hidup di dunia vampir. Sembilan bulan,
sebagaimana kehamilan umum manusia, ditambah lima bulan, sebelum bayi vampir
bertumbuh menjadi vampir dewasaāHEH? APA! Maksudmu bayinya akan berubah menjadi
dewasa hanya dalam lima bulan?ā
āAku tahu. Itu gila,ā komentar Yuta
santai. Sejak tadi pria itu hanya diam memandangi Ye Eun membolak-balik buku
peraturannya, merasa aneh (sekaligus damai) karena akhirnya ia bisa berbagi
masalah ini pada seseorang. Seorang manusia.
āYeah, ya ampun.ā
āKau belum sarapan,ā kata Yuta, melirik
jam dinding yang sudah hampir menunjuk angka Sembilan.
Namun Ye Eun tidak menghiraukannya,
āTapi mungkin ini solusi untuk masalah kita.ā
Yuta tersedak kaget dan langsung
menggeleng tegas. āAku tidak akan punya anak.ā
āKenapa?ā
āAku tidak mau.ā
āTapi ini mungkin satu-satunya
cara supaya kita berdua bisa melewati bulan purnama ketiga tanpa harus ada yang
berkorban dan mati. Kita akan dapat 14 bulan tambahan, dan mungkin selama itu
kita bisa mencari cara untuk menyudahi ritual konyolmu itu. Mungkin kita bisa
hidup bahagia selamanya. Sampai kematian yang sesungguhnya memisahkan.ā
āTidak, Shin Ye Eun. Bukan begitu
cara kerjanya. Kau pengantinku. Manusia yang dimaksud dalam Pasal ini adalah
manusia biasa.ā Yuta menekankan. āKau bukan manusia biasa. Kau sudah ditandai
oleh asosiasi.ā
āMungkin sebaiknya kita bertanya
dengan yang lebih kompeten soal ini?ā
āApa maksudmu? Aku kurang
kompeten? Aku vampir. Itu aturanku.ā
āMungkin kita harus bertanya
langsung pada asosiasimu,ā kata Ye Eun penuh harap. āKita tanya pada mereka apa
boleh aku membuat perjanjian denganmu untuk mendapat keturunan. Apa bolehā¦.ā
āBahkan jika boleh, aku tak mau,ā
sela Yuta berang.
āSebenarnya kau masih ingin hidup
denganku atau tidak?ā
āAku mau! Tapi bukan begini
caranya!ā tukas Yuta. Napasnya menderu. āAku tak mau punya anak. Apalagi anak
vampir. Itu hanya akan menambah satu lagi manusia tak berdosa yang harus
dibunuh tiap abadnya. Itu hanya akan menambah beban moral yang kupikul, aku tak
mau ada orang lain yang karena perbuatan kita harus menjadi makhluk terkutuk.ā
āBaiklah.
Aku mengerti." Ye Eun menutup bukunya dengan keras. "Aku akan sarapan.ā
āYeah.ā
Dan gadis itu pun berdiri,
meletakkan buku super tebal itu di meja dalam lemparan kasar dan berlalu ke dapur.
āKau mungkin lebih baik berangkat
kuliah saja, maksudkuā¦.ā
āYeah, aku akan kuliah,ā sela Ye
Eun cepat. Nadanya terdengar marah, dan tersinggung, mungkin juga terluka. Yuta
benar-benar tak tahu. Sejujurnya sebulan ke depan pasti akan terasa sangat aneh
bagi mereka. Ye Eun akan lebih waspada, sebab sekarang ia tahu ia hidup bersama
monster peminum darah yang siap menghabisinya kapan saja. Yuta juga akan lebih
waspada, sebab sekarang ia tahu Ye Eun punya segala alasan untuk pergi darinya.
Dan sesaat Yuta menyesal sudah
membiarkan Ye Eun tahu sebanyak ini. Mungkin jika semalam ia hanya berkata,
ābaiklah, izinkan aku meminum darahmu sebulan sekaliā setelah Ye Eun bilang
āminumlah darahku, aku akan menahan sakitnyaā, gadis itu tak akan bersikap
seperti ini. Yuta mungkin harus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja
sampai sebulan ke depan, berjuang sendiri melawan ketakutannya untuk mati, tapi
setidaknya itu lebih baik daripada ini. Lebih baik daripada membuat Ye Eun
sengsara bersamanya. Ini tidak adil untuknya.
**********
Waktu berjalan begitu cepatnya
sampai rasanya mengerikan. Senin berganti menjadi Senin lagi tanpa mereka
sadari. Dan walaupun sebagian besar waktu dihabiskan dengan argumen kosongāYe
Eun akan bilang ia bersedia mati, lalu menghasut Yuta untuk melakukan ritual. Hidupku berantakan sebelum ada kau,
katanya, aku tak punya tujuan di dunia
ini, kehadiranku cuma membuat bumi semakin sesak sajaānamun sebagian yang
lain diisi dengan kebahagiaan yang tulus.
Ye Eun mungkin tak pernah
berhasil menggoyahkan komitmen Yuta untuk tidak melakukan ritual, tapi ia
berhasil meyakinkan pria itu bahwa sebagai pengantin vampir, dirinya memiliki
hak untuk merasakan sebagian dari āritualā tersebut.
Yuta memiringkan kepalanya, menancapkan
taringnya lebih dalam ke pangkal leher Ye Eun. Gadis itu mengerang, meletakkan
telapak tangannya di belakang kepala Yuta, menekannya lebih dalam ke lehernya
sementara bola matanya terasa berputar di balik kelopaknya yang tertutup rapat.
Tubuh Yuta terasa begitu hangat di tubuhnya, kulitnya terasa hangat, mulutnya
terasa hangat, bibirnya terasa hangat. Segala yang terjadi di detik itu terasa
hangat, terasa sensual, panas dan sempurna. Ye Eun bisa merasakan darahnya
mengalir deras ke titik di mana mulut Yuta berada, terisap keluar ke rongga
mulut Yuta sementara sisanya mengalir melalui bahunya dan menetes di seprai.
Yuta akan menancapkan taringnya di bagian yang lain, dan Ye Eun akan merasakan
dirinya terempas ke dimensi lain.
āTunggu, tidak. Ini terlalu
banyak.ā Yuta tiba-tiba menarik diri. Ye Eun mengerang protes karena perpisahan
kontak yang tiba-tiba. Mendadak tubuhnya terasa dingin lagi. Matanya yang merekat
erat terpaksa membuka, menyipit menatap Yuta yang menunduk khawatir di atasnya.
āKau baik-baik saja?ā
Ye Eun mengangguk dan mengerang di saat yang sama. Ia mengulurkan tangannya, menarik bahu Yuta tak sabar dan berusaha menciumnya.
Tapi hanya dalam dua detik ciuman itu jadi penuh darah. Yuta segera menarik
diri lagi.
āApa yang kau lakukan!ā serunya
terkejut. āKubilang jangan coba-coba menciumku jika aku sedang begini.ā
Ye Eun tak mampu menjawab. Bibirnya terasa amat perih, dan sekarang, leher, lengan, kaki, serta semua bekas
gigitan Yuta tiga minggu belakangan ini tiba-tiba jadi ikut terasa perih lagi.
Yuta yang masih berpakaian
lengkapāsinglet hitam dan jogger abu-abuāmerangkak turun dari ranjang. Ia
berjalan ke pintu dan menghilang sebelum membukanya. Ya, dia berteleportasi. Salah
satu keuntungan keren dari memiliki suami vampir adalah kemampuan
mereka berteleportasi. Ye Eun bisa keliling Eropa dalam semalam jika mau. Bukan bermaksud sombong, tapi makan malam di pinggiran sungai Seine di
Perancis setelah membuat sandwich di
dapur rumahnya sendiri sudah menjadi rutinitas biasa baginya. Memandangi menara
Eiffel dan mengobrol dengan Yuta, lalu berteleportasi kembali ke rumah jika
mereka mau ke kamar mandi atau tidur. Ye Eun bahkan baru pulang dari Yunani
pagi ini. Hanya untuk lari pagi.
Karena sudah terbiasa dengan segala
kesupernaturalan Yuta itu, Ye Eun jelas tak terkejut lagi. Ia mengusap darah di
bibirnya lantas kembali membaringkan kepalanya di bantal. Menyelimuti bahunya
dan berbaring miring sembari meringis menahan sakit.
Selain menahan sakit, Ye Eun juga
harus menahan diri agar tidak pingsan. Pandangan matanya mulai berkunang-kunang
dan tubuhnya terasa semakin lemas tiap detiknya. Kegiatan ini benar-benar
melelahkan dan menyakitkan, tapi juga membuatnya kecanduan di saat yang sama.
Ye Eun akhirnya bisa membayangkan bagaimana pengantin-pengantin Yuta di
abad-abad sebelumnya berbaring di ranjang mereka masing-masing, menatap Yuta bergerak
anggun di atasnya dan bersedia menyerahkan seluruh jiwa, raga, darah, dan
segalanya untuk sang vampir.
Ye Eun yakin Yuta berbohong soal
āmengoyak perut pengantin yang melawan saat ritualā dengan kuku jarinya. Yah,
mungkin mereka akan terkejut saat Yuta tiba-tiba mengeluarkan taringnya,
mengungkap jati dirinya. Ye Eun bisa membayangkan jika mereka melawan pada saat
itu. Tapi begitu taring Yuta menancap di kulit mereka, maka tamatlah sudah. Itu
adalah kesenangan paling liar yang bisa kau dapatkan di dunia, dan takkan ada
manusia di abad mana pun yang cukup delusional untuk menghentikannya. Rasanya
seperti diterbangkan ke langit ketujuh. Seolah ada gumpalan gas heroin di
kepalamu, membelit otakmu. Kau tak bisa memikirkan apa pun selain kenikmatan
mendalam, lesakkan adrenalin, dan gairah yang menggelora. Seolah kau sedang
duduk di rollercoaster yang terus naik dan naik sampai
meluncur ke angkasa, dan alih-alih berpikir kau mati karena darahmu diisap
vampir, mungkin kepalamu yang penuh heroin itu akan mengira kau mati kehabisan
oksigen, sebab angkasa luar tak memiliki oksigen.
Saat Ye Eun tengah hanyut dalam
pikirannya, meromantisasi kematian para istri Yuta sebelumnya, Yuta tiba-tiba
sudah berdiri di depan nakas sambil membawa banyak sekali makanan. Pupilnya
sudah berwarna hitam lagi dan taringnya sudah menghilang.
āIni, kan?ā Yuta mengangkat botol
obat dari nampannya, āYang kau bilang bisa menambah darah?ā
āYa.ā Ye Eun susah payah
mengangkat badannya agar bisa bersandar di kepala ranjang. Yuta menyeret kursi
kayu di samping nakas menjadi ke depannyaāsupaya posisinya lebih dekat dengan
ranjangādan duduk di sana sambil menunduk membuka laci.
āApa kau mau makan dulu atau mau
kuobati dulu?ā tanya pria itu seraya mengeluarkan obat merah yang sudah hampir
habis dari lacinya. Yuta sudah beli banyak sekali obat merah di apotek sampai
membuat penjualnya khawatir. Dan sepertinya dia harus beli lagi.
āBibirku saā¦khitā¦ tapi kurasa aku
benar-benar harus, aw makan sesuatu,ā kata Ye Eun dalam gumaman tak jelas, buah
dari ketidakberdayaannya untuk membuka mulut lebih lebar.
Yuta mengulurkan ibu jarinya
untuk membersihkan darah yang kembali menggenang di bibir Ye Eun.
āBodoh,ā gumamnya. āKenapa kau
menginginkan semua ini?ā
āKenapa aku tidak
menginginkannya?ā
āIni menyakitkan.ā
āIni menyenangkan.ā
āBarusan kau jelas-jelas bilang
mulutmu sakit. Dan lukamu yang lain, kau selalu mengeluh padaku tiap terkena
air.ā
Ye Eun tersenyum meringis. āYeah,
tapi ini juga menyenangkan. Rasa sakitnya sama sekali bukan apa-apa jika
dibandingkan dengan kesenangan yang kudapat.ā Perkataannya terdengar sangat salah bahkan di
telinganya sendiri, āya ampun, aku benar-benar terdengar seperti seorang
masochist.ā
Yuta menyunggingkan senyum miring yang tipis sementara tangannya mengulur mengambil sebilah pisau dan apel
merah.
āKau mau memotongnya untukku?ā
āYa, princess.ā
āKau bisa?ā
āTentu saja. Aku selalu mengamatimu
melakukan ini,ā katanya sembari mengupas kulit apelnya. Pria itu menggunakan
teknik memutar dan ia melirik Ye Eun sembari menyeringai sok, āaku melakukannya
dengan benar, kan?ā
āYa,ā jawab sang gadis,
kemudian melanjutkan dengan khawatir. āKau yakin tidak apa-apa?ā
Yuta yang sedang serius mengupas
apel itu mengerutkan kening, namun matanya sama sekali tak beralih.
āMaksudmu?ā
āKau bilang makanan manusia
berbau busuk.ā
āYa, tapi lama-lama aku
terbiasa,ā jawabnya santai. Dengan semua keseriusan berlebihan itu, Yuta jadi nampak
seolah ia sedang mengukir apelnya ketimbang mengupasnya, tapi Ye Eun tak
berkomentar. Gadis itu mengambil sepotong kecil roti pada nampan yang dibawakan
Yuta dan memakannya sambil memerhatikan sang pria.
Sebelum mengakui jati dirinya
sebagai vampir, Yuta memang sudah selalu bersikap manis, tapi sekarang
ia bahkan lebih manis lagi. Rasanya seperti ditenggelamkan dalam
sakarin. Setiap kali mereka selesai
melakukan ini, Yuta akan menyuapinya makanan dan mengobati lukanya. Lalu begitu
Ye Eun akhirnya punya tenaga untuk beranjak dari kasur, pria itu akan mengganti
seprai merekaāyang benar-benar terlihat seperti TKP pembunuhanādengan seprai
baru dan menyemprotkan pengharum ruangan di mana-mana. Karena ia tahu walaupun
darah beraroma manis di hidungnya, namun bagi Ye Eun baunya tetap anyir dan
mengerikan.
Yuta juga selalu menungguinya di
kampus. Dia akan duduk di undakan tangga di depan gedung sembari membaca buku
aturan asosiasiāpria itu sebetulnya sudah menyerah, namun Ye Eun kukuh
memaksanya membaca buku itu sampai habis. Yuta merasa dia mungkin sudah
memiliki setengah dari pengetahuan Yanan soal asosiasi dan itu sama sekali tak
berguna untuknya, yang beberapa minggu lagi akan mati.
Yuta juga rajin menjemputnya di
restoran. Ye Eun akan keluar bersama Ji Won pukul sepuluh malam dan Yuta akan
ada di taman. Yuta selalu ada di taman. Lalu mereka akan jalan-jalan di akhir
pekan, ke mall, ke hutan kota, ke pantai, ke mana-mana, bersenang-senang. Seolah
tak ada hari esok. Dan mungkin memang begitu adanya. Tak ada bulan besok. Semua
ini nyaris terasa seakan mereka sedang berusaha menyelesaikan bucket list sebelum tenggat waktunya
datang. Sebelum ada yang mati.
Mengerikan rasanya mengetahui fakta bahwa suatu hari di bulan depan, ia akan bangun di kamar yang berbeda dan
sepenuhnya tak mengingat Yuta. Ia akan melupakan semua memori indah ini. Takkan
pernah tahu bahwa ia pernah tinggal di rumah sebesar kastil, tak pernah tahu ia
pernah berteleportasi dari satu Negara ke Negara lain dan mengunjungi setengah
bumi hanya dalam seminggu, tak pernah tahu ia mengalami kehidupan seluar biasa
ini dan dipaksa begitu saja kembali ke rutinitas membosankannya lagi. Kuliah, kerja,
mengeluhkan betapa berantakan hidupnya, tidur, bangun, kuliah lagi, kerja lagi,
mengeluh lagi. Dan begitu seterusnya.
āYa ampun, aku benar-benar
mencintaimu,ā cetus Ye Eun tanpa ia sadari.
Yuta tersenyum geli padanya
sambil menyuapinya potongan apel berbentuk bulan sabit yang jelek. āAku tahu,ā
katanya, āaku merasakan cintamu.ā Dia tersenyum lebih lebar. āSecara harfiah.
Di lidahku.ā
Ye Eun ingin bertanya apa rasa
darahnya berbeda dengan darah pengantinnya yang sebelumnya, tapi ia sudah
terlalu sibuk mengunyah apelnya. Mulutnya terasa ngilu. Ia mengunyah dan
meringis. Ia memejamkan mata, menahan sakit. Yuta mencoba mengabaikan itu dan
kembali membuat potongan bulan sabit yang lain, tapi ia akhirnya menyerah.
āOke, aku tak tahan melihatnya.ā
Yuta meletakkan pisau dan apelnya, menyeret kursinya lebih dekat lagi sementara
tangannya mengambil obat merah. āBiar kuobati dulu lukamu.ā
āApa semua pengantinmu cantik?ā
āYa ampun. Mereka sudah tidak
ada.ā
āAku tahu, tapiā¦ā
āShin Ye Eun, serius, tutup
mulutmu, aku harus membersihkan lukanya.ā
āAku cuma...ā
āAku bahkan tak ingat wajah
mereka.ā
************
Ye Eun berusaha mempertahankan
sebanyak mungkin ingatannya akan rumah ini, walaupun Yuta berulang kali bilang
bahwa itu tidak ada gunanya, bahwa ingatannya itu tak akan berarti apa-apa, bahwa
dia akan melupakan segala yang terjadi selama tiga bulan terakhir, termasuk
rumah ini.
Yuta memperkirakan bahwa tenggat
waktu pelaksanaan ritualnyaābulan purnama ketigaāakan terjadi di hari Sabtu,
yang artinya tinggal empat hari lagi.
Rumah mereka akan menghilang saat
Yuta menghilang, dan dia tak mau Ye Eun bangun di lahan kosong pada Minggu pagi
dengan kondisi super bingung dan sendirian. Jadi ia menggunakan sebagian besar
dari uangnya yang tersisa untuk menyewa apartemen lama Ye Eun sampai kiamat.
Supaya gadis itu bisa bangun di tempatnya semulaātempat sebelum Yuta hadir di
hidupnyaādan supaya ia tak perlu memikirkan biaya sewa lagi saat pria itu sudah
tiada.
Yuta menyuruh Ye Eun untuk
menyimpan kuitansinya baik-baik, diam-diam berharap kuitansi itu tidak ikut
menghilang saat dirinya mati. Yuta juga meminta Ye Eun untuk menyuruh adik dan
orangtuanya menyimpan uang mereka di bank, untuk berjaga-jaga apabila uang itu
ikut menghilang juga.
Pasal 823 aturan asosiasi
menyebutkan bahwa segala yang dikeluarkan asosiasi vampir akan menghilang dari
bumi begitu tugas vampir yang bersangkutan selesai. Yuta membaca Pasal itu
berkali-kali sebelum menyimpulkan bahwa kuitansi dan rekening bank bukanlah
ākeluaranā asosiasi. Mereka produk manusia, dan seharusnya itu tidak ikut
menghilang juga. Yuta berharap kesimpulannya ini benar. Mungkin mereka semua
akan terkejut melihat berapa banyak nominal yang tertera di rekeningnya,
mungkin Ye Eun akan terenyak berpikir sejak kapan ia punya begitu banyak uang
hingga sanggup āmembeliā apartemen sendiri, tapi Yuta amat percaya akan keistimewaan
otak manusia. Biasanya, otak manusia akan secara otomatis menciptakan kemungkinan-kemungkinan
alternatif sendiri, mendesak segala sesuatu supaya masuk akal dan mengirim
sinyal kepada seluruh tubuh agar memercayainya. Yuta berpikir begitulah cara kerja otak manusia, dan sepertinya itu tidak akan jadi masalah.
Yang jadi masalah adalah apabila
Ye Eun membuat semacam buku harian berisi kehidupannya selama tiga bulan ini,
akan ada nama Yuta di sana, akan ada pengakuan bahwa ia menikahi vampir, akan
ada banyak sekali hal yang, apabila dibaca setelah ingatannya terhapus, akan
menjadi cerita yang begitu mengada-ada, yang berpotensi besar membuatnya
depresi dan gila. Yuta tak mau Ye Eun gila. Jadi ia memastikan sendiri bahwa gadis
itu tak pernah menulis apa pun yang berhubungan dengannya dan menyimpan
keberadaan Pasal 823 tersebut untuk dirinya sendiri. Melupakan Yuta sepenuhnya
adalah situasi paling aman untuk kesehatan mental Ye Eun di masa depan, dan pria itu
bersyukur luar biasa karena Pasal tersebut ditemukan saat gilirannya membaca.
Mereka baru selesai mengosongkan
koper dan merapikan apartemen pukul sembilan malam. Ye Eun meletakkan kopernya
di atas lemari, lalu melirik Yuta yang tengah duduk di sisi kiri ranjang sambil
lanjut membaca aturan asosiasi. Ye Eun merangkak naik dan menyandarkan kepalanya
di bahu Yuta.
āPadahal aku sudah tinggal di
sini hampir tiga tahun, dan hanya gara-gara melewatkan tiga bulan di rumahmu
saja, tiba-tiba tempat ini menjadi asing lagi.ā Ia mengamati apartemen itu
selagi bicara. Segalanya terasa baru baginya dan satu-satunya hal yang membuatnya
merasa sedang di rumah saat ini hanyalah keberadaan Yuta di sisinya.
Yuta menutup
bukunyaāmenyingkirkannya jauh-jauh dari pandangannya untuk menikmati momen
rapuh iniādan berkata, āMungkin tidak akan terlalu asing kalau aku berdiri di
situ sambil bilang āmenikahlah dengankuā.ā
Ye Eun tertawa kecil. Namun tawanya
terdengar sedih.
āItu pertama kalinya untuk kita,ā
tambah Yuta. Suaranya meratap.
āUh, bukan? Kita pertama bertemu
di depan kampusku. Waktu itu kau mengikutiku sampai ke restoran.ā
āAku tahu, tapi di sinilah
pertama kalinya kita bicara. Sangat berkesan. Aku yakin aku sudah mengatakannya
baik-baik tapi tiba-tiba kau malahā¦ā Yuta membuat gerakan seolah-olah ia
mengambil sesuatu di nakas dan melemparnya sekuat tenaga ke hadapan mereka.
Lakonnya itu langsung saja disambut gelak tawa oleh Ye Eun. Kali ini tawanya
tidak terdengar sedih.
Yuta melanjutkan, āKau berteriak
kencang sekali, lalu keluar membangunkan semua tetangga dan menelepon polisi.ā
āDan kau berteleportasi begitu
saja sampai semua orang menuduhku berkhayal.ā Ye Eun menimpali.
āHahaha. Benar. Astaga, itu terdengar
kacau sekali jika dibicarakan seperti ini.ā
āYa ampun, apa maksudmu? Itu
memang kacau,ā Ye Eun meyakini. Ia bicara dengan wajah berseri dan tawa renyah seolah
sedang mengingat kenangan manis. Sepenuhnya lupa bahwa malam yang mereka kenang
itu sesungguhnya amat mengerikan alih-alih manis.
āYuta.ā
āApa?ā
āApa kita tak bisa teleportasi ke
surga saja? Mungkin asosiasi bodohmu itu takkan bisa menemukan kita di sana.ā
āSurga?ā
āYa. Jangan bilang kau tak
percaya surga!ā
āTentu aku percaya,ā sambutnya
mantap. āTapi aku tak yakin apa surga di bayanganku sama seperti yang ada di
bayanganmu.ā Ia menunduk pada gadis yang tengah bersandar di bahunya itu dan
tersenyum tipis, lantas melanjutkan, āSetiap hari yang kulewati bersamamu,
setiap detiknya, bagiku itulah definisi surga. Jika kau mau aku membawamu
teleportasi ke surga, maka kita tetap akan berakhir di sini. Karena surgaku ada
di sini.ā
Ye Eun memutar mata dengan geli.
āAku serius.ā Yuta membela diri.
Namun gadis di sebelahnya malah mendecakkan lidah, kemudian merendahkan
kepalanya ke lengan Yuta untuk menyembunyikan senyumnya.
āWalau begitu, jika boleh jujur,
sebenarnya ada yang kusesalkan dari kebersamaan kita selama ini,ā lanjut Yuta
dengan helaan napas dibuat-buat.
Ye Eun segera mengangkat
kepalanya untuk menatap Yuta. āApa?ā tanyanya waspada.
āEntahlah, aku cuma berpikir
ketimbang novel Harry Potter, akan lebih menguntungkan bagi kita jika kau membacakan komik-komik erotismu padaku.ā
āYah! Aku tidak punya yang
seperti itu.ā
āKau punya dua lusin di rakmu.ā
āYuta!ā Muka Ye Eun serta-merta
menjadi merah padam, sementara Yuta malah tertawa cekikikan di sebelahnya.
āTapi belum terlambat, kok,ā kata
sang pria setelah menguasai diri. āMau bacakan untukku?ā
āKubilang aku tidak punya.ā
āYa ampun, princess, kau punya. Kalau kau mau, aku bisa teleportasi ke kamarmu
di Jeonnam untuk mengamāYAH! Kenapa kau memukulku betulan? Aku cuma bercanda.ā
Tangan Ye Eun bergerak dari kepala Yuta ke telinganya, menjewernya sedikit
sampai pria itu mengerang sebelum kembali ke posisinya semula, melingkar di
perut Yuta, memeluknya.
Yuta menggunakan kekuatan
supernaturalnya untuk mematikan lampu dan seketika tak ada cahaya di dalam
ruangan. Mereka menggeser tubuh, mencari posisi yang benar dengan bantalnya.
Dan selama beberapa saat tak ada yang bicara, keduanya terdiam menikmati
keberadaan satu sama lain, membiarkan kelembutan malam sepenuhnya mengambil
alih.
āKalau di kehidupan selanjutnya
kita terlahir lagi, semoga kita sama-sama terlahir sebagai manusia,ā bisik Ye
Eun sembari menyelipkan kakinya di antara kaki Yuta. Kakinya terasa dingin dan
kaki Yuta bahkan lebih dingin lagi, tapi itu tak masalah, karena fakta bahwa kaki
mereka tengah bertautan, masih bisa
bertautan, sudah cukup untuk membuat perasaannya menghangat.
āKalau di kehidupan selanjutnya
kita terlahir lagi, siapa pun kau, aku akan mencarimu dan menikahimu lagi,ā
balas Yuta, menyorongkan badan untuk memeluk Ye Eun seerat yang ia bisa.
āSiapa pun aku?ā
āYeah.ā Lebih erat lagi.
āBahkan jika aku terlahir jadi
kacang almond?ā
āKau bisa terlahir jadi kacang
mede, kacang panjang, kacang polong, kacang apa pun, dan aku tetap akan
menikahimu.ā
Ye Eun tertawa geli. āItu akan
sangat aneh.ā
āAku tahu.ā Yuta turut tersenyum.
Ia mencondongkan wajahnya untuk mencium kening Ye Eun. āPlease lahir jadi manusia saja.ā
Ye Eun balas menciumnya. āKuusahakan.ā
*********
Itu malam yang indah. Nuansa
kamar yang baru, percakapan sebelum tidur yang rapuh, serta suara-suara malam
yang terdengar lebih jelas membuat hati Yuta tenteram. Untuk sesaat ia mengira
ia bisa menghabiskan sisa malamnya persis seperti itu, sampai akhirnya hari
Jumat tiba dan Ye Eun benar-benar menggila. Gadis itu tak terkontrol. Ia
menjerit, menangis, meraung dan mengguncang tubuh Yuta, memaksanya melakukan
ritual seperti orang kesetanan. Ia bergelung di lantai sambil memosisikan
gunting menuding di perutnya dan mengancam akan bunuh diri. āKalau kau mati, aku juga akan matiā. Ye
Eun benar-benar kesurupan malam itu dan rasanya masih seperti mimpi bagaimana
Yuta pada akhirnya mampu menenangkannya. āBukan
malam ini,ā katanya, memeluk Ye Eun dan membisikkan hal-hal yang membuatnya
tenang, hal-hal yang ingin ia dengar, lalu menggiringnya menuju alam mimpi. Itu
hari yang melelahkan bagi Yuta dan ia tak yakin dirinya mampu melewati hari
esokākarena besok adalah harinya, dan ia yakin Ye Eun akan lebih tak terkontrol
lagi.
Dan benar saja. Ye Eun
benar-benar di luar kendali. Dia berteriak āaku
tak mau kau matiā dan Yuta balas berteriak āini juga bukan maukuā dan mereka saling meneriakkan omong kosong
seolah itu akan mengubah apa pun.
Malam semakin larut dan Yuta
akhirnya meneleportasi Ye Eun bersamanya ke rumah Ji Won. Jika Yuta tak bisa menangani
Ye Eun dalam kondisi ini, ia berharap Ji Won bisa.
āTunggu, memangnya kau mau ke
mana?ā tanya Ji Won bingung setelah Yuta menyerahkan Ye Eun yang benar-benar
berantakan dan hilang akal ke sisinya.
āTempat yang jauh.ā
āSampai kapan?ā
āAku tak tahu,ā desah Yuta. āPokoknya
apa pun yang terjadi tolong awasi Ye Eun. Jauhkan dia dari benda tajam dan
jangan biarkan dia pulang ke apartemennya dulu.ā
āYa ampun, sebenarnya ada apa
sih? Kau membuatku takut.ā
āAku tak bisa menjelaskannya.ā
Yuta lalu mengeluarkan dompet dari saku belakang jinsnya dan tanpa basa-basi
langsung memberikannya pada Ji Won. āAku sudah tak membutuhkan ini.ā
āHuh?ā
āKau harus menyetorkan semua uang
di dalam sana ke rekeningmu sebelum tengah malam.ā
āKe rekeningku?ā ulang Ji Won tak
mengerti. āUangnya untukku?ā
āYa.ā
āKenapa?ā
āKarena aku memberikannya
padamu.ā
āTapiā¦ā
āMoon Ji Won, terima kasih
banyak. Tapi aku tak punya waktu lagi. Aku harus pergi,ā kata Yuta genting.
Kemudian ia mengucapkan selamat tinggal pada Ye Eun dan benar-benar pergi.
Yuta tak mengira pertemuan
terakhirnya dengan Shin Ye Eun akan terjadi seperti itu, tapi memang begitulah akhirnya. Ia
kembali ke apartemen dan mengganti bajunya dengan kemeja salmon yang dibelikan
Ye Eun di Jeonnam. Ia mencuci rambutnya, menyisirnya rapi ke belakang, lalu
duduk di ujung ranjang dengan gelisah.
Yuta tak tahu bagaimana sikap
yang tepat untuk menghadapi kematian. Ini pertama kalinya ia menjadi debu.
Semakin lama menunggu, rasa takutnya menjadi semakin brutal. Ia membayangkan
tubuhnya dirobek paksa dari dalam dan akan terus dirobek-robek lagi sampai
seukuran partikel debu. Ia membayangkan semua itu dan merasakan tangannya mulai
gemetar.
Pada akhirnya, Yuta memilih
membaringkan diri di ranjang dan memaksa tubuhnya untuk tidur, berharap dengan
begitu rasa sakitnya lebih bisa ia tolerir, atau mungkin, jika beruntung, ia
bisa saja tidak merasakan apa-apa sama sekali.
11.50 PM. Yuta tertidur, dan ia
kira ia tak akan bangun lagi.
Namun dia salah.
09.02 AM.
Yuta bangun seperti biasa sebelum
tersadar bahwa seharusnya ia sudah menjadi debu.
Satu-satunya alasan yang tepat
untuk kejadian ini adalah perkiraan waktunya meleset. Kemungkinan bulan purnama tersebut baru akan terjadi
malam ini. Atau lusa, jika alam sedang baik-baiknya, namun ia meragukan hal
itu.
Yuta mondar-mandir di samping
ranjang, menimbang apa ia harus menemui Ye Eun lagi atau berdiam diri saja di
sini, menunggu ajalnya tiba. Ia berpikir selama berjam-jam sebelum hatinya
mendobrak semua pikiran yang berkecamuk itu. Yuta akhirnya tersadar bukan Shin Ye
Eun lah yang seharusnya dia temui. Hidupnya tidak berputar hanya untuk gadis
itu. Ada yang lain, yang tak kalah penting.
Menjelang siang, Yuta
berteleportasi ke rumah Ji Won untuk mengecek keadaan Ye Eun. Gadis itu tertidur
di ruang tengah dengan raut getir dan jejak air mata di seluruh wajahnya. Ji
Won menghampirinya sepuluh menit kemudian di teras dengan wajah lelah. Ia
meminta maaf kepada Yuta karena terpaksa harus mencekoki obat tidur pada Ye Eun
pagi iniādia tak mau tidur, katanya, aku tak punya pilihan lain. Dan dia
bilang, karena obat itu, mungkin Ye Eun akan tertidur seharian. Itu artinya Yuta
tak bisa mengucapkan sepatah kata pun pada Ye Eun lagi. Kemarin adalah yang
terakhir. Yuta mengangguk pada Ji Won dan berterima kasih padanya sebelum
pergi.
Setelah menemukan tempat
tersembunyi untuk teleportasi, Yuta tak membuang-buang waktu dan segera
menghilang ke dunia vampir. Ia harus mencari Edawn dan Yanan. Yuta akan meminta
maaf pada mereka, lagi dan lagi, sampai mulutnya tak bisa bicara lagi. Bukan
masalah jika pada akhirnya ia tidak dimaafkan, Yuta cuma mau minta maaf, dia butuh minta maaf. Supaya matinya lebih
tenang. Atau mungkin, Yuta sejujurnya cuma ingin melihat mereka lagi. Untuk
terakhir kali.
Yuta tak butuh waktu lama untuk
menemukan Edawn.
āHei.ā
Edawn terkejut sekali melihat
Yuta sebelum ragu-ragu menjawabnya. āHei.ā
āJadi bagaimana kabarmu?ā tanya Yuta rikuh.
āSejak kapan kau peduli kabarku?
Bersikaplah seperti dirimu sendiri! Malah canggung kalau begini.ā
āYeah, benar.ā
āJadi,ā katanya, āada apa?ā
āAku mau menemuimu.ā
āUntuk?ā
āMinta maaf padamu.ā
āKau tahu, aku tak butuh itu,ā
kata Edawn muak. āMaksudku, pada akhirnya ini hidupmu. Kau bisa memilih untuk mentransplantasi
otakmu dengan otak monyet dan aku tak bisa berbuat apa-apa.ā
āBisakah kita bicara serius?ā
āAku serius,ā Edawn menyahut.
āKau tak perlu minta maaf padaku. Seberapa pun bodohnya keputusanmu di
telingaku, pada akhirnya sebagai teman aku harus menghargainya.ā
Edawn terdiam sejenak sebelum
akhirnya kembali bicara, āJadi kapan kau akan jadi debu?ā tanyanya, berusaha
terdengar kasual, seolah itu bukan masalah. Seolah Yuta hanya akan jadi debu
dalam sehari, dan besoknya mereka akan bertemu lagi. Seolah itu adalah fase
temporer.
āMalam ini.ā Yuta menoleh ke
langit yang mulai gelap, lalu menggeleng, āEntahlah, beberapa jam lagi.ā
āBeberapa jam lagi?ā
āYa, lebih mudah jika aku tak
menghitung berapa waktu yang kupunya.ā
āKau tak akan ke dunia manusia
lagi?ā
Yuta menggeleng. āAku ingin mati
di habitatku sendiri.ā
āLalu bagaimana dengan Shin Ye
Eun?ā
āSudah kutitipkan pada Ji Won.ā
Edawn mengangguk tipis. Ia
memandang Yuta dengan ekspresi syok yang masih terlihat jelas walau sudah
berusaha ia tutupi. āIni benar-benar terjadi. Wah.ā
āAku tahu.ā Yuta mengangkat bahu.
āWah.ā
āJadi intinya kau ke sini untuk
mengucapkan selamat tinggal?ā
Yuta tak langsung menjawab. Ia
memberi jeda selama beberapa saat sebelum menghela napas dan mengangguk
dramatis. Dan saat itu tiba-tiba saja seseorang menyeruak di antara mereka dan
menjerit, āIKUT AKU KE PERPUSTAKAAN!ā
Yuta dan Edawn bahkan tidak
sempat berkedip dan mereka sudah dibawa berteleportasi ke sebuah meja bundar
paling tersembunyi di perpustakaan dunia vampir. Pelakunya tidak lain tidak
bukan adalah Yanan.
āWah, kau masih hidup ternyata,ā
sindir Edawn, mendecakkan lidahnya. āSusah sekali menemuimu akhir-akhir ini.ā
āMaafkan aku. Aku berusaha
mencari jalan keluar untuk Yuta, oke?ā
āAstaga.ā Yuta mengerang. āDengar, aku
berterima kasih kau mau repot-repot memikirkanku. Tapi kau tahu itu tak ada
gunanya, kan? Kita semua tahu kalau masalahku tidak memiliki soluā¦.ā
āAku menemukannya,ā sela Yanan.
Yuta dan Edawn terperanjat.
āKau ingin hidup bersama nona
pengantin, kan?ā tanya Yanan.
Yuta mengangguk tanpa ragu.
āKau tak mungkin bisa bersamanya
sebagai vampir, kau tahu itu?ā Yuta mengangguk lagi, kali ini lebih pelan,
lebih waspada. Yanan melanjutkan, ātapi aku yakin akan ada jalan untuk
bersamanya jika kau adalah manusia.ā
āEw.ā Edawn mengernyitkan
hidungnya dengan jijik. āHanya vampir sakit jiwa yang mau menukarkan kehidupan
sehebat ini denganā¦ā
āAku bisa jadi manusia?ā Yuta
menyela penuh harap.
āKau mau jadi manusia?ā Edawn
menjerit melengking, tapi tak ada yang mendengarkannya. Yanan menjawab pertanyaan
Yuta bahwa ia bisa jadi manusia, lalu berdiri mengambi buku kuno bersampul kulit
lembu, tebalnya dua kali lipat dari buku aturan asosiasi. Jika buku itu
digunakan untuk memukul orang, mungkin yang dipukul akan langsung gegar otak. Yanan
meletakkan buku itu di tengah-tengah meja sampai membuat meja mereka bergetar.
Edawn yang penasaran langsung menarik buku itu ke sisinya dan membalik
halamannya. Halaman pertama kosong. Edawn membalik halaman berikutnya. Kosong.
Lalu melompat ke halaman di tengah. Ke halaman akhir. Kosong. Kosong.
āSialan, apa ini lelucon?ā
umpatnya.
āWah.ā Namun Yanan malah melotot
takjub memandang buku itu. āJadi itu benar?ā
āApanya?ā
āHanya aku yang bisa membacanya.ā
āHuh?ā
āDi sini tertulis, buku ini hanya
bisa dibaca oleh para vampir yang pernah membuat perjanjian dengan asosiasi.ā
Yanan menoleh awas ke sekelilingnya sebelum mendekatkan wajahnya ke tengah meja
dan melanjutkan dengan suara rendah. āIni buku terlarang. Vampir generasi
pertama yang membuatnya. Ribuan tahun lalu. Seluruh isinya dibuat dengan
tulisan tangan klasik dan ejaan lama. Aku yakin dia membuat ini sebagai pedoman
bagi mereka yang cukup bodoh karena sudah berani-beraninya membuat perjanjian
dengan asosiasiāvampir sepertiku.ā
Yuta langsung membuat ekspresi
menyesal dan hendak meminta maaf (lagi), namun Yanan langsung menggeleng,
menolak mentah-mentah permintaan maafnya bahkan sebelum kata maaf itu ditutur.
āTidak. Aku tidak menyesal sudah membuat perjanjian dengan mereka. Kalian tak
mengerti. Buku ini luar biasa. Kau tak perlu khawatir lagi dengan waktu
pencarian pengantinku. Asal ada buku ini, aku yakin aku bisa melaksanakan
ritual dengan mudah.ā
Yuta dan Edawn menatapnya skeptis.
Menjadi satu-satunya di antara mereka bertiga yang bisa membaca buku itu saja
sudah aneh, Yanan bisa saja berbohong, dan mereka berdua tidak akan tahu. Kedua
pria itu berpandangan, saling bertanya dalam hati apa mereka bisa memercayai
ucapan Yanan.
Melihat itu, Yanan mendecakkan
lidahnya. āAku bersumpah aku tidak bohong.ā
āSekalipun kau tidak bohong, apa
kau yakin buku itu bukan lelucon? Mungkin pengarangnya tidak waras.ā
āDan dia membuat hampir sepuluh
ribu halaman untuk membuktikan ketidakwarasannya? Yeah, terdengar sangat tidak
waras di telingaku,ā sindir Yanan.
Muka Edawn makin skeptis lagi.
āItulah persis yang dilakukan orang-orang tidak waras. Apa dia tak punya
kehidupan?ā
āOke, aku tak peduli kalian mau
percaya atau tidak. Tapi kalau aku jadi kau,ā Yanan mengarahkan pandangannya
pada Yuta, āaku akan melakukannya. Toh kau tak punya apa-apa lagi untuk
dipertaruhkan, kan? Kalau buku ini ternyata cuma lelucon, kau sudah memutuskan
untuk mati malam ini, tidak akan ada yang berbeda. Tapi jika buku ini benar,
kau bisa bangun besok pagi di dunia manusia. Menjadi manusia.ā
āYeah, aku tahu,ā kata Yuta. āJadi
apa yang harus kulakukan supaya jadi manusia?ā
āKau sungguh mau jadi manusia?ā
Muka Edawn berubah menjadi merah jambu saking jijiknya.
āYa. Aku akan melakukan apa pun
jika itu artinya aku bisa hidup dengan Ye Eun.ā
āBenar-benar sakit jiwa,ā caci
Edawn. āBahkan menjadi debu pun jauh lebih terhormat daripada menghabiskan sisa
hidupmu menjadi manusia.ā
āAku tahu,ā balas Yuta sengit. āBukankah
beberapa menit yang lalu kau bilang sesuatu soal menghargai keputusanku? Jadi
tutup mulutmu! Ini keputusanku.ā
āTapi keputusanmu sekarang sudah
berbeda lagi. Mungkin aku akan lebih senang melihatmu jadi debu.ā
āKau serius?ā sahut Yuta tak
percaya. āHidup lebih baik dari mati.ā
āHuh? Kenapa begitu? Apa kau
takut mati?ā
āTentu saja.ā
Edawn memutar bola matanya tak
habis pikir. āJadi kau takut mati dan menawarkan dirimu sendiri untuk mati? Hebat
sekali manusia itu bisa membuatmu berkorban sebesar ini.ā
āKukira aku sudah memberitahumu
bahwa aku mencintainya?ā
āLalu?ā
āJelas kau tak mengerti. Kau tak
pernah jatuh cinta.ā
āYeah, aku tak sebodoh itu sampai
jatuh cinta pada manusia.ā
āBukan itu poinnya.ā
āAku bahkan tak mau tahu apa
poinmu. Aku cuma mengira kau sudah sebegitu angkuhnya sampai tak takut mati.ā
Sementara itu, Yanan menemukan
halaman yang dicarinya dan mulai membaca. āVampir yang ingin menjadi manusia
harus mendatangi asosiasi dan menyebutkan kata kuncinya. āa vita eterna Ć¹n hĆØ micca per mĆØ. Lalu menjelaskan secara garis
besar apa alasanmu ingin menjadi manusia.ā
āApa artinya kata kunci itu?ā
āAku tak tahu.ā
āBagaimana mungkin aku
mengucapkan sesuatu yang tak kumengerti?ā
āIni bukan saatnya untuk
mendebat. Turuti saja apa kata buku ini.ā
Yuta tak punya pilihan lain selain
mengangguk. āBaiklah. Hanya itu?ā
āBagaimana menurutmu?ā
āAsosiasi tidak bekerja seperti
jin lampu ajaib. Mereka tak mungkin mengabulkan keinginanku begitu saja.ā
āBenar.ā
āJadi apa yang harus kuberikan?ā
Yanan membaca tulisan di baris
terakhir dengan napas tertahan, āSegalanya.ā
āApa maksudnya?ā
āAku tak tahu,ā katanya putus
asa. Ia memandangi lembaran itu dan menggeleng gusar, ātak ada penjelasan apa
pun soal itu. Maafkan aku.ā
āItu gila,ā gumam Edawn. āApa
maksudnya segalanya?ā
āSudah kubilang aku tak tahu. Aku
baru menemukan buku ini satu jam yang lalu. Aku belum membaca semuanya. Tapi
pasti ada penjelasannya, di antara ribuan halaman ini. Jika kau mau menunggu,
aku akanā¦ā
āHidungku berdarah,ā sela Yuta.
Suaranya cuma berupa gumaman pelan. Namun masih bisa didengar oleh kedua orang
di sebelahnya. Mereka menoleh serentak kepada Yuta dan praktis terbelalak.
āAstaga. Jam berapa ini?ā tanyan
Yanan genting.
āAku yakin sudah hampir tengah
malam.ā Yuta mengangkat bahunya. Berusaha menyumbat hidungnya. āAku tak punya
waktu lagi. Bisa kau tolong ulangi itu?ā pinta Yuta sembari berdiri.
Yanan mengikuti gerakan Yuta
dengan matanya. āUlangi apa?ā
Hidung Yuta terus mengeluarkan
darah. āApa yang harus kuucapkan di depan asosiasi jika mau jadi manusia?ā
āAh, benar. Maaf.ā Yanan membaca
tulisan di bukunya lagi. āa vita eterna
Ć¹n hĆØ micca per mĆØ.ā
Yuta menggumamkan kalimat itu di
balik napasnya, berusaha mengingatnya, tapi kepalanya mulai pening, dan ia tak
yakin apa sakit di kepalanya itu timbul karena kalimat tersebut terlalu asing
dan sulit diingat atau karena perubahan menjadi debunya sudah dimulai. āBahasa
apa sih itu? Kenapa susah sekali?ā keluhnya.
āAku juga tak tahu,ā kata Yanan.
Menoleh pada bukunya lagi dan berusaha mencari artinya. Namun nihil.
Saat itu, Edawn tiba-tiba
menyeruak berdiri sambil mencengkeram tangan mereka berdua. āItu tidak susah.
Kau bisa mengingatnya. Ucapkan keras-keras setelah aku. a vita eterna Ć¹n hĆØ micca per mĆØ.ā
āa vita eterna Ć¹n hĆØ micca per mĆØ,ā gumam Yuta.
āBagus. Lebih baik kita teleportasi
ke gedung asosiasi sekarang,ā balas Edawn, lantas tanpa menunggu persetujuan,
ia membawa mereka berteleportasi ke sana. Ya, Edawn memang selalu bergurau soal
ātak sabar melihat Yuta jadi debuā, tapi saat itu benar-benar terjadi, terlebih
di depan matanya, ia merasa hatinya dihujam oleh seribu belati. Edawn pada
akhirnya setuju, Yuta benar, bagaimanapun hidup jauh lebih baik dari mati.
Bahkan hidup sebagai manusia yang ia anggap hina sekalipun jauh lebih baik dari
mati. Ia benar-benar tak tega melihat Yuta menguap jadi debu dengan proses
pendarahan hebat yang menyakitkan. Dia sudah pernah melihat seorang vampir
menjadi debu dan membayangkan Yuta melewati fase itu membuat air mata
menggenang di pelupuknya tanpa sepengetahuannya.
Mereka berteleportasi ke pintu
utama gedung asosiasi. Pintu raksasa super besar, megah dan tinggi dengan kenop
berbentuk taring yang terbuat dari zamrud. Gedung asosiasi selalu diselimuti
awan hitam yang senantiasa nampak mendung seolah ingin hujan. Mereka berdiri di
sana, memerhatikan Yuta yang sudah semakin kacau.
āa vita eterna Ć¹n hĆØ micca per mĆØ,ā gumam Edawn kepada Yuta. Yanan
langsung menoleh padanya dengan kagum.
āAku mengingatnya. Terima kasih,ā kata Yuta
sembari mengangguk pada pria berkulit pucat itu. Ia menoleh pada pintu raksasa di
depannya dan menghela napas. Inilah waktunya.
āApa pun yang terjadi setelah
ini, kuharap tidak akan ada penyesalan.ā Yanan menepuk pundaknya.
āYeah, apa pun yang terjadi
setelah ini, jika itu artinya kehidupan yang baru, aku harap kau bisa jaga diri
tanpa kami,ā timpal Edawn. āAku yakin buku itu benar. Kau tak akan jadi debu,
kau akan jadi manusia. Dan kuharap di tempat barumu itu, kau akan mendapat
teman yang lebih baik dari kami, dari aku, tepatnya. Maaf sudah menjadi teman
yang buruk.ā Muka Edawn berwarna merah jambu lagi, dan kali ini bukan karena ia
sedang jijik. Kulit wajah pria itu benar-benar pucat sampai seluruh emosinya
nampak transparan. Dan sekarang Yuta bisa melihat bahwa temannya itu sedang amat
panik, sedih dan tak tega. Dan hatinya praktis serasa ngilu.
Darah mengalir terus-menerus dari
hidung Yuta sekeras apa pun ia menyumbatnya. āDengar,ā katanya, suaranya
bergetar, dan ia tersengal-sengal saat melanjutkan. āAku tak tahu bagaimana
caranya berterima kasih. Kalian adalah hal terbaik yang kupunya di dunia ini.ā
Yuta melihat Edawn yang semakin
merah jambu dan tak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Ia bahkan tak
menangis saat mengucapkan selamat tinggal pada Ye Eun, tapi ia malah menangis
di sini. āAku tak tahu apa jadinya aku tanpa kalian. Aku bisa saja berjalan
mengelilingi bumi dan aku bersumpah, tak akan ada teman yang lebih baik dari
kalian. Akuā¦ya ampun, akuā¦benar-benar minta maaf.ā
Yuta mencengkeram dadanya, dan
nyaris bersimpuh saat ia menangis.
Edawn yang sejak tadi
menahan-nahan air matanya pada akhirnya ikut menangis.
Melihat itu, Yanan menarik mereka
berdua ke dalam rangkulan besar. Mereka bertahan dalam posisi itu sementara
Yanan terus berkata bahwa āini bukan akhirā, bahwa ākau tak akan matiā dan
Edawn terus berkata bahwa ākami akan sering mengunjungimu di bumiā serta āhidup
bahagialah dengan Shin Ye Eunā secara berulang-ulang. Sampai akhirnya bunyi
nyaring terdengar dari pintu raksasa di belakang mereka. Pintu itu berderit
membuka, menandakan asosiasi sudah siap untuk bicara.
Ketiga pria itu terpaksa
melepaskan diri satu sama lain dan menghapus air mata masing-masing sambil
mengeluarkan ekspresi sok tabah.
āAndai ada cara untuk membalasā¦ā
āBerengsek! Kenapa kau hobi
sekali bicara? Cepat masuk ke dalam!ā Edawn membentak. Hidungnya semakin merah
lagi dan ia menyedot ingusnya dengan sangat tidak keren sebelum mengusapnya
dengan punggung tangan.
āSelamat tinggal,ā kata Yanan.
Yuta melangkahkan kakinya dan
masuk ke dalam. Pintu itu bergerak menutup.
āSelamat tinggal,ā balas Yuta
dari celah kecil.
āSelamat tinggal apanya! Dasar
berengsek!ā Edawn masih bisa-bisanya mencaci. āKatakan sampai jumpa!ā
Dan pintu pun tertutup.
**********
Rupanya yang benar memang selamat
tinggal.
Selagi Yuta berjalan menuju
bagian tengah aula pertemuan, obor-obor berwarna hijau lumut yang temaram
menyala tiba-tiba di kanan kirinya. Ini bukan kali pertama Yuta mendatangi
asosiasi. Tapi ini kali pertama ia berjalan di altar tersebut dengan hidung
berdarah dan kepala yang serasa terbelah. Kondisinya tersebut membuat aula itu
terasa lebih besar dari yang semestinya, membuatnya harus berjalan lebih jauh,
mengeluarkan tenaga lebih keras. Yuta merasa ini pasti sudah benar-benar tengah
malamāmungkin hanya beberapa menit sebelum tengah malamādan tubuhnya sudah terasa
tidak kokoh lagi. Seolah sudah ada partikel, atom-atom, serpihan bintangnya
yang menghilang.
Setelah berjalan kira-kira dua
puluh meter, Yuta akhirnya sampai persis di tengah aula. Ia berdiri di atas
podium berbentuk setengah lingkaran dan menyebut namanya.
āNakamoto Yuta, ingin bicara
dengan majelis asosiasi,ā katanya sekeras yang ia mampu. Tenggorokannya terasa
terbakar dan saat ia hendak bicara lagi, cahaya menyilaukan dari lampu sorot
jatuh tepat di podiumnya, di atas kepalanya, menyinarinya dengan cahaya kelewat
terang yang terasa panas di kulitnya.
Walaupun podiumnya terang
benderang, namun sekelilingnya gelap. Yuta tak bisa melihat apa pun kecuali warna
hitam di mana-mana, seolah-olah dia sedang sendiri. Yang mampu terlihat di
antara kegelapan itu hanyalah titik-titik merah dari mata kelelawar yang
bergantung terbalik pada tiang di langit-langit.
Sesuai petunjuk Yanan, Yuta
menyebutkan kata kunci untuk menjadi manusia dan alasannya memilih keputusan
itu.
āa vita eterna Ć¹n hĆØ micca per mĆØ,ā
Yuta bisa merasakan beberapa
pasang mata menyorotnya tajam walau ia tak bisa melihat apa pun sama sekali.
Dia lantas melanjutkan, āAku
ingin jadi manusia karena aku jatuh cinta pada seorang wanita dari kaum mereka.
Aku ingin menjadi manusia untuk hidup bersamanya. Aku ingin jadi manusia
karenaā¦ā Napas Yuta tercekat sedikit, menahan sakit, āā¦karena aku tak mau jadi
debu seperti ini. Ya, aku tahu, ini sifat pecundang, aku sedang berusaha
menghindari takdirku untuk mati, tapiā¦ā
Kau tak bisa menyebut sesuatu yang kau pilih sendiri sebagai takdir.
Tiba-tiba muncul suara lembut
yang menggema di seluruh ruangan. Entah dari mana.
Kau memilih untuk tidak melaksanakan ritual. Dengan kata lain, kaulah
yang memilih untuk mati. Itu bukan takdir. Jangan bicara sembarangan soal
takdir. Takdir adalah sesuatu yang mutlak. Sementara ini, ini adalah pilihanmu,
keputusanmu.
Yuta terdiam sejenak sebelum
menganggukkan kepalanya. Setuju. āBenar. Maafkan aku,ā katanya dengan suara
rendah yang sopan. Berharap semua sikap hormatnya ini bisa memudahkannya untuk
membujuk asosiasi. āDan jika aku masih diizinkan untuk memilih, untuk
menentukan keputusanku, maka aku memilih untuk menjadi manusia.ā
Kau tahu apa yang harus kau bayar untuk itu?
āYa,ā sahut Yuta takzim.
āSegalanya.ā
Suara lembut itu berubah jadi
lebih besar saat ia tertawa, lalu mengakhirinya dengan dengusan mencemooh.
Dan kau siap kehilangan segalanya?
Setelah mendengar pertanyaan itu,
Yuta bisa merasakan telapak tangannya menjadi semakin basah. Awalnya ia
berpikir itu hanya keringat. Namun saat ia mengangkat kedua tangannya, ternyata
darah segar sudah mulai merembes lewat pori-porinya.
Lihat dirimu! Kau tak punya waktu lagi. Sekarang jawab pertanyaan ini,
apa kau siap kehilangan segalanya?
Yuta jelas tak memiliki
kesempatan lagi untuk berpikir, jadi ia langsung mengangguk. āAku siap,ā
jawabnya, lantas menelan ludah. Suaranya keluar lebih pelan dari yang ia
harapkan, namun untungnya cukup keras untuk bisa didengar di ruangan sesunyi
itu.
Kalau kau siap dengan konsekuensinya, maka terjadilah.
Tepat saat suara itu terdengar,
Yuta merasakan tulang-tulang di kakinya rontok dan ia jatuh terjerembab.
Kepalanya tersungkur keras membentur lantai podium dan ia tak bisa
mengangkatnya lagi. Darahnya tercecer di mana-mana. Keluar melewati hidung dan
merembes dari semua pori-pori di kulitnya.
Katakan selamat datang pada kehidupan baru yang menantimu, dan selamat
tinggal pada kehidupanmu sebelumnya.
Yuta mendengarnya samar-samar.
Suara besar itu terasa seakan sedang meninabobokannya. Yuta mulai merasa semakin
menjauh dari ruangan ini. Dunianya seakan menyusut, seolah-olah separuh darinya
ada di sini sementara separuh yang lain sudah berada di tempat lain.
Sebagai gantinya, kau akan kehilangan segalanya. Segala yang ada di
dunia vampir, dan segala yang ada di bumi. Tak ada satu pun yang akan
mengingatmu dan tak ada satu pun yang bisa kau ingat dari mereka.
Suara itu terasa semakin jauh dan
terus menjauh. Segalanya seperti mimpi. Mata Yuta berangsur-angsur memejam.
Selamat atas kehilanganmu.
Kau kehilangan segalanya, sebagaimana yang kau minta.
Lampu sorot di atasnya mati. Dan
Yuta merasakan sesuatu menghujam jantungnya dengan amat keras. Sangat keras
hingga Yuta merasa dirinya pun ikut mati.
**********
1 tahun kemudianā¦
Malam itu benar-benar meriah.
Acara pertunangan anak bungsu Xavier Evansāseorang pengusaha asal Perancis yang
sudah menetap di Seoul selama 10 tahunānampaknya akan digelar semalam suntuk.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam tapi tak ada satu pun dari tamu undangan
yang menunjukkan tanda-tanda akan pulang.
Cowok-cowok di sana berpakaian
necis; kemeja sutra dan sepatu mengilap. Begitu pun cewek-ceweknya, gaun sequin dan stiletto bertali. Semua orang terlihat mewah seakan-akan baru
keluar dari etalase rumah mode di fifth
avenue. Mereka menggoyangkan badannya mengikuti irama musik di halaman
belakang rumah tuan Evans yang luas. Mengangkat tinggi gelas wine mereka dan bersulang dengan penuh
gaya.
Jaehyun berbaur dengan para
kalangan borjuis itu sambil menyesap sampanye. Tak ada satu pun dari mereka yang
nampak curiga bahwa Jaehyun adalah penyusup. Penampilannya amat meyakinkan; dia
memakai kemeja satin emas berlengan panjang, rambut tersisir rapi ke belakang,
ditambah lagi wajahnya yang benar-benar rupawan. Teman-teman mempelai wanita
akan mengira Jaehyun adalah teman dari mempelai pria, dan teman-teman mempelai
pria akan mengira dia adalah teman mempelai wanita.
Tepat setelah sampanye-nya habis,
walkie talkie seukuran anggur yang ia
sisipkan di balik kerah kemejanya berbunyi.
āKami sudah hampir selesai. Rich Boy, aku butuh kau untuk awasi
jalan keluarnya.ā
āDari mana kau akan keluar?ā
balas Jaehyun sembari menarik diri dari kerumunan. Ia berjalan mengitari kolam
renang, mencari tempat yang lebih sepi sebelum mendongak mengawasi salah satu
jendela.
āJendela ruang brankas,ā kata
Doyoung. āAman?ā
āTidak. Ada beberapa orang yang
sedang ngobrol di bawah. Lewat tangga jauh lebih aman. Kau bisa keluar lewat
jendela ruang tamu dan langsung ke mobil.ā
āOke.ā
Jaehyun menukar gelasnya yang
kosong dengan gelas yang baru dari pelayan yang lewat, lalu menyesapnya sembari
kembali mengawasi jendela tempat rekan-rekannya sedang beraksi.
Doyoung dan Yuta bekerja dalam
diam. Doyoung berdiri di ambang pintu sementara Yuta memasukkan bergepok-gepok
uang dan perhiasan dari brankas ke dalam tas miliknya. Sesering apa pun ia
melakukan ini, ia tetap saja merasa bersalah. Perutnya bergejolak tak nyaman dan
keringat dingin mengalir di punggungnya.
āSudah?ā
āSudah.ā
āRich Boy bilang jendela itu tak aman,ā Doyoung mengedikan kepalanya
ke jendela di seberang Yuta, ākita bisa ke lantai satu lewat tangga dan keluar
dari jendela ruang tamu.ā
āKita cuma berdua di sini.
Bisakah kita panggil dia Jaehyun saja?ā
āTidak, anak setan,ā kata
Doyoung. āKita pakai nama samaran saat sedang beraksi.ā
āDan bisa kau jelaskan sekali
lagi kenapa nama samaranku anak setan?ā kata Yuta sementara ia mengayun tasnya
ke bahu dan berdiri.
Doyoung bertolak pinggang.
āDengar,ā tuntutnya, dan tiba-tiba saja suara alarm yang nyaring terdengar di
seluruh penjuru rumah.
āSial,ā umpat Doyoung. Keduanya
reflesk berlari. Yuta tipis di belakang Doyoung. Selagi berlari, Doyoung menarik
headset-nya dan bicara pada Mark yang
menunggu di mobil. āHeh, marmut, apa yang terjadi? Matikan alarmnya.ā
āSedang kulakukan,ā kata Mark.
āCepat, berengsek.ā
āDiamlah! Aku butuh konsentrasi.ā
āSexy Brain, semua petugas keamanan sedang berlari ke lantai dua,
jauhi tangganya!ā Jaehyun mengingatkan Doyoung lewat walkie talkie. Tapi Doyoung dan Yuta sedang berlari ke arah tangga,
dan mereka berlari kencang sekali sampai-sampai tak bisa langsung berhenti.
Saat akhirnya Doyoung bisa berhenti, para petugas keamanan itu sudah berdiri
sepuluh meter di depan mereka.
Yuta mengeratkan pegangannya pada
tasnya. āApa yang harus kita lakukan?ā
Doyoung mendorong Yuta dan
dirinya masuk ke dalam kamar mandi di sebelah mereka dan segera mengunci
pintunya. Ia mengedikan kepalanya pada jendela kamar mandi. āKau lompat dari
sana,ā suruhnya. āAku akan mengalihkan perhatian mereka.ā
Yuta tak membantah. Doyoung tak
pernah salah setiap kali mereka terjebak dalam situasi ini. Yuta memanjat
kloset porselen dan memecahkan kaca dengan tang di sakunya. Pintu kamar mandi mulai
digebrak-gebrak. Doyoung menunggu sampai Yuta berhasil mengeluarkan setidaknya
setengah tubuhnya dari ventilasi sebelum menendang pintu kamar mandi sampai
engselnya copot. Pintu kayu itu jatuh bergubrakan di lantai dan Doyoung tanpa
ragu maju dan menghajar mereka semua dengan tangan kosong.
Sementara itu, Yuta berhasil
keluar dari ventilasi. Namun saat ia menjejakkan kakinya, ternyata alas di
bawahnya adalah genteng dengan kemiringan nyaris tegak lurus. Ia kehilangan
keseimbangan dan jatuh berguling ke ujung atap dan terpental ke rumput di
bawah. Ia mengenai seseorang. Seorang perempuan. Dan dia langsung menjerit.
Yuta praktis mengulurkan tangannya yang dipenuhi luka beset ke mulut sang
gadis.
āDiam, please. Jangan berisik,ā kata pria itu. Ia mengulurkan tangan pada
tasnya yang jatuh di dekat tanaman bambu, memeluknya erat-erat, memastikan tas
itu aman dalam dekapannya sebelum mendongak pada sang gadis.
Yuta sesaat terperangah. Dia
merasa jantungnya terentak dan kerinduan mendalam membuncah di dadanya seperti
kembang api. Gadis itu balas memandangnya, raut matanya yang penuh ketakutan
berangsur-angsur tenang. Mereka saling bertatapan untuk waktu yang terasa begitu
lama.
āA-apa aku mengenalmu?ā tanya
Yuta, perlahan-lahan melepas tangannya dari mulut sang gadis.
Gadis itu tak menjawab. Seolah ia
sendiri pun ragu.
āShin Ye Eun!ā teriak seseorang,
membuat mereka terkejut. Gadis yang dipanggil Shin Ye Eun itu langsung
terbeliak dan mendorong Yuta yang membungkuk terlalu dekat di atasnya, lantas
menoleh pada perempuan yang memanggil namanya itu seraya berdiri. āAda apa?ā
āTolong bawakan lebih banyak
wiski untuk di bar,ā kata wanita itu, kemudian melirik Yuta dan menambahkan,
ākalau kau sedang sibuk, biar kusuruh Donghyuck.ā
āTidak,ā sergahnya langsung, ia
menatap Yuta yang baru saja berdiri sambil menyandang tasnya, lalu menggeleng
dan menegaskan. āAku tidak sibuk.ā
Gadis itu, Shin Ye Eun, segera
berlalu ke dapur sambil merapikan bajunya. Yuta masih terpana, ia tak bisa
mengalihkan pandang sama sekali. Perasaannya terasa amat hangat saat mata
mereka bertemu. Yuta merasa tiba-tiba saja ia menemukan rumahnya, masa lalunya.
Rasanya ia menemukan ingatannya yang hilang, yang tak pernah lagi ia coba pikirkan selama beberapa bulan terakhir ini.
Saat itu, tiba-tiba saja bahunya ditendang
oleh seseorang dan sebelum tubuhnya benar-benar terjatuh, Doyoung menarik kausnya
dari belakang, menyambarnya pada tengkuknya dan memaksanya berlari menuju
tembok yang dipenuhi tanaman rambat dan memanjat keluar.
Jaehyun sudah ada di dalam mobil
saat kedua laki-laki itu masuk.
āMarmut!ā teriak Doyoung pada
Mark. āBagaimana bisa alarmnya bunyi!ā
āAku berpikir untuk mogok kerja
sampai kau mengganti aliasku,ā kata Mark sambil mendecakkan lidahnya.
āJangan alihkan pembicaraan.ā
āApa hubungannya tugasku dengan
marmut?ā
āYah! Kubilang jangan alihkan
pembicaraan!ā
āHarusnya aku dipanggil hacker master.ā
āYah! Master apanya? Kau bahkan
tak becus dalam tugasmu!ā
āDengar, harusnya kau berterima
kasih padaku! Alarmnya bisa bunyi lebih cepat dari ini dan aku berhasil
menahannya sampai menit terakhir. Lagian kenapa kalian lama sekali!ā
āAnak setan gemetaran saat
mengambil uangnya.ā Doyoung mengedikan dagunya pada Yuta.
Yuta yang duduk di depan cuma
menatapnya dari spion tengah dan mendengus. Kepalanya melayang lagi pada cewek
tadi. Kenapa rasanya ia sangat merindukannya? Kenapa gadis yang baru ia temui
sekali bisa terasa sebegini tak asingnya?
āShin Ye Eun.ā Yuta bergumam amat
pelan. Bahkan namanya juga tak asing di mulutnya.
āKawan-kawan,ā panggil Yuta.
āBerhenti bilang kawan-kawan!ā
sambar Doyoung tak tahan. āAku benar-benar geli mendengarmu bilang begitu.ā
āBaiklah, geng,ā ralat Yuta.
āAstaga!ā Kali ini Mark yang
menyuarakan rasa jijiknya. Jaehyun yang sedang menyetir ikut mendesah. Doyoung
apalagi.
Yuta mengabaikan
ketidaksuportifan semua rekannya itu dan melanjutkan, āKurasa aku bertemu
seseorang dari masa laluku.ā
āBenarkah?ā tanya Jaehyun dengan
nada bersimpati yang dibuat-buat, kemudian menoleh pada spion tengah untuk
bicara pada Mark. āAku butuh kau untuk mengehack lampu merah di perempatan 500
meter lagi.ā
āKenapa aku harus mengehack lampu
merah? Menyetirlah sesuai ketentuan.ā
āTidak bisa. Kita diikuti mobil
polisi,ā balas Jaehyun tenang.
āAPA!ā teriak Doyoung, refleks
memutar badannya untuk melihat sendiri mobil itu.
Mark mendecak bosan dan segera
berputar ke laptopnya. Sementara Yuta kembali melanjutkan curhatnya dengan
wajah meratap. Ini bukan kali pertama mereka dikejar polisi, jadi bagi Yuta itu tidak terlalu penting. Untuk sekarang, pelayan misterius di pesta tadi jauh
lebih penting.
āYuta, kau selalu merasa
menemukan āmasa laluā-mu sebulan sekali,ā kata Jaehyun. Pria itu baru
menanggapi cerita Yuta begitu ia berhasil melewati lampu merah yang mati karena
ulah Mark dengan santai. Lampu merah tersebut lantas menyala lagi, lima kali
lipat lebih lama dari yang seharusnya begitu mobil polisi di belakang mereka
mendekat. Doyoung tertawa puas.
āTapi kali ini berbeda.ā
āApa dia mengenalmu?ā Doyoung
menanyainya sambil bersedekap bosan.
āDia tidak menjawab.ā
āItu artinya dia tidak
mengenalmu.ā
āNamanya Shin Ye Eun dan entah
kenapa nama itu terasa tidakā¦ā
āBukankah inisialnya sama dengan
yang ada di pergelangan tanganmu?ā Mark memotong. Dan Yuta refleks mengangkat
tangannya.
āBenar,ā bisik pria itu
terperanjat.
āJangan melebih-lebihkan!ā tukas
Doyoung. āMungkin itu cuma kebetulan.ā
āTidak. Tidak mungkin. Aku mau
bertemu dengannya. Rich Boy, putar
arah!ā
āApa-apaan! Kita tidak akan putar
arah!ā Doyoung menyergah. āKita harus ke rumah kedua sebelum tengah malam.
Pemiliknya sedang liburan ke Bali dan mereka akan pulang besok pagi. Kita tak
punya waktu.ā
āKalau begitu turunkan aku di
sini,ā kata Yuta.
āKau serius?ā tanya Jaehyun.
āKau gila? Kau akan kembali ke
rumah itu? Saat setidak-tidaknya tiga mobil polisi sedang terparkir di depannya?ā
Doyoung membulatkan matanya dan menatap Yuta seolah pria itu benar-benar bodoh.
āAku tidak akan ketahuan.ā
āBagaimana kalau kau ketahuan?ā
āAku tak akan membawa-bawa nama
kalian.ā
āBerjanjilah atas nama ibumu.ā
āAku tak tahu siapa nama ibuku.ā
āTch, benar. Pokoknya berjanjilah!
Silangkan jarimu di dada.ā
Yuta mengikutinya dengan malas,
kemudian bicara dengan lebih malas lagi, āBisakah kau pinggirkan mobilnya
sekarang?ā
Jaehyun mengangkat bahunya tak
peduli dan memutar setirnya ke kiri. Yuta turun di trotoar dan baru sadar ia
tak membawa uang sepeser pun saat mobil jeep rongsok mereka sudah menjauh.
Alhasil pria itu pun berjalan kaki kira-kira 40 menit dan baru sampai di rumah
Xavier Evans pukul 12 malam. Pestanya sudah usai. Namun ada mobil box restoran
yang sedang mengangkut sisa makanan beserta perlengkapannya di depan pagar.
Yuta berdiri di samping mobil box itu dan mencari gadis tadi.
Seorang pria berkulit cokelat
madu keluar sambil membawa kotak berisi gelas-gelas wine. Dia memakai seragam hitam-putih yang sama dengan yang gadis
tadi pakai. Jadi Yuta berpikir pria ini pasti mengenal gadis misterius tersebut
dan langsung menanyainya.
āPermisi, aku mencari Shin Ye
Eun. Boleh kutahu di mana dia? Aku harus bicara dengannya.ā
Pria itu meletakkan kotaknya di
mobil lalu mendongak sekilas pada Yuta sebelum menoleh ke pintu masuk. āItu
dia,ā katanya, mengedikan dagu dengan bosan ke arah Ye Eun yang baru keluar
sambil membawa kotak yang lain.
Langkah gadis itu otomatis
memelan begitu menyadari kehadiran Yuta. Sang pelayan pria menghampirinya dan
mengambil kotak dari tangannya sambil berkata, āDia bilang mau bicara
denganmu.ā
Ye Eun mengangguk, mengucapkan
terima kasih pada pria itu. Lantas mendekati Yuta.
Yuta mendadak merasakan
kehangatan familier itu lagi. Seolah ia pulang ke rumahnya lagi untuk yang
kedua kali malam ini. Yuta memimpin jalan menuju tepi, berdiri di sebelah
dinding rumah Xavier Evans yang dipenuhi tanaman rambat, beberapa meter dari
mobil box. Setelah yakin ia mendapat lebih banyak privasi di situ, ia membalik
badannya dan menatap Ye Eun lagi. Jantungnya serasa jungkir balik di dada. Lagi dan lagi. Seolah ia baru menatapnya
untuk pertama kali.
āJadi apa yang mau kau bicarakan
denganku?ā
Air muka Yuta langsung berubah.
Ia tidak berpikir sejauh itu. Satu-satunya rencana yang ia punya hanyalah
menemui Shin Ye Eun dan menatapnya lagi. Dan sekarang, setelah rencananya
terwujud, otaknya langsung kosong.
āKalau kau tak segera bicara, aku
akan kembali ke dalam dan membantu teman-temanku. Aku harus kerja.ā
āTidak, tunggu! Aku mau minta
maaf,ā sergah Yuta, menarik tangan Ye Eun dan merasakan aliran listrik yang
mengejutkan.
Ye Eun juga mungkin merasakannya.
Sebab gadis itu segera menarik tangannya dari Yuta dan menatapnya kaget. āApa
itu?ā
āTanganku.ā
āTidak, maksudkuā¦.ā Ia berhenti,
menggelengkan kepalanya lalu memicing aneh pada Yuta. āLupakan! Aku sudah
memaafkanmu.ā
āTerima kasih.ā
āApa kau akan menjelaskan padaku
kenapa tiba-tiba kau jatuh dari lantai dua?ā
Yuta akan dengan senang hati
menjelaskan bahwa ia habis melompat dari jendela kamar mandi untuk kabur dari
petugas keamanan, tapi ia teringat wajah kejam Doyoung dan langsung menggeleng.
āMaafkan aku.ā
āApa kau pencurinya?ā
āBukan,ā sergahnya, ātentu saja
bukan.ā
āTerima kasih. Pestanya jadi
bubar lebih cepat dan aku bisa pulang lebih awal karenamu.ā
Yuta tersenyum sok penting. āSama-sama.ā
āJadi kau benar pencurinya?ā
āApa? Tidak! Kenapa kau berpikir
begitu?ā
āJelas-jelas barusan kau bilang
āsama-samaā.ā
āLalu?ā
Ye Eun mendecih. Ia menyilangkan
tangannya di dada dan bicara dengan ketus. āJadi apa ada lagi yang mau kau
katakan padaku? Aku benar-benar harus kembali bekerja.ā
āYeah, ada lagi,ā sambarnya. āAku
benar-benar ingin tahu apa kita sungguh tak saling kenal?ā
āSekarang kutanya balik padamu,
apa kita saling kenal?ā
āAku tak tahu. Tapi kurasa
begitu.ā
āJawaban macam apa itu!ā
āAku hilang ingatan,ā balas Yuta
apa adanya. āAku sama sekali tak tahu siapa aku sebelum bertemu kelompokku sekarang.ā
āKelompok?ā
āSeperti teman? Tapi mereka tak
suka dipanggil teman.ā
āBaiklah.ā Ye Eun menghela napas.
āTapi kenapa tiba-tiba aku?ā
āKarena kau terasa familier.
Karena saat melihatmu rasanya seperti aku mengenalmu.ā Yuta mengulurkan
pergelangan tangannya dan menunjukkan tatonya. āDan namamu memiliki inisial
yang sama dengan tatoku. Tato ini sudah ada sejak ingatanku hilang, jadi ini
seperti petunjuk besar bagiku soal masa laluku.ā
Ye Eun menatap tato itu tanpa
minat, lalu kembali mengalihkan pandangannya pada Yuta. āBukan hanya aku yang
punya inisial nama S.Y.E.ā
āTapi cuma kau yang terasa pas.ā
Ye Eun memutar bola matanya, āAku
benar-benar harus pergi.ā
āTunggu.ā Yuta mencekal sikunya
lagi, lalu buru-buru melepasnya saat Ye Eun menoleh.
āApa lagi?ā tuntut gadis itu
galak.
āBisakah setidaknya kita kenalan
dulu?ā
āKau sudah tahu namaku.ā
āTapi kau belum tahu namaku.ā
āAku tidak tertarik kenalan
dengan maling.ā
āAku bukan maling,ā Yuta
berkeras. Namun Ye Eun tak mendengarkannya dan segera berjalan pergi.
āNamaku Yuta,ā seru sang pria. Ye
Eun terkesiap dan praktis menghentikan langkahnya. Dia menoleh pada Yuta dengan
wajah mengeras. āNakamoto Yuta?ā tanyanya.
āHuh?ā
āNama panjangmu,ā sambar Ye Eun.
āApa nama panjangmu Nakamoto Yuta?ā
Yuta menggerakkan kepalanya dalam
gelengan samar. āEntahlah,ā katanya. āAku tak tahu nama panjangku. Satu-satunya
informasi yang bisa diakses kepalaku hanya itu. Hanya Yuta.ā
Ye Eun memicing penuh selidik
padanya selama beberapa saat sebelum menoleh ke mobil box dan menjerit
memanggil seseorang, āYah Moon Ji Won! Kemari!ā
Gadis yang dipanggil Moon Ji Won
itu berjalan menghampirinya dengan tampang bingung. Dan sesaat kemudian mereka
sudah saling terkesiap, berbisik-memekik dengan begitu hebohnya dan melotot ke
arah Yuta seperti melihat hantu. Yuta yang berdiri satu setengah meter di
belakang mereka bisa mendengar sesuatu soal āsurat aneh ituā dan ābisa
jadi bukan dia tapi aku tak pernah ketemu orang lain yang namanya Yutaā,
lalu beberapa saat setelah itu, setelah mereka berhenti saling bicara dengan
ekspresi menggemparkan, keduanya nampak menenangkan diri.
Perempuan yang dipanggil Moon Ji
Won mencondongkan badannya melewati kaca mobil untuk mengambil sesuatu di laci
dasbor, lalu mengulurkannya pada Ye Eun. Ye Eun mendesah dan kembali
menghampiri Yuta. āBesok datanglah ke sini.ā Gadis itu mendorong untaian
panjang rambutnya ke belakang dengan wajah frustrasi sembari mengulurkan kartu
nama restoran. āPaling telat jam 9 pagi. Karena jam 10 restorannya sudah buka
dan aku tak akan punya waktu untuk bicara denganmu.ā
āKau berutang penjelasan padaku
soal surat perjanjian konyol ini,ā tambahnya sambil menggerakkan jari-jarinya
membentuk persegi panjangāberusaha menghadirkan bayangan surat. Dia kelihatan
benar-benar hilang akal saat mengatakannya. āMungkin kau tahu sesuatu tentang
itu. Kutemukan di selipan koperku setahun yang lalu.ā
Yuta ingin memberitahunya sekali
lagi bahwa ia hilang ingatan, bahwa walaupun ia ingin, ia tak mungkin bisa
menjelaskan apa pun pada siapa pun jika nama lengkapnya sendiri saja ia tak
ingat, bahwa jika Ye Eun menganggap penjelasan itu adalah āutangā maka itu
artinya ia akan berutang selamanya.
Tapi Yuta tak menuturkan semua
itu, tentu saja. Sebagai gantinya, ia mengangguk sambil tersenyum lebar. Ia tak
akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu Shin Ye Eun lagi. Tak peduli untuk
alasan apa.
āBisakah kau berhenti melakukan
itu!ā Ye Eun menegurnya jengkel.
āMelakukan apa?ā
āTersenyum menggoda padaku.ā
Yuta tak bisa menahan diri untuk
tidak menyeringai. Menatap Ye Eun dengan ekspresi terhibur. āAku cuma tersenyum
biasa. Bukan salahku jika kau tergoda.ā
Ye Eun merasakan wajahnya
memanas. Ia memalingkan muka dari Yutaāyang masih tersenyum ābiasaāālalu
beranjak menuju mobilnya.
āShin Ye Eun-ssi.ā Yuta kembali
menarik sikunya, untuk yang ketiga kali malam ini. āSenang bertemu denganmu.ā
Ye Eun bisa merasakan ketulusan
dalam suaranya, dalam tatapannya, dalam gerakannya, tapi ia berusaha menampik
itu semua dan memutar mata. āLepaskan aku.ā
āTidak sampai kau bilang āsenang
bertemu denganmu jugaā.ā
āTapi aku tak senang bertemu
denganmu.ā
āBegitu?ā
āYa,ā tegas Ye Eun.
Yuta pun melepasnya, mengangguk
sembari tersenyum manis, lantas bicara penuh percaya diri. āDi pertemuan kita
selanjutnya, aku akan berusaha lebih keras untuk membuatmu senang bertemu
denganku.ā
āYeah, berusahalah sepuasmu.ā
END
Happy new year^^
Btw, aku udah nyiapin epilog vampire bride kurang lebih 4,7k kata..
bakal dipublish di salah satu hari di minggu ini. Ditunggu ya..
Sekali lagi selamat tahun baru semuaaaa, makasih banyak atas waktu
kalian yang terbuang untuk membaca ff abalku ini.
Sampai ketemu di epilog wahai kaum manusia^^
Comments
Post a Comment