Do You Want Some Fluff? Vol.9
Casts :
Mark Tuan - Hwang Jiyeong
Zhang Yixing - Lee Hara
Park Jimin - Lim Chaerin
Oh Sehun - Lee Haera
"Confession is not betrayal. What you say or do doesn't matter; only feelings matter. If they could make me stop loving you - that would be the real betrayal." - George Orwell, 1984.
Happy Reading :)
ā
~ BAD BOY ~
Jiyeong berlari kecil menuju lorong loker. Seperti rutinitas
biasanya, saat sampai di sekolah ia akan menuju lokernya untuk mengambil
beberapa buku yang dibutuhkan hari itu. Namun pagi itu tujuannya sedikit
berubah saat melihat seorang laki-laki tengah bersandar di depan lokernya
dengan seorang perempuan yang berdiri tegak di depannya. Ia ingin memutar
langkah karena tidak nyaman dengan apa yang tengah terjadi di sana. Tapi suara
tinggi dari perempuan yang ia ketahui sebagai seniornya membuat tubuhnya
kembali berbalik dan akhirnya memilih untuk bersembunyi di balik loker.
Dengan kepala yang sedikit dicondongkan, Jiyeong berusaha
untuk mencuri pandang pada apa yang terjadi di sana. Sementara telinganya ia
tajamkan untuk mendengar percakapan kedua insan itu. Beruntung hari masih
terlalu pagi untuk siswa lain datang. Sehingga tidak ada yang melihat dirinya
tengah menguping di sana.
āKau keterlaluan
Mark!ā Perempuan itu memekik. Dari suaranya tersirat kemarahan yang begitu
besar pada laki-laki di hadapannya.
Laki-laki itu āMarkā tidak menjawabnya. Wajahnya saja tidak
menunjukkan reaksi apa pun atas kemarahan yang ia terima. Ia masih terlihat
tenang seakan perempuan itu tengah berbicara baik-baik dengannya.
āKenapa kau
mempermainkan ku? Apakah kau menganggap ku serendah itu?ā Tanya sang
perempuan masih dengan intonasi tinggi yang tetap tidak mengubah raut Mark.
Mark menarik salah satu sudut bibirnya dan tubuhnya menegak
hingga kini perempuan itu harus lebih mendongak untuk bisa menatap matanya.
āAku tidak
mempermainkan siapa pun. Bukankah kau sendiri yang datang kepada ku dan
menyatakan perasaan mu. Kau juga yang mengatakan kalau kau rela melakukan apa
pun. Dan aku tidak memaksa mu, bukan? Lalu kenapa sekarang kau yang menyalahkan
ku, Shin Gyuri?ā
Perempuan itu āGyuriā bungkam seketika. Semua cacian dan
bentakan yang telah berada di tenggorokannya dan siap untuk dimuntahkan di
hadapan Mark seperti tertelan bulat-bulat hingga tidak menyisakan apa pun.
Pandangan tajam yang ia arahkan pada Mark perlahan berubah dan kepalanya
seketika menunduk.
āApakah kau mendengar
aku mengatakan kalau aku juga menyukai mu? Jika kau lupa aku bisa ingatkan apa
yang terjadi kemarin di antara kita.ā Mark semakin menarik salah satu ujung
bibirnya saat melihat Gyuri yang semakin tertunduk dalam.
āPertama kau datang
dan memberikan ku bekal makan siang. Setelah itu kau menyatakan perasaan mu dan
aku menjawabnya dengan ucapan terima kasih. Lalu kau mengajak ku pergi menonton
setelah pulang sekolah. Ku pikir itu tidak buruk karena aku butuh hiburan
setelah belajar di sekolah, jadi dengan senang hati aku menerimanya. Sepanjang
perjalanan pulang kau terus berkata kalau kau senang bisa menghabiskan waktu
dengan ku. Menurut ku tidak ada yang salah dengan ungkapan kegembiraan mu itu
jadi aku menutup mulut ku rapat-rapat. Dan saat malam kau mengirimi ku pesan
dan memanggil ku āsayangā, itu sangat mengganggu jika kau mau tahu. Karena itu
aku membalas untuk mengingatkan bahwa kita tidak memiliki hubungan khusus. Dan
pagi ini kau datang ke kelas ku, menarik ku ke tempat ini, serta meneriaki ku.
Jadi siapa yang salah di sini, aku atau diri mu?ā
Seperti ditusuk ribuan pisau. Itulah yang dirasakan Gyuri
saat mendengar kalimat panjang Mark. Parahnya semua yang laki-laki itu katakan
adalah kebenaran. Tidak ada yang ditambahkan atau dikurangi dari kenyataan
pahit yang baru saja ia sadari. Ia ingin marah tetapi posisinya salah. Lalu apa
yang bisa ia lakukan?
Menangis.
Dan Gyuri telah menangis sejadi-jadinya. Meluapkan seluruh
kesedihan dan rasa sakit yang ia rasakan karena kebodohannya. Ia terlalu bodoh
untuk menyadari bahwa Mark tidak mengatakan apa pun mengenai ungkapan
perasaannya. Ia terlalu bodoh untuk cepat mengambil kesimpulan bahwa adik
kelasnya itu juga memiliki perasaan yang sama dengannya karena ia mau menerima
ajakan kencannya. Sungguh bodoh!
Masih dengan mata yang mengalirkan air bening, Gyuri
mengangkat kepalanya dan menatap Mark yang tengah tersenyum miring kepadanya.
Tangannya terangkat dan dalam detik yang cepat telapak tangannya telah mendarat
dengan sempurna di pipi kiri Mark. Menimbulkan suara nyaring yang menggema ke
seluruh lorong hingga kepala laki-laki itu meneleng ke kanan.
āBerengsek!ā
Makinya tajam dan kemudian melangkah cepat meninggalkan Mark yang hanya
tersenyum miring melihat kepergian perempuan itu.
Setelah kepergian Gyuri, Jiyeong kembali bersembunyi dan
menyenderkan tubuhnya di dinding. Walau ia tidak mengalami hal yang sama dengan
Gyuri, tetapi dirinya bisa merasakan rasa sakit kakak kelasnya itu. Mereka
sama-sama perempuan, jadi wajar jika ia bisa merasakan apa yang dirasakan
perempuan itu.
āSudah jangan bersembunyi lagi. Aku tahu kamu sejak tadi
menguping, Hwang Jiyeong.ā
Tubuhnya seketika menegang saat mendengar suara berat yang
beberapa saat lalu berkata dingin pada Gyuri. Dengan tarikan napas dan helaan
cepat, Jiyeong berjalan keluar dari persembunyiannya menuju lokernya guna
merealisasikan tujuan pertamanya datang ke sana.
Jiyeong sedikit mendorong tubuh Mark agar tidak menghalangi
lokernya. Kemudian mengambil beberapa buku untuk kelas hari itu tanpa
memedulikan Mark yang masih setia berdiri dan bersandar di loker.
āAku tidak ingin ikut campur, tetapi jujur Mark kamu sudah
keterlaluan. Kenapa bisa aku tahan bersahabat dengan mu?! Argh.ā Ujar Jiyeong kesal. Matanya menatap Mark sebentar sebelum
melenggang pergi menuju kelas.
* *
* *
Selama satu hari penuh ini Jiyeong mendiami Mark. Ia tidak
menggubris panggilan Mark atau lambaian sahabatnya itu saat mereka bertemu di
kantin. Kekesalannya karena kelakuan buruk Mark pagi tadi masih begitu besar
sekali pun itu tidak menyangkut dirinya. Ia tidak tahu kenapa, tetapi rasanya ia
ingin marah karena Mark bertingkah buruk. Mungkin karena mereka bersahabat
sejak sekolah dasar sehingga membuat Jiyeong tidak ingin Mark melakukan hal
buruk yang akan merugikan dirinya. Dengan kata lain, ia ingin melindungi
sahabatnya.
Karena kedekatan itu juga Jiyeong tidak bisa marah dengan
Mark terlalu lama. Seperti yang terjadi saat itu. Sekali pun Jiyeong telah
berusaha keras untuk mengacuhkan laki-laki itu, tapi pada akhirnya rasa
khawatir selalu mengalahkan usahanya. Ia selalu berakhir mencari Mark dan
kemudian meminta maaf karena mendiami laki-laki itu.
Saat bell berbunyi
nyaring, Jiyeong segera bergegas merapihkan buku dan alat tulisnya. Kemudian
berlari cepat meninggalkan ruang kelasnya menuju kelas Mark yang berada di sisi
lain bangunan sekolah. Saat sampai, ia langsung mencari keberadaan laki-laki
itu. Namun ia tidak menemukannya di sana. Matanya hanya melihat tas sahabatnya
itu yang tergeletak di atas meja.
āJackson, dimana Mark?ā Tanya Jiyeong pada salah satu teman
Mark.
Jackson mengendikkan bahunya. āTidak tahu. Dia bolos mata
pelajaran terakhir.ā
Jiyeong mengangguk dan kembali melangkahkan kakinya pergi
meninggalkan Jackson yang menatap kepergiannya bingung. Bermodalkan kemampuan
menebaknya, Jiyeong mulai berjalan cepat mengitari sekolahnya untuk mencari
keberadaan Mark. Ia yakin sahabatnya itu masih ada di lingkungan sekolah karena
tasnya masih berada di kelas dan motornya juga masih terparkir di depan
sekolah.
Di mulai dari lapangan, kemudian kantin, kelas seni yang kerap
Mark gunakan untuk membolos, dan toilet pria yang membuat dirinya harus
bertanya pada setiap siswa yang akan masuk atau keluar. Tetapi Mark tidak ada
di sana. Dan dari semua tempat yang memiliki kemungkinan dan telah ia datangi,
tersisa satu tempat dengan kemungkinan yang kecil.
Jiyeong sedikit sangsi, tetapi kakinya tetap melangkah ke
area belakang sekolah menuju halaman sekolah yang ditumbuhi ilalang. Dengan
keyakinan yang kecil, ia mencoba untuk memberanikan dirinya mendorong pintu
jeruji besi yang dikelilingi kursi dan meja yang tidak terpakai. Matanya
kemudian mengedar mencari keberadaan Mark.
āAku hanya membuang waktu saja di sini.ā Gerutunya. Jiyeong
hendak pergi tetapi telinganya mendengar suara isakan kecil yang membuat
kakinya kembali berbalik dan melangkah melewati pintu tersebut.
Jiyeong berjalan semakin dalam. Kepalanya juga menoleh ke
kanan dan ke kiri serta telinganya yang ia tajamkan untuk mendengar suara
isakan tersebut. Kakinya kemudian melangkah menuju sumber suara yang berada di
sisi kirinya.
Perlahan ia melangkah hingga akhirnya berhenti saat melihat
seorang perempuan tengah menutup wajahnya dengan tangan serta pundaknya yang
bergetar. Tepat di depan perempuan itu berdiri seseorang yang sedari tadi ia
cari yang berdiri dengan menatap dingin sosok di depannya.
āMark..ā Bisiknya.
āKenapa kau tega
mempermainkan ku Mark? Kau bilang aku perempuan paling baik dan cantik yang
selalu membuat mu senang. Tetapi kau malah pergi dengan Gyuri sunbea.ā Ujarnya
di tengah isakan.
āMaaf tapi sejak awal
memang aku tidak menyukai mu, Ahreum. Aku hanya menganggap mu sebagai teman
seperti yang lainnya. Mengenai ucapan ku tentang mu, semua itu memang benar.
Kau baik dan cantik, kehadiran mu di sekitar ku selalu membuat ku senang sebagai
teman, tidak lebih. Dan mengenai Gyuri sunbea, aku pergi dengannya juga sebagai
teman tidak lebih.ā
āLalu kenapa kau
memberikan ku ini?!ā Teriak Ahreum sembari menunjukkan gantungan kunci
berbentuk boneka beruang ke hadapan Mark.
Mark menarik salah satu sudut bibirnya. āAku memberikannya karena waktu itu kau sangat menginginkannya. Lagi
pula, menurut ku tidak masalah jika memberikan teman hadiah. Sekarang
masalahnya dimana? Jika karena gantungan itu kau beranggapan kalau aku menyukai
mu, lebih baik kau buang saja karena aku tidak menyukai mu.ā
Kalimat yang Mark ucapkan begitu menyakitkan sehingga tidak
dapat Ahreum tahan lagi. Ia lantas melayangkan tangannya dan menampar keras
pipi kiri Mark ātempat yang sama saat Gyuri menamparnyaā. Ia juga melemparkan
gantungan yang diberikan Mark sembarangan hingga mengenai kening laki-laki itu.
Tidak peduli lagi, Ahreum segera berlari meninggalkan Mark yang mengelus
pipinya.
Jiyeong yang melihat itu hanya mampu menutup mulutnya.
Melihat Ahreum yang menangis dan berlari, hatinya ikut merasakan apa yang
temannya itu rasakan. Namun saat melihat Mark yang memegangi pipinya dan kening
sahabatnya itu yang memerah, Jiyeong malah ikut merasakan rasa sakit seperti
yang sahabatnya rasakan.
āMark..ā
Laki-laki itu menoleh. Tatapannya yang dingin berubah
semakin dingin saat melihat Jiyeong.
āAda apa?ā
āAku mencari mu.ā
Mark menaikkan salah satu alisnya. āUntuk apa? Bukankah kamu
yang sedari tadi menjauhi ku?ā Tanyanya sinis.
Kesinisan yang ditunjukkan Mark tidak membuat Jiyeong
mundur. Ia tahu ia yang salah dan ia juga tahu pasti Mark sakit hati dengan
perlakuannya dan juga kata-katanya pagi tadi.
āUntuk meminta maaf.ā Ujarnya dengan kepala tertunduk.
āAku sadar tidak seharusnya aku marah dan mencampuri urusan
mu. Karena itu aku minta maaf, Mark.ā Sambungnya masih dengan kepala yang
tertunduk.
Selama sepersekian detik yang begitu hening dan ganjil,
Jiyeong masih menunduk menunggu sahutan Mark. Namun tidak terdengar suara apa
pun selain suara jangkrik yang akhirnya membuat ia mengangkat kepalanya.
āKenapa kamu tersenyum?ā Tanyanya begitu melihat Mark yang
malah tersenyum kepadanya.
āKarena kamu lucu.ā
Jiyeong memelototi Mark dan bersiap untuk memukul tubuh
sahabatnya itu. Namun tangannya dicekal oleh Mark yang berakhir melayang di
udara.
āKamu ingin memukul ku padahal kamu tahu kalau hari ini aku
baru saja mendapatkan dua kali tamparan. Wah.. sahabat yang sangat pengertian
sekali!ā Sindir Mark.
āItu salah mu sendiri karena mempermainkan mereka.ā Balas
Jiyeong dengan suara mengejek.
Namun tidak ada satu menit raut kesalnya berubah menjadi
khawatir saat melihat sudur bibir Mark yang terlihat membiru.
āMark, wajah mu memar.ā Seru Jiyeong sembari menangkup wajah
Mark.
Mark hanya berdeham dan membiarkan Jiyeong menelisik
wajahnya.
āIkut aku. Aku akan obati luka mu.ā
Tanpa menunggu persetujuan Mark, Jiyeong segera menarik
tangan sahabatnya itu untuk segera pergi menuju mini market yang berada di
seberang sekolah. Ia segera masuk ke dalam membeli perlengkapan untuk mengobati
wajah Mark. Mulai dari ice pack
hingga obat merah ia beli semuanya. Setelah membayar semua belanjaannya, ia
segera bergegas keluar menghampiri Mark yang tengah menunggunya di kursi depan
mini market.
āSini kemarikan wajah mu.ā Perintahnya pada Mark.
Mark hanya menurut dan membiarkan Jiyeong bekerja mengobati
lukanya. Sesekali ia merintih saat Jiyeong terlalu menekan lukanya.
Di tengah proses mengobati luka Mark, Jiyeong tidak dapat
menutupi rasa penasarannya dengan sikap buruk Mark terhadap perempuan. Pasalnya
dulu sahabatnya itu tidak pernah melakukan hal buruk. Mark berubah saat mereka
memasuki kelas 2 menengah atas. Dan itu membuat Jiyeong bingung setengah mati
karena ia tidak tahu mengapa Mark berubah.
āMark, kenapa kamu menjadi seperti ini suka memainkan
perasaan perempuan?ā
āKenapa? Apakah kamu cemburu?ā
Jiyeong mengangkat pandangannya. Matanya langsung bertemu
dengan obsidan hitam Mark yang juga tengah menatapnya.
Cemburu? Kenapa ia harus cemburu? Tsk.. Mark! Dia gila atau bodoh? Mereka itu bersahabat. Jadi tidak
mungkinkan jika Jiyeong cemburu.
Tapi setiap ia melihat Mark dengan perempuan lain, kenapa
rasanya seperti ada yang menusuk hatinya. Rasanya sedikit sakit tetapi tidak
terlalu mengusik. Yang mengusiknya adalah setiap kali Mark menatapnya dalam,
perutnya seperti dihuni oleh ribuan kupu-kupu yang berterbangan. Membuat
wajahnya tiba-tiba menghangat.
Sama seperti yang tengah terjadi saat itu. Mereka saling
bertatapan dan Mark menatapnya dalam. Rasa sakit karena pertanyaan Mark dan
juga kejadian yang ia lihat pagi tadi dan beberapa saat yang lalu seketika
tertutupi dengan rasa aneh diperutnya.
Ugh.. sebenarnya apa
yang aku rasakan?, pikirnya.
āA-Aku cemburu? Jangan bercanda Mark. Kita bersahabat, mana
mungkin aku cemburu pada sahabat ku sendiri.ā Elak Jiyeong.
āBenarkah? Tapi kenapa kamu gugup?ā
Jiyeong tertawa singkat. Tawa aneh yang membuat Mark semakin
menaikkan sebelah alisnya dan menatapnya tajam.
āSi-Siapa yang gugup. A-Aku tidak gugup.ā
Jiyeong menolehkan kepalanya. Memutus kontak matanya dengan
Mark. Ia tidak tahan jika harus terus menatap obsidan Mark yang siap
mengulitinya hingga titik terdalam. Ia juga tidak ingin Mark melihat semburat
merah di pipinya karena wajahnya terasa mulai menghangat.
āPadahal aku senang jika kamu cemburu pada ku, Jiyeong.ā
Terkejut dengan jawaban Mark membuat Jiyeong kembali memutar
kepalanya cepat. Ia tidak menyadari bahwa saat ia menoleh tadi Mark semakin
mencondongkan tubuhnya. Hingga kini wajah mereka terpaut kecil dengan hidungnya
yang bersentuhan dengan hidung Mark.
āKarena semua yang aku lakukan ini semata-mata untuk membuat
mu cemburu pada ku. Aku ingin mengetahui bagaimana perasaan mu pada ku, karena
perasaan sayang sebagai sahabat yang selama ini aku rasakan telah tumbuh
menjadi perasaan sayang antara perempuan dan laki-laki.ā Mark menarik kedua
sudut bibirnya hingga membentuk senyum manis yang nyatanya selalu ia tunjukkan
hanya di hadapan Jiyeong.
āMelihat reaksi mu sekarang ini, itu sudah cukup memberi ku jawaban mengenai perasaan mu pada ku. Aku tidak akan memaksan mu karena aku tahu kamu butuh waktu. Karena itu kita akan mulai dengan perlahan. Kita akan tetap berstatuskan sebagai sahabat, tetapi aku akan memperlakukan mu berbeda hingga akhirnya kamu bisa yakin dengan perasaan mu pada ku.ā
~ COMEBACK ~
Hara dengan setia duduk menghadap laptopnya di ruang tengah apartemen.
Sudah lima belas menit ia menunggu seseorang untuk menghubunginya. Kegiatan itu
sudah menjadi suatu kebiasaan sejak lima bulan lalu saat sosok yang ditunggunya
harus mengikuti program pertukaran mahasiswa. Mereka akan melakukan panggilan
video saat malam setelah masing-masing menyelesiakan kegiatan mereka.
Kegiatan itu bukanlah sebuah kewajiban atau janji yang
keduanya buat sebelum sosok itu pergi. Namun entah kenapa masing-masing dari
mereka seperti menjadikan itu seperti kewajiban karena seringnya mereka
melakukan panggilan video. Bayangkan hampir setiap malam dan tidak pernah
kurang dari satu jam mereka bertukar cerita melalaui jaringan skype. Jika sosok itu tidak kunjung
menghubunginya, maka Hara yang akan melakukannya lebih dulu. Walau seringnya
sosok itu yang akan menghubunginya sekali pun terlambat setengah jam dari waktu
yang mereka tentukan.
Seperti malam itu, Hara tengah menunggu sosok yang
belakangan ini selalu ia rindukan ke hadirannya di apartemen. Sang roommate atau apartmentmate yang menempati ruangan di sebelah kamarnya. Hara
sibuk melihat jam yang tergantung di dinding saat tiba-tiba saja layar
laptopnya menampilkan sebuah panggilan masuk dari sosok yang ia tunggu. Tanpa
berpikira panjang dan menunggu lama, Hara segera menerima panggilan tersebut
dan berseru senang saat ia dapat melihat wajah sang lawan bicara.
āYixing!ā
Dengan senyum yang merekah sempurna, Hara menyapa sang lawan
bicara.
āHai. Kenapa kamu
terlihat sangat senang?ā Tanya Yixing yang bingung karena mendapati Hara
tersenyum begitu senang kepadanya.
Hara terkikik kemudian berkata, āTidak ada. Aku hanya merasa senang saja.ā
āBohong.ā Sahut
Yixing dengan nada meledek.
āHei aku tidak
berbohong. Lagi pula darimana kamu tahu kalau aku berbohong? Apakah kamu bisa
membaca isi kepala ku? Kamu kan bukan cenayang, Zhang.ā Balas Hara yang
tidak terima dengan tuduhan laki-laki asal negeri panda itu.
Yixing tertawa kecil sebelum ia menyerah dan mengalah pada
Hara.
āBagaimana kabar mu
hari ini?ā Tanya Hara kemudian.
Yixing mengendikkan bahunya. āBiasa saja. Tidak ada yang menarik.ā
āBenarkah?ā
āHem..ā Kepalanya
mengangguk yakin.
āLalu kapan program
pertukaran mu berakhir? Aku merindukan mu, bodoh.ā
Lagi-lagi kekehan kecil keluar dari bibir Yixing sebelum ia
memberikan Hara jawaban.
āMinggu depan, tetapi
aku tidak yakin bisa pulang tepat waktu karena ternyata ada rangkaian budaya
yang harus ku hadiri.ā Napasnya terhela sebelum kembali berucap. āTapi apakah kamu benar-benar merindukan
ku?ā
āTentu saja, bodoh.
Aku merindukan masakan mu, suara mu saat bermain gitar, dan tentunya aku
merindukan di..ā Ia menghentikan ucapannya saat menyadari apa yang akan
dirinya katanya.
Bodoh Lee Hara! Hampir
saja kamu mengungkapkan perasaan mu padanya. Ugh.., omelnya dalam hati.
āHanya itu? Jahat
sekali. Padahal aku merindukan mu di samping ku, Hara.ā Ungkap Yixing
dengan raut sedih yang dibuat-buat.
Hara tersentak begitu mendengar pengakuan laki-laki itu. Ia
tidak tahu apakah yang Yixing katakan itu kebenaran atau hanya sebuah candaan
untuk menggodanya. Tapi jujur, ia senang mendengarnya. Rasanya perutnya
dipenuhi kupu-kupu yang membuat ia ingin tersenyum lebar.
āHei Hara, kenapa kamu
diam?ā Panggil Yixing.
Hara mengerjap cepat dan kemudian kembali memfokuskan
atensinya pada Yixing yang tengah menatapnya dengan kening yang berkerut.
āTidak apa-apa.ā
Yixing lantas mengangguk. Kemudian ia sempat melirik jam
tangannya sebelum kembali menatap Hara.
āHara maaf, aku harus
pergi. Nanti kita sambung lagi.ā
āTapi kita baru-ā
āSampai jumpa.ā
Sambungan pun diakhiri Yixing secara sepihak tanpa menunggu Hara selesai dengan
ucapannya.
āPadahal aku ingin memastikan kalau ia mengingat ulang tahun
ku.ā Gumamnya sedih. Kepalanya tertunduk sebelum menutup laptopnya dan berjalan
pergi menuju kamar.
Hara merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menarik selimutnya
hingga menutupi seluruh badan dan menyisakan kepalanya. Tangannya meraih boneka
kucing di sebelahnya dan memeluk benda lembut berwarna putih itu dengan erat.
Kenapa rasa sakitnya
semakin menjadi? Padahal aku dan Yixing tidak memiliki hubungan apa pun selain
teman yang menghuni apartemen yang sama., pikirnya dengan tangan yang telah
mengusap dada kirinya. Mencoba untuk menghilangkan rasa sakit seperti ditusuk benda
tajam.
āApakah dia lupa ulang tahun ku atau dia sudah bertemu
dengan gadis yang menarik perhatiannya?ā Gumam Hara pada dirinya.
Pertanyaan tanpa ujung dan jawaban itu pada akhirnya hanya
membuat Hara semakin merasakan rasa sakit di dada dan kepalanya yang terasa
ingin pecah. Ia mengacak rambutnya sebelum menenggelamkan wajahnya di antara
bantal. Dalam hati berdoa kepada Tuhan untuk mengizinkan dirinya cepat tidur
agar secepat mungkin melupakan permasalahan hatinya terhadap Yixing dan
melupakan harapan untuk Yixing menjadi orang pertama yang akan mengucapkan
selamat ulang tahun kepada dirinya.
* *
* *
Hara semakin mengeratkan pegangan pada selimutnya saat
merasakan ada yang menarik kain tebal itu dari tubuhnya. Ia mengerang kecil dan
berusaha keras untuk mempertahankan selimut berwarna biru itu agar tetap
menutupi tubuhnya dengan mata yang masih terpejam. Kesadarannya belum kembali
karena dirinya sama sekali tidak berpikir siapa yang ada di dalam kamarnya.
Apakah itu orang baik atau malah tidak.
Yang terlintas dipikirannya hanya ingin kembali tidur dengan nyenyak.
āHara.ā
Hara tetap tidak memedulikannya. Ia masih bersikeras memeluk
erat selimutnya dan berusaha kembali tertidur.
āLee Hara, ayo bangun.ā
Terlalu berisik membuat tidur cantiknya akhirnya terusik.
Hara menggeliat dan pasrah begitu selimut yang memberikan kehangatan untuk
tubuhnya di tarik. Kemudian tanpa pemberitahuan tangannya ikut di tarik hingga
tubuhnya berubah duduk.
āAda apa?ā Tanya nya dengan suara khas bangun tidur. Ia
mengusap matanya yang masih terpejam dengan punggung tangan.
āBuka mata mu.ā
Hara bergeming. Ia begitu mengantuk sampai merasa dirinya
tetap bisa tidur sekali pun tengah duduk.
āLee Hara, buka mata mu.ā Rengek sang pelaku pengusikan
tidur cantik seorang Lee Hara.
Hara perlahan mengerjap. Berusaha menyesuaikan jumlah cahaya
yang masuk ke matanya sebelum melihat apa yang tengah terjadi. Tidak butuh
waktu lama hingga Hara benar-benar melihat apa yang ada di depannya dan siapa
yang membangunkannya. Sedetik kemudian matanya membulat dan mulutnya terbuka. Terkejut.
āZhang Yixing!ā
āSelamat ulang tahun, Lee Hara.ā Ujar Yixing dengan senyum
yang sama yang ia tunjukkan saat mereka melakukan panggilan video tadi.
Hara tidak dapat menutupi rasa terkejutnya. Ia sampai
mencubit lengannya untuk meyakinkan diri bahwa Yixing di depannya adalah Yixing
apartmentmate-nya.
āHei kenapa diam? Ayo tiup lilinya. Eh.. buat permintaan
dulu sebelum meniupnya.ā
Hara mengangguk. Lantas matanya terpejam. Kedua tangannya di
rapatkan ke depan dada. Kemudian melafalkan harapan untuk usia barunya. Setelah
selesai ia kembali membuka matanya dan menghitung dari tiga hingga satu bersama
dengan Yixing sebelum meniup lilin yang ditancapkan di atas kue coklat
kesukaannya.
āTerima kasih.ā Ujarnya dengan memeluk erat tubuh Yixing
yang berdiri di sisi ranjangnya.
Yixing tersenyum. Tangannya yang tidak memegang kue mengelus
puncak kepala Hara dengan lembut.
āKenapa kamu bisa ada di sini? Bukankah...ā
āUntuk memberi mu kejutan. Sebenarnya saat aku menghubungi
mu, aku ada di ruang tunggu bandara untuk pulang karena program pertukaran ku
sudah selesai.ā Selak Yixing dengan tangannya yang masih setia berada di atas
puncak kepala Hara.
Hara mengangguk dengan tangan yang masih melingkari pinggang
Yixing.
āHara..ā Panggilnya setelah membiarkan beberapa menit untuk
dirinya mendapatkan pelukan hangat Hara yang belakangan ini dirindukannya.
Hara mendongak menatap Yixing. Pria itu perlahan melepaskan
tangan Hara yang melingkari tubuhnya. Kemudian meletakkan kue ulang tahun Hara
ke atas nakas kecil di samping ranjang. Dan ikut duduk bergabung dengan Hara di
atas ranjang gadis itu.
Mereka duduk berhadapan dengan kaki yang sama-sama terlipat.
Yixing meraih tangan Hara dan menggenggamnya.
āHara, aku merasa kedekatan kita selama ini sudah lebih dari
cukup untuk aku bisa mengenal mu. Aku juga selalu merasa senang saat di dekat
mu. Aku merasa hidup ku sempurna saat kita bisa menghabiskan waktu bersama.
Aku...ā Yixing terlihat menarik napas sebelum mengangkat kepalanya kembali dan
menatap lekat-lekat manik hitam Hara.
āAku menyukai mu, Lee Hara. Aku ingin status sebagai apartmentmate berubah menjadi sepasang
kekasih. Aku ingin kamu menjadi milik ku dan aku menjadi milik mu.ā
Kedua kalinya Yixing memberikan sedikit jeda untuk
menyelesaikan ucapannya. Matanya tidak lepas dari menatap Hara. Menelisik isi
pikiran gadis itu melalui raut wajahnya yang kini terlihat terkejut sekaligus
gugup karena terlihat semburat kemerahan di pipinya.
āAku tidak akan memaksa mu untuk membalas perasaan ku sekarang juga. Aku akan menunggu sampai kamu siap dan yakin dengan hati mu sendiri. Aku ingin hubungan kita tidak dilandasi dengan keterpaksaan atau perasaan tidak enak. Apa pun jawaban mu nanti, aku akan menghargainya dan akan tetap menjadi teman mu. Jadi jangan buat perasaan ku sebagai beban untuk mu. Karena cinta ku pada mu itu tulus, Lee Hara.ā
~ LOOK AT ME ~
Menganggumi adalah hal wajar yang terjadi dalam setiap hidup
manusia. Bohong jika ada yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah merasakan
perasaan kagum. Biasanya saat menginjak remaja dan dewasa muda rasa kagum
timbul pada lawan jenis. Hal itulah yang dirasakan Chaerin.
Sejak menjajakan kakinya di dunia perkuliahan, Chaerin sudah
mulai merasakan perasaan kagum yang beda dari sebelumnya. Pertama dia kagum
dengan bagaimana rutinitas mahasiswa yang menurutnya berbeda dengan saat ia
sekolah. Kedua dirinya kagum karena bisa mengenal banyak mahasiswa dari
berbagai daerah. Hal yang langka karena saat ia sekolah dulu rata-rata temannya
berasal dari kota seperti dirinya. Ketiga dan yang terakhir adalah ia kagum
pada sosok laki-laki yang berstatus sebagai mahasiswa kedokteran di kampusnya.
Rasa kagum itu pertama kali ia rasakan saat tanpa sengaja
mereka berjalan berlawanan arah. Siang itu matahari bersinar cukup terik dan
laki-laki itu membenahi jaketnya dengan disinari terangnya sinar mentari.
Kenapa jaket di hari yang terik? Karena sebagai mahasiswa baru Chaerin dan
teman-temannya diwajibkan untuk mengenakan jaket kampusnya hingga masa
orientasi usai.
Sejak saat itu Chaerin tidak bisa melepaskan pandangannya
dari sosok itu āPark Jiminā yang di masa depan juga akan menjadi dokter seperti
dirinya. Setiap mereka berada dalam radius dekat, atensi dan pikirannya selalu
tertuju pada sosok Jimin. Ia bahkan tidak mendengarkan temannya yang sedang
berbicara atau bahkan dosennya yang sedang menjelaskan materi dasar. Yang ada
di otaknya hanya Jimin ā Jimin ā dan Jimin.
Gilanya ia merasa senang hanya dengan memerhatikan Jimin
dari jauh tanpa ada usaha untuk mendekat dengan laki-laki itu. Padahal mereka
adalah teman satu angkatan, bukankah itu pelung baik untuk dirinya? Tapi memang
Chaerin saja yang bodoh sampai membiarkan kesempatan untuk mengenal dekat Jimin
hanya karena malu berada di dekat laki-laki itu.
Kebodohan Chaerin terus berlanjut dan ini terjadi saat mata
kuliah biomedik dasar, yang mana ia berada di ruang praktikum yang berbeda
dengan Jimin. Sebenarnya ia tidak peduli karena tujuan utamanya datang ke
kampus adalah untuk belajar dan ia juga berada di kelas yang berbeda untuk
mempelajari materi biomedik. Namun suatu saat tanpa sengaja ia melihat Jimin
yang tengah memegang alat pengukur tensi melalui pintu penghubung
laboratoriumnya dengan laboratorium sebelah yang ia asumsikan sebagai ruang
praktikum laki-laki itu.
Matanya seketika membulat dan seulas senyum langsung
terbentuk di bibirnya. Ia senang bukan main saat melihat Jimin di sana. Hingga
membuat dirinya lebih sering memerhatikan Jimin dibandingkan lembar penjelasan
yang ia punya untuk praktikum. Sudah dibilang bukan kalau Chaerin itu bodoh dan
kebodohannya terus dilakukan apalagi kalau bukan memerhatikan Jimin tanpa henti
bahkan hingga satu semester berakhir.
Memasuki awal semester baru, Chaerin membulatkan tekad untuk
lebih berkonsentrasi pada kuliahnya dan menyingkirkan sejenak permasahalan
Jimin yang terus menyita waktu dan pikirannya. Tapi semua hanya omong kosong
dan berakhir tanpa hasil saat ia mendatangi kelas pertama di hari Senin di awal
semester genap. Ia yang sejak bangun tidur terus memperingati dirinya untuk
fokus belajar dan mengurangi kegiatan stalking
Jimin, seketika melupakannya saat melihat namanya tertulis di bawah nama Jimin.
Ia membulatkan matanya dan menutup mulutnya yang sedikit
terbuka dengan tangan.
APA?!, batinnya
berteriak.
Matanya membola tidak percaya dengan apa yang tengah ia
lihat. Ia berusaha untuk meyakinkan dirinya sekali lagi dengan melihat
baik-baik lembar kertas pembagian kelas yang terpasang di papan pengumuman.
Sama! Hasilnya tetap sama. Namanya berada di kelas 12 untuk mata kuliah
komunikasi kesehatan dan tertulis tepat di bawah nama Park Jimin.
Chaerin menggeleng singkat. Ia masih belum mempercayai
matanya. Ia bingung. Jujur ia tidak menyangka bahwa ia bisa sekelas dengan
laki-laki itu āwalau kemungkinannya memang besar karena mereka teman satu
angkatanā saat dirinya telah bertekad untuk fokus pada studinya. Namun Tuhan
sepertinya memiliki rencana lain untuk ia. Sekelas dengan Jimin itu berarti
fokus pada dosennya akan terdistraksi oleh laki-laki itu.
Chaerin tidak tahu harus bagaiamana. Sungguh ia bingung dan
dilema. Apa yang harus dirinya lakukan untuk bisa tetap fokus dalam belajar
tanpa terganggu dengan Jimin yang kemungkinan besar akan memenuhi pikirannya
selama kelas beralngsung. Bisa gila dia jika ia harus mempelajari materi yang
sama di malam harinya. Apa kabar tugas kuliahnya yang lain?
Chaerin mengusap wajahnya kasar. Bertepatan dengan itu
seseorang menyentuh pundaknya. Kepalanya tertoleh dan menemukan Yoori
āsahabatnyaā tengah menyunggingkan senyum kepadanya.
āKenapa masih di sini? Ayo ke auditorium, sebentar lagi
kelas akan dimulai.ā
Dengan senyumnya yang manis, Yoori merangkul pundaknya. Ia mengangguk
dan melangkah beriringan dengan sang sahabat.
Terlalu terkejut dengan kenyataan membuat Chaerin lupa akan
kelas pertamanya yang akan dilaksanakan di auditorium bersama seluruh mahasiswa
kedokteran angkatannya. Karena baru pertemuan pertama, seperti biasa seluruh
mahasiswa akan dikumpulkan bersama untuk mendapat penjelasan mengenai mata
kuliah yang mereka ambil. Semuanya baik itu pengaturan jadwal ujian, materi
yang akan mereka terima, dan rangkaian kegiatan selama perkuliahan berlangsung.
Chaerin dan Yoori berjalan beriringan memasuki auditorium
yang didominasi warna putih ā hitam ā abu-abu. Keduanya mencari kursi kosong
yang tidak terlalu jauh dari podium tetapi juga tidak berada di baris depan.
Tapi posisi seperti itu sudah hampir penuh karena memang posisi yang paling
aman. Tapi dewi keberuntungan sepertinya tengah memihak mereka. Yoori berseru
dan menunjuk baris keenam dari bawah yang berada di tengah yang masih kosong.
Chaerin mengangguk dan mereka segera bergegas menuju kursi di sana dan
menempatinya.
āAkhirnya..ā
Chaerin menyimpan tasnya di bawah dan mengeluarkan meja yang
tersimpan di dalam pemangku tangan pada kursi. Ia lantas meletakkan ponselnya
di atas meja dan mulai berselancar ria di media sosial sembari menunggu
kedatangan dosen mereka.
āOh shit!ā Yoori
mengumpat pelan yang berhasil membuat Chaerin menoleh kepadanya.
āAda apa?ā
Yoori menggerakkan kepalanya ke sebelah kiri ā bawahnya guna
memberitahu penyebab ia berkata kasar. Chaerin yang bingung dan penasaran
akhirnya mengikuti arah tunjuk sang sahabat dan seketika matanya membulat.
Jantungnya bergemuruh hebat. Dan wajahnya terasa menghangat.
Jimin, laki-laki itu ada di sana. Duduk satu baris di
bawahnya dengan kursi yang sejajar dengan dirinya.
Apakah ini kesialan atau malah keberuntungan untuk Chaerin?
Ini adalah jarak paling dekat dirinya dengan Jimin selama ia berkuliah. Tentu
dirinya senang dengan fakta itu. Tapi ia juga khawatir. Ia khawatir dengan
keadaan jantungnya jika terus berada dalam jarak yang sedekat itu. Apakah
jantungnya akan baik-baik saja sampai kelas berakhir nanti?
āJimin sangat tampan. Pantas saja banyak teman-teman kita
yang berusaha mendekatinya.ā Ujar Yoori pelan.
Chaerin hanya dapat menganggukkan kepala. Presensi Jimin di
hadapannya sudah berhasil membuat ia kehilangan kemampuan dasar berbicara.
Selain itu komentar Yoori yang mengatakan bahwa banyak teman mahasiswinya yang
berusaha mendekati Jimin seakan menampar dirinya. Membuat jantungnya seperti
ditusuk sebilah pisau hingga rasa nyeri tidak terhindarkan.
Kenapa rasanya sakit?
Kami bahkan tidak pernah berbicara dan hanya bertukar senyum saat tanpa sengaja
bertemu. Itu pun hanya terjadi sekali. Tapi kenapa aku merasa tidak rela
mendengar ucapan Yoori? Aku tidak memiliki hubungan apa pun dengannya. Aku
hanya pengagum yang mengaguminya secara diam-diam. Tapi kenapa aku berharap
lebih?, pikir Chaerin.
* *
* *
Dua bulan berlalu dan ujian tengah semester pun telah usai.
Chaerin begitu senang dengan fakta itu. Setidaknya ia telah melewati setengah
semester dengan baik-baik saja walau ia harus bekerja sedikit lebih keras untuk
memfokuskan pikirannya selama perkuliahan.
Ia melangkahkan kakinya di Senin pagi itu dengan earphone yang menggantung di telinga.
Alunan musik kesukanan menemani langkah kakinya menuju kelas pertama di hari
itu. Komunikasi kesehatan. Kelas yang selalu membuat jantungnya berdetak cepat
dan tubuhnya terasa menghangat. Apalagi jika bukan karena Park Jimin. Laki-laki
yang ia suka dan telah berhasil mengubahnya menjadi bodoh dalam hitungan hari.
Chaerin menekan gagang silver dan mendorong pelan pintu
berwarna abu-abu di depannya. Ia melangkah masuk dan kembali menutup pintu di
belakangnya tanpa melihat keadaan di dalam ruangan yang hanya mampu menampung
20 mahasiswa itu. Saat fokus pada telepon genggamnya teralih untuk mencari
tempat duduk, hal pertama yang disadari Chaerin adalah bukan pada kursi kosong
tetapi Park Jimin. Laki-laki itu telah duduk dengan santai di kursinya dan
tengah menoleh kepadanya. Ia gugup bukan main. Tetapi dengan sekuat tenaga ia
berusaha untuk bersikap biasa saja. Ia tidak ingin Jimin tahu mengenai
perasaannya.
Chaerin buru-buru mengangguk singkat dan tersenyum sebelum
menempati kursi di ujung.
Selama kurang lebih sepuluh menit Chaerin berusaha untuk
tidak mengangkat kepalanya karena ia tahu pada akhirnya kepalanya akan menoleh
ke arah Jimin. Ia tidak mau karena takut Jimin sadar dan dirinya tidak tahu
harus berkata apa pada laki-laki itu. Jadi pura-pura menyibukkan diri dengan
telepon genggam adalah pilihan paling baik untuk dirinya sembari menunggu dosen
datang dan kelas di mulai.
Sepuluh menit yang terasa seperti setengah jam akhirnya
berlalu. Seorang wanita berambut sebahu masuk dengan memeluk sebuah map hijau
dan tas tangan di pundaknya. Wanita itu menyapa seluruh mahasiswa di kelasnya
sembari menempati kursi di dekat papan tulis. Ia mengeluarkan daftar hadir dan
menyerahkannya kepada salah satu mahasiswa untuk diedarkan. Setelahnya bibirnya
mulai berkata melafalkan materi di pagi hari itu.
Setelah penjelasan singkat dari sang dosen, kini giliran
para mahasiswa bertugas untuk berdiskusi mengenai topik hari itu. Mereka dibagi
ke dalam empat kelompok yang masing-masing mendapatkan pertanyaan mengenai cara
berkomunikasi dengan pasien. Chaerin dan empat temannya mendapatkan topik
mengenai geriatrik.
Mereka begitu serius membahas mengenai topik tersebut.
Mencari dari berbagai referensi untuk menjawab asumsi yang muncul di otak
mereka. Mereka sama sekali tidak membiarkan waktu terbuang sia-sia. Sampai
akhirnya tugas tersebut selesai, baik dalam bentuk makalah dan poin presentasi.
Chaerin menghembuskan napasnya. Lega. Karena bisa selesai sebelum kelas berakhir.
Sambil menunggu dosennya kembali dari ruang akademik untuk
mengambil lembar penilaian antar mahasiswa yang tertinggal, ia merogoh saku
celananya dan mengeluarkan telepon genggamnya. Saat ia membuka kuncinya, sebuah
pesan telah menunggu untuk dibaca. Dahinya mengerut saat melihat nama pengirim
pesan tersebut. Kepalanya seketika terangkat dan menolah pada sang pengirim
yang masih fokus pada topik bahasannya. Ia menatap sang pengirim selama
beberapa saat sebelum kembali pada pesan yang ia terima.
From: Park Jimin
Aku menyukainya.
Alisnya mengerut begitu membaca dua kata yang tertulis di
sana. Memang apa yang disukai? Ia tidak melakukan apa-apa dan tidak tahu juga
apa yang tengah dibicarakan.
Mengenai user id chat,
Chaerin memiliki id Jimin karena saat
itu mereka mendapatkan tugas untuk meminta data diri antar sesama mahasiswa
baru. Kesempatan bagus untuk Chaerin memiliki kontak Jimin. Sayang memang
Chaerin yang bodoh atau lebih tepatnya sangat bodoh, saat ia sudah memiliki
seluruh kontak laki-laki itu ia sama sekali tidak melakukan hal berguna dan
hanya menyimpannya sebagai kontak di telepon genggamnya.
To: Park Jimin
Apa? Memangnya apa
yang kamu sukai?
From: Park Jimin
Aku suka saat
memergoki mu menatap ku, tapi kemudian kamu pura-pura tidak melakukannya saat
aku balik menatap mu.
Matanya membulat sempurna. Tidak menyangka dengan apa yang
baru saja dibacanya. Apakah ini benar Jimin yang berada di kelasnya? Atau ini
hanya sebuah jebakan yang dilakukan salah satu temannya?
Karena penasaran, ia mengangkat kepalanya. Ada keraguan saat
kepalanya mulai terangkat perlahan dan menoleh pada sosok Jimin yang ternyata
tengah memandangi telepon genggamnya. Chaerin buru-buru kembali pada teleponnya
dan mengetikan balasan.
To: Park Jimin
APA?? Tunggu.. TIDAK!
KAPAN AKU MELAKUKANNYA??!
From: Park Jimin
Haha.. tenang. Aku
tidak masalah jika kamu melakukannya. Hanya saja untuk sekarang lebih baik kita
fokus ke kelas. Tinggal sepuluh menit sebelum kelas berakhir. Setelah itu kamu
bisa menatap ku sepuas mu.
To: Park Jimin
What the hell Jimin!
Aku tidak melakukan itu!
From: Park Jimin
Jangan berbohong
Chaerin. Aku melihatnya.
Chaerin mengangkat kepalanya dan seketika menoleh pada Jimin
yang tengah menatapnya. Sial!
Bagaimana bisa laki-laki itu tahu?
Tanpa ada niatan untuk membalas kembali pesan Jimin, Chaerin
lebih memilih menyimpan teleponnya ke dalam saku celana. Bersamaan dengan itu
dosennya kembali masuk dengan membawa lembar penilaian yang tadi sempat
dibicarakan. Wanita itu membagikannya dan meminta setiap mahasiswa dapat
mengumpulkannya kembali sebelum kelas berakhir. Kedatangan kembali sang dosen
memberikan kelegaan untuk Chaerin yang merasa terpojok. Ia berharap dirinya
bisa keluar dari kelas tanpa disadari oleh Jimin.
Doa tetaplah doa. Mengenai terkabul atau tidaknya itu
bergantung kepada Tuhan. Apakah Tuhan ingin mengabulkannya atau tidak. Begitu
pun dengan doa Chaerin agar bisa segera pergi setelah selesai mengisi penilaian
untuk teman satu kelompoknya.
Tanpa memikirkan banyak hal, Chaerin memberikan nilai dengan
skala 1-10 seperti yang diperintahkan. Kemudian menuliskan komentar terkait
kinerja teman satu kelompoknya. Ia berusaha untuk memberikan komentar yang baik
tetapi sesuai dengan realita dan tidak terlalu panjang. Karena ia ingin sekali
pergi menjauh dari Jimin saat itu juga.
Setelah selesai, Chaerin buru-buru merapihkan buku dan alat
tulisnya. Memasukkan barangnya secara asal ke dalam tas sebelum bangkit dari
kursi dan berjalan ke arah sang dosen yang tengah merapihkan barang-barangnya.
Ia menyerahkan lembaran tersebut dengan memasang senyumnya sebelum berucap
terima kasih.
āTerima kasih, Dok.ā Ia membungkuk sebelum kakinya kembali
merajut langkah pergi.
Chaerin menutup pintu kelasnya dan melangkah lebar keluar
dari area diskusi. Ia berjalan tanpa peduli dengan sekitar. Yang ia pikirkan
adalah segera lenyap sebelum sosok Jimin muncul di hadapannya.
Sayang seribu sayang, untuk kesekian kalinya dewi
keberuntungan tidak berpihak kepadanya. Belum juga ia bisa menghirup udara
luar, seseorang mencekal pergelangan tangannya. Membuat langkahnya terhenti
kemudian memutar tubuhnya sepihak.
āJimin.ā
Jimin menyunggingkan senyumnya hingga matanya mengecil.
āKamu mau kemana?ā
āI-Itu aku ingin ke kantin.ā
āKita pergi bersama saja. Aku juga ingin ke kantin.ā Ujar
Jimin dan akan melangkahkan kakinya. Namun langkahnya tertahan oleh tangan Chaerin.
āA-Aku sendiri saja.ā
Jimin sedikit membungkuk guna menyejajarkan wajahnya dengan
wajah Chaerin. Cukup dekat karena napas hangat keduanya saling beradu. Kemudian
menatap obsidan Chaerin.
āKenapa harus sendiri jika ada yang menemani. Bukankah tadi
aku sudah mengatakan jika setelah kelas berakhir kamu bisa menatap ku sepuas
mu, begitu pun dengan ku. Jadi mulai sekarang, mari kita pergi bersama.ā
~ FIRST LOVE ~
Haera menghirup udara Seoul tamak-tamak karena rasa rindu
yang teramat besar. Ia telah meninggalkan negara kelahirannya kurang lebih
empat tahun. Dan setelah waktu yang panjang itu, ia akhirnya memutuskan untuk
kembali. Kembali ke negaranya. Kembali berkumpul dengan keluarganya. Kembali
bertemu dengan teman lamanya. Kembali untuk memulai lembaran hidup baru. Serta
kembali untuk merasakan rasa nyeri di dada karena cinta pertamanya.
Haera tidak mengira bahwa setelah empat tahun hatinya bahkan
masih sakit saat mengingat cinta pertamanya. Begitu tragis untuk seorang
mahasiswi yang belum pernah berpacaran sebelumnya. Belum sempat perasaannya
terutarakan, sang cinta pertama malah mematahkannya berkeping-keping dengan
sebuah undangan pernikahan yang ia dapatkan langsung dari sang belahan jiwa.
Haera menatap langit biru di atasnya. Berharap pada Tuhan
dan alam agar kepulangannya ini tidak membuat dirinya menyesal.
āLee Haera!ā
Panggilan itu membuat kepalanya langsung tertoleh. Matanya
mengedar mencari sang pemilik suara melengking yang sangat dikenali.
āHaera!ā
Suara nyaring itu kembali terdengar. Haera berusaha untuk menajamkan
penglihatan di tengah banyaknya orang dan kendaraan yang berlalu lalang di
bandara. Matanya memicing ke depan saat melihat seorang wanita melambai
kepadanya. Kemudian ia melihat namanya kembali dilafalkan dan suara nyaring itu
kembali memenuhi gendang telinganya.
Senyumnya mengembang dan kakinya langsung merajut langkah
menghampiri sang pemilik suara melengking itu.
āAku merindukan mu!ā Wanita itu langsung memeluk Haera
dengar erat. Membuat koper yang tengah ditarik Haera terlepas begitu saja.
āHei Cho Dahyun, lepaskan. Kau membuat ku tidak bisa
bernapas.ā Keluh Haera.
Dahyun melepaskan pelukannya. Ia tersenyum lucu saat melihat
wajah kesal Haera.
āMaaf sahabat ku. Aku terlalu merindukan mu sampai tidak
sadar kalau aku menggunakan seluruh tenaga ku.ā Kekehnya sembari menggaruk
tengkuknya yang tidak gatal.
Haera memutar matanya malas.
āDari pada memeluk ku seperti ingin meremukkan tulang-tulang
ku, lebih baik kau gunakan tenaga berlebih mu itu untuk membantu ku membawa
koper. Bukankah lebih bermanfaat?ā
āBaiklah baik. Untuk kali ini aku akan membantu mu, Nona
Lee.ā
Dahyun pun mengambil alih koper besar yang berada di
belakang Haera. Kemudian menarik benda biru itu menuju bagasi mobilnya. Dengan
kekuatan yang ia miliki, Dahyun dapat mengangkat beban koper itu hingga masuk
ke dalam bagasi. Ia lantas menutup bagian belakang mobilnya sebelum masuk
menuju bagian pengemudi.
Dahyun mulai menghidupkan mesin mobilnya. Perlahan kendaraan
roda empat itu bergerak meninggalkan bandara. Selama perjalanan menuju
apartemen Haera, Dahyun tidak henti-hentinya bertanya mengenai kabar sahabatnya
itu dan bagaimana keadaannya selama ia berada di Amerika. Apa saja yang ia
lakukan di sana? Bagaimana kehidupan sosial warga Amerika? Dan masih banyak
pertanyaan lainnya yang Dahyun tanyakan sampai membuat Haera geleng kepala.
āSerius kau harus jawab pertanyaan ku yang tadi. Apakah kau
menemukan penggantinya di sana?ā Dahyun mengulangi pertanyaannya.
Terdengar tarikan napas panjang sebelum suara Haera terdengar
menyahuti pertanyaan Daehyun.
āSedihnya tidak. Aku pernah berkencan tetapi hanya selama
lima bulan karena ternyata kami tidak cocok.ā
āBenarkah? Wah.. miris sekali kehidupan asmara mu, sahabat
ku.ā
Haera mendelik tajam. Ia tidak bisa menerima komentar yang
terdengar menyepelakan dirinya.
āHei bagaimana dengan mu? Apakah kamu lebih baik dari ku?
Apakah kamu sekarang sudah mempunyai kekasih, huh?!ā
Dahyun tertawa canggung. Benar. Ia sendiri tidak kalah
menyedihkannya seperti sang sahabat. Malah mungkin dirinyalah yang paling
menyedihkan karena sampai saat ini belum juga memiliki kekasih.
Haera mendengus. āAsmara mu bahkan lebih tragis dari pada aku,
Cho Dahyun!ā
Dahyun hanya bisa meringis. Ia baru sadar kalau ternyata dirinya
tidak kalah menyedihkan dari sang sahabat. Dan pada intinya adalah keduanya
sama-sama menyedihkan jika sudah berbicara mengenai kekasih.
Setelahnya, Dahyun dan Haera sama-sama membungkam mulut
mereka. Dahyun sibuk memerhatikan jalan sedangkan Haera sibuk memerhatikan kota
yang ia rindukan. Menatap gedung bertingkat, para pejalan kaki, dan pohon-pohon
yang tertanam di pinggir jalan. Semuanya terlihat biasa saja tetapi Haera
merindukannya.
Ia merindukan saat bisa berjalan seperti para pejalan kaki
itu saat akan menuju halte. Ia rindu bagaimana pohon-pohon itu memberikan
kesejukan saat musim panas. Dan yang paling ia rindukan adalah saat ia bisa
menghabiskan waktunya dengan sang cinta pertama di rooftop kampus.
Haera menggeleng bar-bar. Cukup! Ia tidak boleh memikirkan
pria itu lagi. Ia harus bisa melupakannya. Melupakan semua tentang pria itu
termaksud perasaannya. Tidak baik jika ia tetap memendam perasaan yang hanya
bertepuk sebelah tangan. Sangat menyedihkan jika ada yang tahu kemalangannya itu.
āKau kenapa?ā Suara Dahyun tiba-tiba menyadarkan Haera dari
pikirannya. Ia menoleh dan menemukan sang sahabat sesekali melirik padanya
dengan dahi mengerut.
Haera menggeleng. āTidak apa-apa.ā Jawabnya setelah itu
kembali memerhatikan kota melalui jendela di sebelahnya.
āBohong. Kau pasti tengah memikirkan Sehun, iya kan?ā
āTidak! Siapa yang-ā
Dahyun mendecak sebal. āJangan berbohong pada ku Lee Haera.
Kita sudah berteman lama, jadi aku tahu saat kau berbohong dan tidak. Dan
sekarang kau sedang berbohong.ā
Ia menatap sang sahabat saat mobil yang ia kendarai berhenti
karena lampu lalu lintas berubah merah. Matanya menatap lekat-lekat Haera yang
hanya mampu bungkam karena ucapannya.
āKau masih menyukainya. Kau belum bisa melupakannya. Kau
telah gagal membuktikan hipotesa mu waktu itu.ā Lanjutnya dengan mata memicing.
Membuat Haera secara tidak sadar memundurkan tubuhnya hingga menyentuh pintu di
belakangnya.
āTi-Tidak. Aku sudah tidak...ā
āSehun sudah bercerai. Wanita itu ternyata hanya menjebak
Sehun dengan mengatakan bahwa pria itu menidurinya saat mabuk. Ia melakukannya
untuk merampas harta Sehun. Namun kebenaran terungkap setelah satu bulan
pernikahan mereka. Tanpa ampun Sehun langsung menceraikannya dan kemudian kau
tahu apa yang ia lakukan?ā Dahyun menaikkan sebelah alisnya dengan menatap
dalam serta penuh ketertarikan pada Haera.
āA-Apa?ā
āDia mencari mu. Dia bahkan datang ke rumah mu dan bertemu
dengan kedua orang tua mu. Tapi tidak ada jawaban yang ia dapatkan. Kemudian
dia menemui ku tetapi karena aku sudah berjanji kepada mu, aku tidak memberi
tahunya. Sejujurnya aku kasihan padanya karena ia terlihat sangat sedih saat
tahu bahwa kau memutuskan untuk pergi. Tetapi aku tidak bisa melakukan apa
pun.ā
āK-Kau bohong.ā
Kepalanya menggeleng. Matanya masih menatap dalam manik
kecoklatan Haera sebelum kembali berucap. āJika kau tidak percaya, kau bisa
lihat secara langsung. Dia tidak menikah kembali atau bahkan berkencan sejak
mengetahui kau pergi.ā
Dahyun menjeda kalimatnya. Kemudian tubuhnya sedikit
dicondongkan pada Haera dan berkata penuh penekanan.
āKarena dia sepertinya juga menyukai mu.ā
* *
* *
Ucapan Dahyun terus terngiang dalam pikirannya. Membuat
hatinya yang telah ia coba untuk teguhkan mulai kembali goyah hanya karena
asumsi instingtif sang sahabat. Tubuhnya pun ikut bereaksi aneh saat kalimat
Dahyun bermain-main di setiap lobus otaknya.
Kenapa aku merasa
jantung ku berdetak tidak karuan dan wajah ku mulai memanas?, batin Haera.
Tangannya terangkat menangkup pipinya. Mengusapnya perlahan
sebelum kepalanya menggeleng.
Tidak. Aku tidak boleh
begini. Aku-,
āHaera?ā
Ia terdiam. Tidak bergerak atau berbalik. Tubuhnya seketika
terasa kaku saat suara berat yang selama ini ia rindukan mengalun indah ke
dalam telinganya. Bohong jika ia bilang tidak rindu dengan suara itu. Karena
nyatanya setiap malam ia seakan mendengar suara berat itu yang memanggil
namanya.
āHaera, kamu Lee Haera?ā Suara itu semakin mendekat. Membuat
Haera ingin pergi tetapi otak dan tubuhnya tidak seirama.
Sosok itu menyentuh pundak Haera. Lantas memutar tubuhnya hingga
mereka berdiri saling berhadapan.
āHaera, ini benar diri mu!ā Serunya nyaris berteriak.
Tanpa menunggu jawaban Haera tangan kekarnya langsung
menarik tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. Merengkuh seperti tidak ada hari
esok. Merasakan kehangat yang sempat menghilang dan ia pikir tidak akan pernah
dapat ia rasakan lagi. Menyesap tamak-tamak aroma kesukaannya āvanilaā yang
menguar dari tubuh Haera.
āAku merindukan mu. Sangat merindukan mu. Kenapa kamu
meninggalkan ku?ā Sosok itu berujar dengan suara yang mulai bergetar. Membuat
Haera terkejut karena tidak menyangka bahwa sosok di depannya bisa selemah itu.
Perasaan terkejut itu bertambah saat ia merasakan pakaiannya melembab.
āSehun, kamu menangis?ā Tanya Haera khawatir di balik dada
bidang Sehun.
Sehun tidak menjawabnya. Ia masih terlalu merindukan sosok
Haera dan ia tidak memedulikan hal lainnya selain menyalurkan rasa rindunya.
āSehun..ā Haera kembali memanggilnya. Kali ini ia mendorong
tubuh Sehun hingga membuat pelukannya merenggang dan Haera dapat melihat dengan
jelas wajah pria itu.
āKenapa kamu menangis?ā Tanyanya sembari mengusap air mata
yang membasahi pipi Sehun dengan ibu jarinya.
āAku merindukan mu, Lee Haera.ā Jawabnya dengan suara yang
serak.
Haera tidak tahu harus apa dan berkata apa. Hatinya
mengatakan hal yang sama seperti yang Sehun katakan. Ia juga merindukan Sehun,
bahkan lebih besar dari yang dapat Sehun pikirkan. Dan lagi-lagi kalimat Dahyun
terputar dengan lancarnya seperti pemutar film.
āKau masih
menyukainya. Kau belum bisa melupakannya. Kau telah gagal membuktikan hipotesa
mu waktu itu.ā
Tanpa pikir panjang Haera kembali membenamkan kepalanya di
dada bidang Sehun. Tangannya melingkari pinggang pria itu dengan erat.
Menikmati aroma tubuh Sehun yang selama ini selalu teringat dan tidak pernah
bisa ia lupakan sekali pun ia sempat berkencan dengan mantan kekasihnya.
āMaafkan aku..ā Ujar Haera lirih.
Hanya kata maaf yang dapat terucap dari bibirnya. Ia tidak
tahu adakah kata lain yang lebih pantas dari pada permintaan maafnya. Jika ada,
ia akan mengatakannya dan menggantikan kata klise itu untuk menyampaikan rasa
menyesalnya.
Sehun semakin merengkuh Haera. Tidak ingin gadis itu kembali
meninggalkanya. Tidak peduli kini banyak pasang mata yang tengah menatap mereka
aneh karena berpelukan di tengah jalan. Sehun tidak memedulikannya. Biarkan
orang lain berkata buruk mengenai dirinya yang terpenting adalah Haera tetap
berada di sampingnya.
Pelukan antara keduanya berlangsung cukup lama. Dan Haera
menjadi orang pertama yang menjuhkan tubuhnya dan melepaskan kontak fisik di
antara mereka. Kepalanya lantas menengadah untuk menatap Sehun yang juga ikut
menatapnya.
āIkut aku.ā Ajaknya sembari meraih lengan pria itu dan
menggandengnya untuk mengikuti langkah kakinya.
Kaki jenjangnya membawa dirinya dan juga Sehun menuju taman
terdekat. Ia menuju salah satu kursi taman dan mendudukkan tubuhnya di sana,
diikuti dengan Sehun yang duduk di sampingnya. Selama beberapa menit awal,
tidak ada yang berbicara. Hanya membiarkan suara angin yang berhembus jarang.
Sampai akhirnya Haera menoleh dan mendapati Sehun yang ternyata tengah
menatapnya.
āApa kabar mu?ā
Sehun memasang senyum kecilnya. āMenurut mu bagaimana?ā
Alisnya mengerut sebelum memberikan jawaban. āEm.. baik?ā
Jawabnya dengan nada keraguan yang terdengar jelas.
āBenarkah. Apakah itu yang kamu lihat? Ku pikir Dahyun pasti
sudah menceritakan bagaimana hidup ku pada mu.ā
Haera menunduk. Entah mengapa rasa bersalahnya kembali
datang begitu mendengar kalimat Sehun.
āMaaf.ā Cicitnya.
Terdengar kekehan kecil sebelum kepalanya terasa diusap oleh
tangan besar Sehun hingga perasaan hangat seketika menjalar ke dalam hatinya.
āTidak perlu minta maaf, Haera. Ini semua bukan salah mu.ā
Haera bergeming. Kepalanya pun masih tertunduk hingga Sehun
harus menyentuh dagunya dan membawa pandangan Haera kembali kepadanya.
āMaaf karena aku tidak menyadari perasaan mu terhadap ku.
Maaf telah membuat mu terluka dengan kebodohan ku di masa lalu. Maaf, tapi ku
rasa kata maaf tidak akan cukup untuk menyampaikan penyesalan ku yang
menyebabkan mu pergi.ā
Tangan besar Sehun meraih kedua tangan Haera dan
menggenggamnya. Matanya tidak pernah ia lepaskan dari mata Haera yang selalu
berhasil membuat dirinya merasa tenang.
āKamu tahu, setelah kamu pergi aku merasakan kehampaan. Aku
tidak tahu kenapa aku merasakannya padahal saat itu aku telah menikah. Dan
kehampaan itu semakin menjadi saat aku tahu bahwa wanita sialan itu menjebak
ku. Aku merasa dunia ku yang kosong kini hancur seketika. Aku berusaha mencari
mu tetapi tidak ada yang memberi tahu ku dimana kamu. Sampai akhirnya aku memutuskan
berhenti karena ku pikir ini memang keiinginan mu.ā Ada jeda singkat yang Sehun
berikan. Ia memanfaatkan waktu singkat itu untuk menatap lekat-lekat wajah
Haera yang begitu ia rindukan.
āSetelah aku berhenti mencari mu, aku baru sadar kenapa aku merasa
begitu kehilangan mu. Itu semua karena ternyata aku mencintai mu, Lee Haera.
Aku mencintai teman ku sendiri. Sayangnya saat itu aku terlalu bodoh untuk menyadari
perasaan ku pada mu.ā
Seperti tersambar petir, jantung Haera semakin bergemuruh
hebat. Darahnya berdesir cepat. Dan perutnya dipenuhi sesuatu yang berterbangan
menggelitik dirinya.
āSehun...ā Gumamnya pelan tetapi masih dapat Sehun dengar.
Ia merasakan tangannya semakin erat di genggam Sehun.
Tatapan pria itu pun ikut berubah semakin serius.
āHaera aku tahu kamu masih sendiri, Dahyun yang
mengatakannya pada ku hingga akhirnya aku mencari mu dan kita bertemu di sini.
Sayangnya aku tidak tahu bagaimana hati mu setelah aku menyakitinya. Aku tidak
yakin apakah hati mu masih hanya ada aku atau sudah digantikan oleh pria lain.
Tapi Haera...ā
Salah satu tangannya melepas genggaman pada tangan Haera dan
beralih menangkup pipi gadis itu. Menyentuhnya pelan dan ibu jarinya mengusap
dengan gerakan teratur.
Dengan menggenggam tangan dan mengusap beraturan pipi Haera,
Sehun kembali membuka mulutnya untuk melanjutkan kalimat yang sempat ia tahan.
āAku akan menunjukkan pada mu seberapa besar rasa cinta yang
ku miliki untuk mu. Aku akan berusaha untuk membuat hati mu jadi hanya terisi
oleh nama ku lagi. Sampai akhirnya kita bisa bersama tanpa harus kembali
terpisah. Membangun keluarga bahagia. Hanya ada aku, kamu, dan anak-anak kita
kelak.ā
E . N . D
Happy Valentine Everyone :)
(P.s: Thank you Sal for the fake chat that you sent me at 2015. That chat gave me the idea for 'Look at Me'. And fyi, this stupid girl just understood the meaning at this 2019 after idly read the chat again haha)
(P.s: Thank you Sal for the fake chat that you sent me at 2015. That chat gave me the idea for 'Look at Me'. And fyi, this stupid girl just understood the meaning at this 2019 after idly read the chat again haha)
ź°ģ¬ķ©ėė¤ ^^
Comments
Post a Comment